TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mineral Mikro ~ G n s i adan l Non-Esensial. Mineral atau disebut juga dengan logarn, terdiri dan logam makro dan logam mikro. Mineral miicro adalah mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil, yaitu dalam satuan miligram atau mikrogram per kilogram berat badan, dan umumnya jumlahnya kurang dari 0,01 % dari massa tubuh (WHO, 1996). Mineral mikro ini berdasarkan sifatnya dibagi menjadi mineral mikro esensial clan non-esensial. Mineral mikro esensial adalah mineral yang peranannya sudah jelas dan sangat dibutuhkan tubuh, oleh karena sifatnya sangat membantu proses fisiologi dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan, di antaranya adalah besi (Fe), zink (Zn), selen (Se) dm tembaga (Cu). Mineral mikro non-esensial adalah mineral yang peranannya &lam makhluk hidup belum diketahui secara jelas, kandungannya dalam jaringan organisme sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan dapat memsak organ-organ tubuh. Mineral kelompok ini di antaranya adalah timbel (Pb), kadmium (Cd), merkurium (Hg), perak (Ag), dan arsenik (As). Mineral mikro, baik yang esensial maupun nonesensial apabila jumlahnya &lam tubuh berlebih akan bersifat toksik (WHO 1996; Solomon, 1993 Misra & Kirby, 2000). Sidat dan Fungsi Biokimia Mineral Mikro Non-Esensial Timbel (Pb) Timbel yang juga disebut timah hitam banyak digunakan pada industri dan paling banyak ntenimbulkan keracunan pada makluk hidup. Sifat dan kegunaannya adalah : mempu~nyaititik lebur yang rendah, sehingga mudah cbgunakan, murah biaya operasinya, mutlah dibentuk karena logam ini lunak, sifat kimianya aktif sehingga digunakan untuk melapisi logam agar tidak mudah berkarat, dan kepxlatannya melebihi logan] lain. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan (Darmono, 1995). Kebutuhan manusia terhadap timbel sangat sedikit sekali dan fungsi biokimianya k l u m jelas, tetapi Pb tetap dibutuhkan untuk pertumbuhan normal. Gejala-gejala defisiensi Pb meliputi hambatan pertumbuhan, anemia dan meningkatnya :serum kolesterol, fosfolipid, gangguan metabolisme Fe, rendahnya kadar glukosa hati, trigliserida, LDL kolesterol. Defisiensi Pb sangat jarang tejadi dan oleh karena siEdtnya yang sangat toksik, maka toksisitas Pb lebih penting daripada defisiensinya. Sumber Pb dari makanan adalah sea food dan bahan makanan yang ,tumbuh di tanah yang mengandung Pb (Forrest & Nielsen, 1999). Merkurium (Erg) Merkuriurn atau raksa merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam suhu lamar (25'~), titik bekunya paling rendah (-39"C), mempunyai kecenderungar~menguap lebih besar, mudah dicampur dengan logam lain menjadi logam campuran (amalgam/alloi), dan mudah mengalirkan arus listrik sehingga baik digunakan untulk konduktor (Darmono, 1995). Merkuriurn ini banyak tertimbun di daerah pertambangan dan lebih banyak digunakan dalaun bentuk logam murni dan organik daripada bentuk anorganik. Manfaat merkurium &lam bidang pertanian adalah untuk membasmi jamur, yaitu dengan sifat racunnya yang merusak jaringan (dalam bentuk merkurium organik) (Darmono, 199:s). Peranan merkurium dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui fungsi esensialnya. Namun mineral ini diperlukan tubuh hanya &lam jumlah sedikit sekali untuk proses pertumbuhan normal (Linder, 1992). Peran negatif dari merkurium terhadap metatmlisme manusia adalah sebagai katalisator enzim lipid peroksidase. Meningkatnya enzim ini pada hati dan ginjal, akan menghambat kej a enzim katalase dan superoksida dismutase yang berperan sebagai pengurai peroksida (H202). Sumber utama merkurium adalah tanah, diet, amalgam dan i ~ a npemangsa (Sar.dstrom er. al., 1998). Kadmium (Cd) Kadmium biasa selalu ada bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan zink clan timah hitam yang selalu ditemukan kadmium dengan kadar 0,2 - 0,4%. Sifat dan kegunaan Cd adalah : sifatnya tahan panas, sehingga sangat baik untuk campuran pembuatan bahan-bahan keramik, enamel dan plastik serta sangat tahan terhadap korosi, sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. Kadmium selalu dihasilkan dalam proses peleburan dan pemurnian logam timah, besi, tembaga rnaupun emas. Pabrik yang melakukan aktivitas seperti ini selalu menimbulkan pencemaran kadmium di udara. Oleh karena daya penguapan Cd maka tanah dan tanaman juga dapat tercemar (Wilkens & Loch 1997). Peranan C:d pada manusia sarnpai saat ini belum diketahui secara jelas dan kebutuhan Cd hanya sebatas untuk pemunbuhan normal. Kadmium bersifat akumulatif terutama di dalam ginjal,. sehingga berpotensi untuk merusak ginjal. Sumber makanan yang mengandung Cd adalah kerang, padi-padian yang tumbuh di tanah yang mengandung Cd dm sayuran hijau (Forrest & Nielsen, 1999). Arsenik (As) Arsenik hiampir selalu ditemukan secara alamiah di daerah pertambangan walaupun jumlrthnya sangat sedikit. Logam ini biasanya berbentuk senyawa kimia, baik dengan l o w lain, oksida maupun sulfur. Arsenik tidak banyak digunakan seperti halnya logam-logam lain karena sangat beracun dan sifatnya yang kurang menguntungkan. Kegunaan arsenik adalah sebagai campuran dalam insektisida, dipakai &lam konduktor listrik walaupun tidak sebagus logam lain, sebagai pemhasmi gulnla dan bahan pengawet kayu, serta dipakai untuk mewamai kertas yang dibuat untuk dinding karena harganya relatif lebih murah. Arsenik biasanya mencemari lingkungan dalam bentuk debu yang beterbangan di udara (pencemaran udara) dan keracunan arsenik pada orang atau hewan disebabkan karena menghisap debu tersebut. Orang yang sering menjadi korban adalah pekeja-pekej a pabrik yang memproduksi 1Fungisida/insektisida/pestisidayang mengandung arsenik (Forrest & Nielsen, 1999). Fungsi metabolisme As belum jelas. Penelitian baru-baru ini menunjukkan As berperan pada proses biokimia yang mempengaruhi metabolisme asam amino metionin yaitu sebagai aktivasi beberapa enzim. Arsenik juga berperan &lam mengatur ekspresi gen (tingkat transkripsi) dm sintesis DNA limfosit (Rojas et. al., 1999). Kebutuhan tubuh terhadap arsenik sebagai unsur esensial masih belum jelas. Keberadaan arsenik dalam tubuh biasanya diikuti dengan adanya kadmium, sehingga toksisitas yang ditimbulkan lebih diperhatikan daripada fungsi biokimianya (Linder, 1992). Sifat dan Fungsi Biokimia Mineral Mikro Esensial Besi (Fe) Mineral besi juga banyak digunakan dalam pabrik sebagai logam multiguna. Dalam sistem makhluk hidup besi merupakan mineral mikro yang penting dan paling banyak jumlahnya. Hampir 90% Fe berikatan dengan protein dan yang terpenting adalah ikatannya dengan haemoglobin (Hb). Haemoglobin mengandung besi 3,4 g/kg. Besi juga terdapat dalam serum protein transferin (Linder, 1992). Fungsi biokimia zat besi dalarn tubuh adalah sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru menuju seluruh jaringan tubuh, sebagai media pengangkut elektron ke dalam sel dan sebagai bagian penting dari enzim yang diperlukan dalam berbagai reaksi di dalarn jaringan (Sandstrom, Frederiksberg, Walter & Basel. 1998). Jumlah zat besi total pada tubuh manusia berbeda antar individu, tergantung berbagai faktor yaitu berat badan, umur, jenis kelamin, kebamilan dan masa pertumbuhan. Pria dewasa memiliki kandungan zat besi sekitar 4 gram dan wanita dewasa sekitar 3 gram. Mineral Fe terutama tersebar pada haemoglobin (73%), fenitin dan hemosiderin (12%) dan mioglobin (14%). Sejumlah kecil zat besi juga terdapat dalam bentuk transfemn (0,2%), katalase dan sitokrom (Linder, 1992). Kandungan besi tubuh terutama diatur oleh jurnlah besi yang diabsorpsi mukosa usus. Penyerapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu simpanan besi di dalam tubuh, jumlah zat besi dan sifat kimia zat besi dari makanan yang dikonsumsi. Tubuh manusia memiliki tiga mekanisme utama untuk menjaga dan memelihara keseimbangan dan mencegah defisiensi besi. Mekanisme tersebut yaitu memanfaatkan kembali zat besi dari proses katabolisme sel darah merah secara berkesimmbungan, mengatur penyerapan besi dari mukosa usus dengan meningkatkan penyerapan pada saat defisiensi besi dan menurunkan penyerapan pada saat kondisi tubuh berlebihan, memunglunkan untuk membuat simpanan protein femtin tertentu yang dapat menyimpan dan melepaskan zat besi untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi, misalnya pada trisemester terakhir kehamilan dan menyediakan "bank account" zat besi &lam tubuh (Forrest & Nielsen, 1999;WHO, 1996). Zink (Zn) Zink dan beberapa bentuk senyawanya digunakan dalam produksi logam campuran seperti perunggu, panci dan kuningan. Zink bersifat anti karat sehingga banyak digunakan untuk melapisi baja dan besi (Darmono, 1995). Di dalam tubuh manusia zink berada di banyak jaringan. Karakteristik zink yaitu berkompetisi dengan ion-ion metal transisi terutama ~e-iFe* dan C U ~ sehingga , dalam penyerapan zink sangat dipengaruhi oleh ion-ion ini. Penyerapan zink banyak memerlukan energi dan ditingkatkan oleh sitrat. Dalam air susu manusia, banyak zink terikat dalam sitrat dan daya gunanya lebih tinggi daripada Zn yang terikat pada protein Secara biokimiawi, zink berperan penting dalam proses stabilisasi struktur molekul membran dan organel sel lainnya. Disamping itu juga berperan dalam proses sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat serta dalam proses transkripsi dan translasi sistem genetik (WHO, 1996). Tembaga (Cu) Mineral tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan mineral lain seperti kadmium (Cd), zink (Zn) dan perak (Ag). Tembaga dalam bentuk garam banyak digunakan dalam bidang pertanian untuk membasmi jamur pada pohon buah-buahan (Darmono, 1995). Kadar Cu dalam tubuh orang dewasa sekitar 50-80 mg, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Fe dan Zn. Apabila tejadi kelebihan tembaga dari yang dibutuhkan oleh tubuh, maka hanya sedikit yang dapat disimpan dalam bentuk ion metal tidak aktif. Kadar Cu paling banyak terdapat pada organ hati (Linder, 1992). Tembaga penting untuk pembentukan haemoglobin. Tembaga juga ditemukan dalarn protein plasma seperti seruloplasmin yang berperan &lam pembebasan Fe dari sel ke plasma. Kekurangan mineral ini &pat mengganggu absorpsi Fe, mobilisasi Fe antar jarinffdn, dan penggunaannya dalam sintesis Hb. Tembaga juga merupakan komponen dari protein darah lainnya, antara lain eritrokuprin yang ditemukan dalam eritrosit, berperan dalam metabolisme oksigen. Mineral ini juga berperan dalam sistem enzim seperti sitokrom oksidase, berperan dalam oksidasi fosforilasi. Di dalam pigmentasi tembaga diperlukan untuk pigmentasi normal pada rambut, bulu dan wool (WHO,1996). Selen (Se) Selen adalah suatu mineral mikro esensial yang mempunyai selang dosis kebutuhan dan keracunan yang tidak luas. Selen banyak disimpan dalam sel darah merah, hati, limpha, jantung, enamel gigi dan kuku. Pengeluaran Se dari tubuh terutama melalui urin. Selen berperan sebagai komponen enzim glutation peroksidase. Selen bersamasama dengan vitamin E berperan sebagai katalase dan superoksida dismutase yang m e ~ p a k a nsalah satu komponen sistem kekebalan tubuh. Glutation berfungsi menyediakan proton H untuk mengkonversi hidrogen peroksida menjadi air dengan bantuan enzim glutation peroksidase Selen berpengamh terhadap metabolisme dan toksisitas berbagai jenis obat-obatan dan zat kimia serta berperan dalam melawan tosisitas perak, kadmim dan merkunurn (WHO, 1996). Komposisi Mineral Mikro Non-Esensial Berdasarkan Ekologinya Sifat-sifat kimia tanah (seperti pH tanah, suhu, materi organik, kelarutan, kandungan besi oksida, aluminium dan nikel) sangat mempengaruhi komposisi kimia yang menyusun tanah. Kelarutan mineral mikro nonesensial yang berbeda menyebabkan konsentrasi mineral mikro non-esensial yang berbeda pada sedimen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chen, Tan dan Tay (1996), tingkat kelarutan diantara logam berat dari yang lebih mudah larut ke yang lebih sukar berturut-turut adalah Mn>ZnXu>Pb>Fe>Al. Penelitian mengenai pengaruh pH dan zat-mt lain terhadap kandungan mineral mikro non-esensial dalam tanah telah dilakukan oleh Filius, Streck dan Richter (1998). Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi Cd meningkat pada kondisi pH tanah 4,l - 6,9. Perbedaan sifat-sifat fisika kimia tanah akan menyebabkan perbedaan kandungan mineral mikro non-esensial dan mineral mikro lain dalam tanaman yang menjadi sumber makanan. Demikian juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Krebs, Gupta, Furrer dan Schulin (1998), mengenai kondisi pH tanah dan kandungan materi organik tanah akan mempengaruhi konsentrasi Cu, Zn dan Cd pa& tanaman buncis. Pada penelitian ini tanaman buncis yang di beri pupuk kandang, konsentrasi Cu, Zn dan Cd menurun dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk pada media dasar lumpur limbah. Hal ini salah satunya disebabkan adanya perbedaan pH pada kedua media yang mempengaruhi keterlarutan C y Zn dan Cd. Keadaan ekologi yang berbeda mempengaruhi kondisi air tanah, oleh karena fungsi tanah sebagai filter terhadap endapan mineral mikro di atmosfir. Mineral mikro non-esensial yang berasal dari pelepasan gas dari tempat penambangan bisa mencapai tanah oleh karena endapan kering atau hujan. Wilkens dan Loch (1997), meneliti mengenai keadaan air tanah di Kempen sebagai fungsi filter terhadap endapan Zn dan Cd di atmosfir. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya materi organik sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi fungsi filter tanah, mengikat Cd dan Zn, sehingga keberadaan mineral ini pada air tanah berkurang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moolenaar, Iwako dan Lexmond (1999), menunjukkan bahwa logam Cd, Cu, Pb dan Zn, mempunyai sifat akumulatif dalam tanah. Pada penelitian tersebut, keberadaan logam ini dalam tanah kebanyakan disebabkan oleh berbagai proses ekonomi, antara lain proses industri, sehingga pengontrolan kimia ini dalam tanah dilakukan untuk melindun~keselamatan biota pacia tanah. Komposisi mineral mikro non-esensial pada tanaman pangan di samping dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika-kimia tanah, juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar. Penelitian yang dilakukan oleh Ysart, et.al. (1999), mencoba menilai keadaan pangan yang terpapar Pb, As, Cu dan Hg oleh karena kondisi pencemaran. Hasil penelitian ini digunakan untuk mengukur risiko kesehatan pada manusia terhadap bahan-bahan kimia (pencemaran) dalam makanan. Jalur Keterpaparan dan Pencemaran Jalur Keterpaparan melalui Air, Udara, Tanah Mineral mikro non-esensial berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik dan anorganik, yang selanjutnya mengalami siklus ke lapisan tanah, kemudian ke makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia), ke dalam air, mengendap akhimya kembali ke kerak bumi. Zat-zat ini mula-mula diambil melalui pertambangan di bawah tanah (kerak bumi), di mana dalam proses pertambangan ini sebagian terbuang ke lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran. Pencemaran oleh pengaruh pertambangan masih lebih besar daripada akibat erosi alamiah (Guimaraes, et. al., 1996). Kandungan rata-rata beban mineral mikro non-esensial secara alamiah di &lam tanah adalah sebagai berikut : As 100 pdg, Pb 10 pdg, Cd 0,06 pdg, dan Hg 0,03 pdg. Kandungan mineral mikro non-esensial dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan mineral mikro non-esensial dalam tanaman, sehingga kandungannya yang kurang atau berlebihan mencerminkan kandungan mineral mikro non-esensial dalam tanah. Hal ini juga dipengaruhi oleh pola hubungannya dengan zat gizi lain, sehingga akan mempenganh penyerapan mineral mikro tersebut dalam tanaman. Kandungan mineral mikro non-esensial &lam tanah sangat dipengaruhi oleh keasaman tanah. Jika terjadi p e n m a n pH (semakin asam), n~akaunsur kation (muatan negatif) dari mineral mikro non-esensial akan hilang karena proses pelarutan sehingga m e n d a n sifat reaktif mineral mikro tersebut (Guimaraes, et. al., 1996). Derajat keasaman tanah adalah faktor utama yang mempengaruhi ketersediaan mineral mikro dalam tanaman. Tanah yang asarn akan menaikkan pembebasan mineral mikro non-esensial &lam tanah karena meningkatnya proses penyerapan mineral mikro tersebut dalam tanah, sehingga menaikkan kandungannya &lam tanaman. Akumulasinya dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungannya dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis mineral dan spesies tanaman. Pada tanah yang asam di sekitar pegunungan, Cu dan Pb berada dalam bentuk asam komplek (Pb organik), sedangkan Zn dan Cd hadir dalam bentuk kation bebas (bentuk anorganik). Mineral mikro non-esensial yang terikat dengan asam komplek dan gararn komplek kurang dapat digunakan oleh akar tanaman daripada ion mineral mikro non-esensial yang bebas (Guimaraes, et. ul., 1996). Dalam kondisi normal, mineral mikro non-esensial &lam air jumlahnya sangat sedikit dan tergantung pa& asal sumber air. Jenis air juga mempengaruhi kandungan mineral mikro non-esensial di dalamnya (air tawar, air laut, air payau). Hal ini dipengaruhi oleh besar kecilnya kontaminan, baik secara erosi maupun pencemaran. Mineral mikro non-esensial di dalam air biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk molekul. Senyawa ini kemudian diserap dan tertimbun dalam tanaman dan hewan a u yang selanjutnya berikatan dengan jaringan membentuk senyawa organik dalam jaringan. Mineral mikro non-esensial ini bersenyawa dengan protein jaringan (metalotionein) dan tertimbun serta berikatan, sehingga dapat menyebabkan toksik (Guimaraes, et. al., 1996). Pencemaran Mineral mikro non-esensial di lingkungan kebanyakan berasal dari pencemaran yang terjadi pada tanah, air dan udara. Pencemaran udara sangat erat kaitannya oleh sifat-sifat mineral mikro itu sendiri, sedangkan pencemaran tanah daratan atau air erat hubungannya dengan penggunaan mineral mikm non-esensial, misalnya pembuangan limbah industri yang menggunakan bahan baku mineral tersebut dan adanya lirnbah pertanian seperti pestisida (Moolenaar, iwako & Lexmond, 1999). Pencemaran air disebabkan oleh karena kontaminasi mineral mikro non- esensial melalui buangan limbah pabrik, erosi udara secara langsung dan tumpahan minyak. Air ini bila diabsorpsi oleh materi organik maupun anorganik akan menyebabkan materi ini tercemar (Darmono, 1995). Pencemaran udara dapat tejadi karena adanya proses-proses industri yang menggunakan suhu tinggi (pertambangan), karena adanya proses alamiah (gunung meletus), proses pembakaran sampah ataupun karena aktivitas kendaraan bermotor serta oleh sifat-sifat mineral mikro non-esensial (As, Pb, Cd, dan Hg) yang mudah menguap. Pencemaran udara ini bersama-sama dengan air ataupun tidak, dapat menyebabkan adanya pencemaran tanah @ m o n o , 1995). Pencemaran tanah mula-mula diawali oleh parhkel mineral mikro nonesensial yang beterbangan di udara kemudian akan terbawa oleh air hujan yang membasahi tanah kemudian menyebabkan pencemaran tanah. Pada umumnya kandungan zat-zat ini secara alamiah &lam tanah sangat rendah, kecuali tanah tersebut merupakan daerah pertambangan atau sudah tercemar (Chlopecka, et. al., 1996). Kontaminasi pada tanah ini apabila digunakan untuk tumbuh tanaman maupun hewan, maka kandungan mineral milcro non-esensial tersebut juga menyusun komposisi kimia tanaman dan hewan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Amonoo-Neiser, Nyamah dan Bakiamoh (1996), menunjukkan adanya pencemaran Hg dan As terhadap tanaman-tanaman dan ikan yang hidup disekitar penambangan, oleh karena tanah, air clan udara sekitar sudah mengandung Hg clan As. Nguyen et al. (1996), melakukan penelitian terhadap penduduk yang tinggal di pantai dibandingkan dengan yang tinggal di dataran tinggi pa& daerah penambangan besi di Vietnam. Hasilnya menunjukkan penduduk pantai yang mengkonsumsi ikan lebih banyak, rambutnya mengandung Hg lebih tinggi (3,030 ppm) dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di dataran tinggi (mengandung Hg 1,050 ppm). Pencemaran terhadap tanah akan menyebabkan pencemaran terhadap tanaman yang tumbuh di atasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Kunti clan Saeni (1997) menunjukkan bahwa sayuran seperti bayam dan kangkung serta air minum yang diambil di Denpasar, Gianyar dan Tabanan sudah tercemar Hg, demikian juga dengan rambut manusia. Hubungan Mineral mikro Non-esensial dengan Mineral mikro Esensial dan Zat Gizi Lain Mempelajari hubungan antara logam esensial dan non-esensial &pat membantu mempelajari mekanisme toksisitas logarn tersebut. Daya keracunan dari suatu logam berat non-esensial dapat meningkat atau menjadi menurun oleh karena hadir atau absennya logam esensial. Kadar Mineral Mikro Kadar Mineral Mikro Esensial dalam Serum Non-Esensial dalam Serum Intake Zat Gizi Fe Pb Protein Zn Cd Kalsium Cu Hg Vitamin C Se As Gambar 1. Hubungan antara mineral mikro dalam serum dan zat gjzi lain (Darmono, 1995;WHO, 1996). Hubungan antara Pb dengan Mineral Mikro Esensial dan Intake Zat Gizi Fe berperan dalam pembentukan Hb dan sebaliknya Pb bersifat toksik terhadap sistem hematopoitik (pembentukan eritrosit). Hubungan antara Pb dan Fe adalah sangat penting, karena defisiensi Fe dapat mempengaruhi kenaikan absorpsi dan metabolisme Pb. Disamping itu, Pb juga mengganggu metabolisme Fe dari unsurunsur yang mengikat Fe. P2da keadaar? defisiensi Fe maka teqadi kenaikan absorpsi Pb yang merupakan kompensasi dari absorpsi Fe yang kurang, sehingga Pb menggantikan Fe. Peran Pb dalam mengganggu metabolisme Fe akan menyebabkan tejadinya anemia (Goyer, 1995). Hubungan antara Pb dan Zn melibatkan proses absorpsi Pb, sintesis Hb dan pengaruh sistem syaraf pusat. Hubungan antara Pb dan Zn terjadi pada proses biokimiawi dalam pembentukan Hb yang dihambat secara total oleh Pb, sehingga mengganggu kerja Zn yang kemudian bisa mengakibatkan anemia (Schrey, el. (11.. 2000). Keadaan anemia akibat gangguan metabolisme Fe oleh Pb bisa menjadi lebih parah jika terjadi defisiensi Cu. Tembaga bersamaan dengan besi sangat dibutuhkan untuk mencegah penganh Pb dalam sistem hamatopoitik (WHO, 1996). Selen lebih berperan dalam menurunkan daya toksisitas Pb daripada menurunkan kadamya dalam serum Tikus yang keracunan Pb dapat diobati dengan pemberian Se. Pemberian Se untuk mencegah keracunan ini hanya terbatas dalam laboratorium saja, karena Se sendiri juga dapat bersifat racun sehingga pemberian untuk pengobatan keracunan Pb tidak dianjurkan (Darmono, 1995;WHO, 1996). Hasil dari berbagai penelitian defisiensi Ca dan vitamin C dapat menaikkan absorpsi Pb. Ekskresi Pb akan menurun apabila terjadi defisiensi Ca maupun vitamin C, sehingga kandungan Pb dalarn tubuh akan tinggi (Schrey, el. al., 2000;WHO, 1996). Hubungan antara Cd dengan Mineral Mikro Esensial dan Intake Zat Gizi Pengamatan terhadap naiknya kejadian gejala anemia pada orang yang bekerja di industri yang mengeluarkan Cd, menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap metabolisme Fe. Dalam penelitian di laboratorium dilaporkan bahwa pemberian Cd dalam pakan dapat menyebabkan penurunan absorpsi Fe dan terjadi gejala anemia, ha1 ini disebabkan oleh menurunnya daya absorpsi Fe dari usus yang rnenyebabkan terjadinya anemia (Darmono,1995). Naiknya absorpsi Cd dalam usus juga disebabkan oleh karena defisiensi Fe. Hubungan antara kedua mineral ini temyata saling berkompetisi pada tingkat sel absorptif, dimana Cd juga saling berebut dengan Fe dalam menduduki posisinya pada tingkat pengikatan protein. Dalam ha1 ini, Cd mempunyai kekuatan untuk bergabung dengan protein (Bodwell & Erdman, 1988). Kadmium dan zink mempunyai kesamaan dalam sifat fisik dan kirnianya. Kedua mineral ini termasuk dalam kelompok I1 dari sistem periodik berkala. Mereka biasanya selalu ditemukan bersamaan dalam tambang maupun hewan. dalam jaringan Hubungan kedua logam tersebut adalah apabila terjadi keracunan dapat dicegah dengan pemberian Zn (Boekhold, 1992 Cd dalam Wilkens & Loch, 1997). Pemberian zink dapat mencegah terjadinya testikuler nekrosis karena keracunan kadmium. Zink juga sangat efektif untuk mencegah pengaruh imunotoksik yang berhubungan dengan pemberian dosis rendah kadmium (toksik kadmium kronis) yang menyebabkan menurunnya jumlah sel kebal T-limposit. Pemberian zink dapat juga mencegah tejadinya kematian embrio, hipoplasia paru-paru dan pelapisan paruparu fetus oleh fospolipida dan fospatilkolin. Dalam ha1 ini, plasenta bertindak sebagai barier pada penyerapan kadmium, sehingga jaringan fetus bebas dari kandungan kadmium. Hal tersebut menunjukkan bahwa zink dapat mencegah tejadinya fetotoksik oleh kadmium (Schrey et. al., 2000). Zink juga dapat mencegah terjadinya kematian karena hepatotoksik oleh kadmium (Goering & Klassen, 1984). Pada pemberian dosis 5 - 15 mg CdKg dapat menurunkan kandungan Cu dalam hati dan limpa serta menurunkan berat badan. Penelitian dengan domba bunting yang diberi 3 - 12 mg Cdlkg dalam pakan dapat menurunkan kandungan Cu dalam tubuh anaknya yang haru lahir, ha1 ini menunjukan bahwa transfer Cu lewat plasenta dihambat oleh Cd. Hubungan antara Cd dan Cu ini tejadi dalam usus, sehingga absorpsi Cu dari usus menjadi berkurang setelah pemberian dosis 17,6 mg CdKg, sedangkan distribusi Cu dalam jaringan tidak terpengaruh oleh Cd (Schrey, et. al., 2000). Selen adalah kofaktor dalam reduksi enzim glutation peroksidase bersama-sama dengan vitamin E yang bertindak sebagai antioksidan dalam sistem biologi. Disamping itu, Se juga bersifat menghambat dengan logam berat yang beracun (Cd, Pb, Hg). Injeksi Se dapat mencegah pengaruh teratogenik, nefrotoksisitas, hepatotoksisitas dan gangguan reproduksi pada keracunan Cd (WHO, 1996). Menurut Fox (1988) di dalam tubuh kadmium berikatan dengan protein sitoplasmik membentuk komplek metallothionin. Semakin tinggi asupan protem, semakm tinggi kesempatan kadrmum untuk berikatan dengan protein, sehingga senyawa ini diabsorpsi oleh usus halus masuk ke aliran darah. Kadmium menghambat absorpsi Ca pada saluran pencemaan. Kadmium merusak sel epitel usus dan reseptor vitamin D, sehingga menurunkan daya absorpsi Ca. pemberian Ca dosis tinggi dapat mencegah absorpsi Cd (Goyer, 1995). Hubungan antara Hg dengan Mineral Mikro Esensial dan Intake Zat Gii Merkurium berhubungan dengan zink oleh karena kesamaannya pada konfigurasi elektron terakhir, sehingga akan saling berkompetisi untuk pengisian spin elektronnya (Fox, 1988). Oleh karena kesamaan sifat ini, akan terjadi mekanisme penghambatan diantara kedua mineral ini. Mineral mikro yang paling erat hubungannya dengan Hg adalah selen (Se). Secara alamiah hadimya Se hampir selalu bersamaan dengan Hg, sehingga kemungkinan Se mempunyai peranan dalam mencegah keracunan Hg (Rojas et ul., 1999). Menurut Fox (1988), asam amino sistein dan kalsium mampu menghambat absorpsi merkurium. Asam amino ini berperan sebagai donor metil untuk merkurium hingga membentuk komplek yang kurang larut dan sulit untuk diabsorpsi masuk ke aliran darah. Sedangkan kalsium akan membentuk komplek dengan merkurium hingga merkurium sulit untuk diabsorpsi. Beberapa antioksidan seperti asam askorbat (vitamin C) juga efektif dalam mencegah keracunan, sehingga pemberian vitamin C pada dosis optimal dapat mencegah kelebihan Hg (Darmono, 1995;WHO, 1996) Hubungan antara As dengan Mineral Mikro Esensial dan Intake Zat Gizi Menurut Forest & Nielsen (1999), arsenik berhubungan dengan zink. Kehilangan arsenik dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsumsi zink. Zink diperlukan untuk sintesis asam amino bersulfur (sistein dan metionin). Asam amino ini bila jumlahnya berlebih akan menghambat arsenik. Arsenik bersifat menghambat selen. Dalam keadaan kurang selen maka absorpsi As akan naik, tetapi apabila Se tinggi, kandungan arsenik akan turun. Pada kasus keracunan arsenik dapat dikurangi dengan menambah asupan sumber Se atau melalui suplementasi Se (Bodwell & John, 1988). Mekanisme hubungan antara selen dengan arsenik belum banyak diketahui. Menurut Fox (1988) keadaan valensi dan Se 3+ yang mempunyai konfigurasi elektron terluar sama akan saling mengisi kelengkapan orbital dari lintasan elektronnya. Dalam keadaan defisiensi kalsium dan vitamin C, akan memacu absorpsi arsenik pada tingkat membran intestinal. Keadaan akan terjadi sebaliknya apabila mt-mt gizi ini ketika berada &lam keadaan cukup atau berlebih (Forrest & Nielsen, 1999). Penciri Biologis (Biomarkers)Mineral Mikro Penciri biologis berkaitan dengan tempat penyimpanan mineral mikro nonesensial atau logam berat pada jaringan tubuh manusia (darah, urin, rambut dan kuku) dan pada jaringan hewan (bulu atau rambut, tulang, daging). Kandungan mineral mikro non-esensial didalam darah, rambut dan urine bisa dijadikan petunjuk adanya kandungan logam ini dalam tubuh manusia (Gibson, 1990;Connell& Miller, 1995). Kadar mineral mikro non-esensial yang menumpuk dalam rambut dan kuku, kadamya biasanya berhubungan dengan kadar logam tersebut dalam darah pada waktu rambut dan kuku terbentuk. Karena itu rambut yang tumbuh dalam laju yang relatif tetap telah digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dimasa lalu (Lu, 1995). Namun untuk kadmium, kadarnya dalam penciri biologis rambut kurang bisa terlihat dengan baik, sehingga metode penentuan status kadmium melalui penciri biologis rambut tidak efektif. Tabel 1 menunjukkan ketepatan pemakaian organ penciri biologis untuk menentukan kadar timbel (Pb), merkurium (Hg), arsenik (As) dan kadmium (Cd) (Saeni, 2000;WHO, 1996). Tabel 1. Bagian jaringan tubuh yang bisa digunakan untuk penciri bilogis (hiomarkers) Jaringan Arsenik X Darah X Rambut XX Urin XX ; lebih sesuai X ; sesuai Sumber : WHO, 1996 Kadmium Timbel XX XX X XX XX Merkurium Anorganik XX Metil Merkuri XX XX - XX Toksisitas dan Risiko Kesehatan Toksisitas Mineral Mikro Non-Esensial Timbel (Pb). Timbel masuk ke tubuh manusia melalui saluran pencemaan dan inhalasi. Setiap individu mempunyai daya tahan yang berbeda. Asupan normal Pb adalah sebesar 15 - 100 pg. Biasanya orang yang keracunan Pb mengkonsumsi sekitar 0,2 - 2,O mg Pblhari. Pada orang dewasa, Pb diserap melalui usus sekitar 5 lo%, tetapi dalam keadaan berpuasa penyerapan bisa lebih efektif, yaitu sekitar 15 20%. Absorpsi ini juga dipengaruhi oleh kompetisi dan interaksi dengan mineral lain, seperti kalsium (Ca) dan zink (Zn), yaitu apabila terjadi defisiensi mineral ini maka absorpsi Pb meningkat sehingga meningkatkan toksisitas. Rata-rata intik Pb per hari sekitar 0,001 mgikg berat badan (Tabel 2), apabila intik mencapai 0,6 mgihari akan menunjukkan gejala negatif. Karena Pb lambat didepositkan dalam tulang, dosis tersebut tidak akan memperlihatkan gejala keracunan pada orang selama hidupnya. Jika intik Pb terlalu besar, sedangkan deposit Pb terlalu lambat, maka akan mengakibatkan kesulitan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan lunak seperti hati dan ginjal. Intik 2,5 mgihari akan memerlukan waktu 4 tahun untuk menjadi toksik, sedangkan 3,5 mgihari akan mengakibatkan kandungan Pb yang toksik dalam beberapa bulan saja (Darmono, 1995). Kerja negatif Pb dalam mempengaruhi organ adalah dengan mengganggu kerja enzim oksidase, sehingga menghambat sistem metabolisme sel, terutama menghambat sintesis haemoglobin dalam sumsum tulang dan akan menyebabkan anemia. Gejala keracunan pada anak-anak lebih peka daripada dewasa karena fungsi ginjal anak-anak yang belum berkembang penuh dibandingkan dengan orang dewasa (Schrey, et. al.. 1999). Gejala keracunan pada anak-anak ini meliputi : nafsu makan berkurang, sakit perut dan muntah-muntah, bergerak terasa kaku (tremor), kelemahan, tidak ingin bermain, peka terhadap rangsangan, sulit bicara, gangguan pertumbuhan otak (ensefalopati) dan koma. Ini terjadi pada kadar 70 pgtdl. Gejala ini akan muncul setelah keracunan hingga waktu 4 - 6 minggu. Gangguan keracunan pada anak-anak ini akan mengakibatkan kelainan tingkah laku ketika dewasa nantinya. Anak ini akan bodoh, kesulitan dalam berfikir serta gangguan mental. Ini terjadi pada kadar racun 40 - 50 pgr/dl (Cohen, 1991). Merkurium (Hg). Merkurium masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi maupun saluran pencemaan. Toksisitas dari merkurium tergantung bentuk kimianya yaitu bentuk murni, anorganik dan organik. Bentuk murni adalah satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam suhu ruang clan mempuqai sifat menguap dan sangat beracun bila terhisap, tetapi tidak beracun bila termakan. Bentuk murni ini diabsorpsi seluruhnya dalam paru-paru apabila terhisap dan mudah sekali didistribusikan ke otak melalui darah yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat. Gejala yang timbul pada keracunan uap Hg ialah pneumonia dan oedema paru, tremor, imsonia, kehilangan nafsu makan (WHO, 1981). Bentuk toksik dari Hg anorganik ini hanya dalam jumlah kecil yang didistribusikan pada otak. Keracunan pada Hg anorganik menunjukkan gejala rasa sakit pada saluran pencemaan dan ginjal yang biasanya intoksikasi melalui makanan. Gejala keracunan akut dan sub-akut adalah stomatis, salivasi, muntah, radang, pendarahan pada usus, anoreksia, urine mengandung glukosa, protein dan darah, serta kegagalan ginjal (Saeni, 2000). Bentuk merkurium organik yang paling toksik dan berbahaya ialah bentuk alkil-merkurium yaitu metil dan etil-merkurium. Keduanya digunakan dalam bidang pertanian untuk mencegah tumbuhnya jamur. Senyawa in1 terikat dalam dinding saluran pencemaan dan dalam sel darah merah. Bentuk ini kemudian didistribusikan dalam sistem syaraf pusat yang menyebabkan kerusakan permanen. Bentuk ini biasanya diakumulasikan dalam hati dan ginjal kemudian diekskresikan melalui cairan empedu. Senyawa ini diekskresikan ke luar tubuh melaui urin dan feses. Gejala toksisitas menunjukkan gangguan saraf yaitu ataksia, kelemahan, hiper estese (peka), kebutaan, koma dan kematian (WHO, 1981). FAOMrHO menentukan batas asupan maksimum metil Hg sebesar 0.002 mgikg berat badan (Tabel 2). Konsentrasi metil merkurium yang menyebabkan kontaminan pada manusia adalah 9 - Bila kadarnya sebesar 0,l 24 ppm, ekuivalen dengan 0,3 mg Hg/70 kg berat badan. - 0,2 mg/m3dalam darah bisa menyebabkan tremor. Kadar 0,05 mg/m3 menunjukkan gejala non-spesififik (Lavender & Cheng, 1980 Saeni, 2000). Kadmium (Cd). Kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencemaan dan saluran pemafasan. Absorpsi Cd melalui saluran pencemaan biasanya relatif kecil, pada manusia sekitar 4 - 6%. Diet yang mengandung rendah protein, Ca dan Fe dapat meningkatkan absorpsi Cd dan meningkatkan daya toksisitasnya. Kadmium yang diabsorpsi diedarkan oleh darah menuju ginjal dan hati, dimana 50 % logam ini disimpan. Ekskresinya melalui urine dan feses, tetapi biasanya sangat sedikit pada manusia. Akumulasi Cd biasanya dipengaruhi oleh umur, artinya sedikit Cd pada waktu lahir akan meningkat pada ginjal pada saat dewasa nanti (Forrest & Nielsen, 1999). Sifat akurnulasi Cd mungkin tidak menunjukkan gejala pada penderita selama bertahun-tahun. Keracunan Cd dalam jangka lama bersifat toksik terhadap beberapa organ yaitu paru-paru, tulang, hati dan ginjal, toksinnya bersifat neurotoksin. Orang yang keracunan Cd melalui debu secara kronis dapat menyebabkan kekurangan indera penciuman dan kembali normal jika toksik dari debu tersebut bisa dihentikan (Darmono, 1995). FA0 kejasama dengan WHO menentukan asupan kadmiurn maksimum yang dapat dltoleransi sebesar 0,01 mgkg berat badan (Tabel 2). Asupan di atas nilai tersebut akan menyebabkan keracunan (WHO, 1996), yang terjadi setelah Cd terakumulasi dalam ginjal sampai dalam jumlah 50 pglg berat basah dan terlihat pada umur 50 tahun. Konsentrasi yang kritis ialah 200 pg/g pada saat terjadi kegagalan ginjal. Gejala yang terlihat adalah glikosuria diikuti dengan diurosis dan arninourea, proteinurea, asiduria dan hiperkalsuria (Lu, 1995). Arsenik (As). Arsenik yang toksik biasanya dalam bentuk arsen trivalent (arsen anorganik) yang berikatan dengan oksigen pada valensi 3 dan 5. Arsenik ini banyak terdapat dalam bentuk bahan pengawet kayu (arsen pentaoksida), pestisida, herbisida. Senyawa ini mengganggu !<erja beberapa enzim rnetabolik dan organ yang terganggu adalah organ saluran pencemaan, hati, ginjal, paru-paru dan jaringan epidermis. Gejala awal keracunan adalah kencing sedikit yang disebabkan oleh turunnya tekanan darah sehingga cairan jaringan kapiler darah berkurang, dan juga urin mengandung protein, sel darah merah dan kristal benda asing (Forrest & Nielsen, 1999). Gejala keracunan akut adalah sakit perut, kelemahan yang sangat, radang saluran pencernaan yang mengakibatkan muntah dan diare, kolaps dan akhimya mati. Gejala kronis dalam analisis laboratorium adalah kandungan As dalam hati dan ginjal sebesar 8 mgikg, sedangkan kandungan normal adalah kurang dari 1 mgikg. Gejala ini ditandai dengan lemah, rasa haus, kulit kering dan mukosa pecah-pecah, serta kelainan jantung (WHO, 1981). Sebagian besar makanan dan minuman di daratan mengandung As kurang dari lpglg berat kering, sedangkan makanan dari laut sebesar 80 pgig berat kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan normal sebesar 12 - 25 pgihari dapat memenuhi kebutuhan As untuk pertumbuhan normal tubuh (WHO, 1996). Berikut ini ditampilkan asupan aman oleh F A 0 dan WHO untuk mineral mikro non-esensial, yang nilainya berdasarkan PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake), seperti pada Tabel 2 (Wojciechowska er. al., 1995). Tabel 2. Batas asupari mineral mikro non-esensial pada manusia Mineral mikro Non-Esensial Arsenik (As) Timbel (Pb) Kadrnium (Cd) Merkurium (Hg) Batas Asupan (mglkg berat badan) 0.002 0.001 0.01 0.002 Sumber : Ysart el a/. (1999). Toksisitas Mineral Mikro Esensial Besi (Fe). Toksisitas besi disebabkan oleh asupan besi yang berlebihan. Tubuh sebenamya sudah mempunyai sistem regulasi terhadap kebutuhan besi. Apabila terjadi peningkatan asupan besi, selanjutnya terjadi peningkatan penyerapan. Namun dengan meningkatnya jumlah simpanan besi tubuh maka jumlah besi yang diserap kemudian akan mengalami penurunan di samping juga akan terjadi peningkatan &lam pembuangan besi tubuh. In1 terjadi pada individu yang sehat, sehingga asupan besi yang tinggi tidak menyebabkan keracunan. Meskipun demikian dalam kondisi kronis, kandungan besi tubuh yang berlebihan dapat menyebabkan kemsakan idiopatik hemokromatosis, yaitu penyakit turunan yang ditandai dengan akumulasi besi yang terus meningkat pada jaringan parenkim. Kandungan besi yang berlebihan ini dapat disebabkan karena asupan zat besi dari makanan atau infus yang berlebihan, injeksi terapi besi dan transfusi darah (Gibson, 1990). Zink (Zn). Konsumsi zink melebihi kebutuhan normal menyebabkan efek toksik. Gejalanya adalah mual, muntah, diare, demam dan timbulnya perasaan lemas. Menurut WHO (1996), berdasarkan dari beberapa hasil penelitian asupan zink 50 mdhari menimbulkan gangguan dalam metabolisme tembaga yaitu menurunnya aktivitas eritrosit superoksida dismutase. Kekurangan konsumsi zink akan mengakibatkan defisiensi zink yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan, perlambatan dalam proses kematangan seksual dan kerangka, dermatitis, diare dan peningkatan dalam kerentanan terhadap infeksi akibat melemahnya sistem kekebalan. 'Tembaga (Cu). Tembaga merupakan mineral yang sangat tidak toksik bagi manusia maupun hewan. Walaupun pemah terjadi keracunan akut tembaga, ha1 ini jarang terjadi. Kelebihan asupan Cu jarang menyebabkan keracunan, tetapi mengakibatkan absorpsi Zn dan Fe terganggu. Kasus keracunan pada manusia biasanya disebabkan karena kontaminasi makanan dan minuman yang dikemas dengan tembaga. Keracunan tembaga ditandai oleh hemolisis dengan kemungkinan rusaknya sel-sel hati dan otak, salivasi, epigastrik, pusing, mual dan diare (WHO, 1996). Selen (Se). Efek keracunan kronis selen pada manusia terutama ditandai dengan kerontokan rambut dan perubahan morfologi kuku. Pada beberapa kasus, ditemukan juga lesi pada kulit dan abnormalitas sistem syaraf Meskipun demikian mekanisme biokimia efek keracunan selen masih belum jelas. Defisiensi dapat menimbulkan penyakit Keshan, yaitu penyakit cardiomyopathy, yang ditemukan di Cina menyerang pada anak-anak dan wanita usia subur. Pada umumnya penyakit akibat defisiensi Se selalu disertai dengan defisiensi vitamin E. Adanya interaksi antara Se dengan iodium di wilayah tertentu menyebabkan timbulnya defisiensi iodium pada manusia (WHO, 1996). Risiko Kesehatan Sifat toksik mineral mikro seperti diutarakan di atas dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia (Tabel 3 dan 4). Risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mineral mikro non-esensial menyebabkan kerusakan berbagai organ. Setiap jenis mineral mikro non-esensial secara spesifik rnempengaruhi jenis organ-organ tertentu. Tabel 3. Efek toksik yang ditimbulkan dari mineral mikro non-esensial I Mineral mikro Nan-Esensial Arsenik (As) . . 1 Risiko Kesehatan ~. yang Ditimhulkan - 1 Timbel (Pb) 1 Kadmium (Cd) * 0 Merkurium (Hg) - Keracunan akut oada saluran oencernaan dan hati vane ditandai denean mual. , muntah, diare, sakit perut parah, hipovolemik, koma akhimya mati Keracunan kronik menyebabkan kanker bronchi, kanker kulit Kerusakan saluran pencemaan bayi dan anak karena belum matangnya sel-sel pencernaan Kerusakan ginjal, lebih peka pada bayi dan anak karena sel ginjal masih immature Gangguan sistem syaraf pusat, lebih sensitif menyerang pada bayi dan anak Gangguan intelegensi Anemia Hipertensi Kanker Kerusakan saluran pencernaan, sangat sensitif pada bayi dan anak-anak karena belum matangnya sel-sel pencemaan sehingga absorpsinya lebih tinggi daripada orang dewasa Kerusakan ginjal yang menyebabkan proteiuria, aminoaciduria, glikosuria, menurunnya absorpsi fosfat Kerusakan pulmonary Gangguan pada jantung Gangguan pembuluh darah otak Gangguan sistem syaraf pusat Kehilangan kalsium sehingga tejadi osteoporosis dan osteomalasia Kanker Kerusakan saluran pencernaan, terutama paling sensitif pada hayi dan anak karena belum matangnya sel-sel pencemaan Efek neurotoksik ditandai : mati rasa dan gatal-gatal disekitar mulut, hidung, ekstrimitas terutama jari-jari dan ujung jari, ataksia, janggahikuk. pada tingkat parah menyebabkan koma dan kematian Pneumonia Gangguan sistem kekebalan tubuh Sumher : WHO (1996);0skarsson, Hallen, Sundberg, Petersson (1998). Tabel 4. Efek toksik yang ditimbulkan &an mineral mikro esensial Mineral Mikro Esensial Besi (Fe) Zink (Zn) Tembaga (Cn) Selen (Se) . . Sumber : WHO (1996). I 1 / t Risiko Kesehatan yang Ditimbulkan - Kemsakan idiopatik hemokromatosis Mual, muntah, diare, demam, lemas Gangguan metabolisme ten~baga Aktivitas eritrosit dismutase turun Rusaknya sel-sel hati dan otak, salvias epigastrik, pusing, mual, diare Kerontokan rambut Perubahan morfologi kuku Gangguan sistem syaraf Lesi (pengelupasan) kulit