BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut teori Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan dasar yang paling penting meliputi : kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan rasa berharga dan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Perry & Potter, 2006). Kebutuhan istirahat dan tidur telah dirumuskan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia oleh Virginia Henderson (Potter dan Perry, 1997). Penelitian Clares et all (2012) terhadap kebutuhan istirahat dan tidur lansia berdasarkan kerangka teoritis Virginia Henderson di Unit Perawatan Kesehatan Primer Fortaleza, Brasil melaporkan bahwa variabel usia, morbiditas, merokok, dan nyeri ketika bergerak secara statistik berkaitan dengan masalah yang mengganggu dalam kepuasan kebutuhan tidur atau istirahat. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan fisiologis, tidur juga hal yang universal karena semua individu dimanapun ia berada membutuhkan tidur (Kozier, 2000). Seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang 1 lain. Kebutuhan fisiologis tersebut diantaranya adalah istirahat dan tidur (Mubarak & Chayatin, 2008). Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan (Guyton & Hall, 1997). Penelitian Nazzlin et all (2008) yang dilakukan di klinik anak Rumah Sakit Universitas Sains Malaysia menunjukkan bahwa anak yang dirawat mengalami masalah gangguan tidur yang tinggi sehingga perlu adanya perhatian lebih pada masalah tidur anak. Jurnal essay Solyom & Baghiu (2013) yang merangkum berbagai literatur terbaru tentang gangguan tidur pada anak menyatakan bahwa gangguan tidur jangka pendek dan jangka panjang yang dialami pada masa kanak-kanak dapat mengurangi fungsi kognitif, menyebabkan gangguan perilaku, obesitas atau pertumbuhan tidak cukup, risiko kardiovaskular meningkat dan perkembangan diabetes mellitus. Semua konsekuensi ini mungkin menyoroti fakta bahwa frekuensi kelainan tidur ini, merupakan faktor risiko yang berkontribusi terhadap munculnya kondisi ini dan mungkin pilihan untuk pencegahan pengobatan harus dievaluasi. Penelitian Hansen et all (2010) di Pusat Kesehatan Mental 2 Anak dan Remaja, Norway melaporkan bahwa anak dengan gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (ADHD) memiliki gangguan tidur yang lebih tinggi dari anak yang bukan ADHD terutama jika anak mengalami kecemasan. Chervin et all (2001) dengan penelitian epidemiologi berbasis sekolah menunjukkan bahwa gangguan tidur sering dijumpai pada anak. Kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur terjadi pada sekitar 10% hingga 20% anak berusia 8-9 tahun, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan terjadi pada sekitar 1%-3% anak usia sekolah, dan mengantuk yang berlebihan di siang hari tampaknya menyebabkan masalah nyata pada sekitar 10% anak. Kemampuan akademik pada berbagai tingkatan usia juga dapat dipengaruhi oleh gangguan tidur yang tidak terdeteksi. Meskipun dampak gangguan tidur yang tidak disadari ini telah semakin jelas, namun masih sedikit penelitian yang telah dilaporkan (Tanjung & Sekartini, 2004). Penelitian Awikunprasert et all (2013) di Thailand melaporkan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku tidur anak untuk menunda waktu tidur. Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa anak sangat mudah terbangun karena pengaruh lingkungan. Penelitian Hinds et all (2007) di Rumah Sakit Penelitian St.Jude Children dan Pusat kanker anak, Texas menunjukkan bahwa pasien anak dengan kanker yang dirawat untuk menerima kemoterapi mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun dan gangguan tidur dari lingkungan. Penelitian Verberne et all (2012) di Netherlands melaporkan bahwa anak yang dirawat karena tumor 3 otak memiliki peningkatan mengantuk pada tahun-tahun pertama setelah pengobatan yang berhubungan dengan peningkatan kelelahan dan masalah psikologis. Hasil penelitian Simola et all (2010) di Klinik Pengobatan untuk Anak dan Remaja, Finlandia juga mengemukakan bahwa masalah tidur sering terjadi pada anak usia 3-6 tahun dan masalah tidur sangat berkaitan dengan kelelahan yang mudah dirasakan anak pada pagi dan siang hari sehingga perlu lebih diperhatikan tidak hanya pada banyaknya tidur anak tetapi juga kualitas tidur karena semua masalah tidur harus dianggap sebagai penyebab timbulnya kelelahan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Li et all (2013) pada anak usia sekolah di Cina melaporkan bahwa kurangnya tidur dan kantuk di siang hari sering ada dan positif berhubungan dengan penurunan kinerja sekolah terutama prestasi akademik. Penelitian serupa juga dilakukan Jain et all (2013) pada mahasiswi fakultas farmasi di universitas Banasthali, India mengungkapkan bahwa masalah tidur secara signifikan dapat mengganggu kinerja akademik siswa pada siang hari dan kegiatan lainnya di malam hari dan juga dapat memiliki dampak negatif pada kinerja mereka secara keseluruhan. Reaksi nyeri sangat erat hubungannya dengan terganggunya pemenuhan kebutuhan istirahat khususnya pada anak (Potter & Perry, 2005), Respon anak dengan orang dewasa dalam menerima tindakan invasif berbeda. Pada anak tindakan invasif dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman, ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan. Ancaman ini disebabkan karena menerima 4 pengobatan yang membuat bertambah sakit atau nyeri. Tindakan pemasangan infus yang membuat anak merasakan kecemasan, ketakutan dan ketidaknyamanan merupakan stresor bagi gangguan pemenuhan istirahat tidur (Warda, 2012). Berdasarkan rekam medik, hasil pengkajian perawat Ruang Kenanga RSP dr.Ario Wirawan Salatiga pada bulan Juli 2013 mengenai kebutuhan tidur anak ditemukan bahwa dari 36 anak yang dirawat inap dalam rentang waktu tersebut terdapat 27 anak yang mengalami gangguan tidur. Pola tidur 27 anak tersebut berubah setelah dirawat inap dirumah sakit. Sedangkan 9 anak lainnya memiliki pola tidur yang sama dengan pola tidur yang biasanya dilakukan di rumah sebelum dirawat dirumah sakit. Teori Maslow dan Henderson diatas menunjukkan bahwa tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting dan harus terpenuhi dalam keadaan sehat maupun sakit. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak faktor yang menjadi penyebab kebutuhan tidur anak menjadi terganggu diantaranya lingkungan, penyakit serta tindakan medis yang dilakukan di rumah sakit. Namun masih sedikit yang meneliti tentang gangguan tidur karena rasa ketidaknyamanan anak pada tindakan invasif yang dilakukan dirumah sakit dalam hal ini tindakan pemasangan infus. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pemenuhan kebutuhan tidur anak yang terpasang infus. Orang tua dan perawat harus mampu menciptakan rasa kenyamanan pada anak saat 5 dirawat dirumah sakit sehingga kebutuhan dasar manusia dalam hal ini kebutuhan tidur tetap terpenuhi. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan rekam medik, hasil pengkajian perawat Ruang Kenanga RSP dr.Ario Wirawan Salatiga pada bulan Juli 2013 mengenai kebutuhan tidur anak ditemukan bahwa dari 36 anak yang dirawat inap dalam rentang waktu tersebut terdapat 27 anak yang mengalami gangguan tidur. Pola tidur 27 anak tersebut berubah setelah dirawat inap dirumah sakit. Sedangkan 9 anak lainnya memiliki pola tidur yang sama dengan pola tidur yang biasanya dilakukan di rumah sebelum dirawat dirumah sakit. 1.3. Batasan masalah Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada gambaran pemenuhan kebutuhan tidur pada anak usia balita yang terpasang infus. 1.4. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan tidur pada anak usia balita yang terpasang infus di RS Paru dr.Ario Wirawan Salatiga. 6 1.5. Manfaat penelitian: 1.5.1. Bagi Perawat Sebagai bahan informasi bagi perawat tentang pentingnya memperhatikan pemenuhan kebutuhan tidur pada balita yang dirawat dengan pemasangan infus. 1.5.2. Bagi Orang Tua Anak Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua pasien, yaitu orang tua dapat mengetahui tentang pemenuhan kebutuhan tidur anak usia balita yang baik dan benar. 1.5.3. Bagi peneliti Peneliti dapat mengetahui lebih dalam tentang pemenuhan kebutuhan tidur anak usia balita serta menambah kepustakaan tentang kajian pemenuhan kebutuhan tidur balita yang terpasang infus. 7