17 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kinerja Karyawan
2.1.1
Pengertian kinerja karyawan
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Rivai dan Sagala, 2010:548-549).
Dalam Bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance
merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done” (sesuatu hasil
yang telah dikerjakan). Menurut Suwatno dan Priansa (2011:196) kinerja
merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku, dalam
kurun waktu tertentu, berkenaan dengan pekerjaan serta perilaku dan tindakannya.
Dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang tinggi kinerja
digunakan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Tinggi rendahnya kinerja
pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh
lembaga atau organisasi.
Mathis and Jackson (2009:378) menyatakan bahwa kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada
organisasi meliputi kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.
17
Baik buruknya kinerja seorang karyawan dapat diketahui melalui
penilaian terhadap kinerja yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Sinambela
(2012:5) mengungkapkan kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan
pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Apabila kinerja tiap individu
atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula.
Beragam penilaian kinerja telah diteliti sebelumnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan
merupakan hasil kerja yang secara kualitas maupun kuantitas dapat dicapai
seseorang sesuai dengan peranannya dalam organisasi.
2.1.2
Standar kinerja
Standar kinerja menentukan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan
dari pemegang pekerjaan dan kriteria terhadap kesuksesan pekerjaan. Menurut
Mathis dan Jackson (2009:308), standar kinerja mendefinisikan tingkat yang
diharapkan dari kinerja dan merupakan pembanding kinerja atau tujuan atu target,
tergantung pendekatan yang diambil. Biasanya standar kinerja adalah pernyataanpernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas
sebuah pekerjaan tertentu.
Menurut Simamora (2006:147), ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penetapan standar kinerja yaitu sebagai berikut.
1) Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi.
2) Standar kinerja harus dapat membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang
baik, sedang dan buruk.
3) Standar kinerja dinyatakan dengan angka.
18
4) Standar kinerja harus mudah diukur.
5) Standar kinerja harus mudah dipahami.
Prosedur untuk membuat standar kinerja sangat majemuk. Dalam
pendekatan yang sangat terarah, manajemen dapat langsung menulis standarstandar dan mensosialisasikan kepada karyawan.
2.1.3
Fungsi dan tujuan standar kinerja
Menurut Simamora (2006:147), standar kinerja karyawan mempunyai
dua fungsi yaitu sebagai berikut.
1) Menjadi tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dari upaya-upaya karyawan. Jika
standar kinerja telah terpenuhi, maka karyawan akan merasakan adanya
pencapaian dan penyelesaian pekerjaan.
2) Standar kinerja merupakan kriteria pengukuran kesuksesan sebuah pekerjaan.
Tanpa adanya standar tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi
kinerja karyawan.
Standar-standar kinerja karyawan memiliki tujuan antara lain sebagai
berikut.
1) Membentuk pedoman-pedoman terhadap kinerja aktual yang dapat diukur.
Hal ini berguna bagi orang yang menduduki jabatan tersebut dan atasannya
dapat mengevaluasi kinerja orang tersebut.
2) Meningkatkan motivasi dan komitmen.
Jika karyawan dan penyelia bekerjasama untuk membuta standar-standar
kinerja karyawan maka partisipasi karyawan dapat memberikan kontribusi
bagi pemenuhan kebutuhan akan afiliasi, pengakuan dan otonomi.
19
2.1.4
Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan
tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam suatu
perusahaab atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang
ditetapkan terlebih dahulu (Sinambela, 2012:59). Menurut Rivai dan Sagala
(2010:551) sasaran perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua
alas an pokok, yaitu: (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap
kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan
dibidang SDM di masa yang akan dating, dan (2) manajer memerlukan alat yang
memungkinkan
untuk
membantu
karyawannya
memperbaiki
kinerja,
merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk
perkembangan karir dan memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan
dengan karyawannya.Penilaian kinerja juga dapat menjadi landasan untuk
penilaian sejauh mana kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti
perekrutan, seleksi, penempatan, kompensasi, dan pelatihan dilakukan dengan
baik.
Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi. Menurut
Sedarmayanti (2007:263), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut.
1) Membantu meningkatkan kinerja.
2) Menetapkan sasaran bagi kinerja perorangan.
3) Menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
4) Menyepakati rencana untuk mengembangkan karyawann dimasa depan.
5) Menilai potensi dimasa depan untuk kenaikan pangkat.
20
6) Memberi umpan balik kepada karyawan mengenai kinerja mereka.
7) Memberi konsultasi kepada karyawan mengenai peluang karir.
8) Menentukan taraf kinerja karyawan untuk maksud peninjauan gaji.
9) Mendorong pimpinan untuk berpikir cermat mengenai kinerja staf pada
umumnya dan faktor yang mempengaruhinya, termasuk gaya kepemimpinan
dan perilaku mereka sendiri.
Simamora
(2006:338)
menyatakan
bahwa
penilaian
kinerja
(performance appraisal) secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari
evaluasi pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa
baik seseorang dalam melakukan pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan.
Seberapa tinggi harga sebuah pekerjaan bagi organisasi akan ditentukan dari
evaluasi pekerjaan yang akan menunjukkan pada kisaran berapa gaji sepatutnya
diberikan kepada pekerjaan itu.
2.1.5
Manfaat penilaian kinerja
Manfaat penilaian kinerja menurut Sedarmayanti (2007:264) yaitu
sebagai berikut.
1) Meningkatkan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memproleh
umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.
2) Memberi kesempatan kerja yang adil
Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan
menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
21
3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah
sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan mereka.
4) Penyesuaian kompensasi
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan
perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.
5) Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.
6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilain kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.
7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi
Kinerja
karyawan
baru
yang
rendah
dapat
mencerminkan
adanya
penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.
Grensing-Pophal (2008:225) menyatakan bahwa untuk mengevaluasi
kinerja karyawan, dinilai dari dua keahlian yang dimiliknya, yaitu keahlian teknis
dan interpersonal. Kedua keahlian tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1)
Keahlian teknis, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)
Wawasan kerja. Indikator ini menilai tentang apakah karyawan memiliki
keahlian dan pengetahuan tentang pekerjaannya untuk memenuhi standar
yang telah ditentukan.
22
(2) Kualitas kerja, meliputi akurasi, ketelitian, konsistensi, dan penyelesaian
tugas yang diserahkan atau dilaksanakan
(3) Produktivitas, meliputi hasil kerja dan ketepatan waktu menyelesaikan
pekerjaan.
(4) Daya paham, meliputi kemampuan belajar, menyerap konsep yang
esensial bagi pekerjaan, dan mengikuti instruksi/prosedur.
(5) Organisasi, menyangkut kemampuan menangani banyak proyek secara
bersamaan, menyusun prioritas tugas dan menyelesaikan proyek sesuai
jadwal.
2) Keahlian interpersoal, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Independensi dan inisiatif, yaitu kemampuan untuk bekerja tanpa
pengawasan.
(2) Kerja sama tim, yaitu kemampuan kerja sama yang baik dengan rekan
kerja, manajemen, dan bawahan.
(3) Hubungan dengan pelanggan, yaitu pemahaman tentang pentingnya
pelanggan bagi organisasi, dan perhatian pelanggan terhadapnya.
(4) Perilaku, meliputi antusiasme, keinginan, dan motivasi.
(5) Kepemimpinan, berkaitan dengan kemauan karyawan untuk mengambil
peran pemimpin dan kemampuannya dalam memotivasi, mengarahkan,
menugaskan, dan melatih.
(6) Kualitas pribadi, meliputi kehadiran, ketepatan waktu, dan penampilan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa, penilaian kinerja
karyawan dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas serta ketepatan waktu dalam
23
menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap
pemberian balas jasa berupa kompensasi.
2.1.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Wirawan (2009:7), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut.
1) Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang
merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika kinerja
pegawai berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat serta keadaan
fisik dan kejiwaan. Sementara faktor-faktor yang diperoleh misalnya,
pengetahuan, ketrampilan, etos kerja, pengalaman kerja, disiplin kerja serta
motivasi kerja.
2) Faktor lingkungan internal organisasi, misalnya strategi organisasi, sukungan
sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, serta sistem
manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, untuk dapat mendukung dan
meningkatkan
produktivitas
karyawan
manajemen
organisasi
harus
menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif.
3) Faktor lingkungan eksternal organisasi, adalah keadaan, kejadian, atau situasi
yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja
karyawan. Budaya masyarakat juga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja karyawan.
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan. Mangkunegara
(2010:15), berpendapat kinerja individu adalah hasil dari hal-hal berikut.
24
1) Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu,
meliputi aktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta
demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality,
pembelajaran dan motivasi.
2) Upaya kerja (work effort) yang membentuk keinginan untuk mencapai
sesuatu.
3) Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.
Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja,
struktur organisasi dan job design.
2.2
Kepuasan Kerja
2.2.1
Pengertian dan pentingnya kepuasan kerja
Menurut Robbins dalam Wibowo (2011:501) kepuasan kerja adalah
sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara
jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja adalah keadaan yang menyenangkan
dan tidak menyenangkan yang mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka (Handoko, 2001:193). Menurut Hasibuan (2007:202) kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Dalam menyelesaikan pekerjaannya karyawan akan mengeluarkan seluruh
kemampuannya, sehingga hal tersebut akan bermanfaat penting bagi perusahaan
atau organisasi serta akan menunjang kepuasan kerja karyawan. Menurut Robbins
(2003:157) mengemukakan bahwa ada tiga alasan mengapa kepuasan kerja itu
penting, yaitu sebagai berikut.
25
1) Ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas lebih sering
melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri.
2) Telah diperagakan bahwa karyawan yang puas bekerja dengan lebih baik dan
usia kerja lebih panjang.
3) Kepuasan dalam pekerjaan dibawa ke kihidupan karyawan di luar pekerjaan.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa kepuasan
kerja adalah sikap emosional dari karyawan terhadap pekerjaannya baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, bila dibandingkan dengan
balas yang diterima dan sesuai dengan harapan.
2.2.2
Teori kepuasan kerja
Wijono (2010:103) mengemukakan beberapa teori tentang kepuasan
kerja yang dipaparkan sebagai berikut.
1) Discrepance Theory
Teori ini dikemukakan oleh Porter yang menitik beratkan pada cara mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan mengukur selisih antara apa yang
seharusnya dengan apa kenyataan yang dirasakan. Dari pengertian ini, bila
yang diperoleh lebih besar dari apa yang diharapkan, maka seseorang tersebut
akan puas. Dan sebaliknya, bila yang diperoleh tidak sesua dengan apa yang
diinginkan maka seseorang tersebut itu tidak puas.
2) Equity Theory
Teori ini dikembangkan oleh Adam (1965) yang menyatakan, bahwa orang
akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia akan merasa adanya
keadilan atau tidak puas pada situasi. Menurut teori ini, elemen-elemen equity
26
ada tiga, yaitu: input, outcomes, comparison person. Lebih lanjut dikatakan
bahwa setiap karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya
dengan orang lain (comparison person). Bila perbandingan itu dianggap adil,
maka ia akan puas dan sebaliknya bila perbandingan itu dianggap tidak adil,
maka ia tidak akan puas.
3) Two Factor Theory
Teori ini dikemukakan oleh Hezberg (1959) yang menyatakan bahwa
ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja muncul dari dua variabel hygiene
didalamnya termasuk gaji, kondisi kerja dan kebijakan organisasi. Variabel
penyebab kepuasan atau variabel yang memotivasi termasuk prestasi,
pengetahuan, tanggung jawab dan kemajuan semuanya berkaitan dengan isi
pekerjaan dan imbalan prestasi kerja.
Penelitian dari Spector dalam Yuwono (2005:258), menyatakan bahwa
indikator kepuasan kerja dapat dilihat dari sembilan aspek yaitu sebagai berikut:
1) Kepuasan kerja terhadap kesempatan untuk kenaikan jabatan.
2) Kepuasan terhadap gaji yang diterima dan kesempatan memperoleh kenaikan
gaji.
3) Kepuasan terhadap segala kebijakan, prosoedur dan aturan perusahaan.
4) Kepuasan terhadap supervisi (atasan).
5) Kepuasan terhadap tunjangan-tunjangan diluar gaji (fringe benefits).
6) Kepuasan terhadap penghargaan (reward) yang diterima karyawan saat
menunjukkan prestasi di perusahaan.
7) Kepuasan terhadap tipe pekerjaan yang harus dikerjakan.
27
8) Kepuasaan terhadap rekan kerja, termasuk interaksi dan kerja sama antar
rekan kerja.
9) Kepuasan terhadap komunikasi di dalam organisasi, termasuk komunikasi
antar rekan kerja, atasan dan bawahan.
2.2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Hasibuan (2007:203), faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah sebagai berikut.
1) Balas jasa yang adil dan layak.
2) Komunikasi yang tepat sesuai dengan keahlian.
3) Berat ringannya pekerjaan.
4) Suasana dan lingkungan kerja.
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Menurut Gilmer dalam Ardana, dkk (2009:23) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut.
1) Keamanan
2) Kesempatan untuk maju
3) Perusahaan dan manajemen
4) Upah/gaji
5) Aspek intrinsik dari pekerjaan
6) Supervise
7) Aspek sosial dari pekerjaan
28
8) Komunikasi
9) Kondisi kerja
10) Benefits
2.3
Pengadaan SDM
2.3.1
Pengertian dan fungsi pengadaan SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:18), pengadaan SDM adalah kegiatan
memperoleh SDM yang tepat baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Hasibuan (2007:27)
pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena
untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta
efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin. Pengadaan SDM bisa
dikatakan sebagai proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena
untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta
efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin (Hasibuan, 2007:27).
Menurut Ardana, dkk (2012:29), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi
Pengadaan SDM meliputi hal-hal berikut ini.
1) Perencanaan Sumber Daya Manusia
2) Penarikan Sumber Daya Manusia
3) Seleksi Sumber Daya Manusia
4) Penempatan
5) Orientasi
29
2.3.2
Pengertian perencanaan SDM
Perencanaan SDM (PSDM) adalah suatu cara untuk memenuhi
kebutuhan SDM agar dapat melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan
perusahaan (Ardana, 2012:18). Selain itu perencanaan SDM adalah sebagai proses
untuk menentukan jumlah dan jenis manusia yang dibutuhkan oleh suatu
organisasi atau perusahaan dalam waktu dan tempat yang tepat serta melakukan
tugas sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Ardana, dkk (2012:43) aspek pokok yang tertuang didalam
pengertian perencanaan SDM yaitu sebagai berikut.
1) Sistematis dan merupakan proses yang disadari dan terencana, bukan sesuatu
yang terjadi secara tiba-tiba.
2) Proses terus menerus karena organisasi, tujuan, dan lingkungan akan selalu
berubah.
3) Tujuan jangka pendek dan jangka panjang dengan penekanan pada rencana
jangka panjang.
4) Berhubungan dengan dan integral dengan proses perencanaan perubahan,
karena menentukan kebijakan dan prioritas organisasi yang akan dipengaruhi
oleh tersedianya SDM.
5) Persyaratan SDM harus dinilai dari sudut kualitas dan kuantitas.
6) Tingkat sumber daya akan tergantung pada kemampuan.
7) Sumber-sumber daya harus memenuhi persyaratan demi keefektifan
organisasi.
30
2.3.3
Pentingnya perencanaan SDM
Pentingnya perencanaan SDM dapat dilihat dari beberapa sudut berikut
ini (Ardana, dkk, 2012:44).
1) Kepentingan individu tenaga kerja
Dengan perencanaan SDM akan sangat membantu di dalam perusahaan
tempat kerjanya, karena dia dapat mengetahui hal-hal berikut: (1) bagaimana
pengembangan jenjang kariernya, (2) kemampuan yang harus dimiliki untuk
memungkinkan dirinya menduduki suatu jabatan, (3) kapan waktu yang
terbaik untuk bisa menjangkau dan menduduki karier tersebut.
2) Kepentingan organisasi
Dengan perencanaan SDM dapat membantu pimpinan perushaan dalam upaya
untuk meningkatkan efisiensi SDM yang ada dan meningkatkan produktifitas
kerjanya sehingga perusahaan akan mampu mencapai tujuan dalam jangka
panjang. Dengan perencanaan SDM dapat menciptakan efisiensi penggunaan
SDM secara cermat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan SDM.
Di samping itu perusahaan akan mampu menarik SDM yang benar-benar
dibutuhkan pada waktu yang tepat. Ini kan berarti mendukung terwujudnya
efisiensi dan efektifitas perusahaan, yang akan menambah kuatnya daya saing
perusahaan terhadap perusahaan lain.
3) Kepentingan Nasional
Perencanaan SDM akan penting artinya bagi masyarakat karena merupakan
suatu sistem yang akan diikuti dalam seleksi dan penarikan tenaga kerja.
Dengan demikian, perusahaan akan membutuhkan SDM mengikuti ketentuan
31
yang berlaku secara nasional sehingga mampu bersaing dengan negara-negara
lain di tingkat internasional.
2.3.4
Manfaat perencanaan SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:45), manfaat yang dapat diperoleh dengan
adanya perencanaan SDM antara lain sebagai berikut.
1) Untuk memenuhi tuntutan persyaratan jabatan yang sering berubah karena
terjadinya perubahan teknologi yang cepat dan drastis.
2) Untuk mempertahankan jumlah tenaga kerja yang cukup dengan keahlian
yang memadai yang dapat beroperasi secara maksimal dalam mencapai tujuan
peusahaan.
3) Dapat menggunakan SDM yang ada secara optimal.
4) Melakukan pengadaan tenaga kerja baru secara ekonomis.
5) Dapat memenuhi kriteria SDM dan mengantisipasi perubahan tuntutan kerja.
6) Untuk mengontrol biaya SDM dan mengantisipasi secara efektif munculnya
atau bertambahnya biaya SDM yang baru.
7) Mengembangkan informasi dasar MSDM untuk membantu kegiatan
personalia dan kegiatan unit lain dalam perusahaan.
8) Dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun program pengembangan
SDM.
9) Dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang sudah ada melalui
peningkatan disiplin dan etos kerja.
32
2.3.5
Pengertian dan metode penarikan SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:57), penarikan SDM (recruitmen) adalah
suatu proses mencari tenaga kerja dan mendorong serta memberikan suatu
harapan bagi mereka untuk melamar pekerjaan pada suatu perusahaan. Penarikan
adalah proses pencarian dan pemikiran para calon karyawan yang mau dan
mampu untuk melamar sebagai karyawan. Proses penarikan sangat penting karena
kualitas SDM dalam perusahaan tergantung pada kualitas penarikannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tertarik tidaknya calon pelamar untuk
melamar ke perusahaan ditentukan oleh (Ardana dkk, 2012:57) adalah sebagai
berikut.
1) Faktor balas jasa yang besar yang diberikan perusahaan akan memungkinkan
para pelamar akan banyak melamar, sebaliknya balas jasa yang kecil pelamar
akan sedikit.
2) Status karyawan. Karyawan yang baru diangkat, status tetap dan tidak tetap.
Apabila terlalu lama karyawan berstatus tidak tetap, membuat mereka merasa
tidak aman dalam bekerja, karena sewaktu-waktu mereka bisa diberhentikan.
3) Spesifikasi pekerjaan menyangkut banyak sedikitnya pekerjaan, sulit tidaknya
pekerjaan, serius santainya dalam bekerja, melayani masyarakat atau tidak
pekerjaan, dan memakai mesin atau tidak pekerjaan tersebut.
Menurut Hasibuan (2007:44), metode-metode penarikan calon karyawan
adalah sebagai berikut.
33
1) Metode tertutup
Metode tertutup adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para
karyawan atau orang-orang tertentu saja. Akibatnya, lamaran yang masuk
relatif sedikit sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang baik
sulit.
2) Metode terbuka
Metode terbuka adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan
memasang iklan pada media massa cetak maupun elektronik, agar tersebar
luas ke masyarakat. Dengan metode terbuka diharapkan lamaran banyak asuk
sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang qualified lebih
besar.
2.3.6
Sumber penarikan SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:58), pada dasarnya sumber penarikan SDM
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dari dalam dan dari luar perusahaan.
Penarikan SDM dari dalam perusahaaan adalah kebijakan penarikan SDM yang
lebih mengutamakan atau member kesempatan yang lebih banyak bagi karyawan
yang sudah ada dalam perusahaan. Penarikan dari dalam perusahaan dapat
dilakukan dengan cara berikut.
1) Promosi, pemindahan, rotasi dan mutasi.
2) Penempatan yang berasal dari cabang-cabang.
3) Personalia dalam masa percobaan, magang atau bekerja sementara.
4) Penempatan kembali karyawan yang sudah bebas bekerja.
5) Penempatan kembali karyawan yang sudah pensiun.
34
Penarikan SDM dari luar perusahaan adalah kebijakan penarikan SDM
yang lebih mengutamakan atau memberikan kesempatan kepada masyarakat luas.
Cara ini ditempuh oleh perusahaan, karena tenaga kerja yang ada di dalam
perusahaan dianggap tidak memenuhi syarat untuk mengisi jabatan dari dalam
perusahaan. Penarikan SDM dari luar perusahaan dapat dilakukan dengan cara
berikut ini.
1) Pelamar langsung (walk ins), artinya pelamar dating langsung ke perusahaan
dengan membawa surat lamaran permohonan pekerjaan.
2) Rekomendasi dari karyawan yang sudah bekerja. Dengan cara ini berarti
calon pelamar sudah mengenal karyawan dalam perusahaan yang akan diminta
rekomendasi.
3) Iklan (advertensi), penggunaan iklan dalam mencari tenaga kerja banyak
diterapkan oleh perusahaan besar dengan memasang iklan yang agak lebar
sedangkan untuk perusahaan-perusahaan kecil biasanya memasang pada iklan
mini dengan ruang iklan yang agak kecil.
4) Kantor penempatan tenaga kerja. Di Indonesia kantor penempatan tenaga
kerja di tangani oleh Dinas Tenaga Kerja. Selain itu ditangani oleh pihak
swasta sebagai bursa tenaga kerja.
5) Lembaga pendidikan. Menarik SDM melalui lembaga-lembaga pendidikan
atau sekolah, perusahaan akan mendapatkan calon tenaga kerja yang
berkualitas.
35
6) Organisasi atau serikat pekerja. Perusahan dapat menarik tenaga kerja dengan
keterampilan tertentu melalui organisasi atau serikat pekerja yang ada di
perusahaan.
7) Lembaga penyalur tenaga kerja
8) Penarikan dari perusahaan lain atau membajak. Dewasa ini sering terjadi
perpindahan karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang dianggap
menjanjikan balas jasa yang lebih tinggi dan lebih baik. Perpindahan ini
disebabkan karena bujuk rayu dari perusahaan yang membutuhkan SDM yang
berpengalaman. Bujuk rayu ini sering diistilahkan dengan “Pembajakan tenaga
kerja”.
9) Penarikan langsung ke tempat asal mereka. Suatu cara penarikan SDM yang
biasa dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja kasar,
seperti buruh bangunan, buruh perkebunan, pembantu rumah tangga, buruh
pabrik, tukang gali sumur, dan lain-lain.
10) Nepotisme adalah cara penarikan SDM lewat sanak keluarga, family, terutama
pada perusahaan kecil, perseorangan dan perusahaan milik keluarga.
2.3.7
Pengertian dan pentingnya seleksi SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:70), seleksi adalah proses mempertemukan
syarat yang dituntut oleh suatu jabatan dengan orang yang mempunyai syarat itu.
Menurut Hasibuan (2007:46) seleksi adalah usaha pertama yang harus dilakukan
perusahaan untuk memperoleh karyawan yang qualified dan kompeten yang akan
menjabat serta mengerjakan semua pekerjaan pada perusahaan. Prinsipnya orang
yang diterima adalah dapat bekerja sebagai mana mestinya dan cocok dengan
36
lingkunga kerjanya. Seleksi harus dilakukan secara jujur, cermat dan objektif agar
SDM yang diterima betul-betul memenuhi syarat jabatan. Seleksi SDM sangat
penting karena tiga alasan yaitu sebagai berikut.
1) Kinerja perusahaan akan selamanya bergantung pada kinerja SDM. SDM yang
tidak memiliki kemampuan kecakapan atau keahlian akan tidak efektif dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang pada gilirannya kinerja
perusahaan menurun.
2) Seleksi yang efektif adalah sangat penting karena dana yang diinvestasikan
salam menarik atau mengangkat SDM sebagai karyawan sangat besar.
Kesalahan dalam mengadakan seleksi tercermn dari banyaknya permasalahan
SDM yang muncul setelah mereka bekerja dan rendahnya produktivitas kerja.
Jadi proses seleksi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam
keseluruhan pengadaan SDM. Dikatakan demikian karena dalam suatu
perusahaan kecermatan dalam proses seleksi akan menentukan keberhasilan
SDM dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
3) Globalisasi yang disertai dengan revolusi komunikasi dan informasi,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan persaingam yang semakin ketat
memerlukan SDM yang berkualitas tinggi, untuk itu seleksi memegang
peranan penting.
2.3.8
Kriteria dasar dalam seleksi SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:70), untuk mendapatkan SDM yang berdaya
guna dan berhasil guna maka diperlukan beberapa criteria sebagai dasar dalam
mengadakan seleksi, yaitu sebagai berikut.
37
1) Seleksi berpedoman pada analisis jabatan
2) Seleksi harus efektif dan efisien
3) Seleksi berpedoman pada perencanaa sumber daya manusia
4) Seleksi harus memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam
pelaksanaan seleksi harus memperhatikan peraturan
5) Seleksi harus dilaksanakan objektif dan jujur
2.3.9
Pengertian penempatan SDM
Menurut
Ardana,
dkk
(2012:18),
penempatan
adalah
proses
mencocokkan atau membandingkan kualifikasi yang dimiliki dengan persyaratan
pekerjaan, dan sekaligus memberikan tugas, pekerjaan kepada calon karyawan
untuk dilaksanakan. Sedangkan menurut Hasibuan (2007:63) penempatan
(placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan
karyawan calon karyawan yang diterima pada jabatan atau pekerjaan yang
membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut.
Dalam melaksanakan tugas, calon karyawan banyak memasuki suatu keadaan
baru yang selama ini belum pernah dialaminya. Keadaan itu adalah mulai bekerja
dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat
waktu.
Pola pengangakatan SDM ada dua macam, yaitu: (1) pengangkatan
SDM sebelum mereka mengikuti pelatihan pratugas, (2) pelatihan pratugas dulu,
baru pengangkatan sebagai calon karyawan. Sistem pengangkatan SDM dapat
dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
38
1) Patronage system
Sistem ini juga disebut sistem kawan, yaitu sistem pengangkatan tenaga kerja
oleh pejabat yang berwenang berdasarkan atas pertimbangan subjektif antara
yang mengangkat dan yang diangkat.
2) Merit system
Suatu sistem pengangkatan tenaga kerja berdasarkan bakat kecakapan dan
prestasi kerja sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.3.10 Pengertian dan tujuan orientasi SDM
Menurut Ardana, dkk (2012:86), orientasi merupakan kegiatan yang
dilaksanakan dengan maksud untuk memperkenalkan tenaga kerja baru dengan
tenaga kerja lama atau manajemen secara menyeluruh sesuai dengan hierarki
perusahaan. Tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan orientasi adalah sebagai
berikut.
1) Mengenalkan tenaga kerja baru dengan ruang lingkup perusahaan dan
kegiatannya.
2) Memberikan informasi yang dipandang penting tentang peraturan, kebijakan
dan ketentuan perusahaan.
3) Menghindari kemungkinan timbulnya kekacauan yang dihadapi oleh tenaga
kerja baru atau tugas dan pekerjaan baru diserahkan kepadanya.
4) Menghemat waktu, tenaga dan hiaya dengan memberikan pengenalan lebih
awal secara menyeluruh atas semua kegiatan perusahaan.
5) Memberikan kesempatan kepada tenaga kera baru, untuk menanyakan
kesulitan tentang tugas dan pekerjaan mereka.
39
6) Memberikan pengertian kepada tenaga kerja baru bahwa mereka adalah salah
satu aset perusahaan yang dianggap paling penting.
7) Menanamkan pengertian dan keyakinan agar tenaga kerja baru merasa seperti
di rumahnya sendiri dan tertanam perasaan memiliki sehingga mereka dapat
bekerja dengan aman, nyaman dan penuh loyalitas.
2.4
Pendidikan dan Pelatihan
2.4.1
Pengertian pendidikan dan pelatihan
Handoko (2003:104) menyatakan bahwa, pendidikan dan pelatihan
adalah proses kegiatan perusahaan untuk memperbaiki penguasaan karyawan
terhadap berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan
rutin serta untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap
dan sifat-sifat kepribadian. Heidjrahman dan Husnan (2002:77) menyatakan
bahwa, pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan,
memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai
tujuan.
Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan praktis
dan penerapan guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan dan sikap yang
diperlukan oleh organisasi. Pendidikan memberikan karyawan suatu tingkat
kemampuan kecakapan tertentu, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk
penguasaan ketrampilan-ketrampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan
tertentu (Handoko, 2003:243). Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah suatu
proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan
40
mengembangkan sikap dan perilaku, ketrampilan dan pengetahuan serta
kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan
(Gorda, 2004 : 121).
Berdasarkan pendapat dari para pakar atau ahli dapat dikemukakan
bahwa, pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses kegiatan dari suatu
perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap dan
perilaku, ketrampilan, pengetahuan serta kecerdasan karyawan untuk menciptakan
SDM yang berkualitas.
2.4.2
Manfaat pendidikan dan pelatihan
Gorda (2004:124) menyebutkan bahwa, manfaat yang diperoleh dari
upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui proses pendidikan dan
pelatihan adalah sebagai berikut.
1) Kenaikan produktivitas, baik mutu maupun jumlahnya.
2) Memperbaiki moral kerja sumber daya manusia.
3) Pekerjaan diharapkan dapat dikerjakan lebih cepat dan lebih berkualitas.
4) Penggunaan bahan baku dapat dihemat.
5) Penggunaan peralatan dan mesin serta inventaris lainnya diharapkan lebih
tahan lama.
6) Angka kecelakaan diharapkan menurun.
7) Menurunnya pengawasan terhadap kegiatan sumber daya manusia.
8) Tanggung jawab diharapkan lebih besar.
9) Biaya produksi diharapkan lebih rendah.
10) Meningkatkan stabilitas dan fleksibilitas sumber daya manusia.
41
11) Mengembangkan pertumbuhan pribadi sumber daya manusia.
12) Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin.
2.4.3
Faktor-Faktor pendorong pendidikan dan pelatihan
Gorda (2004:124) menyatakan bahwa, secara garis besar faktor-faktor
pendorong pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu sebagai berikut.
1) Faktor-faktor internal perusahaan
(1)
Perubahan produk dan jasa
Berbagai
faktor
yang
mendorong
perubahan
produksi
seperti
pertumbuhan jumlah penduduk yang menyebabkan meningkatnya
jumlah permintaan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan,
kegiatan pesaing, perubahan selera konsumen, pilihan produk dan jasa
yang
ditawarkan
pasar,
perkembangan
mode,
dan
sebagainya.
Perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi pimpinan perusahaan
dengan mengambil langkah-langkah, antara lain peningkatan mutu
sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan.
(2)
Perubahan pemanfaatan teknologi
Perubahan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
pimpinan perusahaan terdorong untuk merumuskan program diklat
sebagai upaya penyesuaian pengetahuan dan keterampilan pendidikan
dan pelatihan sebagai upaya penyesuaian pengetahuan dan keterampilan
karyawan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru.
42
(3)
Perubahan karyawan
Perubahan jumlah dan mutu karyawan di dalam suatu perusahaan
terdapat berbagai faktor penyebabnya seperti pensiun, meninggal dunia,
berhenti atas permohonan sendiri, pindah kerja karena mengikuti
keluarga, dibajak oleh perusahaan lain, diberhentikan dan penambahan
karyawan karena pengembangan atau ekspansi usaha.
(4)
Perubahan pengembangan organisasi
Pengembangan organisasi perusahaan dapat bersifat intensifikasi dan
dapat pula ke arah ekstensifikasi. Pengembangan tersebut misalnya
perluasan rencana-rencana strategik, peningkatan anggaran perusahaan,
peramalan penjualan dan produksi, pengembangan desain organisasi dan
uraian
pekerjaan,
pengembangan
organisasi
dengan
membuka
perwakilan cabang dan sebagainya.
2) Faktor-faktor eksternal perusahaan
(1)
Perkembangan dan perubahan ekonomi
Gejala-gejala perkembangan dan perubahan ekonomi yang dimaksud
seperti tingkat suku bunga, harga, inflasi, pengangguran, perubahan
perilaku konsumen, resesi ekonomi atau krisis ekonomi dan sebagainya.
Semua
gejala-gejala
tersebut
merupakan
faktor
dominan
yang
mempengaruhi kondisi perusahaan.
(2)
Kebijaksanaan politik nasional dan internasional
Mengatasi berbagai perubahan dan pergeseran yang terjadi, baik di
tataran nasional maupun internasional, maka pimpinan perusahaan harus
43
memiliki
komitmen
untuk
merumuskan
berbagai
kebijaksanaan
peningkatan dan pengembangan mutu karyawannya sehingga mereka
senantiasa adaptif terhadap berbagai perubahan dan pergeseran.
(3)
Makin ketat persaingan
Mengelola bisnis yang akan menghasilkan produk dan jasa secara efisien
dan berkualitas tinggi serta untuk mengadakan inovasi-inovasi
keunggulan bersaing mengikuti perubahan keinginan dan kebutuhan
konsumen yang terus berkembang ke arah tuntutan kualitas dan
pelayanan yang prima. Dalam konteks ini maka kebijaksanaan pimpinan
perusahaan ke arah peningkatan dan pengembangan mutu sumber daya
manusia dapat diwujudkan melalui pendidikan dan pelatihan.
(4)
Perubahan lingkungan sosial – budaya
Mengantisipasi perubahan lingkungan sosial – budaya, maka pendidikan
dan pelatihan menjadi penting dan strategi untuk menanamkan
organisasi pembelajaran agar tetap adaptif dan fleksibel terhadap
berbagai perubahan agar tetap memiliki keunggulan bersaing sesuai
dengan perkembangan keinginan dan kebutuhan pasar.
(5)
Munculnya konsep 7 S McKinsey
7 S adalah singkatan dari 7 elemen yang terdiri dari Shared Values and
Vision, Strategy, Structure, Staffs, Skills, System dan Style. Dari konsep
McKinsey tersebut terdapat lima “S” yang sangat erat hubungannya
dengan kemampuan dan ketrampilan SDM, yaitu Structure, Staffing,
Skills, Shared values dan Style dalam merumuskan kebijaksaan
44
peningkatan dan pengembangan mutu SDM melalui diklat untuk
mencapai tujuan yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi.
2.4.4
Metode pendidikan dan pelatihan
Gorda (2004:138) menyatakan bahwa, metode pendidikan dan pelatihan
karyawan perusahaan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai
berikut.
1) Metode pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan
(1)
Metode kuliah dan ceramah
Bertujuan untuk menambah pengetahuan para pimpinan perusahaan.
Proses pendidikan dan pelatihan berjalan satu arah, yaitu informasi
hanya datang dari guru atau instruktur saja sedangkan peserta didik
pasif.
(2)
Metode kasus
Tujuan metode kasus adalah menunjukkan kemampuan peserta didik
untuk mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan melalui
pembahasan
kasus-kasus
yang disodorkan
atau
dibahas
dalam
pendidikan dan pelatihan.
(3)
Role playing
Bertujuan untuk membentuk atau mengubah sikap peserta didik,
dilaksanakan dengan cara menugaskan peserta didik untuk memerankan
berbagai peran dalam kegiatan bisnis.
45
(4)
Rotasi jabatan
Bertujuan agar peserta didik memperoleh berbagai jenis pengalaman di
lingkungan perusahaan sehingga peserta didik memiliki pengawasan
secara menyeluruh tentang kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan.
(5)
Business game
Metode ini adalah suatu simulasi pengambilan keputusan yang dibuat
sesuai dengan situasi kehidupan bisnis secara nyata dengan skala kecil.
Tujuannya adalah untuk melatih peserta didik dalam pengambilan
keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
2) Metode pendidikan dan pelatihan bagi pelaksana
(1)
On the job training
Metode
ini
digunakan
untuk
melatih
pekerjaan
yang
akan
melaksanakan
Pelaksanaannya
karyawan
atau
tentang
cara
sedang dipangkunya.
dengan menggunakan berbagai
petunjuk secara
langsung kepada karyawan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
(2)
Magang
Karyawan ditempatkan pada suatu pekerjaan yang dibimbing oleh
seseorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman.
(3)
Kursus-kursus
Metode ini merupakan bentuk pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan dan untuk memenuhi minat karyawan dalam
bidang-bidang pengetahuan tertentu.
46
2.5
Pengaruh Pengadaan SDM serta Pendidikan dan Pelatihan terhadap
Kepuasan Kerja
Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan
yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi, salah satunya diperlukan
sumber daya manusia yang berkualitas. Agar dapat memperoleh sumber daya
manusia yang berkualitas maka sumber daya manusia itu harus dikelola dengan
baik dan benar. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan memiliki
prestasi kerja yang baik sehingga dapat mendukung perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
Salah satu aktivitas dalam pengadaan SDM adalah penempatan
karyawan. Penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi,
yaitu menempatkan karyawan calon karyawan yang diterima pada jabatan atau
pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada
orang tersebut. Menurut Hasibuan (2007:28) penempatan karyawan yang jauh di
bawah kemampuannya ataupun di luar kemampuannya mengakibatkan moral
kerja dan kedisiplinan karyawan rendah. Jadi, kita harus menugaskan seorang
karyawan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan memberikan pekerjaan
yang disenanginya sehingga menimbulkan kepuasan dalam bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) mengidentifikasi
adanya pengaruh seleksi penerimaan karyawan dan penempatan kerja terhadap
kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh ada pengaruh antara seleksi penerimaan
karyawan dengan kinerja karyawan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa adanya
hubungan antara seleksi penerimaan karyawan dengan kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmadi (2011) bertujuan untuk mengetahui dan
47
menganalisis pengaruh rekrutmen terhadap kepuasan kerja. Hasil yang diperoleh
adalah terdapat pengaruh yang signifikan variabel rekrutmen, terhadap kepuasan
kerja pegawai baik secara simultan mauun parsial. Hasil-hasil penelitian tersebut
memperkuat teori bahwa ada pengaruh antara proses pengadaan SDM (salah
satunya adalah seleksi dan penempatan) terhadap kepuasan kerja karyawan.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam hal pengelolaan tenaga kerja
diharapkan perusahan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk menghasilkan
tenaga kerja yang berkualitas. Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah suatu
proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan
mengembangkan sikap dan perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta
kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan
(Gorda, 2004:121). Dengan diadakannya diklat ini diharapkan perusahaan
memiliki karyawan yang berkualitas, yang mampu menunjukkan skill individu
dalam bekerja. Karyawan yang berkualitas akan memunculkan kepuasan kerja
tersendiri pada diri individu karyawan tersebut Kepuasan kerja merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Srimurni (2010) dapat memperkuat
kajian empirik tentang pengaruh diklat terhadap kepusan kerja. Dikatakan bahwa
untuk meningkatkan kepuasan kerja, karyawan harus diberikan kesempatan untuk
mengembangkan dirinya melalui pendidikan dan pelatihan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan memiliki pengaruh yang kuat dan
positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin besar peluang yang diberikan
48
kepada karyawan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, maka kepuasan kerja
karyawan akan semakin besar.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh antara pengadaan SDM dengan diklat terhadap kepuasan kerja
karyawan. Perusahaan akan mendapatkan sumber daya manusia yang baik apabila
dalam proses pengadaan SDM dan pengelolaan dijalankan dengan baik.
Pengelolaan yang baik bisa dilakukan melalui diklat yang nantinya akan merujuk
pada kepuasan kerja karyawan.
2.6
Pengaruh Pengadaan SDM , Pendidikan dan Pelatihan, serta
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Ardana, dkk (2012:18), pengadaan SDM adalah kegiatan
memperoleh SDM yang tepat baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam pengadaan SDM ini
diharapkan memperoleh dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi
serta efektif pada posisi yang sesuai dengan kemampuan individu tersebut.
Menurut Hasibuan (2007:27), karyawan yang cakap, mampu dan terampil belum
menjamin produktivitas kerja yang baik kalau moral kerja dan kedisiplinannya
rendah. Sedangkan karyawan yang bermanfaat dalam mendukung tujuan
perusahaan adalah karyawan yang berkeinginan tinggi untuk berprestasi dan
meningkatkan kinerjanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Latham (1987) mengidentifikasi
hubungan antara metode perekrutan karyawan dengan kinerja karyawan. Hasil
yang diperoleh adalah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan yang berkaitan dengan perekrutan karyawan. Faktor-faktor tersebut
49
antara lain sikap kerja, keterlibatan kerja dan komitmen kerja. Hal ini
membuktikan bahwa adanya pengaruh antara perekrutan karyawan dengan kinerja
karyawan.
Penelitian lain untuk menguatkan teori bahwa terdapat pengaruh antara
penempatan karyawan terhadap kinerja karyawan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Suarjaya (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan
lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung
terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat
pengaruh langsung ataupun tidak langsung penempatan karyawan, karakteristik
pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap motivasi dan kinerja karyawan.
Setelah memperoleh individu yang sesuai dengan yang diharapkan,
peran perusahaan adalah membina dan mengelola karyawan tersebut. Pengelolaan
dan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan tidak semata-mata hanya untuk
karyawan baru saja, melainkan juga mengelola karyawan lama dengan melakukan
Pendidikan dan Pelatihan (diklat). Handoko (2003:104) menyatakan bahwa,
pendidikan dan pelatihan adalah proses kegiatan perusahaan untuk memperbaiki
penguasaan karyawan terhadap berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja
tertentu, terinci dan rutin serta untuk memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian. Melalui adanya diklat
tersebut maka karyawan akan mendapatkan manfaat yang baik dalam
meningkatkan kinerja dalam perusahaan. Sinambela (2012:207) mengungkapkan,
salah satu benefit yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penilaian kinerja adalah
50
akan menjadi informasi yang penting untuk merancang dan memprogramkan
pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, sehingga mendapatkan hasil pelatihan
yang signifikan dalam menumbuhkan keberhasilan untuk meningkatkan kinerja
karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Valentini (2008) memperoleh hasil
bahwa adanya pengaruh yang signfikan antara diklat dan kinerja karyawan. Jadi,
dapat dikatakan bahwa penelitian ini menguatkan adanya antara diklat dengan
kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Iqra (2011) bertujuan untuk
menguraikan dampak pendidikan dan pelatihan pada peningkatan kinerja
karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan program
pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif mengadopsi dan menyusun teknik
yang memberikan bentuk progresif untuk hasil yang maksimal dalam menunjang
kinerja karyawan. Dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh
langsung pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja karyawan.
Menurut Martoyo (2000:142) kepuasan kerja adalah keadaan emosional
karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa
karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan. Kepuasan kerja akan mempengaruhi kinerja dari
karyawan karena apabila karyawan telah merasa puas dalam melaksanakan
tugasnya, maka karyawan tersebut akan menunjukkan hasil kerja yang maksimal
dan baik, begitu pula sebaliknya. Menurut Ardana, dkk (2009:24) kepuasan kerja
hingga kini diyakini berkaitan dengan kinerja individu (karyawan), kelompok
yang pada gilirannya akan berkaitan pula dengan efektivitas organisasi secara
51
keseluruhan. Kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja dan
memberikan keuntungan nyata tidak saja bagian pekerja tetapi juga bagi
manajemen dan organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2011) mengidentifikasi ada
atau tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, secara parsial dan
pengaruh paling dominan antara kompensasi, disiplin dan kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel
kepuasan kerja berpengaruh signifikan dan parsial terhadap kinerja karyawan.
Selain itu kepuasan kerja berpengaruh paling dominan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara kepuasan kerja dengan
kinerja karyawan.
Penelitian lain yang menguatkan adanya pengaruh antara kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan adalah penelitian yang dilakukan oleh Syaiin (2008).
Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh kepuasan kerja terhadap peningkatan
kinerja. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel
kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap kinerja. Variabel tersebut adalah
pekerjaan, pengawasan, gaji, dan hubungan kerabat kerja. Dari pemaparan
tersebut, terlihat bahwa terdapat pengaruh kepuasan kerja secara signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh antara pengadaan SDM, diklat dan kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan. Dengan pengelolaan SDM yang baik melalui diklat maka perusahaan
akan memperoleh karyawan yang memiliki kepuasan dalam bekerja sehingga
52
akan berdampak pada kinerja yang baik yang ditunjukkan oleh karyawan kepada
perusahaan.
2.7
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Selain didukung oleh landasan teori yang relevan, sebuah penelitian akan
semakin baik kualitasnya jika didukung oleh kajian-kajian empirik atau riset-riset
yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga menggunakan riset atau
penelitian sebelumnya yang digunakan untuk memperkuat isi tulisan yang terkait
dengan pengadaan SDM, pendidikan dan pelatihan, kepuasan kerja, serta kinerja
karyawan berserta pengaruh masing-masing variabelnya.
1)
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan
Penelitian yang dilakukan oleh Nimalathasan (2010) dengan judul “Job
Satisfaction And Employees’ Work Performance: A Case Study Of People’s Bank
In Jaffna Peninsula, Sri Lanka.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dalam analisis ini
digunakan teknik analisis korelasi sederhana yang ditemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Wotruba (2008) dengan judul “The Relations of Job Image,
Performance and Job Satisfaction to Inactivity-Proneness of Direct Sales
People”. Penelitian ini menguji apakah citra publik dari pekerjaan menjual seperti
yang
dirasakan
oleh
orang-orang
penjual
langsung
berdampak
pada
kecenderungan mereka untuk tetap aktif atau menjadi tidak aktif dalam pekerjaan
menjual. Sulistiawati (2011) yang berjudul “Pengaruh Kompensasi, Disiplin dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. BPR Nusamba Tegalalang”.
53
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama, secara parsial dan pengaruh paling dominan
antara kompensasi, disiplin dan kepuasan kerja terhadap kinerja pada PT. BPR
Nusamba Tegallalang. Semua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap
variabel kinerja kerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Wahyuddin (2002) yang
berjudul “Pengaruh Faktor-faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA di Surakarta.” Penelitian ini
dilakukan
untuk
mengindetifikasi
faktor-faktor
kepuasan
kerja
yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh adalah terdapat faktorfaktor kepuasan kerja yang mempengaruhi kinerja dengan menggunakan sampel
penelitian sebanyak 45 orang yang ditentukan sebagai random sampling denga
populasi 60 orang. Penelitian yang dilakukan oleh Devi (2009) dengan judul
“Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan
dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada
Karyawan Outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang)”. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kinerja karyawan outsourcing PT. Semeru Karya
Buana Semarang. Penelitian ini menggunakan variabel kepuasan kerja dan
motivasi untuk menganalisis pengaruh kinerja karyawan outsourcing tersebut.
Selain itu, Penelitian ini juga menggunakan komitmen organisasional sebagai
variabel intervening untuk menganaisis pengaruh tingkat komitmen karyawan
outsourcing terhadap perusahaan.
54
Syaiin (2007) yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Pegawai Klinik Spesialis Bestari Medan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja pegawai
Klinik Spesialis Bestari Dinas Kesehatan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian survei yang bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross
sectional study dengan jumlah responden sebanyak 39 orang dengan criteria
sampel bersedia dan hadir pada saat penelitian. Zainal (2008) dengan judul
“Hubungan Kinerja Karyawan Tata Usaha dengan Kepuasan Dosen di Politeknik
Kesehatan Palu.” Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana hubungan
antara kinerja karyawan tata usaha dengan kepuasan dosen pada Politeknik
Kesehatan Palu. Kurniawan (2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pabelan Cerdas Nusantara
Surakaerta”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi dan
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Pabelan Cerds Nusantara
Surakarta.
Penelitian tersebut di atas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan
antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Adapun persamaan dengan penelitian
ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel yang
digunakan, serta teknik analisis datanya.
2)
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan dan pelatihan
terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan
Studi pustaka empiris yang dilakukan Iqra (2011) bertujuan untuk
menguraikan dampak pendidikan dan pelatihan pada peningkatan kinerja
55
karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan program
pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif mengadopsi dan menyusun teknik
yang memberikan bentuk progresif untuk hasil yang maksimal dalam menunjang
kinerja karyawan. Dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh
langsung pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Valentini (2008)
yang berjudul ”Pengaruh Kompensasi, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), dan
Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Pada LPD Desa Adat Kuta”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan
secara simultan dan secara parsial antara kompensasi, pendidikan dan pelatihan
(diklat), dan lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan serta untuk
mengetahui variabel manakah yang lebih dominan terhadap kinerja karyawan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa kompensasi, pendidikan dan
pelatihan (diklat), dan lingkungan kerja fisik berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Selain itu kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan
lingkungan kerja fisik juga berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial
terhadap kinerja karyawan.
Irfansyah (2008) yang berjudul “Hubungan Diklat dengan Kinerja
Karyawan pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Jawa Barat”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan diklat yang dilakukan di PT.
Jasa Raharja (Persero), mengetahui tingkat kinerja karyawan di PT. Jasa Raharja
(Persero), dan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan diklat dengan kinerja
karyawan di PT. Jasa Raharja (Persero). Umar (2006) yang berjudul “Pengaruh
Faktor Budaya Organisasi, Program Diklat, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
56
Karyawan dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Bank Riau”. Penelitian ini
dilakukan untuk mengindetifikasi pengaruh budaya organisasi, pendidikan dan
pelatihan dan motivasi kerja terhadap peningkatan kinerja karyawan bank. Hasil
yang ditunjukkan adalah bahwa secara umum program pendidikan dan pelatihan
merupakan faktor penting dalam membentuk motivasi karyawan pada Bank Riau.
Srimurni (2010) dapat memperkuat kajian empirik tentang pengaruh diklat
terhadap kepusan kerja. Dikatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja,
karyawan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui
pendidikan dan pelatihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan
memiliki pengaruh yang kuat dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
Semakin besar peluang yang diberikan kepada karyawan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan, maka kepuasan kerja karyawan akan semakin besar.
Penelitian tersebut diatas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan
antara pendidikan dan pelatihan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu
kepuasan kerja dan kinerja karyawan serta variabel bebasnya yaitu pendidikan dan
pelatihan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel
yang digunakan, serta teknik analisis datanya.
3)
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pengadaan SDM
terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan
Syibli (2011) dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor-faktor Rekrutmen
terhadap Kinerja SDM Outsourcing PT. Telkom dengan Pendekatan SEM
(Structural Equation Modelling)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh faktor-faktor yang dominan dalam rekrutmen SDM outsourcing yang
57
terdiri dari variabel kemampuan, kepribadian, motivasi dan komitmen terhadap
kinerja SDM outsourcing. Analisis statistik yang digunakan untuk uji pengaruh
pada penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Nuryanta (2008)
dengan judul “Pengelolaan Sumber Daya Manusia (Tinjauan Aspek Rekrutmen
dan Seleksi)”. Pengelolaan sumber daya manusia adalah merupakan aspek yang
sangat penting dalam proses pendidikan secara umum. Oleh karena itu fungsifungsi dalam pengelolaan sumber daya manusia harus dilaksanakan secara
optimal sehingga kebutuhan yang menyangkut tujuan individu, perusahaan,
organisasi ataupun kelembagaan dapat tercapai. Di samping itu dengan prosedur
pengelolaan sumber daya manusia yang baik diharapkan kekurangan dan problem
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu yang terkait dengan kemampuan daya
saing dapat teratasi.
Wijayanti (2009) dengan judul “Pengaruh Seleksi Penerimaan Karyawan
dan Penempatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Wangsa Jatra Lestari
Pajang Sukoharjo”. Dalam bidang personalia permasalahan yang mungkin timbul
adalah dari seleksi penerimaan karyawan, penempatan posisi sampai dengan
pemberhentian karyawan. Kebutuhan karyawan baru didalam perusahaan tidak
bisa dipastikan, walaupun sudah direncanakan dengan sebaik- baik nya. Hal ini
dikarenakan berbagai faktor yang timbul baik dalam perusahaan (faktor intern)
maupun faktor yang berasal dari luar perusahaan (faktor ekstern). Untuk itu
sebelum melakukan seleksi pemilihan karyawan perusahaan menentukan
kebutuhan karyawan yang dibutuhkan baik kualitas maupun kuantitas (jumlah).
Suarjaya (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan
58
menganalisis pengaruh penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan
lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung
terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat
pengaruh langsung ataupun tidak langsung penempatan karyawan, karakteristik
pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap motivasi dan kinerja karyawan.
Ernawati (2010) bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
kepemimpinan, penempatan karyawan serta budaya organisasi secara simultan
dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil
analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial
kepemimpinan, penempatan karyawan dan budaya organisasi berpengaruh
terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara penempatan karyawan terhadap kinerja karyawan. Rahmadi (2011) dengan
judul “Pengaruh Rekrutmen, Penempatan, dan Pengembangan Karir terhadap
Kepuasan Kerja Pegawai (Studi pada PT. Taman Wisata Candi Borobudur
Prambanan Ratu Boko”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh rekrutmen, penempatan, dan Pengembangan Karir secara
bersama-sama dan secara parsial terhadap kepuasan kerja dan mengetahui
perbedaan kepuasan kerja pegawai. Latham dan Leddy (1987) dengan judul
“Source Of Recruitment And Employee Attitudes: An Analysis Of Job
Involvement, Organizational Commitmen And Job Satisfaction”. Penelitian ini
menjabarkan secara empiris hubungan antara metode perekrutan dan sikap kerja,
keterlibatan kerja, komitmen organisasi,dan kepuasan kerja. Dari hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa pengadaan SDM yang terdiri dari perekrutan,
59
seleksi dan penempatan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan
kepuasan kerja.
Sanapiah (2008) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
rekrutmen terhadap kepuasan kerja. Hasil yang diperoleh adalah terdapat
pengaruh yang signifikan variabel rekrutmen, terhadap kepuasan kerja pegawai,
baik secara simultan dan parsial. Dari hasil tersebut dapat dibuktikan bahwa selain
berpengaruh terhadap kinerja karyawan, variabel rekrutmen sebagai bagian dari
proses pengadaan SDM juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
Mahayani (2010) yang berjudul “Pengaruh Diklat dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan pada Hotel All Seasons Kuta-Badung”. Penelitian ini bertujuan
mengetahui apakah ada pengaruh signifikan secara simultan dan parsial antara
diklat dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Hotel All Seasons
Kuta-Badung. disiplin dan kepuasan kerja terhadap kinerja pada Hotel All
Seasons Kuta-Badung. Semua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap
variabel kinerja kerja karyawan. Jadi, penelitian-penelitian ini memperkuat kajian
teori tentang pengaruh atau hubungan pengadaan SDM serta pendidikan dan
pelatihan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Penelitian tersebut diatas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan
antara pengadaan SDM terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Adapun
persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepuasan
kerja dan kinerja karyawan serta variabel bebasnya yaitu pengadaan SDM.
Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel yang
digunakan, serta teknik analisis datanya.
60
2.8
Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1) H1 : Pengadaan SDM berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
2) H2 : Diklat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
3) H3 : Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
4) H4 : Pengadaan SDM berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
5) H5 : Diklat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
61
Download