BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian kinerja karyawan Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Rivai dan Sagala, 2010:548-549). Dalam Bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Menurut Suwatno dan Priansa (2011:196) kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku, dalam kurun waktu tertentu, berkenaan dengan pekerjaan serta perilaku dan tindakannya. Dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang tinggi kinerja digunakan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga atau organisasi. Mathis and Jackson (2009:378) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi meliputi kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. 17 Baik buruknya kinerja seorang karyawan dapat diketahui melalui penilaian terhadap kinerja yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Sinambela (2012:5) mengungkapkan kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula. Beragam penilaian kinerja telah diteliti sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang secara kualitas maupun kuantitas dapat dicapai seseorang sesuai dengan peranannya dalam organisasi. 2.1.2 Standar kinerja Standar kinerja menentukan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan dari pemegang pekerjaan dan kriteria terhadap kesuksesan pekerjaan. Menurut Mathis dan Jackson (2009:308), standar kinerja mendefinisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja dan merupakan pembanding kinerja atau tujuan atu target, tergantung pendekatan yang diambil. Biasanya standar kinerja adalah pernyataanpernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu. Menurut Simamora (2006:147), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penetapan standar kinerja yaitu sebagai berikut. 1) Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi. 2) Standar kinerja harus dapat membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan buruk. 3) Standar kinerja dinyatakan dengan angka. 18 4) Standar kinerja harus mudah diukur. 5) Standar kinerja harus mudah dipahami. Prosedur untuk membuat standar kinerja sangat majemuk. Dalam pendekatan yang sangat terarah, manajemen dapat langsung menulis standarstandar dan mensosialisasikan kepada karyawan. 2.1.3 Fungsi dan tujuan standar kinerja Menurut Simamora (2006:147), standar kinerja karyawan mempunyai dua fungsi yaitu sebagai berikut. 1) Menjadi tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dari upaya-upaya karyawan. Jika standar kinerja telah terpenuhi, maka karyawan akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian pekerjaan. 2) Standar kinerja merupakan kriteria pengukuran kesuksesan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan. Standar-standar kinerja karyawan memiliki tujuan antara lain sebagai berikut. 1) Membentuk pedoman-pedoman terhadap kinerja aktual yang dapat diukur. Hal ini berguna bagi orang yang menduduki jabatan tersebut dan atasannya dapat mengevaluasi kinerja orang tersebut. 2) Meningkatkan motivasi dan komitmen. Jika karyawan dan penyelia bekerjasama untuk membuta standar-standar kinerja karyawan maka partisipasi karyawan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan akan afiliasi, pengakuan dan otonomi. 19 2.1.4 Penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam suatu perusahaab atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu (Sinambela, 2012:59). Menurut Rivai dan Sagala (2010:551) sasaran perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alas an pokok, yaitu: (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan dibidang SDM di masa yang akan dating, dan (2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.Penilaian kinerja juga dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, seleksi, penempatan, kompensasi, dan pelatihan dilakukan dengan baik. Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi. Menurut Sedarmayanti (2007:263), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut. 1) Membantu meningkatkan kinerja. 2) Menetapkan sasaran bagi kinerja perorangan. 3) Menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan. 4) Menyepakati rencana untuk mengembangkan karyawann dimasa depan. 5) Menilai potensi dimasa depan untuk kenaikan pangkat. 20 6) Memberi umpan balik kepada karyawan mengenai kinerja mereka. 7) Memberi konsultasi kepada karyawan mengenai peluang karir. 8) Menentukan taraf kinerja karyawan untuk maksud peninjauan gaji. 9) Mendorong pimpinan untuk berpikir cermat mengenai kinerja staf pada umumnya dan faktor yang mempengaruhinya, termasuk gaya kepemimpinan dan perilaku mereka sendiri. Simamora (2006:338) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari evaluasi pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang dalam melakukan pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan. Seberapa tinggi harga sebuah pekerjaan bagi organisasi akan ditentukan dari evaluasi pekerjaan yang akan menunjukkan pada kisaran berapa gaji sepatutnya diberikan kepada pekerjaan itu. 2.1.5 Manfaat penilaian kinerja Manfaat penilaian kinerja menurut Sedarmayanti (2007:264) yaitu sebagai berikut. 1) Meningkatkan prestasi kerja Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memproleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya. 2) Memberi kesempatan kerja yang adil Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya. 21 3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. 4) Penyesuaian kompensasi Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya. 5) Keputusan promosi dan demosi Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan. 6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilain kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut. 7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi. Grensing-Pophal (2008:225) menyatakan bahwa untuk mengevaluasi kinerja karyawan, dinilai dari dua keahlian yang dimiliknya, yaitu keahlian teknis dan interpersonal. Kedua keahlian tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1) Keahlian teknis, meliputi hal-hal sebagai berikut. (1) Wawasan kerja. Indikator ini menilai tentang apakah karyawan memiliki keahlian dan pengetahuan tentang pekerjaannya untuk memenuhi standar yang telah ditentukan. 22 (2) Kualitas kerja, meliputi akurasi, ketelitian, konsistensi, dan penyelesaian tugas yang diserahkan atau dilaksanakan (3) Produktivitas, meliputi hasil kerja dan ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan. (4) Daya paham, meliputi kemampuan belajar, menyerap konsep yang esensial bagi pekerjaan, dan mengikuti instruksi/prosedur. (5) Organisasi, menyangkut kemampuan menangani banyak proyek secara bersamaan, menyusun prioritas tugas dan menyelesaikan proyek sesuai jadwal. 2) Keahlian interpersoal, meliputi hal-hal sebagai berikut. (1) Independensi dan inisiatif, yaitu kemampuan untuk bekerja tanpa pengawasan. (2) Kerja sama tim, yaitu kemampuan kerja sama yang baik dengan rekan kerja, manajemen, dan bawahan. (3) Hubungan dengan pelanggan, yaitu pemahaman tentang pentingnya pelanggan bagi organisasi, dan perhatian pelanggan terhadapnya. (4) Perilaku, meliputi antusiasme, keinginan, dan motivasi. (5) Kepemimpinan, berkaitan dengan kemauan karyawan untuk mengambil peran pemimpin dan kemampuannya dalam memotivasi, mengarahkan, menugaskan, dan melatih. (6) Kualitas pribadi, meliputi kehadiran, ketepatan waktu, dan penampilan. Berdasarkan pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa, penilaian kinerja karyawan dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas serta ketepatan waktu dalam 23 menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap pemberian balas jasa berupa kompensasi. 2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Menurut Wirawan (2009:7), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut. 1) Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika kinerja pegawai berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara faktor-faktor yang diperoleh misalnya, pengetahuan, ketrampilan, etos kerja, pengalaman kerja, disiplin kerja serta motivasi kerja. 2) Faktor lingkungan internal organisasi, misalnya strategi organisasi, sukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, untuk dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif. 3) Faktor lingkungan eksternal organisasi, adalah keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Budaya masyarakat juga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja karyawan. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan. Mangkunegara (2010:15), berpendapat kinerja individu adalah hasil dari hal-hal berikut. 24 1) Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, meliputi aktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi. 2) Upaya kerja (work effort) yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu. 3) Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design. 2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian dan pentingnya kepuasan kerja Menurut Robbins dalam Wibowo (2011:501) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja adalah keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2001:193). Menurut Hasibuan (2007:202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Dalam menyelesaikan pekerjaannya karyawan akan mengeluarkan seluruh kemampuannya, sehingga hal tersebut akan bermanfaat penting bagi perusahaan atau organisasi serta akan menunjang kepuasan kerja karyawan. Menurut Robbins (2003:157) mengemukakan bahwa ada tiga alasan mengapa kepuasan kerja itu penting, yaitu sebagai berikut. 25 1) Ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. 2) Telah diperagakan bahwa karyawan yang puas bekerja dengan lebih baik dan usia kerja lebih panjang. 3) Kepuasan dalam pekerjaan dibawa ke kihidupan karyawan di luar pekerjaan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional dari karyawan terhadap pekerjaannya baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, bila dibandingkan dengan balas yang diterima dan sesuai dengan harapan. 2.2.2 Teori kepuasan kerja Wijono (2010:103) mengemukakan beberapa teori tentang kepuasan kerja yang dipaparkan sebagai berikut. 1) Discrepance Theory Teori ini dikemukakan oleh Porter yang menitik beratkan pada cara mengukur kepuasan kerja seseorang dengan mengukur selisih antara apa yang seharusnya dengan apa kenyataan yang dirasakan. Dari pengertian ini, bila yang diperoleh lebih besar dari apa yang diharapkan, maka seseorang tersebut akan puas. Dan sebaliknya, bila yang diperoleh tidak sesua dengan apa yang diinginkan maka seseorang tersebut itu tidak puas. 2) Equity Theory Teori ini dikembangkan oleh Adam (1965) yang menyatakan, bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia akan merasa adanya keadilan atau tidak puas pada situasi. Menurut teori ini, elemen-elemen equity 26 ada tiga, yaitu: input, outcomes, comparison person. Lebih lanjut dikatakan bahwa setiap karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya dengan orang lain (comparison person). Bila perbandingan itu dianggap adil, maka ia akan puas dan sebaliknya bila perbandingan itu dianggap tidak adil, maka ia tidak akan puas. 3) Two Factor Theory Teori ini dikemukakan oleh Hezberg (1959) yang menyatakan bahwa ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja muncul dari dua variabel hygiene didalamnya termasuk gaji, kondisi kerja dan kebijakan organisasi. Variabel penyebab kepuasan atau variabel yang memotivasi termasuk prestasi, pengetahuan, tanggung jawab dan kemajuan semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Penelitian dari Spector dalam Yuwono (2005:258), menyatakan bahwa indikator kepuasan kerja dapat dilihat dari sembilan aspek yaitu sebagai berikut: 1) Kepuasan kerja terhadap kesempatan untuk kenaikan jabatan. 2) Kepuasan terhadap gaji yang diterima dan kesempatan memperoleh kenaikan gaji. 3) Kepuasan terhadap segala kebijakan, prosoedur dan aturan perusahaan. 4) Kepuasan terhadap supervisi (atasan). 5) Kepuasan terhadap tunjangan-tunjangan diluar gaji (fringe benefits). 6) Kepuasan terhadap penghargaan (reward) yang diterima karyawan saat menunjukkan prestasi di perusahaan. 7) Kepuasan terhadap tipe pekerjaan yang harus dikerjakan. 27 8) Kepuasaan terhadap rekan kerja, termasuk interaksi dan kerja sama antar rekan kerja. 9) Kepuasan terhadap komunikasi di dalam organisasi, termasuk komunikasi antar rekan kerja, atasan dan bawahan. 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Menurut Hasibuan (2007:203), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut. 1) Balas jasa yang adil dan layak. 2) Komunikasi yang tepat sesuai dengan keahlian. 3) Berat ringannya pekerjaan. 4) Suasana dan lingkungan kerja. 5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. 6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. 7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak. Menurut Gilmer dalam Ardana, dkk (2009:23) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut. 1) Keamanan 2) Kesempatan untuk maju 3) Perusahaan dan manajemen 4) Upah/gaji 5) Aspek intrinsik dari pekerjaan 6) Supervise 7) Aspek sosial dari pekerjaan 28 8) Komunikasi 9) Kondisi kerja 10) Benefits 2.3 Pengadaan SDM 2.3.1 Pengertian dan fungsi pengadaan SDM Menurut Ardana, dkk (2012:18), pengadaan SDM adalah kegiatan memperoleh SDM yang tepat baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Hasibuan (2007:27) pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin. Pengadaan SDM bisa dikatakan sebagai proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin (Hasibuan, 2007:27). Menurut Ardana, dkk (2012:29), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi Pengadaan SDM meliputi hal-hal berikut ini. 1) Perencanaan Sumber Daya Manusia 2) Penarikan Sumber Daya Manusia 3) Seleksi Sumber Daya Manusia 4) Penempatan 5) Orientasi 29 2.3.2 Pengertian perencanaan SDM Perencanaan SDM (PSDM) adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan SDM agar dapat melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan perusahaan (Ardana, 2012:18). Selain itu perencanaan SDM adalah sebagai proses untuk menentukan jumlah dan jenis manusia yang dibutuhkan oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam waktu dan tempat yang tepat serta melakukan tugas sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Ardana, dkk (2012:43) aspek pokok yang tertuang didalam pengertian perencanaan SDM yaitu sebagai berikut. 1) Sistematis dan merupakan proses yang disadari dan terencana, bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. 2) Proses terus menerus karena organisasi, tujuan, dan lingkungan akan selalu berubah. 3) Tujuan jangka pendek dan jangka panjang dengan penekanan pada rencana jangka panjang. 4) Berhubungan dengan dan integral dengan proses perencanaan perubahan, karena menentukan kebijakan dan prioritas organisasi yang akan dipengaruhi oleh tersedianya SDM. 5) Persyaratan SDM harus dinilai dari sudut kualitas dan kuantitas. 6) Tingkat sumber daya akan tergantung pada kemampuan. 7) Sumber-sumber daya harus memenuhi persyaratan demi keefektifan organisasi. 30 2.3.3 Pentingnya perencanaan SDM Pentingnya perencanaan SDM dapat dilihat dari beberapa sudut berikut ini (Ardana, dkk, 2012:44). 1) Kepentingan individu tenaga kerja Dengan perencanaan SDM akan sangat membantu di dalam perusahaan tempat kerjanya, karena dia dapat mengetahui hal-hal berikut: (1) bagaimana pengembangan jenjang kariernya, (2) kemampuan yang harus dimiliki untuk memungkinkan dirinya menduduki suatu jabatan, (3) kapan waktu yang terbaik untuk bisa menjangkau dan menduduki karier tersebut. 2) Kepentingan organisasi Dengan perencanaan SDM dapat membantu pimpinan perushaan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi SDM yang ada dan meningkatkan produktifitas kerjanya sehingga perusahaan akan mampu mencapai tujuan dalam jangka panjang. Dengan perencanaan SDM dapat menciptakan efisiensi penggunaan SDM secara cermat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan SDM. Di samping itu perusahaan akan mampu menarik SDM yang benar-benar dibutuhkan pada waktu yang tepat. Ini kan berarti mendukung terwujudnya efisiensi dan efektifitas perusahaan, yang akan menambah kuatnya daya saing perusahaan terhadap perusahaan lain. 3) Kepentingan Nasional Perencanaan SDM akan penting artinya bagi masyarakat karena merupakan suatu sistem yang akan diikuti dalam seleksi dan penarikan tenaga kerja. Dengan demikian, perusahaan akan membutuhkan SDM mengikuti ketentuan 31 yang berlaku secara nasional sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain di tingkat internasional. 2.3.4 Manfaat perencanaan SDM Menurut Ardana, dkk (2012:45), manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya perencanaan SDM antara lain sebagai berikut. 1) Untuk memenuhi tuntutan persyaratan jabatan yang sering berubah karena terjadinya perubahan teknologi yang cepat dan drastis. 2) Untuk mempertahankan jumlah tenaga kerja yang cukup dengan keahlian yang memadai yang dapat beroperasi secara maksimal dalam mencapai tujuan peusahaan. 3) Dapat menggunakan SDM yang ada secara optimal. 4) Melakukan pengadaan tenaga kerja baru secara ekonomis. 5) Dapat memenuhi kriteria SDM dan mengantisipasi perubahan tuntutan kerja. 6) Untuk mengontrol biaya SDM dan mengantisipasi secara efektif munculnya atau bertambahnya biaya SDM yang baru. 7) Mengembangkan informasi dasar MSDM untuk membantu kegiatan personalia dan kegiatan unit lain dalam perusahaan. 8) Dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun program pengembangan SDM. 9) Dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang sudah ada melalui peningkatan disiplin dan etos kerja. 32 2.3.5 Pengertian dan metode penarikan SDM Menurut Ardana, dkk (2012:57), penarikan SDM (recruitmen) adalah suatu proses mencari tenaga kerja dan mendorong serta memberikan suatu harapan bagi mereka untuk melamar pekerjaan pada suatu perusahaan. Penarikan adalah proses pencarian dan pemikiran para calon karyawan yang mau dan mampu untuk melamar sebagai karyawan. Proses penarikan sangat penting karena kualitas SDM dalam perusahaan tergantung pada kualitas penarikannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tertarik tidaknya calon pelamar untuk melamar ke perusahaan ditentukan oleh (Ardana dkk, 2012:57) adalah sebagai berikut. 1) Faktor balas jasa yang besar yang diberikan perusahaan akan memungkinkan para pelamar akan banyak melamar, sebaliknya balas jasa yang kecil pelamar akan sedikit. 2) Status karyawan. Karyawan yang baru diangkat, status tetap dan tidak tetap. Apabila terlalu lama karyawan berstatus tidak tetap, membuat mereka merasa tidak aman dalam bekerja, karena sewaktu-waktu mereka bisa diberhentikan. 3) Spesifikasi pekerjaan menyangkut banyak sedikitnya pekerjaan, sulit tidaknya pekerjaan, serius santainya dalam bekerja, melayani masyarakat atau tidak pekerjaan, dan memakai mesin atau tidak pekerjaan tersebut. Menurut Hasibuan (2007:44), metode-metode penarikan calon karyawan adalah sebagai berikut. 33 1) Metode tertutup Metode tertutup adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja. Akibatnya, lamaran yang masuk relatif sedikit sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang baik sulit. 2) Metode terbuka Metode terbuka adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa cetak maupun elektronik, agar tersebar luas ke masyarakat. Dengan metode terbuka diharapkan lamaran banyak asuk sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang qualified lebih besar. 2.3.6 Sumber penarikan SDM Menurut Ardana, dkk (2012:58), pada dasarnya sumber penarikan SDM dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dari dalam dan dari luar perusahaan. Penarikan SDM dari dalam perusahaaan adalah kebijakan penarikan SDM yang lebih mengutamakan atau member kesempatan yang lebih banyak bagi karyawan yang sudah ada dalam perusahaan. Penarikan dari dalam perusahaan dapat dilakukan dengan cara berikut. 1) Promosi, pemindahan, rotasi dan mutasi. 2) Penempatan yang berasal dari cabang-cabang. 3) Personalia dalam masa percobaan, magang atau bekerja sementara. 4) Penempatan kembali karyawan yang sudah bebas bekerja. 5) Penempatan kembali karyawan yang sudah pensiun. 34 Penarikan SDM dari luar perusahaan adalah kebijakan penarikan SDM yang lebih mengutamakan atau memberikan kesempatan kepada masyarakat luas. Cara ini ditempuh oleh perusahaan, karena tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan dianggap tidak memenuhi syarat untuk mengisi jabatan dari dalam perusahaan. Penarikan SDM dari luar perusahaan dapat dilakukan dengan cara berikut ini. 1) Pelamar langsung (walk ins), artinya pelamar dating langsung ke perusahaan dengan membawa surat lamaran permohonan pekerjaan. 2) Rekomendasi dari karyawan yang sudah bekerja. Dengan cara ini berarti calon pelamar sudah mengenal karyawan dalam perusahaan yang akan diminta rekomendasi. 3) Iklan (advertensi), penggunaan iklan dalam mencari tenaga kerja banyak diterapkan oleh perusahaan besar dengan memasang iklan yang agak lebar sedangkan untuk perusahaan-perusahaan kecil biasanya memasang pada iklan mini dengan ruang iklan yang agak kecil. 4) Kantor penempatan tenaga kerja. Di Indonesia kantor penempatan tenaga kerja di tangani oleh Dinas Tenaga Kerja. Selain itu ditangani oleh pihak swasta sebagai bursa tenaga kerja. 5) Lembaga pendidikan. Menarik SDM melalui lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah, perusahaan akan mendapatkan calon tenaga kerja yang berkualitas. 35 6) Organisasi atau serikat pekerja. Perusahan dapat menarik tenaga kerja dengan keterampilan tertentu melalui organisasi atau serikat pekerja yang ada di perusahaan. 7) Lembaga penyalur tenaga kerja 8) Penarikan dari perusahaan lain atau membajak. Dewasa ini sering terjadi perpindahan karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang dianggap menjanjikan balas jasa yang lebih tinggi dan lebih baik. Perpindahan ini disebabkan karena bujuk rayu dari perusahaan yang membutuhkan SDM yang berpengalaman. Bujuk rayu ini sering diistilahkan dengan “Pembajakan tenaga kerja”. 9) Penarikan langsung ke tempat asal mereka. Suatu cara penarikan SDM yang biasa dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja kasar, seperti buruh bangunan, buruh perkebunan, pembantu rumah tangga, buruh pabrik, tukang gali sumur, dan lain-lain. 10) Nepotisme adalah cara penarikan SDM lewat sanak keluarga, family, terutama pada perusahaan kecil, perseorangan dan perusahaan milik keluarga. 2.3.7 Pengertian dan pentingnya seleksi SDM Menurut Ardana, dkk (2012:70), seleksi adalah proses mempertemukan syarat yang dituntut oleh suatu jabatan dengan orang yang mempunyai syarat itu. Menurut Hasibuan (2007:46) seleksi adalah usaha pertama yang harus dilakukan perusahaan untuk memperoleh karyawan yang qualified dan kompeten yang akan menjabat serta mengerjakan semua pekerjaan pada perusahaan. Prinsipnya orang yang diterima adalah dapat bekerja sebagai mana mestinya dan cocok dengan 36 lingkunga kerjanya. Seleksi harus dilakukan secara jujur, cermat dan objektif agar SDM yang diterima betul-betul memenuhi syarat jabatan. Seleksi SDM sangat penting karena tiga alasan yaitu sebagai berikut. 1) Kinerja perusahaan akan selamanya bergantung pada kinerja SDM. SDM yang tidak memiliki kemampuan kecakapan atau keahlian akan tidak efektif dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang pada gilirannya kinerja perusahaan menurun. 2) Seleksi yang efektif adalah sangat penting karena dana yang diinvestasikan salam menarik atau mengangkat SDM sebagai karyawan sangat besar. Kesalahan dalam mengadakan seleksi tercermn dari banyaknya permasalahan SDM yang muncul setelah mereka bekerja dan rendahnya produktivitas kerja. Jadi proses seleksi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam keseluruhan pengadaan SDM. Dikatakan demikian karena dalam suatu perusahaan kecermatan dalam proses seleksi akan menentukan keberhasilan SDM dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. 3) Globalisasi yang disertai dengan revolusi komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan persaingam yang semakin ketat memerlukan SDM yang berkualitas tinggi, untuk itu seleksi memegang peranan penting. 2.3.8 Kriteria dasar dalam seleksi SDM Menurut Ardana, dkk (2012:70), untuk mendapatkan SDM yang berdaya guna dan berhasil guna maka diperlukan beberapa criteria sebagai dasar dalam mengadakan seleksi, yaitu sebagai berikut. 37 1) Seleksi berpedoman pada analisis jabatan 2) Seleksi harus efektif dan efisien 3) Seleksi berpedoman pada perencanaa sumber daya manusia 4) Seleksi harus memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan seleksi harus memperhatikan peraturan 5) Seleksi harus dilaksanakan objektif dan jujur 2.3.9 Pengertian penempatan SDM Menurut Ardana, dkk (2012:18), penempatan adalah proses mencocokkan atau membandingkan kualifikasi yang dimiliki dengan persyaratan pekerjaan, dan sekaligus memberikan tugas, pekerjaan kepada calon karyawan untuk dilaksanakan. Sedangkan menurut Hasibuan (2007:63) penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan karyawan calon karyawan yang diterima pada jabatan atau pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut. Dalam melaksanakan tugas, calon karyawan banyak memasuki suatu keadaan baru yang selama ini belum pernah dialaminya. Keadaan itu adalah mulai bekerja dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. Pola pengangakatan SDM ada dua macam, yaitu: (1) pengangkatan SDM sebelum mereka mengikuti pelatihan pratugas, (2) pelatihan pratugas dulu, baru pengangkatan sebagai calon karyawan. Sistem pengangkatan SDM dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut. 38 1) Patronage system Sistem ini juga disebut sistem kawan, yaitu sistem pengangkatan tenaga kerja oleh pejabat yang berwenang berdasarkan atas pertimbangan subjektif antara yang mengangkat dan yang diangkat. 2) Merit system Suatu sistem pengangkatan tenaga kerja berdasarkan bakat kecakapan dan prestasi kerja sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 2.3.10 Pengertian dan tujuan orientasi SDM Menurut Ardana, dkk (2012:86), orientasi merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk memperkenalkan tenaga kerja baru dengan tenaga kerja lama atau manajemen secara menyeluruh sesuai dengan hierarki perusahaan. Tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan orientasi adalah sebagai berikut. 1) Mengenalkan tenaga kerja baru dengan ruang lingkup perusahaan dan kegiatannya. 2) Memberikan informasi yang dipandang penting tentang peraturan, kebijakan dan ketentuan perusahaan. 3) Menghindari kemungkinan timbulnya kekacauan yang dihadapi oleh tenaga kerja baru atau tugas dan pekerjaan baru diserahkan kepadanya. 4) Menghemat waktu, tenaga dan hiaya dengan memberikan pengenalan lebih awal secara menyeluruh atas semua kegiatan perusahaan. 5) Memberikan kesempatan kepada tenaga kera baru, untuk menanyakan kesulitan tentang tugas dan pekerjaan mereka. 39 6) Memberikan pengertian kepada tenaga kerja baru bahwa mereka adalah salah satu aset perusahaan yang dianggap paling penting. 7) Menanamkan pengertian dan keyakinan agar tenaga kerja baru merasa seperti di rumahnya sendiri dan tertanam perasaan memiliki sehingga mereka dapat bekerja dengan aman, nyaman dan penuh loyalitas. 2.4 Pendidikan dan Pelatihan 2.4.1 Pengertian pendidikan dan pelatihan Handoko (2003:104) menyatakan bahwa, pendidikan dan pelatihan adalah proses kegiatan perusahaan untuk memperbaiki penguasaan karyawan terhadap berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin serta untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian. Heidjrahman dan Husnan (2002:77) menyatakan bahwa, pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan, memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai tujuan. Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan praktis dan penerapan guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi. Pendidikan memberikan karyawan suatu tingkat kemampuan kecakapan tertentu, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk penguasaan ketrampilan-ketrampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu (Handoko, 2003:243). Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah suatu proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan 40 mengembangkan sikap dan perilaku, ketrampilan dan pengetahuan serta kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan (Gorda, 2004 : 121). Berdasarkan pendapat dari para pakar atau ahli dapat dikemukakan bahwa, pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap dan perilaku, ketrampilan, pengetahuan serta kecerdasan karyawan untuk menciptakan SDM yang berkualitas. 2.4.2 Manfaat pendidikan dan pelatihan Gorda (2004:124) menyebutkan bahwa, manfaat yang diperoleh dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui proses pendidikan dan pelatihan adalah sebagai berikut. 1) Kenaikan produktivitas, baik mutu maupun jumlahnya. 2) Memperbaiki moral kerja sumber daya manusia. 3) Pekerjaan diharapkan dapat dikerjakan lebih cepat dan lebih berkualitas. 4) Penggunaan bahan baku dapat dihemat. 5) Penggunaan peralatan dan mesin serta inventaris lainnya diharapkan lebih tahan lama. 6) Angka kecelakaan diharapkan menurun. 7) Menurunnya pengawasan terhadap kegiatan sumber daya manusia. 8) Tanggung jawab diharapkan lebih besar. 9) Biaya produksi diharapkan lebih rendah. 10) Meningkatkan stabilitas dan fleksibilitas sumber daya manusia. 41 11) Mengembangkan pertumbuhan pribadi sumber daya manusia. 12) Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin. 2.4.3 Faktor-Faktor pendorong pendidikan dan pelatihan Gorda (2004:124) menyatakan bahwa, secara garis besar faktor-faktor pendorong pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut. 1) Faktor-faktor internal perusahaan (1) Perubahan produk dan jasa Berbagai faktor yang mendorong perubahan produksi seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, kegiatan pesaing, perubahan selera konsumen, pilihan produk dan jasa yang ditawarkan pasar, perkembangan mode, dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi pimpinan perusahaan dengan mengambil langkah-langkah, antara lain peningkatan mutu sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan. (2) Perubahan pemanfaatan teknologi Perubahan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan pimpinan perusahaan terdorong untuk merumuskan program diklat sebagai upaya penyesuaian pengetahuan dan keterampilan pendidikan dan pelatihan sebagai upaya penyesuaian pengetahuan dan keterampilan karyawan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru. 42 (3) Perubahan karyawan Perubahan jumlah dan mutu karyawan di dalam suatu perusahaan terdapat berbagai faktor penyebabnya seperti pensiun, meninggal dunia, berhenti atas permohonan sendiri, pindah kerja karena mengikuti keluarga, dibajak oleh perusahaan lain, diberhentikan dan penambahan karyawan karena pengembangan atau ekspansi usaha. (4) Perubahan pengembangan organisasi Pengembangan organisasi perusahaan dapat bersifat intensifikasi dan dapat pula ke arah ekstensifikasi. Pengembangan tersebut misalnya perluasan rencana-rencana strategik, peningkatan anggaran perusahaan, peramalan penjualan dan produksi, pengembangan desain organisasi dan uraian pekerjaan, pengembangan organisasi dengan membuka perwakilan cabang dan sebagainya. 2) Faktor-faktor eksternal perusahaan (1) Perkembangan dan perubahan ekonomi Gejala-gejala perkembangan dan perubahan ekonomi yang dimaksud seperti tingkat suku bunga, harga, inflasi, pengangguran, perubahan perilaku konsumen, resesi ekonomi atau krisis ekonomi dan sebagainya. Semua gejala-gejala tersebut merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kondisi perusahaan. (2) Kebijaksanaan politik nasional dan internasional Mengatasi berbagai perubahan dan pergeseran yang terjadi, baik di tataran nasional maupun internasional, maka pimpinan perusahaan harus 43 memiliki komitmen untuk merumuskan berbagai kebijaksanaan peningkatan dan pengembangan mutu karyawannya sehingga mereka senantiasa adaptif terhadap berbagai perubahan dan pergeseran. (3) Makin ketat persaingan Mengelola bisnis yang akan menghasilkan produk dan jasa secara efisien dan berkualitas tinggi serta untuk mengadakan inovasi-inovasi keunggulan bersaing mengikuti perubahan keinginan dan kebutuhan konsumen yang terus berkembang ke arah tuntutan kualitas dan pelayanan yang prima. Dalam konteks ini maka kebijaksanaan pimpinan perusahaan ke arah peningkatan dan pengembangan mutu sumber daya manusia dapat diwujudkan melalui pendidikan dan pelatihan. (4) Perubahan lingkungan sosial – budaya Mengantisipasi perubahan lingkungan sosial – budaya, maka pendidikan dan pelatihan menjadi penting dan strategi untuk menanamkan organisasi pembelajaran agar tetap adaptif dan fleksibel terhadap berbagai perubahan agar tetap memiliki keunggulan bersaing sesuai dengan perkembangan keinginan dan kebutuhan pasar. (5) Munculnya konsep 7 S McKinsey 7 S adalah singkatan dari 7 elemen yang terdiri dari Shared Values and Vision, Strategy, Structure, Staffs, Skills, System dan Style. Dari konsep McKinsey tersebut terdapat lima “S” yang sangat erat hubungannya dengan kemampuan dan ketrampilan SDM, yaitu Structure, Staffing, Skills, Shared values dan Style dalam merumuskan kebijaksaan 44 peningkatan dan pengembangan mutu SDM melalui diklat untuk mencapai tujuan yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. 2.4.4 Metode pendidikan dan pelatihan Gorda (2004:138) menyatakan bahwa, metode pendidikan dan pelatihan karyawan perusahaan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut. 1) Metode pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan (1) Metode kuliah dan ceramah Bertujuan untuk menambah pengetahuan para pimpinan perusahaan. Proses pendidikan dan pelatihan berjalan satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru atau instruktur saja sedangkan peserta didik pasif. (2) Metode kasus Tujuan metode kasus adalah menunjukkan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan melalui pembahasan kasus-kasus yang disodorkan atau dibahas dalam pendidikan dan pelatihan. (3) Role playing Bertujuan untuk membentuk atau mengubah sikap peserta didik, dilaksanakan dengan cara menugaskan peserta didik untuk memerankan berbagai peran dalam kegiatan bisnis. 45 (4) Rotasi jabatan Bertujuan agar peserta didik memperoleh berbagai jenis pengalaman di lingkungan perusahaan sehingga peserta didik memiliki pengawasan secara menyeluruh tentang kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan. (5) Business game Metode ini adalah suatu simulasi pengambilan keputusan yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis secara nyata dengan skala kecil. Tujuannya adalah untuk melatih peserta didik dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan. 2) Metode pendidikan dan pelatihan bagi pelaksana (1) On the job training Metode ini digunakan untuk melatih pekerjaan yang akan melaksanakan Pelaksanaannya karyawan atau tentang cara sedang dipangkunya. dengan menggunakan berbagai petunjuk secara langsung kepada karyawan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. (2) Magang Karyawan ditempatkan pada suatu pekerjaan yang dibimbing oleh seseorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman. (3) Kursus-kursus Metode ini merupakan bentuk pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan untuk memenuhi minat karyawan dalam bidang-bidang pengetahuan tertentu. 46 2.5 Pengaruh Pengadaan SDM serta Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kepuasan Kerja Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi, salah satunya diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Agar dapat memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas maka sumber daya manusia itu harus dikelola dengan baik dan benar. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan memiliki prestasi kerja yang baik sehingga dapat mendukung perusahaan dalam mencapai tujuannya. Salah satu aktivitas dalam pengadaan SDM adalah penempatan karyawan. Penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan karyawan calon karyawan yang diterima pada jabatan atau pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut. Menurut Hasibuan (2007:28) penempatan karyawan yang jauh di bawah kemampuannya ataupun di luar kemampuannya mengakibatkan moral kerja dan kedisiplinan karyawan rendah. Jadi, kita harus menugaskan seorang karyawan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan memberikan pekerjaan yang disenanginya sehingga menimbulkan kepuasan dalam bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) mengidentifikasi adanya pengaruh seleksi penerimaan karyawan dan penempatan kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh ada pengaruh antara seleksi penerimaan karyawan dengan kinerja karyawan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa adanya hubungan antara seleksi penerimaan karyawan dengan kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmadi (2011) bertujuan untuk mengetahui dan 47 menganalisis pengaruh rekrutmen terhadap kepuasan kerja. Hasil yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan variabel rekrutmen, terhadap kepuasan kerja pegawai baik secara simultan mauun parsial. Hasil-hasil penelitian tersebut memperkuat teori bahwa ada pengaruh antara proses pengadaan SDM (salah satunya adalah seleksi dan penempatan) terhadap kepuasan kerja karyawan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam hal pengelolaan tenaga kerja diharapkan perusahan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah suatu proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap dan perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan (Gorda, 2004:121). Dengan diadakannya diklat ini diharapkan perusahaan memiliki karyawan yang berkualitas, yang mampu menunjukkan skill individu dalam bekerja. Karyawan yang berkualitas akan memunculkan kepuasan kerja tersendiri pada diri individu karyawan tersebut Kepuasan kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Penelitian yang dilakukan oleh Srimurni (2010) dapat memperkuat kajian empirik tentang pengaruh diklat terhadap kepusan kerja. Dikatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja, karyawan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan dan pelatihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan memiliki pengaruh yang kuat dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin besar peluang yang diberikan 48 kepada karyawan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, maka kepuasan kerja karyawan akan semakin besar. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pengadaan SDM dengan diklat terhadap kepuasan kerja karyawan. Perusahaan akan mendapatkan sumber daya manusia yang baik apabila dalam proses pengadaan SDM dan pengelolaan dijalankan dengan baik. Pengelolaan yang baik bisa dilakukan melalui diklat yang nantinya akan merujuk pada kepuasan kerja karyawan. 2.6 Pengaruh Pengadaan SDM , Pendidikan dan Pelatihan, serta Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Menurut Ardana, dkk (2012:18), pengadaan SDM adalah kegiatan memperoleh SDM yang tepat baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam pengadaan SDM ini diharapkan memperoleh dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi serta efektif pada posisi yang sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Menurut Hasibuan (2007:27), karyawan yang cakap, mampu dan terampil belum menjamin produktivitas kerja yang baik kalau moral kerja dan kedisiplinannya rendah. Sedangkan karyawan yang bermanfaat dalam mendukung tujuan perusahaan adalah karyawan yang berkeinginan tinggi untuk berprestasi dan meningkatkan kinerjanya. Penelitian yang dilakukan oleh Latham (1987) mengidentifikasi hubungan antara metode perekrutan karyawan dengan kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh adalah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berkaitan dengan perekrutan karyawan. Faktor-faktor tersebut 49 antara lain sikap kerja, keterlibatan kerja dan komitmen kerja. Hal ini membuktikan bahwa adanya pengaruh antara perekrutan karyawan dengan kinerja karyawan. Penelitian lain untuk menguatkan teori bahwa terdapat pengaruh antara penempatan karyawan terhadap kinerja karyawan adalah penelitian yang dilakukan oleh Suarjaya (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh langsung ataupun tidak langsung penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Setelah memperoleh individu yang sesuai dengan yang diharapkan, peran perusahaan adalah membina dan mengelola karyawan tersebut. Pengelolaan dan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan tidak semata-mata hanya untuk karyawan baru saja, melainkan juga mengelola karyawan lama dengan melakukan Pendidikan dan Pelatihan (diklat). Handoko (2003:104) menyatakan bahwa, pendidikan dan pelatihan adalah proses kegiatan perusahaan untuk memperbaiki penguasaan karyawan terhadap berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin serta untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian. Melalui adanya diklat tersebut maka karyawan akan mendapatkan manfaat yang baik dalam meningkatkan kinerja dalam perusahaan. Sinambela (2012:207) mengungkapkan, salah satu benefit yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penilaian kinerja adalah 50 akan menjadi informasi yang penting untuk merancang dan memprogramkan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, sehingga mendapatkan hasil pelatihan yang signifikan dalam menumbuhkan keberhasilan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Valentini (2008) memperoleh hasil bahwa adanya pengaruh yang signfikan antara diklat dan kinerja karyawan. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian ini menguatkan adanya antara diklat dengan kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Iqra (2011) bertujuan untuk menguraikan dampak pendidikan dan pelatihan pada peningkatan kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan program pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif mengadopsi dan menyusun teknik yang memberikan bentuk progresif untuk hasil yang maksimal dalam menunjang kinerja karyawan. Dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh langsung pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Menurut Martoyo (2000:142) kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan. Kepuasan kerja akan mempengaruhi kinerja dari karyawan karena apabila karyawan telah merasa puas dalam melaksanakan tugasnya, maka karyawan tersebut akan menunjukkan hasil kerja yang maksimal dan baik, begitu pula sebaliknya. Menurut Ardana, dkk (2009:24) kepuasan kerja hingga kini diyakini berkaitan dengan kinerja individu (karyawan), kelompok yang pada gilirannya akan berkaitan pula dengan efektivitas organisasi secara 51 keseluruhan. Kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja dan memberikan keuntungan nyata tidak saja bagian pekerja tetapi juga bagi manajemen dan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2011) mengidentifikasi ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, secara parsial dan pengaruh paling dominan antara kompensasi, disiplin dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel kepuasan kerja berpengaruh signifikan dan parsial terhadap kinerja karyawan. Selain itu kepuasan kerja berpengaruh paling dominan terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan. Penelitian lain yang menguatkan adanya pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan adalah penelitian yang dilakukan oleh Syaiin (2008). Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap kinerja. Variabel tersebut adalah pekerjaan, pengawasan, gaji, dan hubungan kerabat kerja. Dari pemaparan tersebut, terlihat bahwa terdapat pengaruh kepuasan kerja secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pengadaan SDM, diklat dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Dengan pengelolaan SDM yang baik melalui diklat maka perusahaan akan memperoleh karyawan yang memiliki kepuasan dalam bekerja sehingga 52 akan berdampak pada kinerja yang baik yang ditunjukkan oleh karyawan kepada perusahaan. 2.7 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Selain didukung oleh landasan teori yang relevan, sebuah penelitian akan semakin baik kualitasnya jika didukung oleh kajian-kajian empirik atau riset-riset yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga menggunakan riset atau penelitian sebelumnya yang digunakan untuk memperkuat isi tulisan yang terkait dengan pengadaan SDM, pendidikan dan pelatihan, kepuasan kerja, serta kinerja karyawan berserta pengaruh masing-masing variabelnya. 1) Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Nimalathasan (2010) dengan judul “Job Satisfaction And Employees’ Work Performance: A Case Study Of People’s Bank In Jaffna Peninsula, Sri Lanka.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dalam analisis ini digunakan teknik analisis korelasi sederhana yang ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Wotruba (2008) dengan judul “The Relations of Job Image, Performance and Job Satisfaction to Inactivity-Proneness of Direct Sales People”. Penelitian ini menguji apakah citra publik dari pekerjaan menjual seperti yang dirasakan oleh orang-orang penjual langsung berdampak pada kecenderungan mereka untuk tetap aktif atau menjadi tidak aktif dalam pekerjaan menjual. Sulistiawati (2011) yang berjudul “Pengaruh Kompensasi, Disiplin dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. BPR Nusamba Tegalalang”. 53 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, secara parsial dan pengaruh paling dominan antara kompensasi, disiplin dan kepuasan kerja terhadap kinerja pada PT. BPR Nusamba Tegallalang. Semua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Wahyuddin (2002) yang berjudul “Pengaruh Faktor-faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA di Surakarta.” Penelitian ini dilakukan untuk mengindetifikasi faktor-faktor kepuasan kerja yang mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh adalah terdapat faktorfaktor kepuasan kerja yang mempengaruhi kinerja dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 45 orang yang ditentukan sebagai random sampling denga populasi 60 orang. Penelitian yang dilakukan oleh Devi (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Karyawan Outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja karyawan outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang. Penelitian ini menggunakan variabel kepuasan kerja dan motivasi untuk menganalisis pengaruh kinerja karyawan outsourcing tersebut. Selain itu, Penelitian ini juga menggunakan komitmen organisasional sebagai variabel intervening untuk menganaisis pengaruh tingkat komitmen karyawan outsourcing terhadap perusahaan. 54 Syaiin (2007) yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Klinik Spesialis Bestari Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja pegawai Klinik Spesialis Bestari Dinas Kesehatan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah responden sebanyak 39 orang dengan criteria sampel bersedia dan hadir pada saat penelitian. Zainal (2008) dengan judul “Hubungan Kinerja Karyawan Tata Usaha dengan Kepuasan Dosen di Politeknik Kesehatan Palu.” Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana hubungan antara kinerja karyawan tata usaha dengan kepuasan dosen pada Politeknik Kesehatan Palu. Kurniawan (2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pabelan Cerdas Nusantara Surakaerta”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Pabelan Cerds Nusantara Surakarta. Penelitian tersebut di atas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel yang digunakan, serta teknik analisis datanya. 2) Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Studi pustaka empiris yang dilakukan Iqra (2011) bertujuan untuk menguraikan dampak pendidikan dan pelatihan pada peningkatan kinerja 55 karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan program pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif mengadopsi dan menyusun teknik yang memberikan bentuk progresif untuk hasil yang maksimal dalam menunjang kinerja karyawan. Dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh langsung pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Valentini (2008) yang berjudul ”Pengaruh Kompensasi, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Pada LPD Desa Adat Kuta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan secara simultan dan secara parsial antara kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan serta untuk mengetahui variabel manakah yang lebih dominan terhadap kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan lingkungan kerja fisik berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan lingkungan kerja fisik juga berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial terhadap kinerja karyawan. Irfansyah (2008) yang berjudul “Hubungan Diklat dengan Kinerja Karyawan pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan diklat yang dilakukan di PT. Jasa Raharja (Persero), mengetahui tingkat kinerja karyawan di PT. Jasa Raharja (Persero), dan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan diklat dengan kinerja karyawan di PT. Jasa Raharja (Persero). Umar (2006) yang berjudul “Pengaruh Faktor Budaya Organisasi, Program Diklat, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja 56 Karyawan dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Bank Riau”. Penelitian ini dilakukan untuk mengindetifikasi pengaruh budaya organisasi, pendidikan dan pelatihan dan motivasi kerja terhadap peningkatan kinerja karyawan bank. Hasil yang ditunjukkan adalah bahwa secara umum program pendidikan dan pelatihan merupakan faktor penting dalam membentuk motivasi karyawan pada Bank Riau. Srimurni (2010) dapat memperkuat kajian empirik tentang pengaruh diklat terhadap kepusan kerja. Dikatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja, karyawan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan dan pelatihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan memiliki pengaruh yang kuat dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin besar peluang yang diberikan kepada karyawan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, maka kepuasan kerja karyawan akan semakin besar. Penelitian tersebut diatas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan antara pendidikan dan pelatihan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan serta variabel bebasnya yaitu pendidikan dan pelatihan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel yang digunakan, serta teknik analisis datanya. 3) Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pengadaan SDM terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Syibli (2011) dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor-faktor Rekrutmen terhadap Kinerja SDM Outsourcing PT. Telkom dengan Pendekatan SEM (Structural Equation Modelling)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor yang dominan dalam rekrutmen SDM outsourcing yang 57 terdiri dari variabel kemampuan, kepribadian, motivasi dan komitmen terhadap kinerja SDM outsourcing. Analisis statistik yang digunakan untuk uji pengaruh pada penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Nuryanta (2008) dengan judul “Pengelolaan Sumber Daya Manusia (Tinjauan Aspek Rekrutmen dan Seleksi)”. Pengelolaan sumber daya manusia adalah merupakan aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan secara umum. Oleh karena itu fungsifungsi dalam pengelolaan sumber daya manusia harus dilaksanakan secara optimal sehingga kebutuhan yang menyangkut tujuan individu, perusahaan, organisasi ataupun kelembagaan dapat tercapai. Di samping itu dengan prosedur pengelolaan sumber daya manusia yang baik diharapkan kekurangan dan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu yang terkait dengan kemampuan daya saing dapat teratasi. Wijayanti (2009) dengan judul “Pengaruh Seleksi Penerimaan Karyawan dan Penempatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Wangsa Jatra Lestari Pajang Sukoharjo”. Dalam bidang personalia permasalahan yang mungkin timbul adalah dari seleksi penerimaan karyawan, penempatan posisi sampai dengan pemberhentian karyawan. Kebutuhan karyawan baru didalam perusahaan tidak bisa dipastikan, walaupun sudah direncanakan dengan sebaik- baik nya. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang timbul baik dalam perusahaan (faktor intern) maupun faktor yang berasal dari luar perusahaan (faktor ekstern). Untuk itu sebelum melakukan seleksi pemilihan karyawan perusahaan menentukan kebutuhan karyawan yang dibutuhkan baik kualitas maupun kuantitas (jumlah). Suarjaya (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan 58 menganalisis pengaruh penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh langsung ataupun tidak langsung penempatan karyawan, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Ernawati (2010) bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kepemimpinan, penempatan karyawan serta budaya organisasi secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial kepemimpinan, penempatan karyawan dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara penempatan karyawan terhadap kinerja karyawan. Rahmadi (2011) dengan judul “Pengaruh Rekrutmen, Penempatan, dan Pengembangan Karir terhadap Kepuasan Kerja Pegawai (Studi pada PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh rekrutmen, penempatan, dan Pengembangan Karir secara bersama-sama dan secara parsial terhadap kepuasan kerja dan mengetahui perbedaan kepuasan kerja pegawai. Latham dan Leddy (1987) dengan judul “Source Of Recruitment And Employee Attitudes: An Analysis Of Job Involvement, Organizational Commitmen And Job Satisfaction”. Penelitian ini menjabarkan secara empiris hubungan antara metode perekrutan dan sikap kerja, keterlibatan kerja, komitmen organisasi,dan kepuasan kerja. Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengadaan SDM yang terdiri dari perekrutan, 59 seleksi dan penempatan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Sanapiah (2008) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh rekrutmen terhadap kepuasan kerja. Hasil yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan variabel rekrutmen, terhadap kepuasan kerja pegawai, baik secara simultan dan parsial. Dari hasil tersebut dapat dibuktikan bahwa selain berpengaruh terhadap kinerja karyawan, variabel rekrutmen sebagai bagian dari proses pengadaan SDM juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Mahayani (2010) yang berjudul “Pengaruh Diklat dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel All Seasons Kuta-Badung”. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada pengaruh signifikan secara simultan dan parsial antara diklat dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Hotel All Seasons Kuta-Badung. disiplin dan kepuasan kerja terhadap kinerja pada Hotel All Seasons Kuta-Badung. Semua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja kerja karyawan. Jadi, penelitian-penelitian ini memperkuat kajian teori tentang pengaruh atau hubungan pengadaan SDM serta pendidikan dan pelatihan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian tersebut diatas membuktikan adanya pengaruh dan hubungan antara pengadaan SDM terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan serta variabel bebasnya yaitu pengadaan SDM. Sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, jumlah sampel yang digunakan, serta teknik analisis datanya. 60 2.8 Hipotesis Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) H1 : Pengadaan SDM berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC). 2) H2 : Diklat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC). 3) H3 : Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC). 4) H4 : Pengadaan SDM berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC). 5) H5 : Diklat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Bali Tourism Development Corporation (BTDC). 61