Timex - Pluralisme 06

advertisement
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Mencurigai Kebenaran (1)
(Tanggapan atas Tulisan Alfred Esra Soru tentang Jujur pada Kebenaran)
Ch. Daniel S. Manu
Pengantar
Ketakutan saya pada ketidak-keberhasilan diskusi kita sepertinya terbukti.
Mengapa? Bagi saya ketidakmatangan jiwa sdr. Soru telah membuat diskusi yang
seharusnya membuka wawasan kita untuk mengembangkan teologi akhirnya menjadi
mandek. Yach. Berdasarkan psikologi perkembangan, maka perkembangan jiwa
(emosi) anda belum cukup untuk mengatakan anda telah dewasa, walau dari segi
umur, anda telah mencapai umur 28 tahun pada 6 mei yang lalu.
Ketidakdewasaan anda dalam mengemukakan pendapat ini, bagi saya sebagai
faktor utama yang membuat keengganan saudara Tary ataupun mungkin Meyners
untuk berdiskusi dengan anda. Saran saya, sebaiknya anda membaca dan memahami
secara baik buku Emotional Intelligence-nya Daniel Goleman, agar impuls-impuls
dalam diri anda sedikit dikekang sehingga diskusi kita semakin menarik. Maaf hanya
buku itu yang saya tahu dan punya.
Saran kedua saya adalah sebaiknya kita membatasi diri dalam suatu debat
analisa yang berkepanjangan, karena saya memiliki ketakutan kita akan terjerumus
pada apa yang disebut paralysis of analysis. Itu lho… keadaan di mana orang
terlampau serius dalam menganalisa sesuatu sehingga mengakibatkan orang itu
menjadi lumpuh- tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ada baiknya diskusi dalam tataran
akademik diimbangi dengan aksi secara nyata, yakni bagaimana kita menghadirkan
syalom Allah di bumi. Bukankah itu tugas utama kita sebagai pengikut Kristus?
(walau pluralis, maka saya tetap mengaku pengikut Kristus lho..). Bukankah juga
Yesus mengajarkan bahwa bukan orang yang menyebut Tuhan-Tuhan (mengklaim
sebagai pemilik Allah) yang masuk dalam kerajaan Allah, tetapi yang melakukan
kehendak Bapa-Nya? terima kasih atas perhatiannya. Dengan demikian saya berani
untuk melanjutkan diskusi.
Seputar Tafsiran
Sejujurnya saya salut pada bapak dosen, karena sebagai lulusan Sarjana
Theologi dari sekolah teologi yang lebih menekankan aspek penginjilan (kalau benar,
anda lulusan Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara-Malang yang menyelesaikan S1 pada
1
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
tahun 2001 dengan skripsi bidang teologi sistematis : Allah yang SupraRasional,
Sebuah Pendekatan Filosofis Teologis terhadap Konsep Allah Tritunggal dalam Iman
Kristen), anda mampu memberikan argumentasi-argumentasi dogmatis yang berbeda
dan jarang dimiliki oleh tamatan sekolah teologi seperti yang anda geluti sebelumnya.
Tapi saya sadari, sebagaimana kata teman-teman saya, bahwa kemampuan anda
dalam membaca, membuat pengetahuan anda sangat luas seputar teologi.
Keberatan saya adalah anda tidak terlampau obyektif dalam melihat perbedaanperbedaan yang ada. Hampir semua buku yang anda pakai untuk mendukung
pandangan anda adalah buku-buku yang bercirikan eksklusif. Padahal suatu ilmu
akan berkembang jikalau ada sikap keterbukaan untuk melihat sisi lebih dan kurang
dari pendapat kita dan orang lain. Bukankah itu esensi dari dialog atau diskusi?
Apabila orang berdialog, maka sudah semestinya ia keluar dari kukungan yang
mengikatnya. Sederhananya, apabila anda membahas tentang suatu konsep yang anda
yakini dengan orang yang memiliki konsep lain, maka kebenaran mana yang akan
kita pakai. Kebenaran versi kita ataukah kebenaran an sich. Jika kebenaran yang kita
yakini kita katakan sebagai yang mutlak, maka tidakkah orang lain juga akan
menklaim hal yang sama seperti yang anda kemukakan? Oleh karena itu kita perlu
mencurigai kebenaran itu. Apakah kebenaran an sich ataukah kebenaran versi
seseorang. Kenyataan yang terjadi anda mengklaim kebenaran menurut versi anda,
tanpa mau menjadi orang yang bebas nilai dalam memulai dialog. Baik saya mencoba
membela diri dari tanggapan anda yang mencerminkan kearoganan akademistis ini.
Anda menilai saya tidak paham dasar-dasar logika dan hermeneutik Alkitabiah.
Untuk itu anda menganjurkan saya untuk mempelajarinya secara saksama. Terima
kasih atas perhatian yang besar kepada saya agar saya dapat memahami dengan baik
kedua hal tersebut. Sayangnya apa yang anda katakan tidak sesuai dengan penuturan
anda dalam tulisannya. Mungkinkah anda yang tidak mamahami dengan baik kedua
hal itu? Ah kayaknya tidak mungkin terjadi. Andakan seorang dosen. Paling mungkin
terjadi adalah emosi yang terlampau besar yang sedikit mengacaukan nalar anda.
Mau bukti? Saya akan membahasnya dibawah ini.
Anda mengatakan bahwa saya harus belajar metode logika. Tapi anda sendiri
jatuh pada ungkapan anda sendiri (kayaknya anda perlu berlajar mengaplikasikan
metode logika agar orang tidak tertawa atas kenaifan anda) pertanyaan saya, Apakah
kesalahan sama dengan pertentangan? Dari asal kata saja sudah berbeda. Saya
mengatakan pertentangan dalam konteks keterbatasan Alkitab dan bukan kesalahan
dalam Alkitab (kayaknya anda perlu membaca secara lebih teliti dan memahaminya
secara lebih baik. Jika tidak bisa memahaminya, saya akan perjelas sesederhana
mungkin. Oke?). Kayaknya juga anda perlu mengaplikasikan kembali ilmu
hermeneutika yang anda punyai dan ketahui itu dalam konteks tulisan saya ini.
2
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Jika anda menguasai hermeneutika Alkitabiah, maka sudah seharusnya anda
ketahui bahwa metode kritik yang dikembangkan adalah adopsi dari metode
penelitian sejarah. Oleh karena itu metode ini sebenarnya dapat anda pakai dalam
membaca tulisan saya (eiiit. Don’t be angry man. Ini khan gaya anda dalam mendikte
konsep anda pada orang lain). Jika anda kurang menguasai sejarah hermeneutika,
maka saya dengan senang hati akan mengajarkan kepada anda, sejarah, latarbelakang,
kelemahan dan kelebihan dalam paradigma hermeneutik Alkitabiah. Tujuan saya agar
anda dapat memahami dengan benar dan bukan asal mengutip pendapat tanpa
memahaminya dengan baik. Kutipan Alkitab untuk mendukung pendapat anda
sebenarnya memiliki kerygma yang berbeda dengan apa yang anda maksudkan.
Untuk itu jangan asal mengutip dong.
Suatu pelajaran tambahan dalam hermeneutik
untuk anda adalah
kecenderungan orang untuk jatuh pada pragmatisme. Ini sebagai ekses dari penerapan
hermeneutika teologis. Apa artinya? Artinya orang hanya berupaya mencari prinsipprinsip historis Alkitab yang dianggap berguna dan aktual, sedangkan hal-hal yang
tidak berguna diabaikan. Bukankah pragmatisme ini yang mewarnai tulisan anda?
Anda mengambil ayat-ayat yang mendukung, tetapi ayat yang berbeda tidak
sedikitpun anda sertakan. Ketakutan pada pragmatisme inilah yang membuat saya
tidak berani asal mengutip ayat Alkitab. Saya harap anda dapat memahaminya.
Thanks. Ups sory, saya terbawa dalam gaya tulisan anda sehingga hampir melupakan
diskusi yang ingin saya bangun.
Tentang Alkitab
Sebelum membahas tentang Alkitab, maka sudah seharusnya kita samakan
persepsi kita. Hal pertama, Alkitab adalah kumpulan kitab-kitab, atau karya sastra
dari berbagai penulis. Tentunya anda memahami dengan baik sejarah kanonisasi,
sehingga tidak perlu saya jelaskan di sini. Sebagai karya sastra maka penulisan
Alkitab ini dipengaruhi oleh konteks di mana manusia sang penulis itu berada
(tolong diperhatikan baik-baik, karena ini sangat berhubungan dengan Kristologi
yang akan saya jelaskan nanti, yakni aspek manusia). Untuk itu sebenarnya lebih
tepat kalau disebut Injil menurut Matius, injil menurut Markus dan bukan kata Injil
Matius dan sebagainya.
Sebagai manusia yang menulis kitab-kitab, tentunya memiliki keterbatasan.
Untuk itu dalam kepercayaan Kristen dikenal revelatio organik. Pengakuan terhadap
penyataan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pandangan manusia terbatas dalam
memahami seluruh peristiwa Allah. Begitu juga sudut pandang yang digunakan
berbeda. Jika anda pernah berkecimpung dalam dunia jurnalistik, maka anda tidak
akan susah memahami bahwa suatu berita (fakta/kebenaran) yang sama bisa berbeda
3
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan. Apakah berita itu salah kalau
berbeda atau bertentangan? Tentu tidak khan? Karena yang membuat perbedaan itu
adalah sudut pandang yang berbeda. Kalau anda tidak mengerti, itu wajar karena
anda pasti belum pernah berkecimpung dalam dunia jurnalistik. Begitu juga dalam
Alkitab, kita temukan suatu fakta yang berbeda bahkan bertentangan. Hal itu tidak
berarti bahwa Alkitab itu salah, tetapi penulisnya terbatas dan ada tujuan lain yang
ingin disampaikan. Alasan inilah maka dikembangkan suatu metode hermeneutika,
yang didalamnya terkandung unsur exegese. Tujuannya tidak lain bahwa orang
menemukan apa yang menjadi maksud penulis.
Hal kedua, Alkitab memilki nilai plus yakni ia tidak sekedar karya sastra tetapi
ia juga memiliki unsur rohani. Para teolog Kristen , anda juga saya, mengakui bahwa
adanya unsur ilahi yang bekerja dalam proses penulisan tersebut. Untuk itu, kita
mengenal revelatio mekanik. Saya pikir ini cukup jelas. Baik saya akan masuk dalam
apa yang saya katakan pertentangan itu. Anda mengatakan tidak ada pertentangan.
Tapi setelah saya membaca secara teliti dan memakai dasar-dasar logika, maka saya
temukan pertentangannya. Tidak sesederhana ini pak dosen. Saya maklumi bahwa
ada ketakutan pak dosen pada orang tidak mempercayai lagi Alkitab apabila Alkitab
itu bertentangan.Untuk itu sebelum saya lanjutkan saya harap pak dosen dapat
memahami dan membedakan Alkitab sebagai suatu kesaksian penulis tentang
peristiwa yang terjadi dengan suatu fakta sejarah. Kalau anda berkeinginan
mendiskusikannya, saya siap menjadi pendengar setia, tapi tidak dalam tulisan ini,
karena ada hal yang masih harus saya kejar. Satu hal lagi, dengan mengetahui hal ini
secara jelas, saya yakin, umat akan lebih mengenal dan meyakini Alkitab dengan
sungguh.
Jika anda secara jeli membaca Matius, maka anda akan mendapat gambaran
ini. Maria dan Yusuf adalah asli Betlehem. Mengapa demikian? Karena dalam
Alkitab hanya memberi kesaksian tentang dua tempat yang pernah ditiggali mereka
seputar kelahiran Yesus yakni Betlehem dan Nazareth. Nazareth baru dikenal setelah
kepulangan mereka dari pengungsian di Mesir. Ini berarti bahwa Mari dan Yusuf
adalah orang Betlehem. Bukankah kisah yang menggambarkan kisah pranatal Yesus
ini betentangan? Yang satu mengisyaratkan dari Betlehem dan yang lain menyatakan
dari Nazareth. Jika memakai konsepsi logis maka kita akan mendapatkan gambaran
Matius bahwa tidak mungkin Yesus lahir di kandang domba. Masak Maria dan Yusuf
tinggal dan berkenalan di Betlehem, kok melahirkannya di kandang? Bukankah ini
bertentangan dengan Lukas?
Kisah Yesus diikuti dengan datangnya orang majus dan setelah orang majus
pergi Yusuf mendapat mimpi untuk meninggalkan Betlehem dan lari ke Mesir.
Kisahnya berlanjut setelah Herodes tahu dia diperdaya, maka ia menyuruh
membunuh anak-anak dibawah umur 2 tahun. Dengan memakai hermeneutik
Alkitabiah yang anda anjurkan, maka dari kritik historis, kita mendapatkan gambaran
4
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
bahwa kota Yerusalem dapat dibandingkan dengan desa kecil pada saat sekarang ini.
Bagaimana mungkin Herodes baru sadar diperdayai setelah dua tahun sebagaimana
tafsiran orang-orang yang berupaya mensinkronkan kisah Matius dan Lukas.
Berikutnya, Nasareth baru dikenal oleh Maria dan Yusuf setelah kepulangannya dari
pengungsian di Mesir. Hal itu dilakukan karena ketakutan pada Arkhelaus anak
Herodes (Mat 19-23).
Oke kita pindah ke Lukas untuk menemukan pertentangannya. Lukas memulai
dengan menggambarkan bahwa pada awalnya Maria tinggal di Nasareth. Betlehem
hanya merupakan tempat persinggahan, ketika ada registerasi Penduduk atas perintah
kaisar Agustus (registerasi ini dibuat demi kepentingan pajak). Dan distulah kisah
kelahiran di kandang dimulai. Begitu juga dengan kisah Markus dengan Yohanes.
Tolong anda perhatikan secara mendetail kisah tersebut secara pasti kronologi
kejadiannya secara beraturan. Tidakkah kelihatan pertentangannya? Jika anda tidak
menemukannya, maka saya akan membantunya. Apa yang anda jelaskan tentang
topik ini dalam tulisan tanggapan anda yang ke dua adalah suatu upaya kompromi
pada suatu kisah yang berbeda yakni menemukan unsur-unsur yang memiliki
persamaan dan menambahkan unsur yang dapat melengkapi, tetapi hal yang berbeda
dihindari. Hasilnya seperti yang anda katakan bahwa Yesus lahir di Betlehem dan
besar di Nazareth. Tapi hal yang membedakan yakni keluarga Yesus sebelumnya
tinggal di Betlehem atau Nazareth anda hilangkan? Sungguh tidak obyektifnya anda
atau…. apa anda terlampau lamban untuk memahami perbedaan ini? Saya pikir tidak.
Tapi lain kali jeli dong pak. Ingat pakai dasar-dasar logika yang anda ketahui (maaf,
saya hanya mau menguji, apakah anda bisa menerima jika dalam perdebatan, katakata seperti ini yang dikeluarkan). Apakah anda membaca dengan secara mendetail
tanpa tergesa-gesa? Saya pikir anda terlampau tergesa-gesa dalam membaca dan
membuat kesimpulan. Dan itulah letak kesalahan anda. Saudara Soru, dapatkah kita
membuat kesimpulan bahwa Yohanes tidak mengakui pencobaan dipadang gurun
hanya karena ia tidak mencatatnya? Bagi saya bisa, jika kita memperhatikan runtutan
waktu yang digunakan. Dalam hermeneutik dikenal istilah lingkaran hermenutik
yakni mencari konteks (jauh dan dekat), latar belakang historis, sastra, pola pikir,
tradisi dari sebuah kitab serta mencari hubungan dengan kitab-kitab lain yang sejajar.
Dan point terakhir dari hermeneutika inilah yang akan saya pakai.
Markus mengatakan kisahnya yakni segera sesudah pembabtisan, Yesus
dipimpin Roh ke padang gurun. Di sana Ia dicobai selama empat puluh hari. Sesudah
itu, baru Ia memilih murid-muridnya. Kira-kira begitu ringkasan tuturan Markus
(saya terpaksa tidak mengutip langsung ayat itu, karena keterbatasan halaman).
Apabila kita pahami bahwa ini adalah fakta sejarah, maka inilah pertentangannya.
Yohanes menyaksikan bahwa setelah dibaptis, maka keesokan harinya Ia memilih
murid-murid-Nya dan setelah itu Ia mulai melakukan mujisat di Kana pada hari ke 5
(dua hari ia memilih muridnya dan hari ketiga ada perkawinan di Kana). Di mana
kata kunci pertentangannya? Ya..itu…. soal pemilihan murid. Fakta Matius
5
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
mengatakan bahwa setelah 40 hari dicobai barulah Yesus memilih murid-murid-Nya
dan mulai melakukan pekerjaan-Nya. Yohanes menuturkan bahwa sesudah dibaptis
maka segera keesokan harinya Ia memilih murid-murid dan melakukan pekerjaanNya. Bukankah penjelasan waktu ini membuktikan kotradiksi itu?
Jika ini merupakan fakta bahwa setelah dibaptis, roh Tuhan memimpin Yesus ke
padang gurun dan dicobai iblis selama 40 hari, maka dengan demikian sangat
berbeda dengan kata Yohanes bahwa setelah dibaptis, Yesus langsung memilih
murid-muridnya. Padahal, kata Markus setelah melalui paling tidak lebih dari 40 hari
baru ia meilih murid-muridnya. Dengan demikian, kalau Yohanes tidak menuturkan
kisah tersebut, maka tidakkah dapat dikatakan bahwa menurut Yohanes, kisah itu
tidak pernah ada? (inilah yang dinamakan pertanyaan tafsiran) Lantas apakah
Alkitab itu salah?
Ada istilah kelakar anak muda yakni kelirulogi bagi orang yang membuat
statement yang keliru. Kelirulogi anda yakni menduga bahwa bahwa ada kontradiksi
maka itu membuktikan ada kesalahan. Saya takut dibilang salah memahami maksud
anda, oleh karena itu, saya mengutip pernyataan anda dalam jujur pada kebenaran (2)
: “ jika sudah ada presuposisi bahwa Alkitab mengandung kesalahan, maka asusmsi
seperti Manu…..” Saya katakan pertentangan dan bukan kesalahan untuk
membuktikan Alkitab yang kita pegang ini memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu
sangat berhubungan dengan penulis Kitab sebagai manusia sebagaimana saya
jelaskan di atas. Penjelasan lanjut tentang bagaimana memahami berita Alkitab akan
saya bahas pada lain kesempatan. Mengakhiri tulisan I saya, maka saya ingin
bertanya:’ sebenarnya siapa yang perlu belajar dasar-dasar logika? Sampai bertemu
pada pembahasan tentang Kristologi. (bersambung)
Penulis adalah pemuda Jemaat Silo Naikoten I
6
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Mencurigai Kebenaran (2)
(Tanggapan atas Tulisan Alfred Esra Soru tentang Jujur Pada Kebenaran)
Ch. Daniel S. Manu
Seputar Kebenaran
Ha…ha…haa…. Cukup!! berhenti tertawa!!! ha.ha.ha. ups maaf saya tidak
bisa berhenti tertawa pada pernyataan anda yang terkesan naif itu. Apa? Yang mana?
Itu tuh soal kebenaran matematika. Lho soalnya di mana? Tidak tahu yach? Baik saya
terangkan. Anda mengatakan bahwa kebenaran matematika itu mutlak. Ada argumen
yang anda bangun, sampai-sampai anda melecehkan saya dengan membuat kesan
seolah-olah saya tidak memahami matematika. Baik, saya juga akan mengatakan
anda tidak memahami logika? Marah? Penasaran?…. Itu hak saya dong, karena ini
adalah benar menurut saya (kemarin dalam diskusi kita anda katakan bahwa saya
tidak yakin dengan apa yang saya katakan, maka sekarang saya katakan bahwa saya
yakin. Tersinggung? Itu wajar). Tapi saya tidak asal yakin, tetapi saya punya
pendasarannya. Saya akan uraikan dengan memakai metode ironi suatu metode khas
Sokrates.
Pertanyaan saya untuk menguji pendapat anda : Mengapa anda begitu yakin
bahwa 2+2 = 4? Atau mengapa anda begitu yakin bahwa dua unsur yang berbeda
tidak dapat dijumlahkan? Jawabannya, karena itu yang disepakati oleh penganut
kebenaran matematika. Apakah ini mutlak? Oh. Tentu saja tidak? Mengapa? Karena
kebenaran ini hanya diakui oleh penganut matematika? Kurang jelas? Siapa yang
menetapkan aturan bahwa dua elemen yang berbeda tidak dapat disatukan? Yach
berdasarkan kebenaran matematika yang diakui oleh anda, saya dan semua orang.
Pertanyaan ulangan lagi untuk mempertegas: Mengapa kita mengakui bahwa 2+2=4?
Karena ini sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam matematika. Untuk itu wajar
anda menertawakan saya karena meragukan 2+2=4, jika kebenaran yang ada pakai itu
adalah kebenaran matematika. Tapi jika anda berhadapan dengan seorang fisikawan,
maka andalah yang akan ditertawakan. Mengapa? Karena berdasarkan riset empiris,
beberapa zat yang berbeda jika digabungkan akan menghasilkan satu zat yang lain.
Untuk itu dkenal istilah senyawa (satu nyawa bagi penjumlahan dua atau lebih zat
yang bebeda). Begitu juga tubuh manusia yang satu ini terdiri dari berjuta-juta sel
yang berbeda. Penggabungan (penjumlahan) sel-sel yang berbeda menjadi satu yakni
tubuh manusia. Anda masih mau mengatakan bahwa ini kesesatan berpikir?
7
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Bagaimana mungkin disebut kesesatan bepikir, jika hal tersebut dapat dibuktikan oleh
ilmu yang lain. Ini kebenaran menurut ilmu fisika. Dengan demikian apa yang anda
katakan mutlak itu sebenarnya tidak mutlak. Anak kecil aja juga tahu.
Masih dalam hubungan dengan kebenaran ini, pertanyaan saya: Apakah SBY
adalah Presiden Indonesia? Hal ini masih dapat dipertanyakan, tergantung kebenaran
versi mana yang kita anut? jika jawaban kita adalah Ya, maka ini adalah kebenaran
faktual, tetapi kebenaran fungsional masih perlu dikaji? maksudnya? Secara de facto
dan de jure, SBY adalah Presiden Indonesia. Ada pengukuhannya. Tetapi secara
fungsional, ada hakikat dan fungsi seorang Presiden ayng membuat sesorang dapat
disebut sebagai presiden. Apabila dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan
hakikat dan fungsi seorang presiden, maka masih dapatkah dikatakan bahwa ia
presiden?. Jawabannya Ya dan tidak tergantung kebenaran mana yang menjadi
acuannya. Telampau abstrak? Baik saya konkretkan. Lagi-lagi dengan memakai
pendekatan filsafat ( saya mencoba memakai gaya bapak logika yakni Aristoteles,
ketika mengkaji tentang eudaimonia. Untuk itu anda dapat membaca Nicomachean
Ethics, yang telah ditranslet ke dalam bahasa inggris Oleh W.D Ross, dalam Jonathan
Barnes (ed), The Complete Work of Aristotle, The Revised Oxford Translation,vol II,
Princenton/Bolingen Series LXXI,2 New Jersey; Princenton University, 1984, atau
anda
bisa
dapatkan
di
internet
di
alamat
Http://people.bu.edu/wwildmanweb/courses/wphil/readings/wphil_rdgog_nicomache
an ethics.entri.htm).
Apa hakikat seorang dokter? Seorang dokter adalah orang yang mampu
mendiagnosa penyakit seseorang dan dapat memberikan obat yang sesuai dengan
penyakit yang diderita. dengan kata lain dokter adalah orang yang dapat
menyembuhkan orang sakit. Apabila ada seseorang dokter yang tidak tahu apa-apa
soal mendiagnosa penyakit, padahal ia lulusan sekolah dokter, apakah ia dapat
dikatakan sebagai dokter? Jawabannya antara ya dan tidak. Saudara Soru, dalam
Filsafat dikenal berbagai kategori kebenaran. Ada kebenaran fisika (yang dapat
dilihat dan dirasakan dan nyata keadaannya) dan ada kebenaran metafisika (yang
ruang lingkupnya melampaui hal fisik/fisika) keduanya memiliki keterbatasan, untuk
itu, kebenaran saling melengkapi. Begitu juga kebenaran yang lain seperti kebenaran
matematika, kebenaran agama dan lain sebagainya. Kebenaran –kebenaran ini
memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu. Masing-masing menjadi benar sesuai
dengan konteksnya. Saya pikir anda cukup pintar untuk memahaminya. Baik saya
akan melangkah lebih ke dalam.
Saudara Soru, bagaimana anda yakin apa yang anda tuliskan adalah kebenaran?
Anda yakin bahwa itu benar karena itu yang anda yakini dan imani sebagai orang
Kristen. Betul khan? Oke. Kalau begitu dapat dikatakan bahwa yang anda katakan
adalah benar menurut pandangan orang kristen. Nah apa arti pernyataan ini? Artinya
bahwa ada kebenaran lain selain kebenaran orang Kristen. Misalkan agama Islam,
8
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Hindu, Budha, agama suku dan lain sebagainya. Sebagai orang Kristen, kita patut
mengakui dan harus mengakui kebenaran yang dimiliki menurut pandangan Kristen,
karena ada tolok ukur yang dipakai yakni ajaran-ajaran Kristen. Apabila kita dapat
mengakui kebenaran menurut pandangan kita, maka tidakkah hal yang yang sama
akan terjadi pada orang lain yang akan mengklaim hal yang sama?
Saudara Soru, bagaimana anda yakin bahwa konsep teologi Eksklusif yang
anda anut adalah kebenaran an sich? Karena anda merujuk pada pandangan ahli-ahli
eksklusif. Itu benar, karena itu menurut pandangan eksklusif. Tapi apakah itu
kebenaran an sich? Belum tentu, karena saya juga memiliki kebenaran itu menurut
paham pluralis dengan merujuk pada ahli pluralis. Kalau begitu di mana kebenaran
yang mutlak? Yach hanya pada yang mutlak. Lalu, apakah kebenaran yang diklaim
oleh Soru bahwa pandangan eksklusif adalah benar sebenar-benarnya? Bagi saya
tidak. Saya memiliki pandangan sebagaimana pandangan pluralis bahwa hanya Allah
yang mutlak. Tapi itu tidak adil. Bagaimana dengan klaim Soru dengan Argumentasi
yang dibangunnya? Yach.. sebaiknya diuji.. caranya ? begini. Kita pinjam statement
Soru bahwa yang mutlak akan menghasilkan yang mutlak pula.
Statement Soru dalam tulisan awalnya adalah sesuatu yang keluar dari yang
mutlak adalah mutlak. Anggaplah kita semua sepakat. Tapi kita harus adil bahwa jika
yang keluar dari mutlak adalah mutlak, maka yang keluar dari yang tidak mutlak
adalah pasti tidak mutak. Dengan demikian, maka Soru tidak berhak mengklaim
bahwa apa yang dikemukakannya adalah mutlak. Ini kan yang dinamakan logika
terbalik. Berarti Soru tidak berhak mengatakan bahwa pendapatnya yang benar. Kita
kembangkan statemen di atas.
Yang keluar dari Allah (Firman) apakah Ia adalah wahyu yang turun langsung
ataukah melalui perantara. Jika pandangan kita tentang Alkitab sebagaimana Alquran
yakni diturunkan langsung oleh Allah, maka sudah pasti mutlak (masih memakai
anggapan Soru). Sayangnya pandangan Kristen tidak memahami demikian. Allah
berfirman melalui Yesus (Firman yang telah menjadi daging) dan melalui kesaksian
para nabi dan murid-murid (Alkitab). Jika demikian, maka ada percampuran zat Allah
yang ilahi dan mutlak dengan zat manusia yang terbatas. Percampuran ini
menghasilkan zat mutlak dan zat tidak mutlak. Nah apa namanya hayooo?
9
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Mencurigai Kebenaran (3)
(Tanggapan atas Tulisan Alfred Esra Soru tentang Jujur pada Kebenaran)
Ch. Daniel S. Manu
Seputar Kristologi
Jika anda memiliki banyak buku Kristologi, maka pasti anda sangat memahami
pertentangan seputar Kristologi hingga melibatkan unsur profan (kaisar). Anda juga
akan memahami trik-trik politik dalam konsili-konsili untuk memenangkan
golongan-golongan tertentu. Untuk membicarakan tentang Kristologi, seputar
perdebatan dan konsepnya mulai dari paham Adopsionis, Doketisme, perdebatan
Kristologi antara kaum Antiokia dan Alexandria, juga beberapa pandangan Bapa
Gereja seperti Origenes, Tertulianus, Cyrilius, Nestorius, Arius dan lain-lain, hingga
pandangan bapak- bapak reformasi tentang Kristologi, saya pikir anda sudah
memahaminya. Untuk itu, saya tidak perlu capek menjelaskan bagi anda.
Apabila anda memahami pergeseran paradigma teologi, maka paradigma bapa
gereja dianggap sebagai salah satu kemerosotan paradigma teologi. Apa alasannya?
Alasannya, paradigma sebelumnya, (paradigma gereja mula-mula) berupaya melihat
Yesus sebagai raja syalom yang universal, Yesus yang solider terhadap orang miskin
(inilah pesan Lukas, sehingga dalam penggambarannya, memperlihatkan sisi Yesus
yang hina, yang lahir di kandang; berbeda dengan Matius yang lebih menekankan
pada sisi Kemuliaan Allah, sehingga gambarannya adalah Orang Majus dan
kecemburuan Herodes terhadap Raja yang akan datang. Saya harap anda memahami
dengan baik keryma dari masing-masing kitab). Keeksklusifan Kristen mula-mula
bukan kerena merasa diri paling benar, tetapi lebih dikarenakan mereka dianggap
sebagai penghasut, yang dikejar-kejar untuk dibunuh. Kutipan kata Petrus dalam
tulisan anda, harus dilihat pada suatu upaya pembelaan diri atas tuduhan jahat dan
penganiayaan yang dilakukan kepada mereka. Bukankah kalau anda ditekan, maka
anda akan berani menekan balik? Ingat peribahasa orang tua :anjing berani babi
galak. Ini berbeda dengan apa yang anda lakukan yakni suatu upaya menjadikan
konsep anda sebagai superior.
Pada paradigma Bapa Gereja, kekristenan menjadi tertutup (eksklusif) dengan
mengklaim sebagai satu-satunya jalan keselamatan (extra ecclesiam nulla
salus).mengapa dianggap kemerosotan? Karena Kristus bukan lagi sebagai pusat
keselamatan, tetapi gereja. Alasan yang dikemukakan oleh kelompok eksklusif adalah
Yesus hanya milik orang Kristen. Saudara kita Katholik pernah jatuh dalam paham
10
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
ini, namun kemudian keluar dengan sebuah adagium baru hasil Konsili Vatikan II :
extra ecclesia salus est (di luar gereja ada keselamatan). Pada masa bapa-bapa gereja
ini segala konsep Kristologi disusun terutama melawan pandangan aliran Platonis dan
Stoa yang sangat berkembang dalam budaya Helenis, terutama konsep Gnosis,
Adapsionis dan Doketime. Kristus menjadi terkurung dalam rumusan-rumusan
dogma sempit. Akhirnya yang terjadi adalah adanya skisma antara Timur dan Barat
dan hubungan ini berlanjut sampai perang salib.
Pertanyan gugatan pada paham eksklusif adalah: Apakah Kristus sama dengan
Kristen? Kristus berbeda dengan Kristen. Lho apa bedanya. Bedanya Kristus adalah
Tuhan, sedangkan Kristen adalah orang-orang yang dipanggil keluar untuk
menyampaikan syalom Allah. Ia adalah pengikut Kristus. Kalau begitu samakah
Kristus dengan Kristen ? tentu beda. Jika demikian, maka jalan keselamatan bukan
pada gereja (atau orang Kristen) sebagaimana penganut paham eksklusif tetapi hanya
pada Allah (Kristus). Hal ini juga membantah pandangan Soru bahwa Kristus hanya
bekerja pada orang Kristen (Akulah jalan kebenaran dan hidup…) lho? Kenapa?
Bingung? Begini. Kalau Kristus Maha Kuasa maka Ia dapat bekerja di mana saja,
tanpa saya, Soru atau yang lainnya ketahui. Anda sendiri mengakui bahwa Kristus
mutlak. Dengan demikian, ia tidak dapat dibatasi oleh agama, ruang, waktu dan
sebagainya
Persoalan mendasar dari paham eksklusif adalah penekanan pada gereja
sebagai sumber keselamatan dan bukan Kristus ; bandingkan Paham inklusif yang
menekankan extra Yesou nulla salus (diluar Yesus tidak ada keselamatan) kelebihan
pandangan inklusif adalah ia memahami adanya Kristen anonim, sebagai orang yang
melakukan kehendak Yesus (Kristen) tetapi tidak Kristen. Tapi bukan ini yang ingin
saya kaji. Ada kelemahan besar dari paham eksklusif yakni terjerumus pada
monokristosentris. Artinya penekanan hanya pada Yesus. Seakan-akan hanya ada
Yesus Kristus dan tidak ada lagi Allah. Kedudukan Allah dan Roh Kudus tidak ada
dalam paham monokristosentris (semoga anda tidak terjebak pada paham
monokristosentrime).Berbeda dengan paham eksklufis,paham pluralis memakai
pendekatan Allah, dimana Kristus merupakan bagian dari proses penyelamatan yang
dilakukan Allah. Cukup intermesonya, karena saya ingin kembali pada diskusi saya
dengan saudara Soru tentang Hakikat Kristus.
Saudara Soru, ada baiknya anda memeriksa kembali buku-buku dasar logika
anda. Karena saya menemukan kerancuan berpikir anda. Tolong anda baca secara
saksama tulisan saya sebelumnya secara saksama. Biar saya bantu : “’’Bukankah
Allah yang mutlak dan tak terhampiri itu harus menjadi manusia yang terbatas, agar
dapat meresapi segala yang dirasakan manusia. Dengan demikian rencana
penyelamatan menjadi nyata? Dan untuk itu Allah harus menjadi terbatas. Tidakkah
Yesus telah menjadi manusia yang memiliki keterbatasan ruang dan waktu? Dan
11
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
bukankah setelah kebangkitanNya baru Ia menjadi tidak terbatas, dengan demikian
setelah melepaskan kemanusiaanNya baru Ia menjadi mutlak, khan?”
Untuk menolak saya, anda memakai alegori nasi telah menjadi bubur.
Alangkah lemahnya daya nalar anda dalam memahami maksud saya. Jika kurang
jelas, tolong tanyakan. Jangan anda menyimpulkan bahwa seakan-akan itu yang saya
maksudkan. Tolong perhatikan kata kunci kalimat yang panjang itu yakni manusia.
Kesalahan yang sama ini anda lakukan, ketika anda mengomentari statemen Pdt. Dr.
Budyanto tentang Orang Kristen dan sebagai orang Kristen (ingat, keledai saja tidak
akan pernah masuk ke dalam lobang yang sama dua kali). Kalau anda bingung, saya
perjelas secara perlahan. Pada tulisan saya, ada dua substansi yakni Yesus dan
Manusia. Yesus sebagai Allah menurut saya adalah mutlak. Tetapi sebagai manusia,
maka ada unsur lain yakni terbatas. Bingung? Saaayaaa coba perjelas.
Dalam filsafat dikenal istilah Hyle (materi) dan morfe (bentuk). Pandangan ini
dikemukakan oleh Aristoteles, yang kemudian sangat terkenal dengan hilemorfisme.
Hyle atau materi bersifat mutlak. Ia lepas daripada segala bentuk, tidak memiliki
kenyataan/bersifat roh. Materi ini juga dapat disebut substansi. Materi mendapat
wujud dalam morfe atau bentuk atau wujud. Wujud ini dapat berubah. Contoh : kayu
andalah materi. Kayu bisa menjadi patung kalau ia mendapat bentuk, tetapi
unsur/hakikat kayu tidak hilang. Patung dapat berubah jika kemudian ada orang yang
emahatnya menjadi segi empat. Patung telah berubah, namun kayu tetap. Kita sejalan
khan. Kita lanjut pada pokok diskusi kita.
Dalam dogma yang kita anut, kita mengenal istilah Yesus adalah 100% Allah
dan 100% manusia. Sepintas akan kelihatan rancu. Di mana letak kerancuannya?
Pada Allah dan manusia. Kenapa rancu? Karena Allah adalah ilahi dan mutlak
sedangkan manusia terbatas. Kalau begitu apa maksud ungkapan di atas. Artinya
Yesus mutlak sekaligus tidak mutlak. Mengapa Yesus tidak mutlak? Karena ia
manusia. Beres khan. Dengan demikian, apa yang saya katakan benar bahwa Allah
yang menjadi manusia itu terbatas. Anda mungkin bertanya lagi. Lalu di mana 100%
Allah itu. Yach sebagaimana kata Calvin bahwa yang 100% Allah itu
menyembunyikan diri. Kenapa ia menyembunyikan diri? Supaya ia dapat benarbenar menjadi manusia. Mengapa perlu? Karena ini berhubungan dengan dosa dan
wujud solider Allah. Maksudnya? Ini maksudnya, ketika anda berhadapan dengan
cobaan, jangan langsung anda katakan bahwa saya manusia dan Yesus adalah Allah
sehingga wajar kalau kita jatuh dalam dosa sedangka Yesus tidak boleh jatuh dalam
dosa karena ia Allah. Kalau anda beranggapan demikian, maka bagi saya anda
meragukan maksud Allah menjadi manusia sebagai wujud solider (harap anda
perhatikan kata kalau anda, supaya jangan jatuh untuk ketigakalinya dalam lobang
yang sama).
12
Mencurigai Kebenaran – Ch. Daniel S. Manu
Inkarnasi Allah menjadi manusia memiliki tujuan bahwa dengan
menyembunyikan atau bahkan melepas keAllahnnya pada waktu dicobai menjadi
ujian tersendiri bagi Allah untuk mampu mengalahkan dosa. Kasarnya, Allah seakanakan mau mengatakan bahwa: “nih lihat tanpa menjadi Allah Saya dapat menaklukan
cobaan iblis.” Logika sederhana yang dapat dibangun : jika Allah tidak tidak
meninggalkan atau menyembunyikan KeAllahan-Nya, maka buat apa iblis harus
mencobai-Nya, karena tidak mungkin iblis dapat mengalahkan Allah. Alasan ke dua;
dalam masa-masa menjelang kematiannya, Yesus begitu kesusahan, sehingga Ia
harus berdoa memohon pada Bapa agar kalau dapat cawan ini lalu dari pada-Nya.
Dan akhirnya Yesus keluar sebagai pemenang. Dari sisi inkarnasi Allah menjadi
manusia ini membuktikan bahwa Allah yang manusia itu terbatas, tetapi hakikatnya
tetap yakni sebagai Allah. Karena kemanusiaannya, maka Yesus hanya lahir, besar,
berkarya dan mati di seputar Israel.
Contoh nasi menjadi bubur tidak tepat dengan maksud saya. Alasannya, jika
nasi telah menjadi bubur, maka tidak akan pernah bisa menjadi nasi lagi. Tapi dalam
penjelasan saya, Yesus meninggalkan keterbatasannya-Nya, dalam tubuh manusia
menjadi Allah yang tak terbatas setelah kematian. Saya sangat menyetujui contoh
kedua anda, sayang anda melupakan bahwa penambahan unsur yang baru itu dalam
diri Yesus adalah unsur manusia yakni keterbatasan. Dengan demikian apa yang saya
katakan tidak salah. Bukankah ini merupakan kebingungan nalar anda. Saya sudah
katakan dari awal, hilangkan emosi anda. Karena hasilnya, nalar anda menjadi kacau.
Sory pak dosen. Kayaknya anda perlu menjernihkan pikiran anda dengan sedikit
refresing agar lebih tenang. Sampai jumpa di tulisan saya tentang apa itu Eksklusif,
Inklusif,dan Pluralis dan titik pandang Gerejasentris, Kristosentris dan Theosentris
bahkan Etikosentris dengan tokohnya Hans Kung. Sayangnya pekerjaan menuntut
agar saya untuk secepatnya meninggalkan pulau Timor, untuk itu saya janji, bahwa
ketika saya kembali, saya akan membayar hutang janji saya. Kepada bapak Dosen
Alfred Ezra Soru, saya ucapkan terima kasih atas pandangan-pandangan teologi yang
dikemukakan melaui media ini maupun media lain. Paling tidak tulisan anda telah
mewarnai bahkan mendinamikai proses berteologi di NTT. Selain itu, secara jujur
dan penuh rendah hati, saya mohon maaf andaikata perkataan saya dalam tulisan ini
bernada melecehkah anda. Mudah-mudahan di lain kesempatan kita dapat bertemu
secara bersama dan mendiskusikan suatu topik secara santai dan tanpa tendensi
tertentu. Damai sejahtera Allah menyertai kita. ***
Penulis adalah pemuda Jemaat Silo Naikoten I
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/timex-pluralisme06.html
13
Download