3 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Proses Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan sesuatu, sedangkan proses adalah suatu metode atau cara yang dilakukan. Menurut Assauri (2008:105) proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. 2.1.1 Jenis-jenis Proses Produksi Menurut Assauri (2008: 184) proses produksi dapat dibedakan atas : 1. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent process) Perencanaan produksi dalam perusahaan pabrik yang mempunyai proses produksi yang terputus-putus, dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (order) yang diterima. Oleh karena kegiatan produksi yang dilakukan berdasarkan pesanan (order), maka jumlah produknya biasanya sedikit atau relatif kecil, sehingga perencanaan produksi yang dibuat semata-mata tidak berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting), tetapi terutama didasarkan atas pesanan yang masuk. Perencanaan produksi dibuat untuk menentukan kegiatan produksi yang perlu dilakukan bagi pengerjaan setiap pesanan yang masuk. Ramalan penjualan ini membantu untuk dapat memperkirakan order yang akan diterima, sehingga dapat diperkirakan dan ditentukan bagaimana mesin dan peralatan yang ada agar mendekati optimum pada masa yang akan datang, dan tindakan-tindakan apa yang perlu diambil untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang mungkin terdapat. Perencanaan produksi yang disusun haruslah fleksibel, supaya peralatan produksi dapat dipergunakan secara optimal. 2. Proses produksi yang terus-menerus (continuous process) Perencanaan produksi pada perusahaan yang mempunyai proses produksi yang terus menerus, dilakukan berdasarkan ramalan penjualan. Hal ini karena kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan akan tetapi untuk memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan telah mempunyai rancangan selama jangka waktu tertentu. 2.2 Pengertian Peramalan (Forecasting) Menurut Arman Hakim(2003:25) peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Sedangkan menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006:136) Peramalan (forecasting) adalah seni atau ilmu untuk memperkirakan kejadian dimasa depan. Menurut Render (2012, p.178) ada langkah-langkah untuk melakukan peramalan, diantaranya adalah: 1. Menentukan kegunaan peramalan atau tujuan dari peramalan. 2. Menentukan barang yang akan diramalkan. 3. Menentukan rentang waktu peramalan. 4. Memilih metode peramalan yang akan digunakan. 5. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk peramalan. 6. Validasi model peramalan. 4 7. Melakukan peramalan. 8. Implementasi hasil dari peramalan. Rentang waktu untuk melakukan peramalan dibagi menjadi 3 jenis yaitu jangka waktu pendek, jangka waktu sedang dan jangka waktu panjang. Jangka waktu pendek adalah peramalan untuk 1 sampai 30 hari, jangka waktu sedang adalah dari 1 bulan hingga 1 tahun sedangkan untuk jangka waktu panjang adalah peramalan yang dilakukan untuk lebih dari 1 tahun (Render, 2012, p.178). 2.2.1 Jenis-jenis Metode Peramalan (Forecasting) Terdapat 2 jenis metode penelitian menurut Heizer dan Render yang diterjemahkan oleh Sungkono,C. (2009:168), yaitu: 1. Metode kualitatif yang dibagi menjadi 4 teknik peramalan yaitu: Jury of executive opinion Delphi Method Sales Force Composite Consumer Market Survey 2. Metode kuantitatif yang dibagi menjadi 2 teknik peramalan yaitu: Time Series Model Causal Model 2.2.1.1 Model Peramalan Time Series Model peramalan time series adalah teknik statistikal yang menggunakan data historikal dalam suatu periode waktu. Asumsi dari model ini adalah bahwa kejadian di masa lampau mempengaruhi kejadian di masa depan. Model ini merupakan model peramalan yang terpopuler yang paling sering digunakan (Russel & Taylor III, 2011, p. 341). 2.2.1.2 Metode Moving Average Metode Moving Average merupakan metode peramalan yang menggunakan rata-rata permintaan dalam urutan periode waktu yang tetap. Kelebihan dari Moving Average adalah sifatnya stabil dan cocok untuk permintaan yang sifatnya stabil. Semakin panjang rentang waktu rata-rata maka hasilnya akan semakin stabil dan halus (Russel & Taylor III, 2011, p. 343). Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode Moving Average (Render, 2012, p.185): Keterangan: = Peramalan untuk bulan berikutnya = Permintaan aktual periode t = jumlah periode 2.2.1.3 Metode Weighted Moving Average Metode Weighted Moving Average mirip dengan metode Moving Average. Perbedaan kedua metode ini adalah setiap data yang terdekat diberikan bobot yang terbesar dengan asumsi data dari waktu yang terdekat memberikan kontribusi atau pengaruh yang lebih besar (Russel & Taylor III, 2011, p. 345). Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode Weighted Moving Average (Render, 2012, p.185): 5 Keterangan: = Peramalan untuk bulan berikutnya 2.2.1.4 Metode Exponential Smoothing Metode Exponential Smoothing juga merupakan metode peramalan yang menghitung rata-rata dari data, data terbaru akan diberikan bobot lebih besar. Digunakan konstanta yang disebut smoothing constant yang merupakan faktor yang memberikan beban pada peramalan metode Smoothing Constant (Russel & Taylor III, 2011, p. 347). Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode Exponential Smoothing (Render, 2012, p.188): Keterangan: = Peramalan untuk bulan berikutnya = Permintaan aktual periode t = Peramalan untuk periode t = smoothing constant 2.2.2 Perhitungan Akurasi Peramalan Tidak ada metode peramalan yang akurasinya tepat dan sempurna, metode yang tepat untuk suatu data belum tentu tepat untuk pola data yang lain. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan akurasi peramalan. Beberapa kriteria dari ketepatan ramalan yang sering digunakan untuk menghitung akurasi dari metode peramalan model time series diantaranya adalah Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Square of Error (MSE), dan Mean Absolute Percentage of Error (MAPE) (Baroto, 2002, p.31). 2.2.2.1 Mean Absolute Deviation (MAD) Mean Absolute Deviation atau MAD adalah pengukuran untuk ketidaktepatan peramalan yang termudah dan yang paling sering digunakan. MAD adalah rata-rata antara peramalan dengan permintaan aktual. Semakin kecil nilai MAD maka semakin tinggi akurasi dari peramalan (Russel & Taylor III, 2011, p. 357). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut (Render, 2012, p.182): Keterangan: MAD forecast error n = Mean Absolute Deviation = selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual = jumlah kesalahan peramalan 2.2.2.2 Mean Square of Error (MSE) Mean Square of Error atau MSE adalah pengukuran untuk ketidaktepatan peramalan yang menghitung pangkat dari kesalahan peramalan (Russel & Taylor III, 2011, p. 361). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut (Render, 2012, p.183): 6 Keterangan: MSE forecast error n = Mean Square of Error = selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual = jumlah kesalahan peramalan 2.2.2.3 Mean Absolute Percentage of Error (MAPE) Mean Absolute Percentage of Error atau MAPE adalah pengukuran untuk ketidaktepatan peramalan yang menghitung persentase kesalahan dari peramalan, lebih mudah dipahami karena dalam bentuk persentase (Baroto, 2002, p.49). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MAPE adalah sebagai berikut (Render, 2012, p.183): Keterangan: MAPE forecast error actual n 2.3 = Mean Absolute Percentage of Error = selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual = permintaan aktual = jumlah kesalahan peramalan Pengertian Persediaan (Inventory) Menurut Freddy Rangkuty (2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Pengendalian dan pemeliharaan persediaan merupakan permasalahan umum bagi organisasi dalam berbagai sektor ekonomi dan industri. Persediaan atau inventory adalah bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Baroto, 2002, p.52). Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan, sehingga terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan yaitu (Yamit, 2005, pp.5-6): 1. Faktor waktu, menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time). 2. Faktor ketidakpastian waktu, berasal dari supplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. 3. Faktor ketidakpastian pengguna, berasal dari dalam perusahaan yang disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. 4. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. 7 2.3.1 Fungsi Persediaan Fungsi persediaan menurut Freddy Rangkuti (2004:15) adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Batch Stock (Lot Size Inventory) Merupakan upaya penyimpanan persediaan pada suatu perusahaan dalam jumlah besar karena pertimbangan potongan harga pada pembelian dalam kuantitas besar dan adanya efisiensi produksi pada penghematan biaya angkutan. 2. Fungsi Decoupling Fungsi untuk menyiapkan persediaan pengelompokan operasional secara terpisah. 3. Fungsi Antisipasi Fungi untuk alternatif jika mengalami keterlambatan restock bahan material dari pemasok agar menjaga proses produksi tetap berjalan lancar tidak terhambat oleh persediaan material yang terlambat. 2.3.2 Reorder Point atau Titik Pemesanan Berkaitan dengan kapan persediaan harus diisi, kita memerlukan pertimbangan keputusan untuk memperhitungkan lamanya waktu tunggu ataupun jangka waktu pengiriman. Waktu kapan memesan persediaan biasanya diekspresikan sebagai istilah ROP atau Reorder Point yang menunjukkan pada tingkat persediaan manakah pemesanan harus dilakukan (Render, 2012, p.205). Persamaan mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu (d) dan lead time (L) itu sendiri bersifat konstan. Adapun persamaan untuk menghitung ROP dan mendapatkan nilai dari permintaan selama waktu tunggu adalah: ROP = d x L Keterangan: ROP = Reorder Point d = demand atau permintaan per hari L = lead time atau waktu tunggu pemesanan (dalam hari) D = Permintaan dalam satu tahun atau satu periode Teori persediaan khususnya model Reorder Point memberikan kontribusi sebagai dasar untuk studi kasus yang diangkat pada PT. Diva Mitra Bogatama. Reorder Point membantu memberikan gambaran dalam menentukan kapan pihak perusahaan perlu melakukan pemesanan sebelum barang tersebut habis. 2.3.3 Safety Stock atau Persediaan Pengaman Untuk menghindari kehabisan persediaan yang dapat terjadi akibat permintaan yang tidak konstan, diberikan rekomendasi berupa persediaan dalam jumlah tertentu yang disebut dengan safety stock (SS). Titik pemesanan kembali ditentukan menggunakan persamaan dengan safety stock sebagai berikut (Baroto, 2002, pp. 77-78): ROP = d x L + SS Dimana, Keterangan: SS = jumlah safety stock 8 z = nilai dari tabel kurva normal berdasarkan tingkat pelayanan = standar deviasi permintaan Tabel 2.1 Nilai Z berdasarkan Tingkat Pelayanan Tingkat Pelayanan (%) Nilai Z 90 1.28 91 1.34 92 1.41 93 1.48 94 1.55 95 1.65 96 1.75 97 1.88 98 2.05 99 2.33 99,99 3.72 Sumber: (Render, 2012, p.245) 2.4 Pengertian Sistem Informasi Menurut Jogiyanto (2005,2) Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan informasi dapat diartikan sebagai data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.(Jogiyanto,2005;8). Menurut O’Brien(2003:8) sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan dengan menerima input dan menghasilkan output melalui proses tertentu. Mengacu pada definisi dari Robert A.Leitch yang diterjemahkan (Jogiyanto,2005:11) “Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian sistem informasi adalah kumpulan beberapa komponen atau elemen yang saling terkait didalam suatu organisasi dimana dari setiap yang terkait tersebut mendukung kegiatan operasional manajerial dari suatu organisasi. Aktifitas dasar dari Sistem Informasi menurut Laudon (2010, p46) adalah sebagai berikut: 1. Input Proses yang melibatkan pengumpulan data-data mentah dari dalam organisasi atau dari lingkungan eksternal untuk pengolahan dalam suatu sistem informasi. 2. Process Aktivitas ini merupakan proses mengkonversi input mentah ke bentuk yang lebih bermakna. 3. Output Memberikan hasil dari data-data mentah yang telah di proses menjadi informasi kepada orang atau aktivitas yang akan digunakan. 4. Feedback Output yang telah diterima dikembalikan kepada organisasi untuk kemudian dievaluasi atau melakukan perbaikan pada tahap Input. 9 2.5 Perbedaan Sistem Informasi Dengan Teknologi Informasi Menurut Laudon (2010:50) teknologi informasi adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengatasi perubahan yang terjadi. Dalam hal ini perubahan merupakan perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan ke dalam komputer. Sedangkan menurut Rahardjo (2002:74) teknologi informasi adalah informasi yang diolah dengan menggunakan teknologi tersebut. Dalam hal ini, teknologi sudah memiliki nilai jual. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi informasi merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengolah informasi untuk mengatasi perubahan dengan menggunakan teknologi (perangkat keras dan perangkat lunak) untuk dilakukan penyimpanan ke dalam komputer sehingga memiliki nilai jual. Sehingga perbedaannya dengan sistem informasi yaitu teknologi informasi menekankan dalam perancangan dan pengembangan informasi dengan menggunakan teknologi sedangkan sistem informasi merupakan kemampuan dalam merancang dan menerapkan sistem informasi sehingga dapat diintegrasikan kedalam proses bisnis sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hubungan teknik industri dengan sistem informasi yaitu teknik industri gunakan untuk mengelola dan memelihara sumber daya yang terdiri dari manusia, mesin, material, energi dan sistem informasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien 2.6 Jenis-Jenis Sistem Informasi Pada umumnya sistem informasi dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu : 1. Sistem Informasi Manajemen (Management Information Systems) Sistem informasi manajemen menurut Barry E.Cushing yang diterjemahkan oleh (Jogiyanto,2005,14) adalah kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian. Sedangkan menurut Frederick H. Wu sistem informasi manajemen adalah kumpulan-kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan informasi untuk mendukung manajemen (Jogiyanto,2005,14) Dari beberapa definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa sistem informasi manajemen merupakan kumpulan dari sumber-sumber didalam suatu organisasi yang di olah untuk menyediakan informasi yang mendukung manajemen pada semua tingkatan. 2. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems) Menurut Raymond McLeod, Jr. (2007) sistem pendukung keputusan merupakan sebuah sistem yang menyajikan kemampuan untuk penyelesaian permasalahan yang bersifat semi terstruktur. Sistem pendukung keputusan ini membantu pengambilan keputusan manajemen dengan menggabungkan data, model-model dan alat-alat analisis serta perangkat lunak ke dalam suatu sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan ini dapat digunakan untuk tambahan informasi ataupun saran kedua namun tidak untuk menggantikan keputusan manajemen dalam pengambilan keputusannya. 10 3. Sistem Informasi Eksekutif (Executive Information Systems) Menurut O’Brien (2003:7) sistem informasi eksekutif adalah sistem informasi yang menyediakan informasi strategis yang sesuai dengan kebutuhan pihak eksekutif dan para pengambil keputusan lainnya. 4. Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Process Systems) Sistem pemrosesan transaksi (Transaction Processing Systems) adalah sistem informasi yang digunakan untuk menghimpun, menyimpan dan memproses data transaksi dalam jumlah besar pada suatu level organisasi. 2.7 Perancangan Sistem Informasi Dalam melakukan perancangan dan perencanaan suatu sistem informasi dibutuhkan persiapan yang matang. Perancangan sistem informasi dilakukan setelah tahapan analisis sistem dilakukan, maka analisis sistem telah mendapat informasi dengan jelas apa yang harus dikerjakan dan memikirkan bagaimana bentuk suatu sistem tersebut. Menurut George M.Scott (2001, p534) “Perancangan sistem informasi adalah menentukan bagaimana mencapai sasaran yang ditetapkan yang melibatkan pembentukan (configuring) perangkat lunak dan komponen perangkat keras sistem dimana setelah pemasangan sistem akan memenuhi spesifikasi yang dibuat pada akhir fase analisis sistem”. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perancangan sistem informasi merupakan perencanaan yang menjelaskan deskripsi dari pembentukan sistem yang dibutuhkan baik dari segi arsitektur aplikasi (software) maupun dari segi arsitektur teknologi (hardware). Pada proses perancangan sistem informasi digunakan pendekatan yang disebut System Development Life Cycle (SDLC) (Satzinger, 2010, p38). 2.8 System Development Life Cycle (SDLC) Pengertian System Development Life Cycle menurut Satzinger (2010, p39) adalah proses membangun, merancang, menggunakan dan mengembangkan sistem informasi. Sedangkan menurut O’Brien (2003, p383) definisi System Development Life Cycle adalah aplikasi penerapan dari penemuan permasalahan (problem solving) yang didapat dari pendekatan sistem (system approach) menjadi pengembangan dari solusi sistem informasi terhadap masalah bisnis. Jadi dapat diambil kesimpulan metode SDLC merupakan tahapan-tahapan pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh analisis sistem untuk membangun sebuah sistem informasi. Menurut Jogiyanto (2005:209-210) Secara garis besar metode SDLC dibagi dalam 5 fase yaitu : 1. Fase Planning Pada fase ini dilakukan perencanaan, pengaturan dan penjadwalan dalam membangun sebuah system, sehingga didapatkan perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk menentukan dan mendefinisikan sistem informasi apa yang akan dirancang sehingga dapat memberikan keuntungan dan nilai bagi proses bisnis. 2. Fase Analisis Pada fase ini dilakukan pendekatan secara menyeluruh mengenai permasalahan dan kebutuhan pada proses bisnis, dengan mendefinisikan penggunaan dari suatu sistem untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan yang terjadi serta kebutuhan-kebutuhan yang 11 diharapkan, sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikan. Langkah-langkah dalam melakukan analisis sistem diantaranya yaitu : a. Mengidentifikasi masalah b. Menganalisa kebutuhan pengguna c. Solusi-solusi apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dan dapat aplikasikan ke dalam perancangan atau modifikasi sistem. 3. Fase Design Pada fase ini dilakukan pembangunan sistem yang dilakukan dengan menerjemahkan kebutuhan dari fase analisis kedalam suatu struktur program dan algoritma. Tahap ini merupakan konfigurasi dari komponen-komponen perangkat keras dan perangkat lunak sehingga saat akan di implementasi sistem akan benar-benar dapat memenuhi kebutuhan dari permasalahan proses bisnis. 4. Fase Implementasi Fase ini merupakan proses menerapkan sistem ke dalam bentuk secara nyata sehingga dapat dioperasikan dan digunakan pada permasalahan proses bisnis yang berjalan. Tahapan dalam fase implementasi diataranya yaitu : a. Membangun dan menguji database b. Membangun dan menguji sistem c. Implementasi dan pengujian sistem baru 5. Fase Support Pada fase ini dilakukan proses pemeliharaan sistem yang telah diimplementasikan dan juga melakukan perbaikan jika sistem tersebut memerlukan suatu penambahan. Fase ini penting untuk dilakukan karena ada kemungkinan suatu sistem menyisakan kesalahan-kesalahan yang tidak terdeteksi pada saat pengujian sistem. 2.9 Object Oriented Analysis And Design (OOAD) Konsep analisis dan design berbasis objek menurut Michael Heaney (1995:135) yaitu konsep pemodelan yang berorientasi pada objek yang menekankan identifikasi entitas pada dunia nyata dan hubungannya, yang harus tetap stabil meskipun pelaksanaannya dapat berubah. Menurut Whitten et al (2004, p31) konsep OOAD adalah alat dan teknologi untuk mengembangkan suatu sistem yang mengidentifikasi objek dalam membangun sistem dan softwarenya. Sedangkan menurut Satzinger (2010, p60) object oriented analysis and design adalah pemodelan untuk menentukan semua objek yang dibutuhkan dalam suatu sistem dan bagaimana hubungannya dengan orang-orang sehingga dapat menunjukkan bagaimana suatu objek dapat diimplementasi dalam pelaksanaannya. Jadi dapat diambil kesimpulan object oriented analysis and design yaitu suatu konsep model yang digunakan untuk mengidentifikasi objek dan hubungannya pada sistem untuk membangun dan mengimplementasi sistem. 2.10 Konsep Unified Modeling Language (UML) Menurut Nugroho (2010, p6) definisi UML adalah bahasa pemodelan untuk sistem atau perangkat lunak yang berparadigma (berorientasi objek). Pemodelan sesungguhnya digunakan untuk penyerdehanaan permasalahan-permasalahan yang kompleks sedemikian rupa sehingga lebih mudah dipelajari dan dipahami. Menurut Whitten (2004, p430) diagram UML merupakan kumpulankumpulan konvensi permodelan yang digunakan untuk menjabarkan sistem 12 perangkat lunak dalam konteks objek. Sehingga dapat disimpulkan diagram UML merupakan suatu pemodelan berorientasi objek yang digunakan dalam pengembangan sistem dengan cara menjabarkan sistem dan permasalahanpermasalahan sehingga lebih mudah dipelajari. Menurut Simona Ferrante (Stefano Bonacina dan Francesco Pinciroli, 2013:43) Model UML merupakan pemodelan visual dan bahasa spesifikasi yang mana digunakan untuk memberikan penjabaran multidimensi menjadi sebuah proses yang kompleks dengan menggunakan behavioural, conceptual dan physical abstractions. Beberapa diagram-diagram yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan sistem antara lain yaitu : 1. Use Case Diagram Menurut (Satzinger, 2005, p.244) use case diagram digunakan untuk menunjukkan interaksi pengguna (actors) dengan suatu sistem. Use case diagram secara grafis mengambarkan interaksi antara sistem, sistem eksternal dan pengguna. Dengan kata lain use case diagram mendeskripsikan siapa yang akan menggunakan sistem tersebut dan dalam cara apa pengguna mengharapkan interaksi dengan sistem itu. 2. Class Diagram Menurut Whitten (2004:455) Class diagram merupakan deksripsi grafis dari struktur objek sistem statis, yang menunjukkan objek kelas yang membangun sebuah sistem beserta hubungan satu sama lain. Sedangkan menurut Satzinger (2005:185), class diagaram memiliki tiga bagian penting yaitu : a. Class Name, yang merupakan nama dari suatu class. b. Attribute, yang merupakan atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu class c. Method, yang menjelaskan apa saja yang bisa dilakukan oleh objekobjek di dalam suatu class. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Class diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Diagram ini menunjukkan class objek yang menyusun sistem dan juga hubungan antara class objek tersebut. 3. Sequence Diagram Menurut Satzinger (2005:214) sequence diagram merupakan diagram yang menunjukkan urutan pesan antara aktor eksternal dan sistem pada saat skenario atau use case tertentu. Sequence diagram secara grafis menggambarkan bagaimana objek berinteraksi dengan satu sama lain melalui pesan pada sekuensi sebuah use case atau operasi. 4. State Chart Diagram Menurut Whitten (2004:700-701) state chart diagram merupakan diagram yang menggambarkan kombinasi status asumsi objek pada masa waktu aktifnya, kejadian yang memicu transisi antar state dan aturan yang memperbolehkan transisi antar objek. State chart diagram digunakan untuk memodelkan behaviour objek khusus yang dinamis. Diagram ini mengilustrasikan siklus hidup objek berbagai keadaan yang dapat diasumsikan oleh objek dan event-event (kejadian) yang menyebabkan objek beralih dari satu state ke state yang lain. 5. Activity Diagram Activity diagram menurut Whitten (2004:450) adalah diagram yang digunakan untuk menggambarkan secara grafis aliran proses bisnis, langkah dari use case, atau logika dari method sebuah objek. Sedangkan menurut 13 Satzinger (2005:142) activity diagram merupakan jenis workflow diagram yang menggambarkan aktivitas pengguna di dalam sistem secara berurutan. Sehingga dapat diambil kesimpulan menurut teori tersebut adalah Activity diagram digunakan untuk menggambarkan rangkaian aliran aktivitas baik proses bisnis maupun secara use case. Activity diagram dapat juga digunakan untuk memodelkan action yang akan dilakukan saat sebuah operasi dieksekusi, dan memodelkan hasil dari action tersebut. 6. Package Diagram Package Diagram adalah sebuah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan perancang menghubungkan setiap kelas grup. 7. Navigation Diagram Navigation Diagram adalah proses mengakses objek dari suatu interface yang saling berkaitan dan dibentuk dengan diagram.