I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis seperti negara Tiongkok Selatan, Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur, dan India Timur Laut. Penyebaran tanaman teh banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara pada 30o garis lintang utara maupun selatan katulistiwa (Hanum, 2008). Tanaman ini banyak tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera (Setyamidjaja, 1988). Tanaman teh merupakan tanaman perkebunan penting di Indonesia. Teh menjadi komoditas penghasil devisa negara. Tujuh puluh persen produksi teh Indonesia ditujukan untuk pasar luar negeri (Spillane, 1992). Peningkatan produktivitas tanaman diperlukan untuk menghadapi pasar ekspor yang makin ketat dalam persaingan mutu dan teknologi dari negara produsen teh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui efisiensi usaha perkebunan. Peningkatan produktivitas tanaman dilakukan melalui perbaikan teknologi bercocok tanam secara berkelanjutan antara lain dengan pemupukan (Wachjar dkk., 2006). Pertanian modern sangat bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida untuk meningkatkan hasil panen. Penggunaan bahanbahan kimia yang berlebihan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Kesadaran akan lingkungan yang sehat dan perkembangan di bidang bioteknologi telah mendorong perkembangan produk-produk alternatif yang ramah lingkungan termasuk produk pupuk hayati mikroorganisme penghasil senyawa pemacu pertumbuhan tanaman (fitohormon) (Karyadi, 2007). Salah satu senyawa pemacu pertumbuhan tanaman teh adalah tersedianya Indol Asam Asetat (IAA). Fitohormon IAA merupakan salah satu jenis auksin yang banyak diproduksi secara alami oleh tanaman. Hormon ini merupakan hormon yang paling berpengaruh terhadap regulasi pertumbuhan tanaman, antara lain pemanjangan akar, jaringan vaskuler, dominasi apikal dan tropisme. Pengaruh IAA pada jaringan akar tanaman sangat tergantung pada konsetrasi IAA yang tersedia dan jenis tanaman (Guiterrez dkk., 2009). 1 Beberapa studi menyebutkan bahwa hormon IAA dihasilkan oleh tanaman dan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme penghasil IAA mampu bersimbiosis dengan tanaman, seperti Agrobacterium, Rhizobium (Kobayashi dkk., 1995). Selain itu terdapat pula mikroorganisme penghasil IAA nonsimbiotik seperti Bacillus sp. (Acuna dkk., 2011), Erwinia herbicola (Barndl dkk., 2001), dan Pseudomonas putida (Patten dkk., 2002). Mikroogansime tersebut banyak terdapat di bagian rhizosfer tanaman. Rhizosfer adalah lapisan tanah yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar. Ketebalan lapisan rhizosfer berbeda pada setiap tanaman. Jumlah mikrobia di daerah perakaran lebih banyak dibanding tanah di luar rhizosfer, karena di daerah perakaran terdapat nutrisi seperti asam amino dan vitamin yang disekresikan oleh jaringan akar (Soemarmo, 2010). Penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi bakteri rhizosfer pertanaman teh yang mempunyai kemampuan menghasilkan IAA. Isolat selanjutnya diuji dalam berbagai kondisi pH dan suhu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penghasilan IAA. Isolat yang mempunyai kemampuan tertinggi dalam menghasilkan IAA kemudian diidentifikasi. 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mendapatkan isolat bakteri penghasil IAA dari habitat rhizosfer pertanaman teh. b. Menyeleksi isolat-isolat berdasarkan dalam kemampuan menghasilkan IAA. c. Mengetahui pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas produksi IAA. d. Melakukan identifikasi bakteri penghasil IAA terpilih. 3. Kegunaan Penelitian Rhizobakteri penghasil IAA yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam pengembangan pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas tanaman. 2