TESIS PENGARUH PELATIHAN SUPERVISI KLINIK KEPALA RUANGAN TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WOODWARD PALU Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan OLEH Estelle Lilian Mua 0906504726 MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JUNI 2011 i Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah karya saya sendiri. dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Estelle Lilian Mua NPM : 0906504726 Tanda Tangan : Tanggal : 10 Juni 2011 ii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia kepada saya. Jakarta, 10 Juni 2011 Estelle Lilian Mua iii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis : : : : : Estelle Lilian Mua 0906504726 Magister Ilmu Keperawatan Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan pada Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp., MARS ..................................... Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes ..................................... Penguji : Yana Zahra, S.Kp., M.Kep ..................................... Penguji : Ns. Sukihananto, S.Kep., M.Kep ..................................... Ditetapkan di : Depok Tanggal : 17 Juni 2011 iv Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kasih dan anugerah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dewi Irawaty, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas segala fasilitas, sarana, dan prasarana yang diberikan kepada peneliti sehingga mampu menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. 2. Rr. Tutik Sri Hariyati, SKp., MARS selaku pembimbing I dan Ibu Efy Afifah, SKp. M. Kes selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga kepada peneliti selama proses penelitian. 3. Dr.Ida Bagus Yadnya Putra direktur medis RS Budi Agung Palu yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan uji intrumen penelitian. 4. Dr. Merdy C. Kumaat, MHA direktur RS Woodward Palu yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 5. Kepala Bidang Keperawatan dan staf RS Woodward Palu yang telah memfasilitasi dan membantu peneliti dalam proses penelitian. 6. Kepala Ruangan dan semua perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu yang telah berpartisipasi dalam proses penelitian. 7. Suami terkasih (Robi Adikari Sekeon) dan anak-anak tersayang (Sari, Tari, Fehren, dan Yosua) yang senantiasa mendukung dalam doa, memberi perhatian, dan menjadi kekuatan dan inspirasi bagi peneliti dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister FIK UI. v Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 8. Orang tua dan semua keluarga yang telah memberikan dukungan doa yang tiada terputus selama peneliti dalam proses pendidikan. 9. Rekan-rekan Program Pascasarjana FIK UI kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut membantu sehingga penelitian dapat selesai tepat waktu. Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit dan untuk pengembangan profesi keperawatan. Amin. Jakarta, Juni 2011 Peneliti vi Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu Estelle Lilian Mua xvi + 141 hal + 24 tabel + 6 skema + 18 lampiran Abstrak Sistem supervisi klinik kepala ruangan yang dijalankan dengan tepat dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Fenomena yang ditemukan di RS Woodward Palu, supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja, dan kinerja perawat pelaksana belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu. Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan pre-post test design with contol group. Sampel untuk supervisi kepala ruangan dan kepuasan kerja masing-masing kelompok 32 perawat dan sampel untuk kinerja perawat pelaksana masing-masing kelompok 56 dokumen. Intervensi yang dilakukan adalah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik kepala ruangan model akademik. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan (p value =0,000) pada supervisi klinik kepala ruangan setelah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi. Supervisi klinik yang dilaksanakan secara tepat telah berdampak pada kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana secara signifikan (p value =0,000). Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana yang signifikan (p value=0,000) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian ini membawa pada simpulan ada pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Rekomendasi penelitian ini adalah terus mempertahankan penerapan supervisi klinik kepala ruangan dengan cara pembinaan, monitoring, dan evaluasi secara berkelanjutan agar kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana terus dapat ditingkatkan. Kata kunci: Kepuasan Kerja, Kinerja, Supervisi, Perawat Daftar Pustaka: 90 (1987 - 2010) vii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 POST GRADUATE IN NURSING PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA The Influence Clinical Supervision by Head Nurse on Working Satisfaction and Clinical Performance of Nursing Staff in the wards of Wordward Hospital in Palu Estelle Lilian Mua xvi + 141 page + 24 table + 6 scheme + 18 attachment Abstract Clinical supervision by head nurse can increase working satisfaction and clinical performance by nursing staff in the ward. However, in Wordward hospital clinical supervision by head nurse, working satisfaction and clinical performance by nursing staff has not been improved. The purpose of this study was to identify the influence of clinical supervision training by the head nurse on the working satisfaction and clinical performance of nursing staff in the in-patient ward of Woodward hospital in Palu. This study used quasi experiment method with pre and post-test design with control group. The sample in clinical supervision and working satisfaction into groups, where each group consisted of 32 nurses, where for measuring clinical performance of staff nurses each group consisted of 56 nurses. Intervention that was given to the sample (intervention group) was training and supervision toward head nurse on clinical supervision with academic model. The result showed that the clinical supervision by head nurse was significantly increased (p value = 0,000) after training and supervision. Clinical supervision that accurately implemented gave influence significantly (p value = 0,000) into working satisfaction and clinical performance of staff nurses. Further analysis showed the significantly difference on working satisfaction and clinical performance of staff nurses between intervention and control groups (p value = 0,000). Conclusion of this study showed that there was a significantly influence on head nurse clinical supervision training working satisfaction and clinical performance of staff nurses in Woodward hospital in Palu. The recommendation of this study suggested that maintaining implementation of clinical supervision by head nurse should be improved by supervision, monitoring, and evaluation, in order to maintain the working satisfaction and clinical performance of staff nurses within the ward. Keywords: Clinical performance, Nurse, Supervision, Working satisfaction Bibliography: 90 (1987 – 2010) viii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISIONALITAS.................................... ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................... iii HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... iv KATA PENGANTAR................................................................................ v ABSTRAK ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii DAFTAR SKEMA .................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 1 12 14 15 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja .................................................................. 2.2 Kinerja ................................................................................. 2.3 Supervisi .............................................................................. 2.4 Bentuk Supervisi ................................................................. 2.5 Pelatihan .............................................................................. 2.6 Kerangka Teori .................................................................... 17 28 38 52 55 58 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ................................................................ 3.2 Hipotesis ............................................................................. 3.3 Definisi Operasional ........................................................... 61 64 65 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ................................................................ 67 4.2 Populasi dan Sampel ........................................................... 4.3 Tempat Penelitian................................................................. 68 ix Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 71 BAB 5 BAB 6 BAB 7 4.4 Waktu Penelitian ................................................................. 71 4.5 Pertimbangan Etik ............................................................... 71 4.6 Alat Pengumpul Data .......................................................... 73 4.7 Pengujian Instrumen ............................................................ 76 4.8 Prosedur Penelitian .............................................................. 78 4.9 Pengolahan Dan Analisa Data ............................................. 83 HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana ......................................... 87 5.2 Supervisi Klinik Kepala Ruangan ....................................... 91 5.3 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana .................................... 96 5.4 Kinerja Perawat Pelaksana .................................................. 103 5.5 Hubungan Karakteristik Dengan Kepuasan Kerja............... 109 PEMBAHASAN 6.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan ....................................... 113 6.2 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja .................................. 6.3 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kinerja ................................................ 6.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan kerja .......... 119 6.5 Keterbatasan penelitian ....................................................... 135 6.6 Implikasi Penelitian ............................................................ 135 126 132 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ............................................................................. 138 7.2 Saran ................................................................................... 139 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1 Definisi operasional 65 Tabel 4.1 Distribusi Perawat di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 69 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Intervensi di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 69 Distribusi Jumlah Rata-Rata Pasien/Bulan di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 70 Distribusi Jumlah Dokumentasi Asuhan Keperawatan Yang Digunakan Untuk Menilai Hasil Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 71 Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 74 Kisi-Kisi Instrumen Kinerja Perawat Berdasarkan Dokumen tasi Askep di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu 75 Kisi-Kisi Instrumen Evaluasi Aktivitas Supervisi Klinik Kepala Ruangan Model Akademik 75 Tabel 4.8 Analisis Uji Statistik Variabel Penelitian 85 Tabel 5.1 Analisis Umur dan Lama Kerja Perawat Pelaksana Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu 2011 88 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Status Kepegawaian Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kesetaraan Perawat Pelaksana Berdasarkan Umur dan Lama Kerja Pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kesetaraan Status Kepegawaian Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 xi Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 89 90 90 Analisis Tabel 5.5 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 91 Tabel 5.6 Analisis Kesetaraan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat Inap 92 RS Woodward Palu, 2011 Tabel 5.7 Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Analisis Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pada Kelompok Intervensi dan kontrol diRuang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Selisih Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Antara Kelompok Intervensi dan Kontrol Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kesetaraan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 xii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 93 94 95 96 97 98 99 100 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Tabel 5.18 Tabel 5.19 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Tabel 5.22 Selisih Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kesetaraan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 xiii Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 101 102 103 104 105 106 108 109 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Analisis Hubungan Umur dan Lama Kerja dengan Kepuasan kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 110 Analisis Hubungan Status Kepegawaian dengan Kepuasan kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,2011 111 xiv Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 Komponen Kinerja Pribadi ........................................... 30 Skema 2.2 Model Teori Kinerja ...................................................... 31 Skema 2.3 Kerangka Teori penelitian ............................................. 60 Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................... 63 Skema 4.1 Desain Penelitian ........................................................... 67 Skema 4.2 Tahapan Prosedur Penelitian ......................................... 83 xv Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Data Awal Lampiran 2 Keterangan Lolos Uji Etik Lampiran 3 Permohonan Ijin Uji Instrumen Penelitian Lampiran 4 Jawaban Ijin Uji Instrumen Penelitian Lampiran 5 Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 6 Jawaban Ijin Penelitian Lampiran 7 Penjelasan Menjadi Responden Perawat Pelaksana Kelompok Intervensi Lampiran 8 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Perawat Pelaksana Kelompok Intervensi Lampiran 9 Penjelasan Menjadi Responden Perawat Pelaksana Kelompok Kontrol Lampiran 10 Lembar Persetujuan Kelompok Kontrol Menjada Responden Perawat Pelaksana Lampiran 11 Penjelasan Menjadi Responden Kepala Ruangan Kelompok Intervensi Lampiran 12 Lembar Persetujuan Kelompok Intervensi Menjadi Responden Kepala Ruangan Lampiran 13 Penjelasan Menjadi Responden Kepala Ruangan Kelompok Kontrol Lampiran 14 Lembar Persetujuan Kelompok Kontrol Menjadi Responden Kepala Ruangan Lampiran 15 Kuesioner Penelitian Lampiran 16 Contoh Jadwal Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu Lampiran 17 Modul Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Lampiran 18 Daftar Riwayat Hidup xvi Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun, 2009). Tuntutan masyarakat akan kualitas mutu jasa layanan kesehatan memberikan dampak sekaligus tantangan bagi rumah sakit untuk tetap survive. Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab dan bermutu. Aditama (2007) menyatakan rumah sakit perlu mengelola dengan baik semua sumber daya yang ada di dalamnya agar dapat memenuhi harapan masyarakat. Organisasi rumah sakit selalu mengalami perkembangan yang membawa konsekuensi pada layanan kesehatan yang terus-menerus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi sering kali tanpa disadari menjadi kurang bermutu sehingga rumah sakit harus selalu mengevaluasi kualitas layanan kesehatan yang berkesinambungan. diberikan kepada pasien atau Wijono (2000) menyarankan masyarakat untuk secara melakukan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan agar mutu layanan kesehatan selalu berubah ke arah yang lebih baik sehingga pasien dan masyarakat akan selalu berada dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan yang terbaik. Pohan (2007) mengemukakan perubahan itu perlu dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh, karena harapan pasien/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan itu sendiri telah berubah dan akan selalu berubah. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit dan mempunyai daya ungkit yang besar dalam mencapai tujuan rumah sakit. Huber (2006) menyatakan 90% dari pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasien selama 24 jam. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan 1 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 2 keperawatan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya (Depkes, 2006). Pengelolaan tenaga keperawatan yang baik dapat mewujudkan perawat yang berperan profesional, sehingga perawat dapat memberikan kontribusi yang besar untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Thompson, et. al, 2007). Pengelolaan pelayanan keperawatan membutuhkan sistem manajerial keperawatan yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya keperawatan dalam menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan berkualitas. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi dari sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan (Marquis & Huston, 2010). Hal ini tentu perlu didukung oleh seorang manajer yang mempunyai kemampuan manajerial yang pengorganisasian, handal untuk pengarahan melaksanakan dan fungsi pengendalian perencanaan, aktivitas-aktivitas keperawatan (Swansburg, 2000). Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dan bersama dengan staf keperawatan mencari jalan pemecahannya. Supervisi dalam keperawatan bukan hanya sekedar kontrol, tetapi lebih dari itu kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien (Marquis & Huston, 2010). Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi yang dilakukan kepala ruangan berperan untuk mempertahankan segala kegiatan yang telah dijadwalkan dapat dilaksanakan sesuai standar. Supervisi memerlukan peran Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 3 aktif semua perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan sebagai mitra kerja yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hadi (2007) menyatakan seorang supervisor harus berorientasi pada pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial yang mampu memberikan umpan balik, penghargaan, dan pengakuan keahlian terhadap stafnya. Seorang supervisor harus dapat menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987). Peran perencana terlihat pada kemampuan supervisor dalam menyusun rencana sebelum melakukan supervisi. Rencana yang dibuat membutuhkan kemampuan dalam pengambilan keputusan mengenai siapa yang disupervisi, apa yang disupervisi, kapan, dimana, dan bagaimana pelaksanaan supervisi akan dilakukan. Peran pengarah ditunjukkan pada saat memberikan arahan kepada perawat pelaksana untuk melakukan tindakan sesuai standar. Peran sebagai pelatih dibutuhkan saat supervisor melatih perawat pelaksana dalam melakukan tindakan keperawatan, dan peran sebagai penilai ditunjukkan pada saat supervisor melakukan penilaian terhadap hasil kerja perawat. Seorang supervisor dalam merancang pekerjaan perlu memperhatikan berbagai kebutuhan manusia seutuhnya yang harus dipenuhi (Siagian, 2009). Kebutuhan yang dimaksud meliputi otonomi dalam pelaksanaan tugas, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik. Pemberian kebebasan memutuskan sendiri cara penyelesaian pekerjaan akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Seorang pekerja akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang tinggi jika ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya dianggap penting oleh orang lain. Sebaliknya pengendalian terus-menerus oleh supervisor, disertai dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah. Tugas yang tidak bervariasi akan menimbulkan ketidakpuasan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 4 yang berdampak negatif seperti keletihan, kesalahan dalam bekerja, dan kecelakaan. Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Suatu organisasi perlu memperhatikan karyawan agar dalam bekerja senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja. Kepuasan kerja bersifat individual di mana setiap individu memiliki tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Seorang manajer perlu memahami apa yang harus dilakukannya untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya (Wibowo, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan Curtis (2007) tentang survei kepuasan kerja perawat di Irlandia dengan mengirimkan kuesioner kepada 2000 perawat melalui pos menunjukkan bahwa status profesional, interaksi dan otonomi memberikan kontribusi terbesar terhadap kepuasan kerja perawat. Praktek manajemen yang fleksibel, komunikator, dan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk meningkatkan kepuasan kerja. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Alam & Fakir (2010) tentang tingkat kepuasan kerja perawat di Malaysia dengan jumlah sampel 153 perawat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan supervisor, keragaman tugas, otonomi dalam pekerjaan, kompensasi, rekan kerja dan manajemen. Studi eksplorasi yang dilakukan Cortese (2007) terhadap kepuasan kerja perawat di Italia menghasilkan ada lima aspek yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu isi pekerjaan, rekan kerja, tanggung jawab, kemandirian, dan hubungan dengan supervisor. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah manajemen keperawatan harus ditingkatkan dan proaktif dalam mencari cara membuat pekerjaan di rumah sakit lebih memuaskan. Penelitian lain yang dilakukan Al-Aemeri (2000) mengenai hubungan kepuasan kerja perawat dengan komitmen terhadap organisasi pada 290 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 5 perawat menunjukkan ada korelasi yang positif antara kepuasan kerja dengan komitmen terhadap rumah sakit. Perawat yang puas memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi dibandingkan perawat yang kurang puas. Beberapa penelitian di atas, menyimpulkan salah satu variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah supervisi. Penerapan supervisi yang tepat akan menyebabkan perawat pelaksana merasa diterima, dihargai, dan dilibatkan, sehingga timbul komitmen yang tinggi untuk memajukan pelayanan keperawatan. Hasil penelitian Hasniati (2002) di rumah sakit OMNI Medical Centre dengan jumlah sampel 128 perawat, menunjukkan variabel kompetensi supervisi merupakan variabel utama yang berhubungan signifikan dengan kepuasan perawat dan sub variabel kompetensi intelektual dan kompetensi emosi merupakan sub variabel yang dominan berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil studi Arwani (2006) kompetensi yang harus dimiliki oleh supervisor adalah pemberian pengarahan, saran, motivasi, bimbingan dan latihan serta penilaian. Kepuasan kerja yang dimiliki perawat akan mempengaruhi produktivitas yang sangat diharapkan organisasi. Produktivitas merupakan ukuran kinerja termasuk efektivitas dan efisiensi. Wibowo (2008) mengatakan rumah sakit dikatakan efektif apabila sukses memenuhi kebutuhan pelanggan baik eksternal maupun internal dan dikatakan efisien apabila dapat melakukannya dengan biaya lebih rendah. Cortese (2007) menyatakan kepuasan kerja kini telah diakui sebagai faktor yang mampu mempengaruhi banyak variabel diantaranya adalah kinerja. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 2003). Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja dan hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja (Wibowo, 2008). Perilaku kerja perawat terlihat dari cara kerja yang penuh semangat, disiplin, bertanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 6 standar yang ditetapkan, memiliki motivasi dan kemampuan kerja yang tinggi dan terarah pada pencapaian tujuan rumah sakit. Hasil kerja perawat merupakan proses akhir dari suatu kegiatan yang dilakukan dalam mencapai sasaran. Hasil kerja dapat dicapai secara maksimal apabila perawat mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan (PPNI, 2002). Perawat di rumah sakit dominan berperan sebagai perawat klinik yaitu perawat yang mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja perawat dapat dinilai dari hasil yang dicapai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, baik melalui pengamatan langsung saat proses pemberian asuhan keperawatan atau melalui dokumentasi asuhan keperawatan. Hasibuan (2003) mengemukakan perilaku perawat pelaksana dapat dinilai melalui prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama. Hasil kerja perawat pelaksana dapat dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan (PPNI, 2002; Depkes, 2003). Hafizurrachman (2009) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) kemampuan pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut, 2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan 3) dukungan organisasi. Kemampuan pribadi meliputi: bakat, minat, dan faktor kepribadian; usaha yang dicurahkan meliputi: motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas; dukungan organisasi meliputi: pelatihan, peralatan, standar kinerja, dan manajemen. Kinerja pribadi dapat ditingkatkan sampai pada tingkat ketiga komponen yang ada dalam diri karyawan, tetapi kinerja dapat berkurang bila salah satu faktor dikurangi. Kaitannya dalam perawatan, perawat yang memiliki kemampuan pribadi untuk bekerja dengan baik tidak akan menunjukkan kinerja yang diharapkan apabila gaya manajemen supervisor menimbulkan reaksi negatif bagi para perawat dan rancangan tugas tidak memuaskan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 7 Penelitian Saljan (2005) di rumah sakit Islam Jakarta Timur terhadap 55 perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat, menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara peran supervisor sebagai penilai dengan kinerja perawat. Penelitian ini merekomendasikan agar bidang keperawatan membuat job description bagi para supervisor, menentukan kriteria, memelihara dan meningkatkan kemampuan supervisor dalam melaksanakan perannya dalam upaya meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Penelitian yang dilakukan oleh Izzah (2003) untuk mengetahui hubungan frekuensi kegiatan supervisi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Batang Jawa Tengah menghasilkan bahwa frekuensi kegiatan supervisi satu kali memiliki peluang kerja lebih baik dibandingkan dua kali atau lebih. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mularso (2006) tentang supervisi keperawatan di rumah sakit Dr. A. Aziz Singkawang menemukan bahwa kegiatan supervisi lebih banyak pada kegiatan pengawasan bukan pada kegiatan bimbingan, observasi dan penilaian. Studi yang dilakukan Supratman & Sudaryanto (2008) menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi keperawatan di berbagai rumah sakit belum optimal dan fungsi manajemen tidak mampu diperankan oleh perawat di sebagian besar rumah sakit di Indonesia. Saefulloh (2009) melakukan penelitian di RSUD Indramayu dengan mengadakan pelatihan supervisi kepala ruangan dan hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan motivasi dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi bagi kepala ruangan. Supratman & Sudaryanto (2008) mengemukakan model supervisi klinik keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana implementasinya di rumah sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan efektif yang dapat diterapkan. Salah satu model supervisi keperawatan klinik yaitu model academic. Model academic bertujuan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional. Pengembangan yang dimaksud dalam model ini bukan saja pengembangan dalam hal pengetahuan dan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 8 keterampilan tindakan keperawatan tetapi pengembangan sikap dan tanggung jawab praktik profesional. Farington (1995) memperkenalkan tiga kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi klinik model academic, yaitu educative, supportive, dan managerial. Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan secara tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000). Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi” ketika bekerja, contoh: meredam konflik antar perawat dan bersikap profesional dalam bertugas. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi. Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara mengadakan case conference untuk mendiskusikan suatu kasus atau konflik tertentu. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain adalah mengurangi konflik, kenyamanan bekerja, dan kepuasan kerja (Barkauskas, 2000) Kegiatan managerial adalah kegiatan yang melibatkan perawat pelaksana dalam peningkatan praktik profesional misalnya: mengkaji SOP yang ada Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 9 kemudian memperbaiki hal-hal yang perlu. Kegiatan managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu pelayanan. Penerapan kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau rapat dengan beberapa staf perawat untuk mengadakan perbaikan SOP atau mengkaji kelengkapan asuhan keperawatan pasien. Hasil yang diiharapkan dari kegiatan ini adalah perubahan tindakan, pemecahan masalah, peningkatan praktik keperawatan, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja, dan patient safety (Barkauskas, 2000). Penelitian Brunero & Parbury (2005) tentang efektivitas supervisi klinik dengan melakukan studi literatur terhadap 22 artikel menunjukkan bahwa fungsi educative yang dilakukan supervisor akan meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri pada perawat. Fungsi supportive yang dilakukan supervisor akan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien. Fungsi managerial akan meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional. Dilihat dari prosesnya model academic merupakan proses formal dari perawat profesional untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Pemahaman dan implementasi supervisi model academic dapat dilakukan melalui pelatihan. Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas (Mangkunegara, 2005). Pelatihan adalah proses membantu pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang, melalui pengembangan pikiran dan tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap. Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 10 produktivitas organisasi secara keseluruhan. Efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi (Siagian, 2009). Rumah sakit Woodward adalah rumah sakit swasta pertama dan terbesar di Sulawesi Tengah yang selama ini telah menjadi mitra pemerintah yang senantiasa terlibat aktif dalam upaya mendukung program peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Untuk dapat mempertahankan eksistensi pelayanan yang bermutu, maka saat ini rumah sakit sedang mempersiapkan diri untuk akreditasi lima pelayanan dasar. Rumah sakit Woodward memiliki 110 tempat tidur yang tersebar pada tujuh ruang rawat inap. Selain itu rumah sakit memiliki sebelas ruang poliklinik dan enam ruang penunjang medik, yaitu laboratorium, radiologi, apotik, kamar operasi, fisiotherapi, dan instalasi gizi. Data eksekutif pelayanan pasien rawat inap tahun 2001-2010 menunjukkan rata-rata BOR 50,86%, ALOS 3,82 hari, TOI 3,48 hari. Jumlah tenaga keperawatan yang bekerja di rumah sakit Woodward Palu sampai dengan Januari 2011 berjumlah 115 perawat, dengan rincian S1 Keperawatan 3 orang (2,6%), D III Keperawatan 89 orang (77,39%), D III Kebidanan 3 orang (2,6%), SPK 14 orang (12,17%), dan Bidan A 3 orang (2,6%). Jumlah tenaga keperawatan yang ada di ruang rawat inap berjumlah 84 orang (73,04%), dan sisanya 31 orang (26,96%) ditempatkan di unit struktural, instalasi gawat darurat, dan instalasi rawat jalan. Hasil wawancara peneliti dengan kepala bidang keperawatan rumah sakit Woodward Palu pada Januari 2011 menyatakan bahwa semua kepala ruangan telah mengikuti pelatihan manajemen keperawatan, namun belum pernah mengikuti pelatihan khusus supervisi. Sejauh ini belum ada evaluasi mengenai pelaksanaan supervisi kepala ruangan terhadap perawat pelaksana. Hasil wawancara peneliti dengan empat kepala ruangan diakui bahwa selama ini belum memahami peran dan tugasnya dalam melakukan supervisi. Belum diketahui apa, kapan, bagaimana, dan manfaat supervisi kepala ruangan bagi perawat pelaksana. Kepala ruangan menyatakan bahwa kegiatan supervisi yang diketahui adalah supervisi yang dilakukan langsung oleh kepala bidang Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 11 keperawatan dan supervisi yang dilakukan pada sore dan malam hari oleh perawat penanggung jawab untuk melihat dan mengontrol pelayanan. Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat bahwa program supervisi kepala ruangan belum ada. Tidak ada dokumen tertulis tentang rencana dan hasil supervisi yang dilakukan. Wawancara dengan kepala ruangan mengatakan bahwa supervisi dilakukan secara situasional, yaitu dilakukan pada saat perawat pelaksana mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan. Supervisi hanya dilakukan dalam bentuk tutorial yaitu memberi arahan, bimbingan, dan latihan dalam melakukan tindakan keperawatan secara langsung kepada perawat pelaksana. Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat bahwa metode asuhan keperawatan yang digunakan masih menggunakan metode penugasan fungsional. Kepala ruangan melakukan pembagian tugas berdasarkan keahlian dari perawat tersebut, misalnya perawat yang telah terampil bertugas di bagian obat akan selalu mendapat tugas di bagian obat. Perawat cenderung mengerjakan tugas-tugas secara rutinitas. Wawancara dengan kepala bidang keperawatan tentang kepuasan kerja perawat menyatakan kepuasan kerja masih rendah. Indikator umum kepuasan kerja yang dipakai adalah angka turnover tinggi yaitu 20%. Wawancara yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 dengan beberapa perawat pelaksana, mengatakan bekerja di ruangan berdasarkan tugas yang diberikan oleh kepala ruangan, belum pernah dilibatkan dalam pembuatan standar atau melakukan diskusi terkait kasus yang ditemui di ruangan. Selama ini jarang mendapat bimbingan dan arahan dari kepala ruangan, bila menemui kesulitan lebih sering mendiskusikan dengan perawat lainnya. Lebih lanjut disampaikan ada keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tetapi sejauh ini belum mendapat kesempatan. Perawat juga mengatakan pemberian punishment bagi pelanggaran disiplin lebih Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 12 diperhatikan dibandingkan dengan pemberian reinforcement terhadap perawat yang melaksanakan tugas dengan baik. Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada Januari 2011 di salah satu ruangan rawat inap rumah sakit Woodward Palu terlihat masih ada dokumen asuhan keperawatan yang tidak lengkap. Pada format pengkajian terlihat beberapa data yang penting tidak didokumentasikan, pada bagian pengisian diagnosa keperawatan cenderung hanya mencantumkan satu diagnosa, dan cacatan tindakan keperawatan belum didokumentasikan sesuai standar. Kepala ruangan menyatakan sebagian besar dokumentasi asuhan keperawatan dilengkapi setelah pasien pulang. Bagian keperawatan seringkali dihadapkan dengan permasalahan kinerja perawat dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan yang belum optimal sehingga sering dikeluhkan oleh pasien, keluarga, dan profesi lain yang bekerja di rumah sakit. Kondisi ini harus mendapat perhatian kepala ruangan sebagai manajer yang bertanggung jawab langsung terhadap asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pelaksana. Kepala ruangan harus dapat menjalankan fungsi manajerial yaitu bimbingan dan pengarahan dengan melakukan supervisi terhadap perawat pelaksana agar melaksanakan asuhan keperawatan secara optimal. Pemberian asuhan keperawatan yang optimal diharapkan dapat memenuhi harapan konsumen untuk memperoleh pelayanan yang terbaik selama dirawat di rumah sakit dan secara tidak langsung mendukung tujuan rumah sakit. 1.2 Rumusan Masalah Supervisi keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruangan pada intinya adalah mengusahakan agar semua perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana dan standar yang telah ditetapkan. Peran kepala ruangan sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai sangat menentukan keberhasilan supervisi yang dilakukan. Bentuk supervisi didesain sehingga perawat pelaksana terlibat aktif dalam kegiatan supervisi tersebut bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai mitra dalam peningkatan pelayanan asuhan keperawatan. Perasaan ikut terlibat, dibutuhkan, dihargai, dan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 13 dianggap penting, dapat menumbuhkan kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja yang dirasakan perawat akan terlihat pada penampilan kerja yang ditampilkan perawat dalam bentuk prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama serta hasil kerja dalam bentuk pemberian asuhan keperawatan yang optimal. Kenyataannya, di rumah sakit Woodward Palu supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan belum optimal. Kepala ruangan belum memahami apa, kapan, bagaimana, dan manfaat supervisi yang dilakukan. Peran kepala ruangan sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai belum teridentifikasi. Supervisi yang dilakukan masih bersifat situasional dengan bentuk tutorial. Masalah yang dapat dirumuskan adalah fungsi supervisi kepala ruangan belum optimal. Kepala ruangan melakukan pembagian tugas secara rutinitas. Perawat belum pernah dilibatkan dalam pembuatan standar atau melakukan diskusi terkait kasus yang ditemui di ruangan. Perawat pelaksana jarang mendapat bimbingan dan arahan dari kepala ruangan. Perawat mengatakan pemberian punishment bagi pelanggaran disiplin lebih diperhatikan dibandingkan dengan pemberian reinforcement terhadap perawat yang melaksanakan tugas dengan baik. Masalah yang dapat dirumuskan adalah kepuasan kerja perawat masih rendah. Hasil observasi ditemui masih ada dokumen asuhan keperawatan yang tidak lengkap. Pada format pengkajian terlihat beberapa data yang penting tidak didokumentasikan, pada bagian diagnosa keperawatan cenderung hanya mencantumkan satu diagnosa, dan cacatan tindakan keperawatan belum didokumentasikan sesuai standar. Prestasi kerja, tanggung jawab, dan ketaatan perawat pada standar kerja masih rendah. Masalah yang dapat dirumuskan adalah kinerja perawat pelaksana belum optimal. Pelatihan supervisi perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang peran supervisor dan melatih kemampuan supervisor dalam memberikan supervisi. Penerapan supervisi didesain dalam bentuk educative, supportive, Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 14 dan managerial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana, sehingga rumusan masalahnya adalah “apakah penerapan supervisi klinik kepala ruangan dalam bentuk educative, supportive, managerial dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1.3.2.1 Diketahuinya karakteristik perawat pelaksana yang meliputi umur, lama kerja, dan status pegawai di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.2 Diketahuinya supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.3 Diketahuinya kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.4 Diketahuinya kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.5 Diketahuinya kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak mendapat pelatihan supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.6 Diketahuinya kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak mendapat pelatihanan supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 15 1.3.2.7 Diketahuinya perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok yang mendapat pelatihan supervisi klinik dengan kelompok yang tidak mendapat pelatihan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.8 Diketahuinya perbedaan kepuasaan kerja perawat pelaksana antara kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik dengan kelompok yang tidak dilatih supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.9 Diketahuinya perbedaan kinerja perawat pelaksana antara kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik dengan kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.3.2.10 Diketahuinya hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1.4.1 Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen rumah sakit Woodward terutama bidang keperawatan dalam penyusunan kebijakan tentang supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Bagi kepala ruangan penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan kepala ruangan dalam melakukan supervisi. Manfaat bagi perawat pelaksana, penelitian ini dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. 1.4.2 Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan: 1.4.2.1 Memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan manajemen keperawatan terutama terkait dengan supervisi, kepuasan kerja, dan kinerja perawat. 1.4.2.2 Memberikan informasi ilmiah bagi kalangan akademik baik tim pengajar maupun mahasiswa keperawatan untuk pengembangan proses berpikir Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 16 khususnya dalam memahami perlunya supervisi kepala ruangan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. 1.4.2.3 Menjadi rujukan peneliti lainnya yang tertarik dan memiliki minat mengembangan topik pada penelitian ini. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja Setiap orang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja dan kepuasan kerja tersebut akan mempengaruhi produktivitas yang sangat diharapkan organisasi. Kajian literatur menunjukkan kepuasan kerja perawat dihampir semua negara masih rendah (Curtis, 2007) tingginya ketidakpuasan perawat sering menjadi masalah di rumah sakit seperti kinerja menurun, turnover yang tinggi dan kemangkiran kerja (Papathanassoglou, 2007; Curtis, 2007; Cortese, 2007). Rumah sakit dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kapasitas perawat dan harus proaktif mencari cara membuat pekerjaan perawat lebih memuaskan (Cortese, 2007). Secara umum kepuasan kerja menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan kerja bersifat individual dimana setiap individu memiliki tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Kepuasan kerja yang tinggi mencerminkan pengelolaan perusahaan yang baik dan merupakan hasil manajemen yang efektif (Danim, 2004). Seorang manajer perlu memahami apa yang harus dilakukannya untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya (Wibowo, 2008). Berikut ini akan diuraikan pengertian kepuasan kerja, teori kepuasan kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan pengukuran kepuasan kerja. 2.1.1 Pengertian kepuasan kerja Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Gibson (2000) menyatakan kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka. Sikap tersebut menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dengan jumlah yang pekerja yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2006; Rosidah, 2009) dan penilaian sejauh mana lingkungan pekerjaan memenuhi kebutuhan pekerja (Locke, 1976 dalam 17 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 18 Alam & Fakir, 2010). Sikap yang dideskripsikan dapat bersifat positif atau negatif (Greenberg dan Baron, 2003) terhadap kondisi fisik dan sosial lingkungan kerjanya (Schermerhorn, Hunt dan Osborn, 2002). Kepuasan kerja merupakan respons affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang (Kreitner dan Kinicki, 2001). Definisi ini menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, dan hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang ideal. Kepuasan terhadap pekerjaan mewarnai sikap individu untuk melakukan sejumlah tugas dan sangat erat kaitannya dengan penampilan kerja (Danim, 2004). Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap pekerjaannya (Parsons, 1998). Jadi kepuasan kerja perawat adalah sikap perawat baik positif maupun negatif yang selalu berubah tentang pekerjaannya dan perasaan tersebut dapat berdampak pada penampilan kerjanya. 2.1.2 Teori Kepuasan kerja Teori kepuasan kerja mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Berikut akan diuraikan beberapa teori kepuasan kerja. 2.1.2.1 Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Prinsip teori ini mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan merupakan variabel kontinu tetapi dapat berubah sesuai pencapaian harapannya (Herzberg dalam Danim, 2004). Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan memberikan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 19 pekerjaan seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Faktor ini mencegah reaksi negatif karenanya dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri, dan pengakuan. Faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi karenanya dinamakan motivatoris. Menurut teori dua faktor, seorang supervisor keperawatan dalam berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi: memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi, membuat staf merasa penting dalam pekerjaan, dan memberikan umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak mendukung, hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam proses supervisi klinik untuk mencari aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan ketidakpuasan di rumah sakit. 2.1.2.2 Teori Keadilan (Eqnity) Davis Werther (1989) dalam Siagian (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan menurut pandangan para karyawan terhadap pekerjaannya. Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi tentang seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 20 Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul di kalangan para perawat. Apabila sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti ketidakpuasan, kelalaian dalam penyelesaian tugas, kesalahan dalam melakukan pekerjaan, bahkan perpindahan perawat ke rumah sakit lain. Oleh karena itu supervisor dalam merencanakan tugas, melakukan tindakan educative, supportive, managerial kepada perawat pelaksana harus memperhatikan prinsip keadilan. 2.1.2.3 Teori Harapan Victor H. Vroon (1964) seperti yang dikutip oleh Siagian (2009) mengemukakan apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya kecil, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah. Teori ini mengatakan bahwa kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus menaruh perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan kerja pada perawat pelaksana. Supervisor dalam peran, kegiatan, dan kompetensi yang dimilikinya dapat membantu perawat pelaksana dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perawat. 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 21 a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. b. Discrepancies (perbedaan). Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaan. c. Value attainment (pencapaian nilai). Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. d. Equity (keadilan). Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. e. Dispositional/genetic components (komponen genetik). Kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Perbedaan individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan dan pekerjaan. Pendapat lain dikemukakan oleh (Wood, Chonko, dan Hunt 1986; Purani & Sahadev ,2007 dalam Alam & Fakir, 2010), kepuasan kerja memiliki enam aspek utama yaitu a. Kepuasan dengan supervisor. Kepuasan kerja ditentukan oleh persepsi karyawan tentang seberapa banyak informasi dan bimbingan yang diberikan oleh atasan untuk melaksanakan pekerjaan. Hasil riset yang dilakukan oleh Sigit (2009) menemukan supervisi yang dilakukan secara konsisten akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%. b. Kepuasan dengan keragaman tugas. Kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas. Hal ini akan membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 22 c. Kepuasan dengan otonomi dalam pekerjaan. Kepuasan yang dirasakan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan dari awal sampai akhir. d. kepuasan kompensasi. Kepuasan yang dirasakan berdasarkan imbalan yang diterima oleh karyawan. Temuan riset yang dilakukan oleh Curtis (2007), menunjukkan kecilnya korelasi antara gaji dan kepuasan kerja. Ia mengatakan bahwa motivasi untuk bekerja bukanlah semata-mata karena uang, namun yang paling penting adalah bagaimana rumah sakit memenuhi kebutuhan karyawan, memperlakukan karyawan dengan baik, menerapkan manajemen yang fleksibel dan komunikator, serta melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan (Barry & Huston, 1998). e. Kepuasan dengan rekan kerja. Kepuasan yang dirasakan karena adanya kehadiran dan dukungan dari rekan kerja. Penelitian terbaru mengidentifikasi bahwa rekan kerja yang menjadi tim kuat atau efektif akan membuat pekerjaan jadi menyenangkan (Luthans, 2006). f. Kepuasan dengan manajemen dan kebijakan sumber daya manusia. Kepuasan yang berhubungan dengan kebijakan organisasi. Hasil riset ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja perawat adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella, 2002 dalam Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen, kurangnya pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan (Albaugh, 2003 dalam Alam & Fakir, 2010). Siagian (2009) mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu memperhatikan rancang bangun dari suatu pekerjaan karena pekerjaanlah yang menghubungkan pekerja dengan organisasi. Pekerjaan yang harus dilakukanlah yang menjadi faktor penyebab mengapa organisasi membutuhkan pekerja. Pekerjaan harus dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Hal ini senada dengan teori dua faktor yang menyatakan bahwa pekerjaanlah yang Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 23 menyebabkan kepuasan kerja. Oleh karena itu dalam rancang bangun pekerjaan perlu memperhatikan hal sebagai berikut: a. Otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Artinya kepada para pekerja diberi kebebasan untuk mengendalikan sendiri pelaksanaan tugasnya berdasarkan uraian dan spesifikasi pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Banyak organisasi telah membuktikan bahwa apabila kepada para pekerja diberikan kebebasan memutuskan sendiri cara penyelesaian pekerjaannya, rasa tanggung jawab dan tingkat kepuasannya menjadi lebih besar. Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus oleh supervisor dan dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah. Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap supervisor yang memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Derajat kebebasan atas pekerjaan yang dilakukan dan lingkup kewenangan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi perawat pelaksana. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan manajerial akan mengakibatkan timbulnya rasa tanggung jawab yang tinggi pada perawat pelaksana dalam melakukan praktik profesional. b. Variasi tugas. Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat keahlian dan efisiensi tinggi akan tetapi sangat membosankan. Kebosanan dalam pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri dalam keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 24 Seorang supervisor keperawatan dapat mengatasi kebosanan dengan variasi dalam memberi tugas pada perawat pelaksana bila metode yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah metode fungsional dan variasi tingkat ketergantungan pasien bila metode yang digunakan adalah metode tim atau kasus. Dengan cara ini perawat akan lebih tertantang untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative akan memampukan supervisor untuk membagi tugas dengan baik. c. Identitas tugas. Para pekerja akan merasa bangga apabila mereka dapat menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan keperawatan merupakan hasil dari sekelompok perawat, namun seorang supervisor harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan. Supervisor harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative dan supportive akan memampukan supervisor untuk memberikan dukungan yang positif bagi setiap perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan. d. Pentingnya pekerjaan seseorang. Hal ini berkaitan erat dengan identitas tugas. Seorang pekerja akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain. Apalagi kalau orang lain bergantung padanya dalam penyelesaian tugas tersebut. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 25 Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat bahwa sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Setiap perawat pelaksana akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan dengan cepat, jika dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat pelaksana harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive akan memampukan supervisor untuk memberi dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai. e. Umpan balik. Umpan balik tentang cara seseorang menyelesaikan pekerjaannya mempunyai arti yang sangat penting bagi pekerja yang bersangkutan. Apabila seseorang tidak memperoleh umpan balik tentang berbagai aspek penyelesaian tugasnya, baginya tidak terdapat petunjuk atau motivasi kuat untuk berprestasi lebih tinggi. Supervisor keperawatan diharapkan dapat memberikan umpan balik kepada perawat pelaksana terhadap pekerjaan yang dilakukannya didasarkan pada kriteria dan standar pekerjaan dibandingkan dengan hasil nyata yang dicapai perawat. Umpan balik dapat juga dilakukan dengan membandingkan pekerjaan sejenis di antara beberapa perawat sehingga dapat tumbuh persaingan yang sehat untuk berlomba menunjukkan prestasi kerja yang setinggi mungkin. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative, supportive dan mnagerial akan memampukan supervisor untuk memberikan umpan balik yang tepat. Faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah demografi (Barry & Houston, 1998; Scott, Swortzel & Taylor, 2005; Robbins, 2006; As’ad, 2003), yaitu: a. Usia Beberapa hasil penelitian menyimpulkan tentang hubungan positif antara usia dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja rendah terjadi Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 26 ketika seseorang berusia antara 20 - 30 tahun. Semakin tua umur karyawan, semakin lebih terpuaskan dengan pekerjaannya karena mereka mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih adaptif terhadap lingkungan kerjanya dan lebih berpengalaman (Handoko, 2003; Berns, 1989; Bowen et al., 1994, Grrifin, 1984; Nesttor & Leary, 2000 dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005). Menurut Mangkunegara (2005) ada kecenderungan pegawai yang lebih tua lebih merasa puas daripada pegawai yang lebih muda. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa pegawai muda biasanya memiliki harapan yang ideal dengan pekerjaannya, sehingga apabila harapan dan realita kerja ada kesenjangan akan menyebabkan ketidakpuasan, lebih sedikit mendapatkan income, kesempatan meningkatkan karir dan pendidikan dan kontrol kerja yang lebih ketat (Lee & Wilbur, 1985 dalam Barry & Houston, 1998). Berbeda dengan pendapat Atliselli & Brown dalam As’ad (2003) yang mengatakan bahwa umur 25 - 30 tahun dan 45 - 54 tahun merupakan masa kurang puas terhadap pekerjaan. Hasil penelitian Hasniati (2002) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kepuasan kerja. Dengan demikian hubungan usia dengan kepuasan kerja bervariasi. b. Lama Kerja Lama kerja mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja. Menurut Herzberg, Mausner, Peterson, dan Capwell (1957, dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005), pada awal bekerja karyawan mempunyai moral dan kepuasan kerja tinggi dan setelah tahun pertama moral dan kepuasan kerja mulai turun dan menetap pada tingkatan yang rendah dalam beberapa tahun, dan kemudian meningkat kembali kepuasan kerjanya seiring dengan kemajuan karirnya. Pendapat tersebut sama dengan Robbins (2006), kepuasan kerja relatif meningkat pada awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 27 tahun kemudian meningkat perlahan-lahan dan mencapai puncaknya setelah 20 tahun kerja. Menurut Purnomowati (1983, dalam As’ad, 2003) ada hubungan positif masa kerja dengan kepuasan kerja. Karyawan yang telah lama bekerja memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan cenderung tidak akan berhenti dari pekerjaannya (Purani & Sadewa, 2007 dikutip Alam & Fakir, 2010). Berbeda dengan hasil riset Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dan kepuasan kerja. Robbins (2006) mengemukakan tidak ada alasan yang meyakinkan bahwa karyawan yang sudah lama bekerja akan lebih produktif dan memiliki motivasi tinggi. Jadi hubungan antara lama kerja dan kepuasan kerja bervariasi. c. Status Kepegawaian Menurut As’ad (2003) kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh kedudukan dalam organisasi, pangkat/golongan, jaminan finansial (sosial). Karyawan atau perawat yang berstatus pegawai negeri sipil telah memiliki status pangkat dan golongan yang jelas dalam institusi rumah sakit, memiliki jaminan sosial berupa asuransi kesehatan serta tunjangan lain diluar gaji pokok sehingga kesejahteraan terjamin. Hal ini berdampak pada kepuasan kerja. 2.1.4 Pengukuran Kepuasan Kerja Terdapat tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja (Greenberg dan Baron, 2003 dalam Wibowo, 2008), yaitu: 2.1.4.1. Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner di mana rating scale secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan. Menurut Wesley & Jackcls dalam As’ad (2003), pengukuran skala rating dapat dilakukan dengan cara: Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 28 a. Skala Likert, typically degrees og agreemet with a statement b. Skala diferensial sematik, attitude between two opposing words c. Skala rating numerik d. Verbal scale, verbal satisfaction and imortance rating 2.1.4.2. Critical incidents. Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. 2.1.4.3. Interviews merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja untuk secara langsung menanyakan sikap mereka. Pada penelitian ini, pengukuran kepuasan kerja perawat pelaksana menggunakan rating scale dan kuesioner. Kuesioner berisi tentang tingkat kepuasan perawat pelaksana terhadap supervisi klinik yang dilakukan oleh kepala ruangan dengan memperhatikan unsur-unsur yang dapat menimbulkan kepuasan kerja menurut Siagian (2009). 2.2 Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja (Wibowo, 2008). Perilaku kerja terlihat dari cara kerja yang penuh semangat, disiplin, bertanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai standar yang ditetapkan, memiliki motivasi dan kemampuan kerja yang tinggi dan terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan hasil kerja merupakan proses akhir dari suatu kegiatan yang dilakukan anggota organisasi dalam mencapai sasaran. Fatah (1996) yang dikutip Wahyudi (2008) mengartikan kinerja sebagai suatu kemampuan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta motivasi Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 29 kerja. Hasil kerja dapat dicapai secara maksimal apabila individu mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hafizurrachman (2009) berpendapat kinerja adalah penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan yang dimiliki perawat yang ditampilkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan hasil kerja perawat dapat dilihat dari proses akhir pemberian asuhan keperawatan, yang salah satunya adalah pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien yang meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) kemampuan pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut, 2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan 3) dukungan organisasi. Tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana pribadi yang bekerja diilustrasikan pada skema 2.1. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 30 Usaha yang dicurahkan - Motivasi - Etika kerja - Kehadiran - Rancangan tugas Kinerja Pribadi (termasuk kuantitas dan kualitas) Kemampuan Pribadi - Bakat - Minat - Faktor kepribadian Dukungan Organisasi - Pelatihan & pengembangan - Peralatan & teknologi - Standar kinerja - Manajemen & rekan kerja Skema 2.1: Komponen kinerja pribadi Sumber:Robert L. Mathis and John H. Jackson (2006, dalam Hafizurrachman, 2009). kinerja pribadi dapat ditingkatkan sampai pada tingkat ketiga komponen yang ada dalam diri karyawan, tetapi kinerja dapat berkurang bila salah satu faktor dikurangi. Selain itu, (Ivancevich & Mataerson, 1990; Gibson, Ivancevic & Donelly, 1997 dalam Ilyas, 2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja yaitu: faktor individu, organisasi tempat bekerja, dan faktor psikologis. Faktor individu yaitu kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi. Sub variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sub variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 31 Faktor organisasi yaitu sumber daya, kepemimpinan, imbalan atau penghargaan, struktur, desain pekerjaan, supervisi dan kontrol. Faktor psikologis yaitu persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. (skema 2.2). Variabel Individu . Ketrampilan . Kemampuan . Latar Belakang Keluarga . Tingkat Sosial . Pengalaman . Demografi : Umur, Jenis Kelamin,Status Perkawinan, Pendidikan, Lama Kerja Perilaku individu ( Apa yang dikerjakan) Psikologis . Persepsi . Sikap . Kepribadian . Belajar . Motivasi Kinerja (Hasil Yang diharapkan Variabel Organisasi . Sumber Daya . Kepemimpinan . Imbalan . Struktur . Desain . Supervisi . Kontrol Skema 2.2 Model Teori Kinerja (Gibson, Ivancevich & donnelly, 1997 dalam Ilyas, 2002) Ilyas (2002) mengatakan kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor demografi dan supervisi, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Umur. Semakin tua umur seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri akan semakin tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya. b. Lama kerja. Pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. c. Supervisi. Supervisi adalah proses yang memacu anggota organisasi untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi dapat tercapai. Supervisi dalam keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Keliat, dkk, 2006). Hasil Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 32 penelitian yang dilakukan oleh Saljan (2005) dan Saefulloh (2009) menunjukkan semakin baik supervisi, semakin baik pula kinerja perawat pelaksana. Rumah sakit perlu memperhatikan manajemen kinerja. Peran manajer merupakan komponen yang paling penting, karena tanpanya rumah sakit hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan. Pemahaman manajer tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan akan membantu manajer dalam memperhatikan dan memaximalkan faktor-faktor tersebut sehingga tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dapat bertemu. Kaitannya dengan perawatan, peran seorang supervisor sangat berpengaruh bagi kinerja perawat pelaksana. Supervisor tidak hanya menyiapkan kondisi lingkungan kerja yang mendukung dan merancang tugas dengan baik tetapi memastikan tugas tersebut dilaksanakan sesuai standar dan memberikan umpan balik. Sebaik apa pun pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki oleh perawat tanpa didukung oleh manajemen supervisor yang baik, maka kinerja perawat tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. 2.2.3 Penilaian Kinerja Penilaian terhadap kinerja individu yang terlibat dalam penyelesaian pekerjaan perlu dilakukan untuk mengetahui pencapaian sasaran-sasaran organisasi (Wahyudi, 2008). Penilaian adalah pengukuran dan perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Penilaian kinerja merupakan evaluasi resmi dan periodik tentang hasil pekerjaan seorang pekerja yang diukur dengan kriteria yang telah ditentukan. Hafizurrachman (2009) mengemukakan penilaian kinerja adalah proses berkelanjutan yang dilakukan oleh manajer kepada bawahannya untuk membantu karyawan memahami peran, tujuan, harapan, dan kesuksesan kinerja mereka. Oleh karena itu penilaian kinerja merupakan salah satu alat terbaik yang dimiliki organisasi untuk mengembangkan motivasi, meningkatkan retensi, dan produktivitas staf (Marquis & Huston, 2010). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 33 Penilaian kinerja yang baik mengutamakan pada hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dan menghargai prestasi pekerjaannya, tidak semata-mata mencari kesalahan tetapi lebih bertujuan menindaklanjuti hasil penilaian dan menghargai prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu tujuan administrasi dan tujuan pengembangan. Wahyudi (2008) mengatakan penilaian kinerja berguna bagi pimpinan dan karyawan. Bagi pimpinan hasil penilaian dapat digunakan dalam mengambil keputusan, meningkatkan pemahaman tentang pekerjaan, dan menindaklanjuti hasil penilaian, menjalin kerjasama dengan karyawan dalam rangka meninjau perilaku yang berkaitan dengan kinerja, serta menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap penyimpangan agar sesuai dengan standar yang disepakati. Sedangkan manfaat bagi karyawan dapat mengetahui prestasi kerja yang telah dicapai, dapat dijadikan motivasi dalam meningkatkan kinerja di waktu mendatang sekaligus berusaha memperbaiki kesalahan. Penilaian kinerja perawat pelaksana dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 2.2.3.1. Penilaian perilaku perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan dengan cara self evaluation. Penilaian diri sendiri merupakan pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu (Ilyas, 2002; Marquis & Huston, 2010). Metode ini baik digunakan bila bertujuan untuk pengembangan dan umpan balik kinerja karyawan, penilaian dalam jumlah besar, biaya murah dan cepat. Self evaluation dilakukan dengan meminta perawat pelaksana untuk menilai diri sendiri tentang perilakunya dalam memberikan asuhan keperawatan. Melalui penilaian ini dapat diketahui tiga jenis informasi yang berbeda mengenai perilaku perawat dalam melakukan pekerjaan, yakni: 1) informasi berdasar sifat, yaitu mengidentifikasi sifat karakter subyektif perawat seperti inisiatif dan kreaktivitas, 2) informasi berdasar perilaku, yaitu berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 34 keberhasilan kerja, dan 3) informasi berbasis hasil, yaitu dengan memperhitungkan pencapaian kerja karyawan. Siagian (2009) menyatakan penilaian diri sendiri bila dikaitkan dengan pengembangan karir pegawai berarti seorang mampu melakukan penilaian yang obyektif mengenai diri sendiri, termasuk mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan. Meskipun dalam menilai diri sendiri seseorang akan cenderung menonjolkan ciri-ciri positif mengenai dirinya, namun orang yang sudah matang jiwanya akan juga mengakui bahwa dalam dirinya terdapat kelemahan. Pengakuan demikian akan mempermudahnya menerima bantuan orang lain seperti supervisor untuk mengatasinya. Pengenalan ciri-ciri positif dan negatif yang terdapat dalam diri seseorang akan merupakan dorongan kuat baginya untuk lebih meningkatkan kemampuan kerja, baik dengan menggunakan ciri-ciri positif sebagai modal maupun dengan usaha yang sistematis untuk menghilangkan atau paling sedikit mengurangi ciri-ciri negatifnya. Metode ini juga dipakai dalam kegiatan penerapan praktik keperawatan profesional yang dikembangkan oleh Keliat, dkk (2006). Soeprihanto (2001); Ilyas (2002); Hasibuan (2003), perilaku yang dapat dinilai dari perawat pelaksana adalah: a. Prestasi Kerja. Prestasi kerja merupakan hasil pelaksanaan pekerjaan yang dicapai oleh seorang perawat dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja seorang perawat ini dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kesungguhan dan lingkungan kerja. Ciri-ciri prestasi kerja yang dituntut dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) antara lain: menguasai seluk beluk tugas dan bidang-bidang lain yang terkait, mempunyai keterampilan yang amat baik dalam melaksanakan tugas, mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang tugas dan bidang lain yang terkait, bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugas, mempunyai kesegaran jasmani dan rohani yang Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 35 baik, melaksanakan tugas secara berdaya guna dan berhasil guna, serta hasil pekerjaan melebihi dari yang dituntut perusahaan. b. Tanggung Jawab. Tanggung jawab merupakan kesanggupan seorang perawat dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Suatu tanggung jawab dalam melaksanakan tugas akan terlihat pada ciri-ciri antara lain: dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berada di tempat tugas dalam segala keadaan yang bagaimanapun, mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan diri dan golongan, tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain, berani memikul resiko dari keputusan yang dibuatnya, selalu menyimpan dan atau memelihara barang-barang dinas yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya. c. Ketaatan. Ketaatan merupakan kesanggupan seorang perawat untuk mentaati segala peraturan kedinasan yang berlaku, dan mentaati perintah dinas yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Ciri-ciri suatu ketaatan yang dituntut dalam DP3 antara lain: mentaati segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang dengan baik, selalu mentaati jam kerja yang sudah ditentukan, selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. d. Kejujuran. Kejujuran merupakan sikap mental yang keluar dari dalam diri manusia sendiri. Kejujuran merupakan ketulusan hati dalam melaksanakan tugas dan mampu untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Ciri-ciri seorang perawat yang disebut mempunyai kejujuran dalam DP3 terlihat pada: selalu melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa dipaksa, tidak pernah menyalahgunakan wewenang yang Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 36 ada padanya, dan melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan menurut apa adanya. e. Kerja Sama. Kerja sama merupakan kemampuan mental seorang perawat untuk dapat bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan. Dengan melaksanakan kerja sama itu maka hasilnya lebih berdaya guna dan berhasil untuk dibandingkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Oleh sebab itu setiap perawat harus berusaha untuk menggalang kerja sama dengan sebaik-baiknya. Ciri-ciri kerja sama antara lain: berusaha mengetahui bidang tugas orang lain yang berkaitan erat dengan tugasnya sendiri, dapat menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain dengan cepat, karena ia yakin bahwa pendapat orang lain itu yang benar, selalu menghargai pendapat orang lain, dan tidak mau memaksakan pendapat sendiri, bersedia mempertimbangkan dan menerima pendapat orang lain, mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditetapkan, dan bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun ia berbeda pendapat. 2.2.3.2 Penilaian hasil kerja. Hasil kerja perawat pelaksana salah satunya dapat dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien. Melalui penilaian ini dapat diketahui seberapa baik perawat melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, sebab kinerja perawat pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perawat. Dokumentasi asuhan keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Perry & Poter, 2005). Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap, obyektif, dan dapat dipercaya. Pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang paripurna Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 37 ditempuh melalui suatu proses interaksi antara sesama anggota tim pemberi jasa dengan klien. Oleh karena itu segala sesuatu yang menyangkut dinamika kerja yang melibatkan otoritas pemberi jasa dan pengguna jasa harus terekam dengan lengkap dan jelas demi kepentingan bersama. Dokumentasi asuhan keperawatan adalah dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien, catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang mempunyai banyak manfaat dan penggunaan.Kegiatan pendokumentasian keperawatan mencakup pencatatan secara sistematis terhadap semua kejadian dalam ikatan kontrak perawat-klien dalam kurun waktu tertentu secara jelas, lengkap dan obyektif. Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan sebagai jaminan mutu. Selain pencatatan, kegiatan pendokumentasian keperawatan juga mencakup penyimpanan atau pemeliharaan hasil pencatatan dan mengkomunikasikan kepada sesama anggota tim kesehatan untuk kepentingan pengelolaan klien serta kepada aparat penegak hukum bila diperlukan untuk pembuktian. Depkes (2007) mengemukakan penilaian kinerja perawat dapat dinilai secara obyektif dengan menggunakan metode dan instrumen penilaian yang baku. Pedoman penilaian dokumentasi asuhan keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman akreditas rumah sakit 2007 yang disebut instrumen A yang berisi tentang penilaian kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan keperawatan, evaluasi, dan catatan asuhan keperawatan. PPNI (2002), mengemukakan bahwa penilaian kinerja perawat berdasarkan standar praktek profesional yang meliputi standar I (pengkajian keperawatan), standar II (diagnosis keperawatan), standar III (perencanaan), standar IV (pelaksanaan), dan standart V (evaluasi). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 38 2.3 Supervisi Supervisi adalah bagian dari fungsi kepemimpinan dan manajemen dalam pelayanan keperawatan. Supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan kegiatannya di bawah tanggung jawab pemimpin. Supervisi sebagai alat untuk memastikan atau menjamin penyelesaian tugas sesuai dengan tujuan dan standar. Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai objek tetapi juga sebagai subjek. Supervisi klinik berpotensi meningkatkan keahlian dan kemampuan klinik staf yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesuksesan pencapaian rumah sakit (White & Winstanley, 2006, Hyrkas, et al, 2006 dalam Clinical supervision a structured approach to best practice, 2008). Sistem supervisi akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan perawat pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi klinik sangat penting dalam pelayanan keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatan berkualitas tinggi dan kesuksesan pencapaian tujuan rumah sakit. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan diperlukan supervisi yang terus menerus terhadap staf keperawatan, fasilitas dan lingkungan kerja, agar seluruh asuhan yang diberikan tetap berjalan sesuai standar yang sudah ditetapkan. 2.3.1 Pengertian Supervisi Supervisi diartikan sebagai pengamatan atau pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya rutin (Suyanto, 2009). Supervisi memberikan kemudahan bagi perawat untuk menyelesaikan tugastugas keperawatan. Manajer keperawatan mendelegasikan tugas dan tanggung jawabnya terhadap seseorang dalam organisasi melalui supervisi. Fowler Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 39 (1996) dalam Burnero & Parbury (2005) mengemukakan supervisi klinis adalah proses dukungan profesional dan pembelajaran untuk membantu perawat pelaksana mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan tanggung jawab untuk meningkatkan perlindungan dan keselamatan pasien. Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi bukan hanya sekedar kontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien. Supervisi klinik adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (American Nurses Association, 2005) merupakan proses dukungan formal dan pembelajaran kompetensi profesional staf, untuk bertanggung mengembangkan jawab terhadap pengetahuan dan pekerjaannya dan meningkatkan perlindungan keselamatan konsumen terhadap pelayanan kesehatan di lingkungan klinik yang kompleks (Royal College of Nursing, 2002). Supervisi klinik tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan, tetapi lebih kepada pengawasan partisipatif, mendahulukan penghargaan terhadap pencapaian hasil positif dan memberikan jalan keluar terhadap hal yang masih belum dapat dilakukan. Perawat tidak sekedar merasa dinilai akan tetapi dibimbing untuk melakukan pekerjaannya secara benar (Keliat, 2006). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa supervisi klinik keperawatan merupakan kegiatan pembelajaran dan dukungan profesional oleh atasan terhadap kinerja bawahan. Supervisi perlu dilakukan secara terprogram, terjadual, dan perhatian supervisor bukan hanya pada Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 40 pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional. 2.3.2 Tujuan Supervisi Tujuan supervisi adalah untuk mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman yang mencakup lingkungan fisik dan suasana kerja di antara para tenaga keperawatan dan tenaga lainnya serta jumlah persediaan dan kelayakan sarana untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Swansburg (2000) mengatakan tujuan supervisi adalah: a. Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan itu sendiri b. Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya c. Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan ketrampilan keperawatan Van Ooijen (2000) dalam Brunero & Parbury (2005) menyatakan tujuan supervisi klinis adalah untuk meningkatkan praktik keperawatan dan difokuskan pada interaksi perawat-pasien. Proses kognitif utama dari supervisi klinis adalah refleksi, yaitu berpikir kritis pada pengalaman klinis untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan pertumbuhan profesional praktek keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan yang didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan praktik keperawatan profesional. Supervisi klinis memungkinkan perawat untuk mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan mendukung. Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi klinis memungkinkan adanya umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang isu-isu klinis. Supervisi klinik diberikan untuk memotivasi staf perawat dalam menjalankan tugasnya dan sebagai penjaga standar keselamatan dalam pelayanan keperawatan pasien, menjalin hubungan aplikatif di semua tingkatan staf Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 41 dalam satu sistem kerja, selalu memperhatikan akuntabilitas dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya yang terdiri dari elemen dukungan, pembelajaran dan evaluasi kinerja (Kadushin, 1992 dalam Hills & Giles, 2007), menurunkan stres kerja (restorative function), meningkatkan akuntabilitas profesional (normative function), pengembangan skill dan pengetahuan (formative function) (Brunero & Parbury, 2005). Jadi tujuan supervisi klinik untuk memberikan dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional dan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaannya secara benar. 2.3.3 Sasaran Supervisi Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi menurut Swanburg (2000) adalah pelaksanaan tugas sesuai dengan pola, struktur, dan hirarki kualifikasi staf dan dapat mengembangkan kesinambungan asuhan keperawatan. Selain hal tersebut di atas sasaran supervisi dapat juga mencakup penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas, wewenang atau kedudukan dan keuangan. Menurut Gillies (2000), tugas kepala ruangan sebagai supervisor terdiri dari empat area penting, yaitu: 2.3.3.1. Area Personal Keperawatan Area supervisi kepala ruangan dalam ketenagaan keperawatan meliputi 1) keterlibatan penerimaan tenaga keperawatan pada saat wawancara 2) seleksi staf di ruang rawat yang menjadi tanggung jawabnya, 3) melakukan evaluasi terhadap pelaksana perawatan yang berada dalam ruang lingkup tanggung jawabnya, 4) memberikan nasehat kepada pelaksana perawatan untuk dapat disiplin, 5) memotivasi staf untuk dapat taat pada standar perawatan yang berlaku, 6) memberikan informasi yang diperlukan staf baru, 7) memperbaiki kebijakan dan prosedur di unitnya apabila diperlukan, 8) menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan dan problem staf, 9) mengadakan perubahan/pembaharuan yang sifatnya positif, 10) mengatur dan mempertahankan penjadwalan dinas Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 42 agar tetap fleksibel untuk semua staf, dan 11) membuat iklim kerja agar tetap nyaman bagi staf. 2.3.3.2. Area Lingkungan dan Peralatan Area lingkungan dan peralatan yang menjadi tanggung jawab kepala ruangan sebagai supervisor adalah menjaga keamanan, kebersihan, kenyamanan, terlibat menentukan anggaran terutama yang berkaitan dengan keperawatan, mengevaluasi dan memantau kelengkapan peralatan di ruang lingkup tanggung jawabnya, membina kerja sama yang baik, membuat laporan dan menjaga terselenggaranya komunikasi yang baik di dalam ruangan dan bagian lainnya. 2.3.3.3. Area Asuhan Keperawatan Area supervisi dalam asuhan keperawatan meliputi menjaga asuhan keperawatan sesuai dengan standar, menjaga dan meningkatkan standar dengan program Quality assurance (QA), mengawasi dan mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan klien dan lingkungan sesuai dengan program QA, mendokumentasikan set standar dan asuhan keperawatan, koordinasi semua kegiatan yang berada di ruang lingkup tanggung jawab, membantu pelaksana perawatan dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan keperawatan, menjadi penasehat dan pelindung klien, membina komunikasi yang baik dengan klien, keluarga dan profesi kesehatan lainnya di ruang lingkup tanggung jawabnya, ikut aktif dalam komite dan organisasi profesi yang ada, dan menjaga keserasian administrasi keperawatan tentang rahasia klien. 2.3.3.4. Area pendidikan dan pengembangan staf Area supervisi dalam area pendidikan dan pengembangan staf terdiri dari koordinasi dengan staf untuk pengembangan, perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam orientasi pegawai baru, koordinasi dengan staf untuk pengembangan dan perencanaan pendidikan yang dibutuhkan oleh staf keperawatan, koordinasi dengan staf untuk menentukan sumber daya yang diperlukan di unitnya, kerja sama dengan instruktur klinik perawatan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi praktik siswa/mahasiswa, Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 43 mempertanggung jawabkan kecukupan kebutuhan pengembangan staf, memelihara hubungan baik dengan masyarakat sambil menginterpretasikan filosofi, goal, kebijakan dan prosedur untuk semua klien dan masyarakat, menunjang dan ikut berpatisipasi dalam penelitian perawatan, dan melengkapi atau merevisi prosedur-prosedur yang ada di unitnya. 2.3.4 Prinsip Supervisi Supervisi dapat dijalankan dengan baik apabila supervisor memahami prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan (Arwani, 2006) sebagai berikut: 2.3.4.1 Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi 2.3.4.2 Kegiatan direncanakan secara matang 2.3.4.3 Bersifat edukatif, supporting dan informal 2.3.4.4 Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan 2.3.4.5 Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf 2.3.4.6 Harus objektif dan sanggup mengadakan ”self evaluation” 2.3.4.7 Harus progresif, inovatif, fleksibel, dan dapat mengembangkan kelebihan masing- masing perawat yang disupervisi 2.3.4.8 Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan 2.3.4.9 Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Dharma (2004) mengemukakan prinsip supervisi adalah: 2.3.4.1 Kejelasan komunikasi. Supervisor harus menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan tidak menimbulkan salah penafsiran. Komunikasi dilakukan secara langsung dan hindari membuang waktu yang dapat mengaburkan terhadap pentingnya pesan yang akan disampaikan. Pesan disampaikan secara ringkas berisi informasi yang diperlukan dan hindari pesan yang bertolak belakang. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 44 2.3.4.2 Mengharapkan yang terbaik. Supervisor harus menghargai staf dan bekerja sama untuk mencapai hasil kerja yang memuaskan. Hindari membicarakan kinerja yang jelek di masa yang lalu 2.3.4.3 Berpegang pada tujuan. Supervisor harus fokus pada satu tujuan. Jangan membicarakan banyak hal pada satu waktu tertentu. Supervisor harus dapat mendorong staf untuk mengarah pada tujuan. Hindari interupsi, komunikasi yang sering terputus umumnya kurang produktif. 2.3.4.4 Mendapatkan komitmen staf. Komitmen dapat diperoleh dengan menggunakan cara berikut: ringkas dan ulangi hal-hal yang telah dibicarakan, libatkan staf dalam kegiatan tersebut, dengarkan sebaikbaiknya pada saat staf berbicara, dan mintakan persetujuan langsung, serta menindaklanjuti masalah yang telah dibicarakan. 2.3.5 Pelaksana Supervisi Menurut Suarli (2009) pelaksana supervisi atau supervisor memiliki karakteristik atau syarat yaitu: 2.3.5.1 Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal ini tidak memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas. 2.3.5.2 Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi. 2.3.5.3 Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi. 2.3.5.4 Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukative dan supportive, bukan otoriter. 2.3.5.5 Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi. Pendapat lain disampaikan oleh Suyanto (2009) menerangkan bahwa supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain: Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 45 2.3.5.1 Kepala ruangan Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung. 2.3.5.2 Pengawas perawatan Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. 2.3.5.3 Kepala bidang keperawatan Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan. 2.3.6 Peran Supervisor Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai. 2.3.6.1 Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi. 2.3.6.2 Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 46 Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan sangat penting karena secara langsung berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya. 2.3.6.3 Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu. 2.3.6.4 Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus. Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 47 2.3.7 Tugas dan Fungsi Supervisor Tugas supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Tugas dan fungsi supervisor menurut Suyanto (2009) sebagai berikut: 2.3.7.1 Mengorientasi staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru 2.3.7.2 Melatih staf dan pelaksana keperawatan 2.3.7.3 Memberikan pengarahan dalam pelaksana tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan 2.3.7.4 Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan fungsi supervisor dalam keperawatan sebagai berikut: 2.3.7.1 Menilai dalam memperbaiki fakor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan 2.3.7.2 Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong ke arah peningkatan kualitas asuhan keperawatan 2.3.7.3 Membantu (asistensing), memberi support (supporting), dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing) 2.3.8 Kompetensi Supervisor Seorang supervisor harus dapat menguasai beberapa kompetensi untuk sukses. Menurut (Bittel, 1987; Danim, 2004; Wibowo, 2008) kompetensi tersebut meliputi: 2.3.8.1 Pengetahuan Merupakan pintu masuk seseorang untuk dapat bekerja dengan baik. Seorang manajer akan lebih sukses bila dilandasi dengan pengetahuan yang cukup. 2.3.8.2. Kompetensi Enterpreneurial Kompetensi supervisor meliputi orientasi efisiensi suatu keinginan untuk mendapatkan dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Efisiensi dapat dicapai dengan cara menggunakan dan menggabungkan semua sumber Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 48 daya serta berupaya untuk mempunyai inisiatif, motivasi, dan bersedia melakukan perbaikan. 2.3.8.3. Kompetensi intelektual Kompetensi intelektual adalah bagaimana supervisor dapat berpikir logis. Kemampuan ini dapat dilihat dari: 1) kemampuan supervisor mencari penyebab dari suatu kejadian yang meliputi kemampuan mengumpulkan informasi dan dapat membedakan hal-hal diluar pola/konsep. 2) Keterampilan mendiagnosa yang mencakup kemampuan mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi kehidupan nyata. Danim (2004) mengemukakan seorang supervisor dapat melaksanakan supervisi dengan baik bila memahami ilmu dan seni supervisi. 2.3.8.4 Kemampuan Sosioemosional Kompetensi supervisor dalam hal emosi dan bersosialisasi mencakup 1) kepercayaan diri, mempunyai rasa percaya diri kuat sehingga dapat mencapai tujuan, 2) membantu mengembangkan rasa tanggung jawab, 3) menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat pada yang memerlukannya. Kemampuan lainnya adalah persepsi obyektif yaitu 1) kemampuan untuk mengerti dan memahami walaupun dalam keadaan kontras, terutama dalam situasi konflik 2) pengkajian diri yang akurat untuk bersedia dan mau mengakui kekurangan maupun kelebihan yang dipunyainya 3) adaptasi stamina yang mencakup mempunyai tingkat energi yang tinggi dan mampu berfungsi secara efektif walaupun dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Danim (2004), mengemukakan interaksi dinamis antara pimpinan dengan bawahan akan melahirkan kepuasan kerja dalam diri karyawan. Hubungan interpersonal antara supervisor dengan perawat merupakan faktor kritis dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana (Marquis & Huston, 2010). Faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan supervisi adalah hubungan kuat antara supervisor dan supervisee, kontrak dan peran yang jelas, komitmen untuk bertemu secara Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 49 berkala, tempat pertemuan yang bebas dari gangguan, dan manajemen komitmen untuk menyediakan waktu untuk proses supervisi klinik. 2.3.8.5 Kompetensi berinteraksi Kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain mencakup 1) kepercayaan diri yaitu mempunyai rasa percaya diri yang kuat sehingga dapat mencapai tujuan. 2) pengembangan diri meliputi; membantu pengembangan rasa tanggung jawab, menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat pada yang memerlukannya 3) memperhatikan dan mempelajari semua perilaku atau respon terhadap kebijakan atau keputusan organisasi dan 4) mengelola proses kelompok; dapat memberikan inspirasi, mampu bekerja sama dan dapat mengkoordinasi semua kegiatan di dalam kelompoknya. 2.3.8.6 Kemampuan Teknis (Technical Skill) Kemampuan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan-tindakan praktis, kemampuan memecahkan masalah melalui taktik yang baik, atau kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis. Hasil penelitian Hasniaty (2002) menunjukkan kompetensi enterpreneurial, intelektual, emosi, dan interpersonal berhubungan secara signifikan dengan kepuasan kerja perawat. Variabel kompetensi merupakan variabel utama yang signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja dan sub variabel kompetensi intelektual dan emosi yang dominan berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Menurut Arwani (2006), supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kompetensi sebagai berikut: 2.3.8.1 Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan 2.3.8.2 Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan 2.3.8.3 Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksana keperawatan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 50 2.3.8.4 Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok) 2.3.8.5 Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksanan keperawatan 2.3.8.6 Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat 2.3.8.7 Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik 2.3.9 Cara Supervisi 2.3.9.1 Langsung Cara supervisi dapat dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern seorang supervisor dapat terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Pengarahan yang efektif adalah pengarahan yang lengkap, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat, berbicara dengan jelas, logis, menghindari banyak arahan pada satu saat, memastikan arahan tersebut dapat dipahami, dan arahan supervisi dapat dilaksanakan atau perlu tindak lanjut. Hasil penelitian Muhasidah (2002) menunjukkan teknik supervisi yang baik adalah supervisi secara langsung dan bila dilakukan secara terus menerus dan terprogram dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan (Depkes, 1994; Azwar, 1996). 2.3.9.2 Tidak langsung Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan klien dan catatan asuhan keperawatan pada setiap shift pagi, sore dan malam, dapat juga dilakukan dengan menggunakan laporan lisan seperti pada saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat dan jika memungkinkan memanggil secara khusus para ketua tim dan perawat pelaksana. Supervisor tidak melihat secara langsung kejadian di lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta, oleh karena itu klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 51 2.3.10 Kegiatan Rutin Supervisor Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya (Bittel, 1987) adalah sebagai berikut: 2.3.10.1 Sebelum pertukaran shif dimulai (15 – 30 menit) Kegiatan ini meliputi mengecek kecukupan fasilitas peralatan dan sarana untuk hari itu dan mengecek jadwal kerja harian. 2.3.10.2 Pada waktu mulai pertukaran shif (15 – 30 menit) Kegiatan pada saat ini adalah mengecek personil yang ada, menganalisis keseimbangan personil dan pekerjaan, mengatur pekerjaan, mengidentifikasi kendala yang muncul, dan mencari jalan supaya pekerjaan dapat diselesaikan 2.3.10.3 Sepanjang hari dinas (6 -7 jam) Selama dinas kegiatan supervisor meliputi; mengecek pekerjaan setiap personil, mengarahkan (instruksi, mengoreksi atau memberikan latihan) sesuai dengan kebutuhannya, mengecek kemajuan pekerjaan dari personil sehingga dapat segera membantu apabila diperlukan, mengecek pekerjaan rumah tangga, menciptakan kenyamanan kerja, terutama untuk personil baru, berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan bantuan, mengatur jadwal istirahat personil, mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara memecahkannya, mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional, mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya, dan mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja. 2.3.10.4 Sekali dalam sehari (15 – 30 menit) Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15 menit. Kegiatan supervisor adalah melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang dan kesulitan pekerjaan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 52 2.3.10.5 Sebelum pulang ke rumah (15 menit) Sebelum pulang dari dinas supervisor harus melakukan kegiatan membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk memecahkan persoalan tersebut keesokan harinya, pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya, kecukupan material dan peralatannya, lengkapi laporan harian sebelum pulang, membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya, membawa pulang, dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja kembali. 2.4 Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. Sistem supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih merasa puas terhadap pekerjaannya (Robert John Wood Foundation, 2007). Kepuasan kerja perawat lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan supervisee (Brunero & Parbury, 2005). Proses supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Salah satu model supervisi klinik adalah model academic. Model ini diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/ Continuing Profesional Development). Dilihat dari prosesnya, model ini merupakan proses formal dari perawat profesional untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapat perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Kegiatan supervisor dalam supervisi model klinik akademik, meliputi: Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 53 2.4.1 Kegiatan educative Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Supervisor melatih perawat untuk mengeksplore strategi atau tehnik-tehnik lain dalam bekerja. Kegiatan educative dirancang untuk memberi kesempatan kepada perawat untuk membahas masalah yang terkait dengan perawatan pasien dan membuka peluang untuk mengembangkan pendekatan yang konsisten terhadap pasien dan keluarga. Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan secara tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat pengetahuan yang pemahaman, peningkatan kompetensi, baru, terjadi peningkatan peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000). 2.4.2 Kegiatan supportive Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi” ketika bekerja, contoh: meredam konflik antar perawat, dan bersikap profesional dalam bertugas. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi. Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan suatu kasus atau case Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 54 conference. Conference klinik adalah pengalaman belajar yang menjadi bagian integral dari pengalaman klinik (Billing & Judith, 1999). Conference merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa aspek klinik. Kelompok melakukan analisis kritis terhadap masalah dan mencari pendekatan alternatif dan kreaktif (Reilly & Oberman, 1999). Conference dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan. Melalui kegiatan conference, perawat dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam menjalankan tugasnya (Wink, 1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999). Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: kemampuan memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina hubungan yang baik di antara staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan kerja (Barkauskas, 2000). 2.4.3 Kegiatan managerial Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji SOP yang ada kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu. Kegiatan managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 55 Penerapan kegiatan managerial dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau rapat untuk membahas standar keperawatan. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perubahan tindakan, pemecahan masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja, dan patient safety (Barkauskas, 2000). 2.5 Pelatihan 2.5.1. Pengertian Pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek untuk membantu meningkatkan kemampuan para pegawai dalam melaksanakan tugasnya (Siagian, 2009). Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasi. Rosidah (2009) mengemukakan pelatihan penting dilakukan karena merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat mempelajari sikap dan keahlian, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pegawai, serta diberikan instruksi untuk mengembangkan keahliannya yang dapat langsung dipakai dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai pada jabatan yang didudukinya. Pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan supervisi bagi kepala ruangan, dimana melalui pelatihan ini diharapkan para kepala ruangan dapat mempelajari peran dan kompetensi supervisor serta bentuk supervisi, sehingga dapat diterapkan dalan rangka meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. 2.5.2. Tujuan Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, dan memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Program pelatihan tidak menyembuhkan semua permasalahan yang ada dalam Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 56 organisasi, meskipun mempunyai potensi memperbaiki beberapa situasi jika program tersebut dilaksanakan secara benar. Siagian (2009), pelatihan dapat bermanfaat baik bagi organisasi maupun bagi karyawan. Manfaat bagi organisasi adalah: peningkatan produktivitas kerja, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja, mendorong sikap keterbukaan manajemen, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan penyelesaian konflik secara fungsional. Sedangkan manfaat bagi karyawan, antara lain: meningkatkan kemampuan karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, semakin besar tekad karyawan untuk lebih mandiri, dan mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan. Pelatihan supervisi kepala ruangan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit, yaitu peningkatan produktivitas rumah sakit secara keseluruhan karena adanya kepala ruangan yang kompeten melakukan tugas supervisi untuk memastikan semua perawat pelaksana melakukan tugas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat mengambil keputusan yang lebih cepat dan tepat. Di samping itu pelatihan ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para kepala ruangan, yaitu menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengemban tugasnya. 2.5.3. Tahap-Tahap Pelatihan Program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas (Bernardin & Russell, 1993, dalam Rosidah, 2009), yaitu: 2.5.3.1 Penilaian kebutuhan pelatihan. Penilaian kebutuhan merupakan proses penentuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan melakukan analisis organisasional, analisis kepegawaian, dan analisis individu. Analisis organisasional menjawab permasalahan mengenai penekanan pelatihan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 57 yang seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Analisis operasional memecahkan permasalahan mengenai apa yang seharusnya dipelajari dalam pelatihan sehingga para peserta pelatihan dapat menjalankan tugasnya dengan memuaskan. Analisis individu berusaha menjawab permasalahan mengenai siapa yang membutuhkan pelatihan dan tipe khusus pelatihan yang dibutuhkan. Tujuan penilaian kebutuhan pelatihan adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan. 2.5.3.2 Pengembangan program pelatihan Pada tahap ini dilakukan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pelatihan dan pengembangan metode-metode pelatihan. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: informational methods, metode yang menggunakan pendekatan satu arah, yang cocok untuk mengajarkan materi faktual, ketrampilan, dan sikap, serta expermental methods, metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, lebih dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta dan langsung menggunakan alat-alat yang tersedia, Metode ini cocok digunakan untuk mengajarkan kemampuan kognitif dan phisikal serta kecakapan. 2.5.3.3 Evaluasi program pelatihan Tahap ini bertujuan untuk menguji efektivitas penyelenggaraan pelatihan. Untuk menilai efektivitas pelatihan dapat dievaluasi dengan menggunakan indikator reaksi, yaitu seberapa baik peserta menyenangi pelatihan; indikator belajar, yaitu seberapa jauh para peserta mempelajari fakta-fakta, prinsip-prinsip dan pendekatan dalam sebuah latihan; indikator hasil, yaitu seberapa jauh perilaku pegawai berubah karena pelatihan dan apakah ada peningkatan produktivitas yang telah dicapai; indikator efektivitas biaya, yaitu seberapa besar biaya yang dihabiskan untuk program pelatihan dan apakah biaya tersebut sebanding dengan tujuan program pelatihan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 58 2.6 Kerangka Teori Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan teori kepuasan kerja dan teori kinerja yang dipengaruhi oleh supervisi. Kepuasan kerja adalah sikap positif atau negatif yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan (Greenberg & Baron, 2003) yang didasarkan pada penilaian sejauh mana pekerjaan memenuhi kebutuhan pekerja (Alam & Fakir, 2010) dan perbandingan dari apa yang diharapkan dan apa yang diterima (Rosidah, 2009). Teori kepuasan kerja berdasarkan teori dua faktor (Herzberg), teori keadilan (Davis, 1989) dan teori harapan (Vroon, 1964) dalam Siagian (2009). Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu supervisor, keragaman tugas, otonomi dalam pekerjaan, kompensasi, rekan kerja, dan manajemen (Alam & Fakir, 2010) dan faktor demografi yang terdiri dari usia dan lama kerja (Barry & Huston, 1998). Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan, perbedaan, pencapaian nilai, keadilan, dan komponen genetik (Kreitner & Kinicki, 2001). Secara khusus kepuasan kerja dipengaruh oleh sistem supervisi. Supervisi adalah dukungan profesional dan pembelajaran untuk membantu perawat pelaksana mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan tanggung jawab untuk meningkatkan perlindungan dan keselamatan pasien (Burnero & Parbury, 2005). Supervisi berjalan dengan baik apabila supervisor dapat menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987) serta memiliki beberapa kompetensi (Arwani, 2006). Pelaksanaan supervisi dalam bentuk educative, supportive, managerial (Farington, 1995) diharapkan dapat menciptakan kepuasan kerja perawat. Kinerja adalah penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya dan hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan standar (Hafizzurachman, 2009). Kinerja perawat dapat dinilai melalui penampilan kerja dalam bentuk prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama (Hasibuan, 2003). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 59 Hasil kerja perawat dinilai berdasarkan hasil kerja dengan standar yang telah ditetapkan (PPNI, 2002, Depkes, 2003). Kinerja dipengaruhi oleh kemampuan pribadi, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi (Mathis, 1997 dalam Hafizzurachman, 2009). Kemampuan pribadi, yaitu: bakat, minat, dan faktor kepribadian; usaha yang dicurahkan, yaitu: motivasi, etika kerja, rancangan tugas; dukungan organisasi, yaitu: pelatihan, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja. Gaya manajemen supervisor dan kemampuan supervisor dalam merancang tugas merupakan dua faktor yang akan diteliti pengaruhnya pada kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Pelatihan supervisi dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang peran supervisor dan melatih kemampuan supervisor dalam memberikan supervisi. Penerapan supervisi didesain dalam bentuk educative, supportive, dan managerial. Hubungan antara variabel supervisi, kepuasan kerja, dan kinerja diuraikan pada skema 2.3 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 60 Variabel Yang dipengaruhi Kepuasan kerja: Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan kerja dipengaruhi oleh: 1. Wood,Clonko,dalam Alam (2010) - Supervisi - Keragaman tugas - Otonomi - Kompensasi - Rekan kerja - Manajemen dan kebijakan 2. Kreitner dan Kinicki (2001): - Pemenuhan kebutuhan - Perbedaan - Pencapaian nilai - Keadilan - Komponen genetik - Kinerja dipengaruhi oleh: Penilaian kepuasan kerja: 1. Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009); - Kemampuan pribadi (bakat, minat, faktor kepribadian - Usaha yang dicurahkan (motivasi, etika kerja, kehadiran,rancangan tugas) - Dukungan organisasi (pelatihan & pengembangan,standar kinerja, manajemen & rekan kerja 2. Gibson, Ivancevich, Donnelly 1997 dalam Ilyas, 2002: - Variabel individu - Variabel organisasi (supervisi) - Variabel psikologis Rating scale dan kuesioner aspek kepuasan: - Otonomi - Variasi tugas - Identitas tugas - Pentingnya pekerjaan - Umpan balik (Siagian, 2009) - - Teori Kepuasan kerja: - - - - penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya dan hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan standar, (Hafizurrachman (2009) Penilaian Kinerja: 1. Penampilan kerja (Soeprihanto 2001; Ilyas,2002;Hasibuan,2003): - Prestasi kerja - Tanggung jawab - Ketaatan - Kejujuran - Kerjasama 2. Hasil kerja (Depkes,2003; PPNI, 2002) - Pengkajian keperawatan - Diagnosa keperawatan - Perencanaan - Pelaksanaan - Evaluasi Supervisi: proses dukungan profesional dan pembelajaran untuk membantu perawat pelaksana mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan tanggung jawab untuk meningkatkan perlindungan dan keselamatan pasien (Fowler 1996, dalam Burnero & Parbury 2005) tujuan supervisi klinis adalah untuk meningkatkan praktik keperawatan dan difokuskan pada interaksi perawatpasien Peran supervisor: perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987) Kompetensi supervisor: pembimbing, pengarah, role model (Arwani, 2006) Model supervisi academic educative, supportive, managerial (Farington, 1995 dalam Supratman 2008). Teori dua faktor (Herzberg) Teori Keadilan (Davis, 1989) Teori harapan (Vroon, 1964) Kinerja: Var iabel Intervensi - Sikap positif atau negatif yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan mereka (Greenberg & Baron, 2003) Penilaian sejauh mana pekerjaan memenuhi kebutuhan pekerja (Locke, 1976 dalam Alam 2010) Sikap subyektif berasal dari kesimpulan perbandingan antara yang diterima dan yang diharapkan (Rosidah, 2009) Pelatihan Supervisi: - - proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasi (Siagian,2009) Tahap pelatihan:penilaian kebutuhan, pengembangan, evaluasi (Rosidah,2009) Skema: 2.3 Kerangka Teori Penelitian Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 61 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional. Kerangka konsep diadopsi dari kerangka teori pada bab 2. Hipotesis disusun berdasarkan tujuan penelitian, dan definisi operasional menjabarkan setiap variabel yang akan diteliti sebagai acuan peneliti saat melakukan penelitian. 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah kerangka kerja penelitian yang diambil dari kerangka teori penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Variabel confounding adalah umur, lama kerja dan status pegawai. Variabel intervensi adalah pelatihan supervisi bagi kepala ruangan. Variabel kepuasan kerja perawat pelaksana dimodifikasi dari teori dua faktor, teori keadilan dan teori harapan. Menurut Herzberg kepuasan kerja berasal dari pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari pekerjaan tersebut. Menurut teori keadilan Davis seorang supervisor dalam merencanakan tugas harus memperhatikan prinsip keadilan, dan menurut teori harapan Vroon seorang supervisor harus menaruh perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Berdasarkan teori-teori kepuasan tersebut, maka Siagian (2009) mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat seorang supervisor perlu memperhatikan aspek pekerjaan yang mendatangkan kepuasan kerja, yaitu otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik. Selain itu kepuasan kerja perawat dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik perawat pelaksana yang mencakup umur, lama kerja, dan status pegawai. 61 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 62 Kinerja perawat pelaksana menentukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit secara khusus pada bidang keperawatan. Kinerja perawat pelaksana dapat dinilai melalui hasil kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan catatan keperawatan (PPNI, 2002; Depkes, 2007). Kinerja dipengaruhi oleh kemampuan pribadi, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi Mathis (1997) dalam Hafizzurahman (2009). Gaya manajemen supervisor dan kemampuan supervisor dalam merancang tugas merupakan dua faktor yang akan diteliti pengaruhnya pada kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Tindakan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja dapat dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan supervisi bagi kepala ruangan. Supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Kualitas supervisi kepala ruangan sangat ditentukan oleh kemampuan kepala ruangan menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987) serta memiliki beberapa kompetensi (Arwani, 2006). Pelaksanaan supervisi dalam bentuk educative, supportive, managerial (Farington, 1995) diharapkan dapat menciptakan kepuasan kerja perawat dan meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal. Pelatihan supervisi yang dilaksanakan yaitu memberikan kemampuan dan ketrampilan kepada semua kepala ruangan sehingga dapat menjalankan fungsi supervisi dan menerapkan peran supervisor serta melakukan supervisi dalam bentuk educative, supportive, managerial. Apabila semua peran dijalankan dengan baik dan bentuk kegiatan supervisi didesain sehingga semua perawat ikut terlibat dalam kegiatan supervisi, maka akan tercipta kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja perawat pelaksana. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema 3.1. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 63 Variabel Intervensi Pelatihan Supervisi kepala ruangan Peran: Pre test Supervisi Kepala Ruangan (Kron, 1987; Farington, 1995) Kepuasan Kerja Otonomi Variasi tugas Identitas tugas Pentingnya pekerjaan Umpan balik (Siagian, 2009) - Perencana Pengarah Pelatih Penilai Supervisi Kepala Ruangan Educative Supportive Managerial Kepuasan Kerja Kegiatan: - Post test (Kron, 1987; Farington, 1995) Otonomi Variasi tugas Identitas tugas Pentingnya pekerjaan Umpan balik (Siagian, 2009) Kinerja Perawat Kinerja Perawat Pengkajian Diagnosa Perencanaan Tindakan Evaluasi Catatan askep (PPNI, 2002; Depkes, 2007 Pengkajian Diagnosa Perencanaan Tindakan Evaluasi Catatan askep (PPNI, 2002; Depkes, 2007 3.2 Variabel confounding Umur Lama kerja Status pegawai Skema: 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 64 3.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini: 3.2.1 Ada perbedaan yang signifikan pada supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 3.2.2 Ada perbedaan yang signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok yang mendapat pelatihan supervisi klinik dengan kelompok yang tidak mendapat pelatihan supervisi klinik. 3.2.3 Ada perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 3.2.4 Ada perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dengan kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 3.2.5 Ada perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu 3.2.6 Ada perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana antara kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dengan kelompok yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 3.2.7 Ada hubungan yang signifikan karakteristik perawat (umur, lama kerja, status pegawai) terhadap kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 65 3.3 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Urutan umur-umur dengan satuan tahun, sesuai nilai mean, SD,minmax Urutan angkaangka dengan satuan tahun sesuai nilai mean, SD,minmax 1. Tetap 2. Kontrak Umur Masa kehidupan yang dihitung sejak kelahiran hingga ulang tahun terakhir saat pengambilan data dilakukan Kuesioner Mengisi kuesioner pertanyaan umur responden Lama Kerja waku bekerja perawat terhitung sejak pertama kali bekerja di rumah sakit Kuesioner Mengisi kuesioner pertanyaan lama kerja responden di RS Woodward Status pegawai Posisi kepegawaian perawat di rumah sakit terakhir saat pengambilan data dilakukan Persepsi perawat dengan menyatakan rasa setuju terhadap seberapa baik pekerjaannya di rumah sakit Woodward Palu Kuesioner Mengisi kuesioner pertanyaan status pegawai responden di RS Woodward Mengisi kuesioner yang terdiri dari aspek otonomi, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan, umpan balik.dengan jumlah pernyataan 45 Kepuasan Kerja perawat pelaksana Menggunakan kuesioner skala likert 1-4 yang terdiri dari 45 pernyataan dengan kategori: 1=sangat tidak setuju 2=tidak setuju 3=setuju 4=sangat setuju Urutan angkaangka yang berada pada rentang 45- 180 (75% dari perbanding an nilai mean dengan skor maximal disetarakan dengan optimal) Skala ukur Interval Interval Nominal Interval Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 66 Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kinerja Perawat Pelaksana Kualitas asuhan keperawatan yang tergambar dalam dokumentasi asuhan keperawatan Menggunakan kuesioner dengan alternatif jawaban: Ya: bila didokume ntasi lengkap Tidak: bila didokumentasi tidak lengkap Kegiatan Supervisi Persepsi perawat pelaksana tentang cara kepala ruangan dalam melakukan bimbingan dan arahan dalam bentuk kegiatan tutorial, diskusi kasus, pertemuan penyusunan standar Menggunakan kuesioner dengan alternatif jawaban: Ya: bila dilakukan Tidak:bila tidak dilakukan Mengisi lembar penilaian dokumentasi asuhan keperawatan terdiri dari aspek pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi, dan catatan asuhan keperawatan dengan jumlah pertanyaan 24 Mengisi lembar evaluasi aktivitas supervisi klinik kepala ruang yang terdiri dari kegiatan educative, supportive, dan managerial Hasil Ukur Urutan angkaangka yang berada pada rentang 024 (75% dari perbanding an nilai mean dengan skor maximal disetarakan dengan optimal) Urutan angkaangka pada rentang 035 (75% dari perbadingan nilai mean dengan skor maximal disetarakan dengan optimal) Skala Ukur Interval Interval Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 67 BAB 4 METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, serta prosedur penelitian. Prosedur penelitian meliputi: tempat penelitian, waktu penelitian, alat pengumpul data, dan pengujian instrumen, serta tahap-tahap penelitian. Analisis data akan dilakukan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan pendekatan pre- post test design with control group (Notoatmodjo, 2010) untuk melihat pengaruh penerapan supervisi dalam bentuk educative, supportive, dan managerial terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Kegiatan supervisi kepala ruangan diukur sebelum dan sesudah pelatihan supervisi. Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana diukur sebelum pelatihan supervisi kepala ruangan dan sesudah pelatihan sebagai efek dari pelatihan supervisi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner sehingga diperoleh data primer langsung dari perawat pelaksana. Desain penelitian pre-post test design with control group dapat dilihat pada skema 4.1 01 Intervensi 02 03 04 05 02 – 01 = X1 03 – 01 = X2 04 – 01 = X4 05 – 04 = X3 05 – 03 = X5 Skema 4.1. Desain Penelitian 67 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 68 Keterangan: 01 :Supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok intervensi diukur sebelum pelatihan supervisi kepala ruangan 02 :Supervisi kepala ruangan diukur setelah diberi pelatihan supervisi kepala ruangan 03 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok intervensi diukur setelah disupervisi kepala ruangan yang telah dilatih supervisi 04 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol diukur sebelum pelatihan supervisi kepala ruangan 05 :Kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol diukur setelah pelatihan supervisi kepala ruangan X1 :Deviasi atau perubahan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi X2 :Deviasi atau perubahan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok intervensi sebelum dan sesudah disupervisi kepala ruangan . X3 :Deviasi atau perubahan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol tanpa disupervisi oleh kepala ruangan X4 :Kesetaraan kepuasan kerja dan kinerja perawat kelompok kontrol dan kelompok intervensi X5 :Perbedaan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana kelompok kontrol dengan kelompok intervensi setelah di intervensi 4. 2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2006) atau sekumpulan individu dimana hasil suatu penelitian akan digeneralisasikan (Masyhuri & Zainuddin, 2008). Populasi merupakan keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi obyek penelitian (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu dengan tingkat pendidikan D III Keperawatan yang berjumlah 64 perawat. 4.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang diteliti (Sugiyono, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu semua perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 69 Palu dengan kriteria inklusi memiliki pendidikan D III Keperawatan. Sebaran sampel pada tiap ruangan dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4. 1 Distribusi Responden di ruang rawat inap RS Woodward Palu No 1 2 3 4 5 6 7 Ruangan Pav. Berlian Pav. Nilam Pav. Yaspis Pav. Rat.Cempaka Pav. Zamrud Pav. Krisolit Ruang ICU Total Jmh 9 3 11 10 13 8 10 64 Responden di atas dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pemilihan ruangan di setiap kelompok menggunakan purposive sampling. Ruangan yang terpilih menjadi kelompok intervensi adalah ruangan yang disiapkan untuk menjadi contoh penerapan praktik keperawatan profesional. Pembagian sampel pada setiap kelompok dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Intervensi di ruang rawat inap RS Woodward Palu Ruangan Kelompok Intervensi 1 Pav. Berlian 2 Pav. Zamrud 3 ICU Kelompok Kontrol 1 Pav Nilam 2 Pav Yaspis 3 Pav. Krisolit 4 Ratna Cempaka Jumlah perawat pelaksana Jumlah sampel 9 13 10 32 3 11 8 10 32 Besar sampel dokumentasi asuhan keperawatan yang dinilai di masingmasing ruang rawat inap setiap kelompok didasarkan pada jumlah pasien tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut: Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 70 Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Rata-rata pasien/bulan di ruang rawat inap RS Woodward Palu Tahun 2010 Ruangan Pav. Berlian Pav. Nilam Pav. Yaspis Pav. Rat. Cempaka Pav. Zamrud Pav. Krisolit Ruang ICU Total Jumlah Rata-rata pasien/bulan 71 20 80 100 130 26 26 453 Berdasarkan tabel 4.3 dilakukan perhitungan besar sampel dokumentasi asuhan keperawatan yang dihitung menggunakan rumus sampel untuk estimasi besar sampel dari dua kelompok independen (Sastroasmoro & Ismail, 2010) sebagai berikut: n 1 = n2= 2 (Zα + Zß) s 2 X1 – X2 Keterangan: n1= n2 = Besar sampel di dua kelompok s = SD dua kelompok (38) X1 – X2 = perbedaan antar kelompok (20) Z (1-α)2 = Z= 1,96 untuk α = 0,05 Power atau zß = 80% = 0,84 (ditetapkan peneliti) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan besar sampel sebanyak 56 dokumen asuhan keperawatan kelompok intervensi dan 56 dokumen kelompok kontrol. Dokumen diambil dari tiap ruangan secara proporsional yang dapat dilihat pada tabel 4.4. Teknik sampling dokumen asuhan keperawatan yang dijadikan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu dokumen yang dinilai memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Pasien sudah dirawat minimal 3 (tiga) hari 2. Penilaian asuhan keperawatan dilakukan setelah perawat pelaksana disupervisi oleh kepala ruangan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 71 Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Dokumentasi Asuhan Keperawatan Yang Digunakan Untuk Menilai Hasil Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu Ruangan Kelompok Intervensi 1 Pav. Berlian 2 Pav. Zamrud 3 ICU Kelompok Kontrol 1 Pav. Nilam 2 Pav. Yaspis 3 Pav. Krisolit 4 Pav. Rat. Cempaka Total Jumlah Rerata Pasien/Bulan Jumlah Sampel/Ruang 71 /227 x 56 130/227 x 56 26 /227 x 56 18 32 6 20 /226 x 56 80/ 226 x 56 26/ 226 x 56 100/226 x 56 453 5 20 6 25 Jumlah Sampel/Kelompok 56 56 112 4.2.3 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Pemilihan rumah sakit Woodward sebagai tempat penelitian karena saat ini rumah sakit Woodward sedang berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan mulai menerapkan MPKP dibeberapa ruangan. Selain itu, rumah sakit Woodward selalu terbuka untuk pengembangan usaha perbaikan pelayanan kepada pasien. 4.4 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 28 Pebruari – 7 Mei 2011, yang meliputi uji coba kuesioner, pre test supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja, dan kinerja perawat pelaksana, pelatihan dan bimbingan supervisi kepala ruangan, dan post test supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. 4.5 Pertimbangan Etik Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pembimbing tesis FIK UI dan lolos uji etik dari komite etik FIK UI. Penelitian diawali dengan pelaksanaan uji etik dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan surat keterangan lolos uji etik. Selanjutnya surat lolos uji etik tersebut digunakan oleh peneliti sebagai lampiran dalam pengajuan ijin ke Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 72 Direktur Rumah Sakit Woodward Palu. Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik yang meliputi: a. Right to self determination Prinsip etik ini dilakukan dengan cara memberikan kebebasan kepada responden untuk ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan tentang maksud, tujuan dan manfaat penelitian. Responden yang bersedia mengikuti penelitian menandatangani informed consent dan sebaliknya jika responden tidak bersedia, maka peneliti tetap menghormati hak-hak responden. b. Right to anominity and confidentiality Responden tidak perlu mencantumkan nama, sebagai gantinya peneliti memberikan kode pada setiap kuesioner, sehingga responden dapat secara bebas untuk menentukan pilihan jawaban dari kuesioner tanpa takut di intimidasi oleh pihak lain termasuk oleh atasan. Penelitian ini tidak berdampak terhadap diri responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua informasi yang diberikan responden dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Responden diberikan jaminan bahwa data yang diberikan tidak akan berdampak terhadap karir dan pekerjaan. Data yang sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan dipergunakan hanya untuk pelaporan penelitian ini. c. Right to fair treatment Prinsip ini dilaksanakan dengan memberikan intervensi sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam informed concent. Kelompok intervensi mendapat intervensi pelatihan dan bimbingan supervisi bagi kepala ruangan sebanyak empat kali. Kelompok kontrol tidak mendapat intervensi apapun selama penelitian dilaksanakan, tetapi sosialisasi materi pelatihan diberikan pada akhir penelitian dan bimbingan supervisi dilaksanakan langsung oleh kepala bidang keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 73 4.6 Alat Pengumpul data Instrumen atau alat ukur merupakan hal yang sangat penting. Hal ini karena perolehan suatu informasi atau data relevan atau tidaknya, tergantung pada alat ukur tersebut. Suatu alat ukur atau instrumen dikembangkan untuk menerjemahkan variabel, sub variabel dan indikator yang dipergunakan dalam mengungkap data. Semakin suatu variabel, sub variabel, dan indikator diukur dengan baik, maka akan semakin baik pula instrumen tersebut. Penyusunan instrumen harus dijabarkan dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Setiap item instrumen harus bermakna untuk mengungkap indikator tertentu dan mempunyai sumbangan yang jelas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Setelah suatu tujuan dirumuskan, maka variabel yang mengacu pada tujuan tersebut dijabarkan ke dalam sub variabel dan dibuat rumusan definisinya hingga menjadi definisi operasional. Suatu sub variabel dapat terdiri dari beberapa indikator. Indikator inilah yang akan dijadikan petunjuk konkrit yang dapat dilihat (diamati dan didengar) tentang suatu konsep dengan suatu parameter tertentu. Parameter disini dimaksudkan sebagai bentuk/jenis ukuran yang akan dipergunakan untuk mengukur data sesuai dengan jenisnya (baik deskrit maupun kontinu) dan tingkat pengukurannya (baik nominal, ordinal, interval, maupun rasio) (Karsidi, 2000). Data pada penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer digunakan untuk menilai supervisi kepala ruangan, kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pendokumentasian asuhan keperawatan. Variabel yang akan diteliti dijabarkan dalam kuesioner dan digunakan sebagai instrumen pengumpulan data sebagai berikut: a. Variabel kepuasan kerja Pada pembuatan instrumen kepuasan kerja perawat di RS Woodward Palu, digunakan kerangka pikir aspek kepuasan kerja menurut Siagian (2009), yang terdiri dari: otonomi dalam bekerja, variasi tugas, identitas pekerjaan, pentingnya pekerjaan, dan umpan balik. Instrumen kepuasan kerja terdiri Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 74 dari 45 pernyataan unfavorable yaitu terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif berjumlah 31 pernyataan, yaitu pada nomor: 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 44, 45, sedangkan pernyataan negatif berjumlah 15 pernyataan, yaitu pada nomor 3, 5, 7, 9, 11, 15, 17, 21, 23, 27, 31, 33, 35, 41, 43. Pengukuran menggunakan skala Likert dengan empat kriteria. Pernyataan positif nilai 4 = Sangat Setuju, nilai 3 = Setuju, nilai 2 = Tidak Setuju, dan nilai 1 = Sangat Tidak Setuju. Pernyataan negatif nilai 1 = Sangat Setuju, nilai 2 = Setuju, nilai 3 Tidak Setuju, dan nilai 4 = Sangat Tidak Setuju. Tabel 4.5 Kisi-kisi Instrumen Penilaian Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu No 1 2 3 4 5 b. Sub Variabel Otonomi Variasi tugas Identitas tugas Pentingnya Pekerjaan Umpan balik Jumlah Nomor Item pernyataan 1 -9 10 – 18 19 – 27 28 – 36 37 – 45 45 Jumlah 9 9 9 9 9 45 Variabel kinerja perawat pelaksana Penilaian kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan dinilai dengan cara memeriksa pendokumentasi asuhan keperawatan. Instrumen dokumentasi asuhan kinerja keperawatan perawat pelaksana merupakan lembar berdasarkan penilaian dokumentasi asuhan keperawatan yang terdiri dari aspek pengkajian 4 (empat) pernyataan, diagnosa 3 (tiga) pernyataan, perencanaan 6 (enam) pernyataan, tindakan 4 (empat) pernyataan, evaluasi 2 (dua) pernyataan, catatan asuhan keperawatan 5 (lima) pernyataan. Instrumen ini terdiri dari 24 pernyataan yang seluruh item pernyataan bersifat favourable dengan alternatif hasil observasi “ya” bila dokumentasi lengkap dan “tidak” bila dokumentasi tidak lengkap. Skor untuk jawaban „ya” = 1 dan skor untuk jawaban “tidak” = 0. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 75 Tabel 4.6 Kisi-kisi Instrumen Kinerja Perawat Pelaksana Berdasarkan Dokumentasi Asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu c. No Subvariabel 1 2 3 4 5 6 Pengkajian Diagnosa Perencanaan Tindakan Evaluasi Catatan asuhan keperawatan Jumlah Nomor Item pernyataan 1–4 5–7 8 – 13 14 – 17 18 – 19 20 – 24 24 Jumlah 4 3 6 4 2 5 24 Variabel Supervisi Kepala Ruangan Pembuatan instrumen supervisi kepala ruangan rawat inap di RS Woodward Palu, mengacu pada model supervisi akademik menurut Farington (1995). yang terdiri dari: kegiatan educative 15 pernyataan, kegiatan supportive 10 pernyataan, dan kegiatan managerial 10 pernyataan. Instrumen ini terdiri dari 35 pernyataan unfavorable yaitu terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif berjumlah 23 pernyataan, yaitu pada nomor: 1, 2, 4, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 32, 33, 34, sedangkan pernyataan negatif berjumlah 12 pernyataan, yaitu pada nomor: 3, 5, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 25, 27, 31, 35. Pengukuran dilakukan dengan cara mengisi kuesioner dengan jawaban “ya” bila dilakukan dan “tidak” bila tidak dilakukan. Pernyataan positif skor untuk jawaban „ya” = 1 dan skor untuk jawaban “tidak” = 0. Pernyataan negatif skor untuk jawaban “tidak” = 1 untuk jawaban “ya” = 0. Tabel 4.7 Kisi-kisi Instrumen Evaluasi Aktivitas Supervisi Klinik Kepala Ruangan Model Akademik di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu No 1 2 3 Subvariabel Kegiatan educative Kegiatan supportive Kegiatan managerial Jumlah Nomor Item pernyataan 1 – 15 16 - 25 26 – 35 35 Jumlah 15 10 10 35 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 76 Instrumen variabel perancu (confounding factor) yang meliputi umur, lama kerja, dan status pegawai, pertanyaan digabung dalam satu lembar kuesioner yang tersedia. Variabel karakteristik lainnya seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tidak dijadikan variabel perancu karena variabel tersebut tidak bervariasi di populasi. 4.7 Pengujian Instrumen Alat ukur penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai. Mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur dapat dibimbing dan diarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan: Apakah alat ukur yang digunakan tersebut sudah dapat mengukur apa yang hendak diukur, Apakah alat ukur tersebut telah mencakup semua atau sebagian fenomena yang hendak diukur, Apakah semua item-item yang ada di dalam instrumen tersebut sudah mampu dipahami oleh semua responden, Apakah di dalam item-item tersebut sudah tidak ada kata-kata atau istilah yang ambiguous atau memiliki arti ganda? Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan dapat mengecek tentang validitas dan reliabilitas suatu alat ukur. a. Validitas Alat Ukur Alat ukur dikatakan valid (sahih) apabila alat ukur tersebut mampu mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur (Hastono, 2007). Pada penelitian ini validitas instrumen akan diuji dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan tingkat signifikansi 0,05. Pengukuran tiap item pernyataan dilakukan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari r tabel maka pernyataan tersebut valid, tetapi bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka pernyataan tersebut tidak valid. b. Reliabilitas Alat Ukur Alat ukur dikatakan reliabel (andal) jika alat ukur tersebut memiliki sifat konstan, stabil atau tepat. Jadi, alat ukur dinyatakan reliabel apabila diujicobakan terhadap sekelompok subyek akan tetap sama hasilnya, walaupun dalam waktu yang berbeda, dan/atau jika dikenakan pada lain subyek yang sama karakteristiknya hasilnya akan sama juga (Hastono, Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 77 2007). Pengukuran reliabilitas instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach dengan r tabel. Bila Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan r tabel, maka pernyataan instrumen tersebut reliabel. Instrumen kepuasan kerja perawat pelaksana dan supervisi kepala rungan dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 28 – 29 Maret 2011 di rumah sakit Budi Agung yang memiliki karakteristik hampir sama dengan rumah sakit Woodward Palu. Uji coba kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala ruangan diberikan kepada 30 perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap. Hasil uji coba kuesioner supervisi kepala ruangan yang terdiri dari 35 item pernyataan semuanya valid sehingga semua item pernyataan diikutkan pada uji reliabiltas. Hasil uji reliabilitas nilai r Alpha Cronbach = 0,985 lebih besar dari r tabel (0,349) sehingga 35 item pernyataan dinyatakan reliabel. Hasil uji analisis validitas untuk instrumen kepuasan kerja perawat yang terdiri dari 45 pernyataan ada lima item pernyataan yang tidak valid. Pernyataan yang tidak valid diperbaiki kalimatnya dan tetap dipertahankan dalam kuesioner untuk dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabiltas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach terhadap 45 item pernyataan dengan hasil nilai r Alpha Cronbach = 0,969 lebih besar dari r tabel (0,349) sehingga 45 item pernyataan tersebut dinyatakan reliabel. Kuesioner kinerja perawat pelaksana berdasarkan dokumentasi asuhan keperawatan yang terdiri dari 24 pernyataan tidak dilakukan uji coba lagi karena kuesioner tersebut merupakan kuesioner baku yang digunakan untuk penilaian dokumentasi asuhan keperawatan di rumah sakit dan sudah pernah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada penelitian sebelumnya (Saefullah, 2009) dengan hasil r Alpha Cronbach = 0, 916 lebih besar dari r tabel (0,349) sehingga 24 item pernyataan tersebut dinyatakan reliabel. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 78 4.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a. Prosedur Administrasi 1) Lolos uji etik dari komite etik penelitian FIK UI 2) Menyiapkan kelengkapan data, kuesioner penelitian, dan modul pelatihan supervisi 3) Mengajukan ijin uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ke rumah sakit Budi Agung Palu pada 28 Maret 2011 4) Mengajukan ijin melakukan penelitian ke rumah sakit Woodward Pada 28 Maret 2011 b. Persiapan penelitian Peneliti melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan rumah sakit Woodward Palu mengenai jadwal, tempat dan peserta pelatihan. Selanjutnya bidang keperawatan menghubungi semua kepala ruangan dan menjelaskan bahwa akan ada penelitian dari mahasiswa FIK UI Jakarta tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Peneliti membuat kesepakatan dengan bidang keperawatan untuk menerapkan supervisi klinik kepala ruangan dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan managerial (Farington, 1995). Selanjutnya kepala bidang keperawatan menentukan ruangan intervensi yang akan dijadikan contoh pelaksanaan supervisi klinik model akademik. Ruangan intervensi adalah ruangan yang sedang disiapkan untuk penerapan praktik profesional, yaitu Paviliun Berlian, ICU, dan Paviliun Zamrud. Langkah selanjutnya adalah pengambilan data pre test penelitian. Pre test dilakukan dengan cara pembagian kuesioner kepuasan kerja dan pelaksanaan supervisi kepala ruangan kepada perawat pelaksana baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi setelah diberikan penjelasan dan informed concent. Pre test dilakukan pada 30 Maret – 1 April 2011. Pembagian kuesioner kepada perawat pelaksana dilakukan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 79 saat jam istirahat agar tidak mengganggu proses pemberian pelayanan keperawatan pada pasien. Pre test variabel kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dilaksanakan oleh peneliti sendiri pada tanggal 29 – 31 Maret 2011 dengan cara melakukan penilaian terhadap pengisian dokumen asuhan keperawatan ditiap ruangan sesuai jumlah yang telah ditetapkan. Pengolahan data pre test dilakukan mulai tanggal 29 Maret – 2 April 2011. c. Pelaksanaan penelitian Pelaksanaan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dilakukan pada 5 – 6 April 2011 diikuti oleh 3 (tiga) kepala ruangan dan 1 (satu) staf dari bagian keperawatan di ruang aula rumah sakit Woodward Palu. Pelatihan hari pertama dimulai dengan pembukaan oleh kepala bidang keperawatan, dan penjelasan tujuan dan manfaat pelatihan dari peneliti sebagai usaha untuk membangun komitmen yang dilanjutkan dengan informed concent dari kepala ruangan. Kemudian dilakukan pre test pelatihan. Nilai retata pre test pelatihan supervisi adalah 55,53. Langkah berikutnya adalah pemberian materi konsep dasar supervisi klinik dan konsep dasar supervisi klinik model akademik. Selama proses pembelajaran berlangsung semua kepala ruangan mengikuti dengan baik dan terjadi tanya jawab untuk pendalaman pemahaman materi. Selanjutnya untuk menggali potensi kepala ruangan dalam memahami teori yang telah diajarkan, maka diberikan tugas kepada setiap kepala ruangan untuk merancang atau menyusun skenario pelaksanaan supervisi sesuai dengan praktek nyata di ruangan masing-masing. Skenario role play tersebut ditampilkan pada pelatihan hari kedua. Kepala ruangan ICU ditugaskan untuk menyusun skenario kegiatan supervisi bentuk educative, kepala ruangan Paviliun Zamrud ditugaskan untuk menyusun skenario kegiatan supervisi bentuk supportive, dan kepala ruangan Paviliun Berlian ditugaskan untuk menyusun skenario kegiatan supervisi bentuk managerial. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 80 Pelatihan hari kedua pada 6 April 2011dimulai dengan kegiatan role play. Role play untuk setiap bentuk kegiatan supervisi kepala ruangan dilaksanakan dalam waktu 15 – 20 menit dengan melibatkan perawat pelaksana. Setelah role play diberikan umpan balik untuk melengkapi dan menyesuaikan penerapan bentuk supervisi dengan kondisi ditiap ruangan. Selanjutnya dilakukan post test dengan nilai rerata adalah 88,78. Pada akhir sesi pelatihan disampaikan kepada kepala ruangan bahwa pelatihan akan dilanjutkan dengan pemberian bimbingan dan pendampingan supervisi klinik di ruangan masing-masing. Bimbingan pelaksanaan supervisi klinik kepala ruangan adalah bentuk tindak lanjut dari pelatihan yang merupakan proses belajar melalui bimbingan tutorial di ruang rawat inap yang diikuti dengan pemberian umpan balik segera setelah kegiatan dilakukan. Bimbingan pelaksanaan supervisi klinik kepala ruang dilakukan untuk meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan supervisi klinik kepala ruangan dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan managerial. Tujuan bimbingan pelaksanaan supervisi klinik model akademik di ruangan setelah kegiatan pelatihan ini adalah: 1) Dapat mengembangkan kemampuan kepala ruangan secara individual dalam melaksanakan supervisi klinik model akademik dalam bentuk educative, supportive, dan managerial. 2) Memastikan bahwa pelaksanaan supervisi klinik model akademik dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah disepakati. 3) Mengidentifikasi hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan supervisi klinik model akademik di masing-masing ruang rawat inap. 4) Dapat menentukan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan yang ditemui. 5) Mendorong dan meyakinkan semua perawat tujuan dan manfaat supervisi model akademik baik bagi profesi perawat, patient safety, maupun mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit secara keseluruhan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 81 Bimbingan dan pendampingan supervisi akan diberikan terhadap semua kepala ruangan yang mendapat pelatihan supervisi. Prosedur bimbingan yaitu: 1) Sebelum bimbingan peserta pelatihan ditugaskan untuk membuat jadwal supervisi klinik bentuk educative, supportive, dan managerial sesuai dengan jadwal dinas yang telah disusun dan kebutuhan di ruangan. 2) Kepala ruangan diinformasikan bahwa peneliti akan hadir dan mengikuti kegiatan supervisi klinik dalam bentuk educative, supportive, dan managerial sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh masingmasing kepala ruangan. 3) Peneliti menjelaskan instrumen bimbingan yang akan digunakan, dan 4) Bimbingan dilaksanakan setiap hari selama sembilan hari oleh peneliti dan staf bidang keperawatan secara bergiliran pada masing-masing ruangan. Penerapan educative ditiap ruangan dilakukan setiap hari kepada dua perawat pelaksana. Kegiatan ini tidak mengalami hambatan karena kepala ruangan telah memiliki pengalaman dan kompetensi yang cukup untuk melakukan bimbingan tindakan keperawatan kepada perawat pelaksana yang sebagiannya adalah perawat yunior. Kegiatan supportive dilakukan setiap hari pada pre conference dan post conference yang difokuskan pada kemampuan perawat pelaksana dalam menyampaikan laporan operan dan kemampuan kepala ruangan dalam memberikan support dan validasi data. Kegiatan ini juga tidak mengalami hambatan karena semua perawat pelaksana bersikap kooperatif dan memiliki keinginan yang tinggi untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam menyampaikan laporan operan. Kegiatan managerial dilakukan seminggu dua kali yang difokuskan pada pembahasan teknik pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang berlaku. (Jadwal supervisi klinik terlampir). d. Evaluasi kegiatan penelitian Pada minggu ketiga yaitu 18 – 23 April, peneliti bersama staf bidang keperawatan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan supervisi. Penilaian dilakukan dengan dua cara, cara pertama peneliti melakukan observasi langsung pada kegiatan supervisi kepala ruangan dalam bentuk educative, Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 82 supportive, dan managerial. Hasil observasi yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa semua kepala ruangan lulus dengan nilai rerata 94,62%. Cara kedua dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada perawat pelaksana tentang persepsi perawat pelaksana terhadap supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan. Hasil diperoleh dengan melihat perbedaan pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan berdasarkan persepsi perawat pelaksana. Pada minggu keempat yaitu 25 – 30 April 2011, pelaksanaan supervisi dilaksanakan secara mandiri dengan observasi langsung dari kepala bidang keperawatan. Selama fase ini, kepala ruangan melaksanakan kegiatan supervisi dalam bentuk educative, supportive, dan managerial sesuai jadwal yang telah dibuat tanpa dibimbing dan didampingi oleh peneliti. Selanjutnya setelah fase pelaksanaan supervisi secara mandiri, peneliti mengambil data post test tentang kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebagai efek langsung dari supervisi klinik yang dilakukan oleh kepala ruangan. Data kepuasan kerja berdasarkan self evaluation diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada perawat pelaksana pada saat jam istirahat, sedangkan data kinerja perawat diperoleh dengan cara peneliti melakukan penilaian terhadap pengisian dokumen asuhan keperawatan. Kegiatan pengambilan data post test dilaksanakan selama empat hari yaitu pada 30 April – 4 Mei 2011. Pada kelompok kontrol yaitu: Pav.Nilam, Pav.Yaspis, Pav.Ratna Cempaka, dan Pav. Krisolit, pengambilan data kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebagai data post test dilakukan pada tanggal 30 April – 4 Mei 2011. Memperhatikan prinsip etik keadilan pada penelitian ini, maka sosialisasi supervisi klinik model akademik bagi kepala ruangan kelompok kontrol dilaksanakan langsung oleh peneliti pada 2 Mei 2011 saat rapat rutin kepala ruangan dan bimbingan penerapan di ruangan rawat inap disupervisi langsung oleh kepala bidang keperawatan dengan melibatkan tiga kepala ruangan sebagai role model. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 83 Tahapan prosedur penelitian dapat dilihat dalam kerangka kerja kegiatan penelitian pada skema 4.2 di bawah ini: Pelatihan supervisi Bimbingan selama Pada kepala ruangan 2 minggu 7-16 Selama 2 hari: April 2011 5-6 April 2011 Fase remedial 1 minggu 18-23 April 2011 Post test 30 April 4 Mei 2011 Fase non treatmen 1 mg 25-30 April 2011 Post test 30 April – 4 Mei 2011 Penjelasan riset dan pre test 29-31 Maret 2011 pada kelompok kontrol 4.9 Impleme ntasi supervis i kepala ruangan Pelatihan dan bimbingan kepala ruangan Penjelasan riset dan pre test 29-31 Maret 2011 pada kelompok intervensi Skema 4.2. Tahapan Prosedur Penelitian. Pengolahan dan Analisis Data 4.9.1 Pengolahan data Pengolahan data yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : a. Pemeriksaan data (editing), yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner yang telah diserahkan kepada responden. b. Pembuatan kode (coding), yaitu melakukan pengkodean terhadap data yang sudah diedit, sebagai usaha untuk menyederhanakan data, yaitu dengan memberi tanda di angka 1 - 4 pada masingmasing kategori jawaban dari seluruh responden. c. Processing, yaitu pemprosesan data yang dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner dengan menggunakan perangkat komputer. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 84 d. Cleaning, yaitu pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. 4.9.2 Analisis Data a. Analisis univariat Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran setiap variabel yang diteliti. Bentuk penyajian data menggunakan tabel distribusi frekuensi dan prosentase untuk data katagorik (status pegawai) dan data numerik (umur, lama kerja, kepuasan kerja, dan kinerja) ditampilkan dari hasil perhitungan mean, median, SD dan minimum– maksimum. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan. Selanjutnya mengetahui kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan setelah disupervisi oleh kepala ruangan yang telah dillatih supervisi pada masing-masing kelompok serta perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sebelum analisis bivariat dilakukan, dilaksanakan terlebih dahulu uji kesetaraan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Selengkapnya uji bivariat dapat dilihat pada tabel 4.8 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 85 Tabel 4.8 Analisis Uji Statistik Variabel Penelitian Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu No 1 Variabel Kelompok intervensi Variabel Uji kesetaraan Kelompok kontrol Karakteristik responden (umur dan lama kerja) Karakteristik responden (status pegawai) Supervisi Kepala ruangan Kepuasan kerja Karakteristik responden (umur dan lama kerja) Karakteristik responden (status pegawai) Supervisi Kepala ruangan Kepuasan kerja Uji t independen Kinerja perawat pelaksana Uji t independen Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok intervensi (pre test) Kinerja perawat pelaksana Uji beda Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok intervensi (post test) Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok kontrol (pre test) Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok kontrol (post test) Uji t dependen (paired t test) Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok intervensi (post test) Kepuasan kerja perawat pelaksana kelompok kontrol (post test) Uji t independen Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok intervensi (pre test) Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok intervensi (post test) Uji t dependen (paired t test) 2 Uji statistic Uji chi square Uji t independen Uji t independen Uji t dependen (paired t test) Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 86 No Variabel Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok kontrol (pre test) Variabel Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok kontrol (post test) Uji statistic Uji t dependen (paired t test) Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok intervensi (post test) Kinerja perawat pelaksana (dokumentasi askep) kelompok kontrol (post test) Uji t independen Supervisi kepala ruangan kelompok intervensi (pre test) Supervisi kepala ruangan kelompok intervensi (post test) Uji t dependen (paired t test) Supervisi kepala ruangan kelompok kontrol (pre test) Supervisi kepala ruangan kelompok kontrol (post test) Uji t dependen (paired t test) Supervisi kepala ruangan kelompok intervensi (post test) 3 Umur responden Lama kerja Status pegawai Supervisi kepala ruangan kelompok kontrol (post test) Uji hubungan asosiasi Kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah intervensi Kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah intervensi Kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah intervensi Uji t independen Product moment Product moment Korelasi Rank Spearman Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 j 87 BAB 5 HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu, yang dilakukan selama kurun waktu 6 (enam) minggu, sejak tanggal 28 Maret – 4 Mei 2011. Responden yang mengikuti penelitian berjumlah 64 perawat, 32 perawat sebagai kelompok intervensi dan 32 perawat sebagai kelompok kontrol. Jumlah dokumentasi asuhan keperawatan yang dinilai berjumlah 224 berkas, sebelum pelatihan 112 berkas (56 pada ruangan kontrol dan 56 pada ruangan intervensi, sesudah pelatihan 112 berkas (56 pada ruangan kontrol dan 56 pada rungan intervensi). Kepala ruangan yang mengikuti pelatihan supervisi berjumlah 3 (tiga) orang dan sebagai kontrol 4 (empat) orang. Kedua kelompok dilakukan pre test dan post test untuk melihat efek intervensi yang diberikan. Penyajian data hasil penelitian terdiri dari analisis univariat dan bivariat yang dilakukan menggunakan program pengolahan data pada perangkat komputer. Uraian hasil penelitian secara lengkap disajikan dalam tiga bagian, yaitu karakteristik perawat, variabel intervensi supervisi kepala ruangan, dan variabel dependen yaitu kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. 5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana Bagian ini menjelaskan tentang karakteristik perawat pelaksana yang meliputi umur, lama kerja, dan status kepegawaian. Analisis dilakukan sesuai dengan jenis data yang didapat. Hasil analisis menggambarkan distribusi karakteristik perawat pelaksana kelompok intervensi dan kelompok kontrol, serta kesetaraan karakteristik perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Berikut ini uraian hasil analisisnya. 87 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 88 5.2.1 Karakteristik perawat pelaksana kelompok intervensi dan kelompok kontrol a. Umur dan lama kerja perawat pelaksana Karakteristik perawat pelaksana berdasarkan umur dan lama kerja merupakan variabel numerik, dianalisis dengan menggunakan central tendency dan disajikan pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Analisis Umur dan Lama Kerja Perawat Pelaksana Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu 2011 (n = 64) Variabel n Mean Median SD Min-Max 95% CI Intervensi 32 31,97 29,50 9,31 21 – 50 28,61 – 35,33 Kontrol 32 29,94 25,00 9,28 21 – 49 26,59 – 33,28 Total 64 30,95 27,25 9,29 21 – 49,5 27,6 – 34,30 Intervensi 32 10,16 4,50 10,21 1 – 28 6,48 – 13,84 Kontrol 32 7,69 2,00 8,98 1 – 27 4,45 – 10,93 Total 64 8,92 3,25 9,59 1 – 27,5 5,46 – 12,38 Umur Lama Kerja Hasil analisis pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang bekerja di rumah sakit Woodward Palu berdasarkan umur memiliki rerata umur 30,95 tahun, dengan standar deviasi 9,29 tahun. Umur termuda 21 tahun dan tertua berusia 49,5 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur perawat pelaksana adalah diantara 27,60 sampai dengan 34,30 tahun. Lama kerja rata-rata 8,92 tahun, dengan standar deviasi 9,59 tahun. Lama kerja terendah 1 tahun dan terlama 27,5 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata lama kerja perawat pelaksana adalah diantara 5,46 tahun sampai dengan 12,38 tahun. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 89 b. Status kepegawaian perawat pelaksana Karakteristik perawat pelaksana berdasarkan status kepegawaian merupakan variabel kategorik, dianalisis dengan menggunakan frekuensi proporsi dan disajikan pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Status Kepegawaian Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu, 2011 (n = 64) Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Tetap 18 56,2 14 43,8 32 (50,0) Kontrak 14 43,8 18 56,2 32 (50,0) Total 32 100,00 32 100,00 64 (100) Variabel Jumlah Status Kepegawaian Hasil analisis pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RS Woodward Palu berdasarkan status kepegawaian sama besar yaitu status pegawai tetap dan kontrak masing-masing 32 perawat( 50,0%) 5.2.2 Kesetaraan karakteristik perawat pelaksana kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Validitas hasil penelitian kuasi eksperimen ditentukan dengan menguji kesetaraan karakteristik subyek penelitian antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol atau dengan kata lain kedua kelompok setara atau sama. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 90 a. Kesetaraan karakteristik perawat pelaksana berdasarkan umur dan lama kerja. Kesetaraan karakteristik umur dan lama kerja perawat pelaksanan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat dengan melakukan statistik Independent Sample t-Test. Tabel 5.3 Analisis Kesetaraan Perawat Pelaksana Berdasarkan Umur dan Lama Kerja Pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel Kelompok n Mean SD SE t p value Umur Intervensi 32 31,97 9,31 1,646 0,874 0,386 Kontrol 32 29,94 9,28 1,641 Lama Intervensi 32 10,16 10,21 1,805 1,027 0,308 kerja Kontrol 32 7,69 8,98 1,588 Hasil analisis pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa umur dan lama kerja antara kelompok intervensi dan kontrol adalah setara (p value > 0.05) b. Kesetaraan perawat pelaksana berdasarkan status kepegawaian. Kesetaraan status kepegawaian perawat pelaksana kelompok intervensi dan kontrol diuji dengan menggunakan Chi Square, disajikan pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Analisis Kesetaraan Status Kepegawaian Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel Status Kepegawaian Tetap Kontrak Kelompok kontrol Kelompok intervensi (n=32) (n=32) 14 (43,2) 18 (56,2) 18 (56,2) 14 (43,2) p value 0,453 Analisis pada tabel 5.4 menunjukkan status kepegawaian antara kelompok intervensi dan kontrol adalah setara (p value > 0,05). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 91 5.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Bagian ini menjelaskan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol, kesetaraan supervisi klinik pada kelompok kontrol dan intervensi, serta perubahan supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat pelatihan dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 5.3.1 Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Hasil analisis Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5.5 Tabel 5.5 Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64). Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI Intervensi 32 12,94 13,00 1,268 11 – 15 12,48 – 13,39 Kontrol 32 12,91 13,00 1,766 10 - 18 12,27 – 13,54 Supervisi Klinik Analisis hasil penelitian pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki rata-rata 12,94 dengan standar deviasi 1,268. Supervisi klinik terendah 11 dan supervisi klinik tertinggi 15. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi adalah diantara 12,48 sampai dengan 13,39. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 92 Sedangkan pada kelompok kontrol memiliki supervisi rata-rata 12,91 dengan standar deviasi 1,766. Supervisi klinik terendah 10 dan supervisi klinik tertinggi 18. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok kontrol adalah diantara 12,27 sampai dengan 13,54. Skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga berdasarkan skor supervisi klinik kepala ruangan pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat di ruang rawat inap RS Woodward sebelum mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi pada kelompok intervensi sebesar 36,97% dan kontrol sebesar 36,88% sehingga masih belum optimal. 5.3.2 Kesetaraan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Uji kesetaraan supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana bertujuan untuk melihat kesetaraan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dengan kontrol. Analisis menggunakan Independent t Test. Hasil analisis kesetaraan dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.6 Analisis Kesetaraan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64) Variabel n Mean SD SE t p value Intervensi 32 12,94 1,268 0,224 0,081 0,935 Kontrol 32 12,91 1,766 0,312 Supervisi Klinik Hasil analisis pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi pada kelompok intervensi dan kontrol di ruang rawat inap RS Woodward Palu adalah setara (p value > 0,05). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 93 5.3.3 Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Hasil analisis Supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5.7 Tabel 5.7 Analisis Supervisi Klinik Kepala Ruangan Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64). Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI Intervensi 32 33,25 34,00 1,967 27 – 35 32,54 – 33,96 Kontrol 32 13,43 13,50 1,105 10 – 15 13,04 – 13,84 Supervisi Klinik Analisis hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sesudah mendapat pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki rata-rata 33,25 dengan standar deviasi 1,967. Supervisi klinik terendah 27 dan supervisi klinik tertinggi 35. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi adalah diantara 32,54 sampai dengan 33,96. Sedangkan pada kelompok kontrol memiliki supervisi rata-rata 13,43 dengan standar deviasi 1,105. Supervisi klinik terendah 10 dan supervisi klinik tertinggi 15. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata supervisi klinik kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana pada kelompok kontrol adalah diantara 13,04 sampai dengan 13,84. Skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga berdasarkan skor supervisi klinik kepala ruangan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 94 supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat di ruang rawat inap RS Woodward sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi pada kelompok intervensi rata-rata sebesar 33,25 (95%) dan dinyatakan optimal, sedangkan supervisi klinik pada kelompok kontrol rata-rata sebesar 13,43 (38,37%) dan dinyatakan tetap belum optimal. 5.3.4 Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol diuji dengan menggunakan Dependent t-Test (Paired t test), dijelaskan pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Analisis Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pada Kelompok Intervensi di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n= 64) Variabel Kelompok Mean Beda Mean Beda SD Supervisi Intervensi p value Sebelum 12,94 20,31 2,494 0,000 Sesudah 33,25 0.53 1,606 0,071 Kontrol Sebelum 12,91 Sesudah 13,43 Analisis hasil penelitian pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan pada kelompok intervensi di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat pelatihan rata-rata 12,94 (36,97%) dan sesudah mendapat pelatihan menjadi rata-rata 33,25 (95%) sehingga terjadi peningkatan sebesar 20,31 (58,03%). Untuk mencapai skor maksimal 35 diperlukan 1,75 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan berdasarkan persepsi perawat pelaksana sesudah mendapat pelatihan dan dibimbing supervisi klinik (p value = 0,000, α = 0.05). Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 95 Pada kelompok kontrol sebelum mendapat pelatihan nilai supervisi kepala ruangan rata-rata 12,91 (36,88%) dan sesudah tidak mendapat pelatihan supervisi nilai supervisi menjadi 13,43 (38,37%) sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,53 (1,51%). Untuk mencapai skor maksimal 35 diperlukan 21,57 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang tidak signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan sesudah tidak mendapat pelatihan supervisi (p value = 0,071, α = 0,05). 5.3.5 Selisih supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol Selisih supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dianalisis menggunakan Dependent t-Test (Paired t test). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Selisih Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel Kelompok n Selisih Mean p value Supervisi Klinik Intervensi 32 20,31 0,000 Kontrol 32 0,53 Analisis pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa selisih mean supervisi klinik kepala ruangan pada kelompok intervensi sesudah pelatihan supervisi klinik mengalami kenaikan 20,31 atau berubah 58,03% dibandingkan kelompok kontrol sesudah tidak dilatih supervisi mengalami kenaikan 0,53.atau berubah 1,51%. Hasil analisis lanjutan menyimpulkan bahwa selisih supervisi klinik kepala ruangan pada kelompok intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value = 0,000) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05) Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 96 5.3.6 Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah pelatihan supervisi klinik Perbedaan supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah pelatihan supervisi klinik dianalisis dengan menggunakan Independen t Test. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel 5.10 Tabel 5.10 Perbedaan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value Supervisi Klinik Intervensi 32 33,25 34,00 1,967 27 – 35 Kontrol 32 13,43 13,50 1,105 10 - 15 0,000 Hasil analisis pada tabel 5.10 nilai mean supervisi klinik kepala ruangan pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah 33,25 lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 13,43. Analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada supervisi klinik kepala ruangan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p value = 0,000, α = 0,05) 5.4 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel dependen. Kepuasan kerja diukur sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dengan menggunakan paired t test dan analisis perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kontrol menggunakan Independent t Test. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 97 5.4.1 Kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Hasil analisis kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap Rumah Sakit Woodward Palu, 2011 (n=64). Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95% CI Intervensi 32 122,22 120,00 11,66 104 – 139 118,02 – 126,42 Kontrol 32 125,75 128,50 9,80 102 – 139 122,22 – 129,28 Kepuasan Kerja Analisis hasil penelitian pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 122,22, dengan standar deviasi 11,66. kepuasan kerja terendah 104 dan kepuasan kerja tertinggi 139. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi adalah diantara 118,02 sampai dengan 126,42. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebelum intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 125,75, dengan standar deviasi 9,80. Kepuasan kerja terendah 102 dan kepuasan kerja tertinggi 139. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah diantara 122,22 sampai dengan 129,28. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 98 Skor total kepuasan kerja adalah 180, sehingga berdasarkan skor kepuasan kerja pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa kepuasan kerja pada perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi pada kelompok intervensi sebesar 67,90% dan kontrol sebesar 69,86%, sehingga masih belum optimal. 5.4.2 Kesetaraan kepuasan kerja perawat antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Uji kesetaraan kepuasan kerja perawat pelaksana bertujuan untuk melihat kesetaraan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kontrol. Analisis menggunakan Independent t Test. Hasil analisis kesetaraan dapat dilihat pada tabel 5.12 Tabel 5.12 Analisis Kesetaraan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64) Variabel n Mean SD SE t p value Intervensi 32 122,22 11,66 2,061 1,311 0,195 Kontrol 32 125,75 9,80 1,733 Kepuasan Kerja Hasil analisis pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi pada kelompok intervensi dan kontrol di ruang rawat inap RS Woodward Palu adalah setara (p value > 0,05) Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 99 5.4.3 Kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik, maka dilakukan penilaian kepuasan kerja perawat pelaksana. Hasil penilaian dapat dilihat dalam tabel 5.13 Tabel 5.13 Analisis Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64) Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI Intervensi 32 136,94 134,00 7,935 126 - 152 134,08 – 139,80 Kontrol 32 126,47 128,00 7,907 108 – 140 123,62 – 129,32 Kepuasan Kerja Hasil analisis pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 136,94, dengan standar deviasi 7,935. Kepuasan kerja terendah 126 dan kepuasan kerja tertinggi 152. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah diantara 134,08 sampai dengan 139,80. Sedangkan pada kelompok kontrol, setelah intervensi memiliki kepuasan kerja rata-rata 126,47, dengan standar deviasi 7,907. Kepuasan kerja terendah 108 dan kepuasan kerja tertinggi 140. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah intervensi adalah diantara 123,62 sampai dengan 129,32. Skor total kepuasan kerja adalah 180 sehingga berdasarkan skor kepuasan kerja pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward pada kelompok intervensi Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 100 sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi klinik memiliki kepuasan kerja rata-rata sebesar 136,94 (76,08%) dan dinyatakan optimal, sedangkan kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok kontrol yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah rata-rata sebesar 126,47 (70,26%) dan dinyatakan tetap belum optimal. 5.4.4 Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik diuji dengan menggunakan Dependent t Test (Paired t test), dijelaskan pada tabel 5.14 Tabel 5.14 Analisis Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n=64) Variabel Kepuasan kerja Kelompok Mean Beda Beda p value Mean SD 14,719 10,504 0,000 0,719 4,623 0,386 Intervensi Sebelum 122,22 Sesudah 136,94 Kontrol Sebelum 125,75 Sesudah 126,47 Tabel 5.14 menunjukkan bahwa skor kepuasan kerja pada kelompok intervensi sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah 122,22 (67,9%) dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi menjadi 136,94 (76,08%), sehingga terjadi peningkatan sebesar 14,72 (8,18%). Untuk mencapai skor maksimal 180 diperlukan 43,06 poin (23,92%). Hasil Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 101 uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik (p value = 0,000, α = 0,05). Pada kelompok kontrol sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kepuasan kerja 125,75 (69,86%) dan sesudah tidak mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi menjadi 126,47 (70,26%) sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,72 (0,4%). Untuk mencapai skor maksimal 180 diperlukan 53,53 poin (29,74%). Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang tidak signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana sesudah tidak mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi (p value = 0,386, α = 0,05). 5.4.5 Selisih kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Selisih kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dianalisis menggunakan Dependent t Test (Paired t test). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.15 Tabel 5.15 Selisih Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel Kelompok n Selisih Mean p value Kepuasan Kerja Intervensi 32 14,719 0,000 Kontrol 32 0,719 Hasil analisis tabel 5.15 menunjukkan bahwa selisih mean kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi mengalami kenaikan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 102 14,719 atau berubah 8,18% dibandingkan kelompok kontrol yang disupervisi oleh kepala ruangan yang tidak dilatih supervisi mengalami kenaikan 0,719 atau berubah 0,4%. Hasil analisis lanjutan menyimpulkan bahwa selisih kepuasan kerja pada kelompok intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value = 0,000) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05) 5.4.6 Perbedaan kepuasan kerja antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi kllinik. Perbedaan kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi diuji dengan menggunakan Independen t Test. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel 5.16 Tabel 5.16 Perbedaan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 64) Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value Intervensi 32 136,94 134,00 7,935 126 – 152 0,000 Kontrol 32 126,47 128.00 7,907 108 – 140 Kepuasan kerja Hasil analisis pada tabel 5.16 nilai mean kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah 136,94 lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 126,47. Hasil analisis lanjutan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p value = 0,000, α = 0,05) Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 103 5.5 Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan. Kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel dependen. Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan diukur sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dengan menggunakan Paired t Test dan analisis perbedaan kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kontrol menggunakan Independent t Test. 5.5.1 Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil analisis kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum Mendapat Supervisi Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Ruang Rawat inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112). Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI Intervensi 56 13,27 13,00 1,55 7 – 16 12,85 – 13,68 Kontrol 56 13,82 14,00 2,31 6 – 19 13,20 – 14,44 Kinerja Perawat Hasil analisis pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 13,27, dengan standar deviasi 1,55. Kinerja terendah 7 dan kinerja tertinggi 16. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 104 keperawatan sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah diantara 12,85 sampai dengan 13,68. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebelum intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 13,82, dengan standar deviasi 2,31. Kinerja terendah 6 dan kinerja tertinggi 19. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum intervensi adalah diantara 13,20 sampai dengan 14,44. Skor total kinerja adalah 24, sehingga berdasarkan skor kinerja pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RS Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi sebesar 55,29% dan kontrol sebesar 57,58% sehingga masih belum optimal. 5.5.2 Kesetaraan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Uji kesetaraan kinerja perawat pelaksana bertujuan untuk melihat kesetaraan kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kontrol. Analisis menggunakan Independent t Test. Hasil analisis kesetaraan dapat dilihat pada tabel 5.18. Tabel 5.18 Analisis Kesetaraan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum Disupervisi Oleh kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112) Variabel n Mean SD SE t p value Intervensi 56 13,27 1,555 0,208 1,486 0,140 Kontrol 56 13,82 2,313 0,309 Kinerja Perawat Hasil analisis pada tabel 5.18 menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 105 supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol di ruang rawat inap RS Woodward Palu adalah setara (p value > 0,05). 5.5.3 Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik, maka dilakukan penilaian kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil penilaian dapat dilihat dalam tabel 5.19. Tabel 5.19 Analisis Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112) Variabel n Mean Median SD Min-Maks 95%CI Intervensi 56 20,61 21,00 1,86 15 – 23 20,11 – 21,10 Kontrol 56 14,05 14,00 1,62 11 – 17 13,62 – 14,49 Kinerja Perawat Hasil analisis pada tabel 5.19 menunjukkan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 20,61, dengan standar deviasi 1,86. Kinerja terendah 15 dan kinerja tertinggi 23. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah diantara 20,11 sampai dengan 21,10. Sedangkan pada kelompok kontrol, setelah intervensi memiliki kinerja dalam pendokumentasian asuhan keperawatan rata-rata 14,05, dengan standar deviasi 1,62. Kinerja terendah 11 dan kinerja tertinggi 17. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kinerja Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 106 perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesudah intervensi adalah diantara 13,62 sampai dengan 14,49. Skor total kinerja adalah 24 sehingga berdasarkan skor kinerja pada tabel 5.19 menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward pada kelompok intervensi sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kinerja rata-rata sebesar 20,61 (85,88%) dan dinyatakan optimal, sedangkan kinerja perawat pelaksana yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah rata-rata sebesar 14,05 (58,54%) dan dinyatakan tetap belum optimal. 5.5.4 Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah disupervisi kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik diuji dengan menggunakan Dependent t Test (Paired t test) dijelaskan pada tabel 5.20. Tabel 5.20 Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam PendokumentasianAsuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112) Variabel Kelompok Mean Beda Mean Beda SD p value Kinerja Intervensi Perawat Sebelum 13,27 7,34 2,08 0,000 Sesudah 20,61 0,23 1,04 0,102 Kontrol Sebelum 13,82 Sesudah 14,05 Hasil analisis pada tabel 5.20 menunjukkan bahwa skor kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada kelompok Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 107 intervensi sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi adalah 13,27 dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing supervisi klinik menjadi 20,61, sehingga terjadi peningkatan sebesar 7,34 (30,58%). Untuk mencapai skor maksimal 24 diperlukan 3,39 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik (p value = 0,000, α = 0,05). Pada kelompok kontrol sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi memiliki kinerja 13,82 dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi menjadi 14,05, sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,23 (0,96%). Untuk mencapai skor maksimal 24 diperlukan 9,95 poin. Hasil uji statistik menunjukkan ada peningkatan yang tidak signifikan pada kinerja perawat pelaksana sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi (p value = 0,102, α = 0,05). 5.5.5 Selisih kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum dan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol. Selisih kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum dan sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kontrol dianalisis menggunakan Dependent t Test (Paired t test). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.21. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 108 Tabel 5.21 Selisih Kinerja Perawat Pelaksana Dalam pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sebelum dan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112) Variabel Kinerja Perawat Kelompok n Selisih Mean p value Intervensi 56 7,34 0,000 Kontrol 56 0,23 Hasil analisis pada tabel 5.21 menunjukkan bahwa selisih mean kinerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi mengalami kenaikan 7,34 atau berubah 30,58% dibandingkan kelompok kontrol yang disupervisi oleh kepala ruangan yang tidak dilatih supervisi mengalami kenaikan 0,23 atau berubah 0,96%. Analisis selanjutnya menyimpulkan bahwa selisih kinerja pada kelompok intervensi lebih tinggi secara signifikan (p value = 0,000) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (95% CI, α = 0,05) 5.5.6 Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan antara kelompok intervensi dengan kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik. Perbedaan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik diuji dengan menggunakan Independen t Test. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel 5.22. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 109 Tabel 5.22 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Sesudah Disupervisi Oleh Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu, 2011 (n = 112) Variabel n Mean Median SD Min-Maks p value Intervensi 56 20,61 21,00 1,86 15 – 23 0,000 Kontrol 56 14,05 14,00 1,62 11 – 17 Kinerja Perawat Hasil analisis pada tabel 5.22 nilai mean kinerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik adalah 20,61 lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 14,05 Analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sesudah disupervisi oleh kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik (p value = 0,000. α = 0,05) 5.6 Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Kepuasan Kerja Perawat pelaksana. Pada bagian ini akan dianalisis hubungan kepuasan kerja dengan karakteristik perawat pelaksana yang meliputi umur, lama kerja, dan status kepegawaian. a. Hubungan Umur dan lama kerja dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Hubungan Umur dan lama kerja dengan kepuasan kerja perawat pelaksana dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Product Moment pada tabel 5. 23 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 110 Tabel 5. 23 Analisis Hubungan Umur dan Lama Kerja dengan Kepuasan kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,2011 (n = 64) Variabel r p value Umur 0,214 0,090 Lama kerja 0,188 0,137 Hasil analisis diperoleh untuk variabel umur nilai r = 0,214 sehingga dapat disimpulkan hubungan umur dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif artinya semakin meningkat umur semakin meningkat pula kepuasan kerja. Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,09 (p value > 0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Sedangkan variabel lama kerja nilai r = 0,188 sehingga dapat disimpulkan hubungan lama kerja dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif artinya semakin meningkat lama kerja semakin meningkat pula kepuasan kerja. Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,137 (p value > 0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 111 b. Hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat. Hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Sparkman pada tabel 5. 24 Tabel 5. 24 Analisis Hubungan Status Kepegawaian dengan Kepuasan kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Woodward Palu,2011 (n = 64) Variabel Status kepegawaian r p value 0,076 0,549 Hasil analisis diperoleh nilai r = 0,076 sehingga dapat disimpulkan hubungan status kepegawaian dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang lemah. Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,549 (p value > 0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara status kepegawaian dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 112 RINGKASAN HASIL PENELITIAN Variabel Skor max Supervisi Intervensi Seblm Gap Ssdh Pengktan 12,94 36,97% Belum optimal 22,06 63,03% 33,25 95% Optimal 20,31 (58,03% 12,91 36,88% Belum optimal 22,09 63,11% 13,43 38,37% Belum optimal 0,53 (1,51%). p=0,071 ≠signifikan 122,22, 67,90% Belum optimal 57,78 (32,1%) 136,94 76,08% Optimal 14,72 (8,18%) p=0,000 Signifikan 125,75, 69,86% Belum optimal 54,25 (30,14) 126,47 70,26% Belum optimal 0,72 (0,4%) p=0,386 ≠Signifikan 13,27 55,29% Belum optimal 10,72 44,71% 20,61 85,88% Optimal 7,34 30,58% p=0,000 Signifikan 13,82 57,58% Belum optimal 10,18 42,42% 14,05 (58,54% Belum optimal 0,23 (0,96%) Paired T test p=0,000 Signifikan 35 Kontrol Kepuasan Intervensi 180 Kontrol Kinerja Intervensi 24 Kontrol p= 0,102 ≠Signifikan Indep T test Beda mean 19,81 p= 0,000 signifikan Beda mean 10,46 p=0,000 signifikan Beda mean 6,55 p=0,000. signifikan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 113 BAB 6 PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya dan penjelasan tentang keterbatasan penelitian. Selanjutnya akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan, bidang keilmuan dan pendidikan keperawatan, serta bidang penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Woodward Palu. Supervisi klinik yang diterapkan kepala ruangan adalah supervisi klinik model akademik yang terdiri dari kegiatan educative, supportive, dan managerial. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik dan kelompok kontrol yang mendapat supervisi dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik. Peneliti ingin mengetahui perbedaan supervisi klinik kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik dan dampaknya terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah implementasi supervisi klinik model akademik selama kurang lebih empat minggu. Berikut ini diuraikan pembahasan hasil penelitian. 6.1 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Model Akademik Supervisi klinik kepala ruangan model akademik yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu pada prinsipnya adalah proses pembelajaran dari kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Kepala ruangan menyusun program supervisi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan perawat pelaksana dan kondisi pasien serta kebutuhan di ruangan. Bentuk supervisi didesain dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan managerial yang memungkinkan semua perawat berperan aktif dalam kegiatan supervisi.Penerapan supervisi klinik model akademik memacu kepala ruangan dan perawat pelaksana untuk terus mengembangkan 113 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 114 kemampuan dalam praktik keperawatan. Hal ini sesuai pendapat Van Ooijen (2000) dalam Brunero & Parbury (2005) yang menyatakan tujuan supervisi klinik model akademik adalah adanya proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/Continuing Profesional Development) untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan dan pasien mendapat perlindungan serta merasa aman selama menjalani perawatan. Proses kognitif utama dari supervisi klinis model akademik adalah refleksi, yaitu berpikir kritis pada pengalaman klinis untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan yang selanjutnya dijadikan acuan dalam menentukan langkah perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan pertumbuhan profesional praktik keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan yang didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan praktik keperawatan profesional. Supervisi klinis model akademik memungkinkan perawat untuk mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan mendukung. Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi klinis memungkinkan adanya umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang isu-isu klinis. Supervisi klinik model akademik dalam penerapannya di rumah sakit Woodward Palu dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan perhatian supervisor bukan hanya pada pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional. Hal ini sesuai dengan pendapat Marquis & Huston (2010) yang mengemukakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 115 6.1.1 Supervisi klinik kepala ruangan sebelum pelatihan dan bimbingan supervisi klinik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan sebelum mendapat pelatihan supervisi klinik secara keseluruhan adalah 12,92 (36,91%) artinya tidak optimal. Dikatakan tidak optimal karena skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 35, sehingga masih diperlukan 22,08 (63,08%) untuk mencapai skor optimal supervisi klinik kepala ruangan. Menurut asumsi peneliti ketidakoptimalan supervisi klinik kepala ruangan di rumah sakit Woodward Palu terlihat pada persepsi perawat pelaksana yang mempersepsikan bahwa kepala ruangan belum membuat jadwal supervisi dan belum mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana. Kegiatan case conference belum dilakukan dan pelaksanaan operan hanya sebatas kegiatan rutinitas dengan standar komunikasi yang belum jelas dengan komunikasi satu arah dimana kepala ruangan belum memberi kesempatan kepada perawat lain untuk klarifikasi dan validasi. Perawat pelaksana mempersepsikan bahwa kegiatan rapat atau pertemuan untuk membahas standar di ruangan dengan melibatkan perawat pelaksana belum dilakukan. Selain itu tidak optimalnya supervisi klinik kepala ruangan juga disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman kepala ruangan tentang supervisi klinik sebelum dilatih (rerata nilai pre test 55,53). Tidak optimalnya supervisi klinik kepala ruangan harus mendapat perhatian yang serius dari bidang keperawatan, mengingat resiko dan dampak yang dapat timbul berkaitan dengan supervisi klinik kepala ruangan yang tidak optimal yaitu pelayanan keperawatan yang tidak berkualitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Mularso (2006) dan Supratman & Sudaryanto (2008) yang menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi diberbagai rumah sakit belum optimal dan fungsi manajemen tidak mampu diperankan oleh perawat disebagian besar rumah sakit di Indonesia. Lebih lanjut dikemukakan bahwa model supervisi klinik keperawatan belum jelas implementasinya di rumah sakit. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 116 Marquis & Huston (2010) menyatakan supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan memandang secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya. Bittel (1987) mengemukakan pelaksanaan supervisi kepala ruangan harus terjadwal dan terprogram dan bila dilakukan secara terus menerus dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar praktik keperawatan (Depkes, 2010). Oleh karena itu, Swansburg (2000) menyatakan seorang manajer keperawatan harus mempunyai kemampuan manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987). Pemahaman dan kemampuan kepala ruangan melakukan supervisi klinik dapat dilakukan melalui pelatihan. Mangkunegara (2005) mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan. 6.1.2 Supervisi klinik kepala ruangan sesudah pelatihan dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi. Supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi klinik pada kelompok intervensi menurut persepsi perawat pelaksana meningkat sebesar 20,31 (58,03%) dan analisis lebih lanjut Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 117 menunjukkan peningkatan tersebut signifikan (p value = 0,000). Peningkatan supervisi klinik kepala ruangan dapat dipertahankan jika kepala ruangan secara konsisten dan berkelanjutan melaksanakan supervisi. Peningkatan ini dapat dikatakan optimal karena terjadi peningkatan skor dari kuartil dua ke kuartil empat. Menurut asumsi peneliti peningkatan supervisi klinik kepala ruangan dalam penelitian ini didukung pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang meningkat setelah pelatihan. Hasil test kognitif pelatihan supervisi menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin (37,45%) dan rerata nilai post test kemampuan kognitif 88,78. Peningkatan ini memungkinkan kepala ruangan segera menyusun program dan jadwal supervisi serta menerapkan supervisi klinik model akademik kepada perawat pelaksana. Supervisi klinik dilakukan dalam tiga bentuk yaitu: educative, supportive, dan managerial. Penerapan supervisi dilakukan kepala ruangan secara optimal dengan nilai observasi yang dilakukan peneliti rerata 94,62%. Kepala ruangan menerapkan kegiatan educative secara tutorial, yaitu kepala ruangan memberikan bimbingan dan arahan kepada setiap perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan educative yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri. Penerapan kegiatan supportive dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan kasus pada saat operan menggunakan standar komunikasi yang efektif. Standar komunikasi efektif yang digunakan adalah metode SBAR. Kegiatan supportive bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan dan dirancang untuk memberikan dukungan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 118 kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung diantara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi. Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan supportive yang dilakukan secara terus menerus dapat meningkatan rasa percaya diri, kemampuan memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina hubungan yang baik diantara staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan kerja. Kepala ruangan menerapkan kegiatan managerial dengan melibatkan perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, seperti mengkaji SOP yang ada atau membahas standar pendokumentasian asuhan keperawatan. Kegiatan managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu. Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan managerial yang dilakukan memacu adanya perubahan tindakan, pemecahan masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja, dan patient safety. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang mengemukakan pelatihan penting dilakukan karena merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya. Sejalan pendapat Siagian (2009) yang menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga setiap instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan secara kontinu. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 119 6.2 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan kerja perawat pelaksana. Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Sikap yang dideskripsikan dapat bersifat positif atau negatif. Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan terhadap pekerjaan mewarnai sikap individu untuk melakukan sejumlah tugas dan sangat erat kaitannya dengan penampilan kerja (Danim, 2004). Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap pekerjaannya (Parsons, 1998). Jadi kepuasan kerja perawat adalah sikap perawat baik positif maupun negatif yang selalu berubah tentang pekerjaannya dan perasaan tersebut dapat berdampak pada penampilan kerjanya. Penilaian kepuasan kerja perawat pelaksana pada penelitian ini dilakukan berdasarkan self evaluation persepsi perawat pelaksana terhadap rancangan pekerjaan yang dlakukan oleh kepala ruangan sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan supervisi klinik. 6.2.1 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana sebelum mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik secara keseluruhan adalah 123,98 (68,88%) artinya belum optimal. Dikatakan belum optimal karena skor total kepuasan kerja perawat adalah 180, sehingga diperlukan 56,02 (31,12%) untuk mencapai skor optimal kepuasan kerja perawat pelaksana. Menurut asumsi peneliti belum optimalnya kepuasan kerja perawat pelaksana terlihat pada persepsi perawat yang mempersepsikan masih rendahnya otonomi dalam bekerja dan pemberian tugas yang belum bervariasi. Fenomena ini terjadi karena metode penugasan asuhan keperawatan disebagian besar ruang rawat inap rumah sakit Woodward masih menggunakan metode fungsional dan belum berjalannya sistem supervisi kepala ruangan. Pada metode fungsional kepala ruangan membagi tugas berdasarkan tugas-tugas keperawatan bukan berdasarkan kasus, Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 120 sehingga perawat pelaksana cenderung melaksanakan tugas yang sama dan menunggu instruksi dari kepala ruangan atau perawat senior. Rendahnya otonomi dalam bekerja dan tidak bervariasinya pekerjaan serta kurangnya umpan balik dalam bekerja menyebabkan perawat pelaksana merasa pekerjaan yang dilakukan kurang memberi tantangan sehingga menurunkan semangat dalam bekerja. Rendahnya kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit Woodward juga dialami oleh rumah sakit lainnya. Kajian literatur menunjukkan kepuasan kerja perawat dihampir semua negara masih rendah (Curtis, 2007) tingginya ketidakpuasan perawat sering menjadi masalah di rumah sakit seperti kinerja menurun, turnover yang tinggi dan kemangkiran kerja (Papathanassoglou, 2007; Curtis, 2007; Cortese, 2007). Hasil riset ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja perawat adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella, 2002 dalam Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen, kurangnya pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan (Albaugh, 2003 dalam Alam & Fakir, 2010). Rumah sakit dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kapasitas perawat dan harus proaktif mencari cara membuat pekerjaan perawat lebih memuaskan (Cortese, 2007). Sejalan pendapat Ernst, franco, Messmer, dan Gonzalez (2004), bahwa saat ini banyak rumah sakit berusaha keras memonitor dan mempertahankan kepuasan kerja perawat dan pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, Wibowo (2008) mengemukakan seorang manajer perlu memahami apa yang harus dilakukannya untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya. Berbagai riset menunjukkan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, dan salah satu yang paling berkontribusi adalah supervisor (Curtis, 2007; Alam & Fakir, 2010). Seorang supervisor harus mampu mempraktekkan manajemen yang fleksibel, komunikator, dan melibatkan perawat pelaksana dalam pengambilan keputusan. Sejalan dengan Suyanto (2009) mengemukakan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 121 supervisi yang dilakukan kepala ruangan memerlukan peran aktif semua perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan. Siagian (2009) mengemukakan untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai perlu memperhatikan rancang bangun dari suatu pekerjaan karena pekerjaanlah yang menghubungkan pekerja dengan organisasi. Pekerjaan yang harus dilakukanlah yang menjadi faktor penyebab mengapa organisasi membutuhkan pekerja. Pekerjaan harus dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Hal ini senada dengan teori dua faktor yang menyatakan bahwa pekerjaanlah yang menyebabkan kepuasan kerja. Teori dua faktor menjelaskan, seorang supervisor keperawatan dalam berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi: memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi, membuat staf merasa penting dalam pekerjaan, dan memberikan umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak mendukung, hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam proses supervisi klinik untuk mencari aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan ketidakpuasan di rumah sakit. Pemahaman terhadap kepuasan kerja perawat juga dapat mengacu pada teori keadilan. Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul dikalangan para perawat. Apabila sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti ketidakpuasan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 122 Demikian juga implikasi dari teori harapan, yaitu seorang supervisor keperawatan harus menaruh perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan kerja pada perawat pelaksana. Supervisor dalam peran, kegiatan, dan kompetensi yang dimilikinya dapat membantu perawat pelaksana dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan educative, supportive, dan managerial diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perawat pelaksana di ruang rawat RS Woodward Palu. 6.2.2 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik. Kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok kontrol sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik menurut persepsi perawat pelaksana meningkat sebesar 0,72 (0,4%) dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut tidak bermakna (p value=0,386). Sedangkan kepuasan kerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik menurut persepsi perawat pelaksana meningkat sebesar 14,72 (8,18%) dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut bermakna (p value=0,000). Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana dapat dipertahankan dan ditingkatkan jika kepala ruangan secara berkelanjutan melaksanakan supervisi. Peningkatan ini dapat dikatakan optimal karena terjadi peningkatan skor dari kuartil tiga ke kuartil empat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robert John Wood Foundation (2007) yang menyatakan perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih merasa puas terhadap pekerjaannya. Sejalan pendapat Brunero & Parbury (2005) yang menyatakan kepuasan kerja perawat lebih banyak Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 123 tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan supervisee. Dengan demikian sistem supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Menurut asumsi peneliti, meningkatnya kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu disebabkan adanya penerapan supervisi klinik model akademik melalui kegiatan educative, supportive, dan managerial. Pelatihan supervisi klinik telah memberikan kemampuan kepada kepala ruangan untuk menjalankan perannya sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada perawat pelaksana. Penerapan supervisi klinik model akademik memacu kepala ruangan untuk merancang pekerjaan perawat pelaksana dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja, yang meliputi: otonomi dalam bekerja, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan, dan umpan balik. Hal ini sejalan dengan teori dua faktor, teori harapan, dan Siagian (2009) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu memperhatikan rancangan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Kegiatan educative dilakukan oleh kepala ruangan diawali dengan pembagian tugas yang jelas dan bervariasi sesuai dengan kompetensi perawat. Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat keahlian dan efisiensi tinggi akan tetapi sangat membosankan. Kebosanan dalam pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri dalam keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan. Pada kegiatan educative kepala ruangan mengatasi kebosanan dengan mengubah metode pemberian asuhan keperawatan dari metode fungsional menjadi metode tim. Setiap perawat pelaksana diberi tanggung jawab untuk melaksanakan asuhan keperawatan terhadap satu atau beberapa pasien sesuai dengan kompetensi. Dengan cara ini perawat lebih tertantang untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya melalui arahan, bimbingan, dan umpan balik yang dilakukan oleh kepala ruangan selama kegiatan educative. Purani & Sahadev (2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 124 menantang dan tidak rutinitas akan membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi. Selain itu adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan tumbuhnya otonomi dalam bekerja. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Perawat pelaksana yang diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan kepuasan. Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus oleh kepala ruangan dan dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah. Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap supervisor yang memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Purani & Sahadev (2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan akan dirasakan karyawan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kegiatan supervisi supportive dilakukan kepala ruangan dengan memberi kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan secara singkat kasus pada saat operan merupakan bentuk dukungan positif yang diberikan oleh kepala ruangan dan rekan kerja. Perawat merasa bangga dapat menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan keperawatan merupakan hasil dari sekelompok perawat, namun kepala ruangan harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan. Kepala ruangan harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Perawat Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 125 akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain. Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat bahwa sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Kegiatan supportive dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan. Melalui kegiatan supportive, perawat dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam menjalankan tugasnya (Wink, 1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999). Setiap perawat pelaksana akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan dengan cepat, jika dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat pelaksana harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. Penerapan supervisi klinik melalui kegiatan supportive memampukan kepala ruangan untuk memberi dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai perawat pelaksana. Kegiatan supervisi managerial yang dilakukan dengan melibatkan perawat pelaksana dalam pembahasan SOP/SAK telah menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya bekerja berdasarkan standar. Pemahaman ini sangat penting untuk memacu perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 126 Penelitian ini juga sesuai dengan hasil riset Sitinjak (2008) dan Sigit (2009) yang menemukan bahwa supervisi yang dilakukan secara konsisten akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40% dan proses supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini didukung juga oleh beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang meningkat setelah pelatihan supervisi klinik. Hasil test kognitif pelatihan supervisi menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin (37,45%) dan rerata nilai post test kemampuan kognitif 88,78, sehingga telah memenuhi standar yang ditetapkan. Demikian pula hasil evaluasi penerapan supervisi klinik model akademik yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan semua kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara optimal dengan nilai observasi rerata 94,62%. Hal ini sesuai juga dengan persepsi perawat pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi skor rerata menjadi 33,25 (95%). Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kepuasan kerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Dengan demikian hasil penelitian ini membawa pada simpulan bahwa pelatihan supervisi klinik kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja pada perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 6.3 Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana. Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Fatah (1996) yang dikutip Wahyudi (2008) mengartikan kinerja sebagai suatu kemampuan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta motivasi kerja. Hasil kerja dapat dicapai Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 127 secara maksimal apabila individu mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kinerja perawat pelaksana adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan yang dimiliki perawat yang ditampilkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan hasil kerja perawat dapat dilihat dari proses akhir pemberian asuhan keperawatan, yang salah satunya adalah pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien yang meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dalam penelitian ini, penilaian kinerja perawat pelaksana dinilai melalui hasil kerja perawat pelaksana yang tergambar dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai standar praktek profesional (PPNI, 2002). 6.3.1 Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik secara keseluruhan adalah 13,54 (56,42%) artinya belum optimal. Dikatakan belum optimal karena skor total kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan adalah 24, sehingga diperlukan 10,46 (43,58%) untuk mencapai skor optimal kinerja perawat pelaksana. Menurut asumsi peneliti belum optimalnya kinerja perawat pelaksana terlihat pada hasil kerja perawat pelaksana yang tergambar dari dokumentasi asuhan keperawatan yang belum sesuai standar yang ditetapkan. Pada aspek pengkajian, perawat belum melakukan pengkajian sesuai dengan format pengkajian yang ditetapkan dan cenderung hanya merumuskan satu diagnosa keperawatan aktual. Pada aspek perencanaan, penyusunan intervensi cenderung bersifat rutinitas dan belum mengacu pada masalah keperawatan yang dialami pasien, serta belum menggambarkan keterlibatan pasien dan keluarga. Pada aspek tindakan keperawatan belum mencantumkan adanya revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi dan pada aspek evaluasi ditemukan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 128 sebagian besar perawat tidak melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Belum optimalnya kinerja perawat pelaksana yang tergambar dalam pendokumentasian asuhan keperawatan, penting untuk mendapatkan perhatian yang serius dan pengelolaan yang lebih baik dari rumah sakit Woodward Palu, mengingat beberapa resiko dan dampak yang dapat timbul berkaitan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu tidak tersedianya data base berkaitan dengan proses asuhan keperawatan dan komplain tindakan keperawatan. Menurut Wibowo (2008) rumah sakit perlu memperhatikan manajemen kinerja. Peran manajer merupakan komponen yang paling penting, karena tanpanya rumah sakit hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan. Pemahaman manajer tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan akan membantu manajer dalam memperhatikan dan memaximalkan faktor-faktor tersebut sehingga tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dapat bertemu. Perry & Potter (2005) menjelaskan dokumentasi asuhan keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bukti kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawatan yang profesional dicerminkan oleh pencatatan yang profesional yang membuktikan apa yang telah dilakukan perawat dan secara efektif mengkomunikasikan status dan kemajuan klien. Dengan demikian menjadi hal yang penting bagi rumah sakit untuk dapat menciptakan suatu upaya meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan mencerminkan karena kualitas dokumentasi perawatan, yang tetapi baik juga tidak hanya membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota tim dalam perawatan. Upaya membangun kinerja perawat yang dapat dibuktikan melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang baik pada prinsipnya dapat dicapai Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 129 melalui supervisi kepala ruangan yang terjadwal dan terus-menerus. Supervisi klinik model akademik melalui kegiatan managerial merupakan suatu bentuk supervisi yang memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan. 6.3.2 Kinerja Perawat Pelaksana Sesudah Mendapat Supervisi Klinik Dari Kepala Ruangan Yang Dilatih dan Dibimbing Supervisi Klinik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana pada kelompok kontrol sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang tidak dilatih dan dibimbing supervisi klinik berdasarkan pendokumentasian asuhan keperawatan meningkat sebesar 0,23 (0,96%) dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut tidak bermakna (p value = 0,102). Sedangkan kinerja perawat pelaksana pada kelompok intervensi sesudah mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik berdasarkan pendokumentasian asuhan keperawatan meningkat sebesar 7,34 (30,58%) dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut bermakna (p value = 0,000). Peningkatan kinerja perawat pelaksana dapat dipertahankan jika kepala ruangan secara berkelanjutan melaksanakan supervisi. Peningkatan ini dapat dikatakan optimal karena terjadi peningkatan skor dari kuartil tiga ke kuartil empat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat White & Winstanley (2006), Hyrkas, et al, (2006) dalam Clinical supervision a structured approach to best practice (2008) yang menyatakan supervisi klinik berpotensi meningkatkan keahlian dan kemampuan klinik staf yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesuksesan pencapaian rumah sakit. Supervisi sebagai alat untuk memastikan atau menjamin penyelesaian tugas sesuai dengan tujuan dan standar (Marquis & Huston, 2010). Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan tetapi juga bagaimana Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 130 memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai objek tetapi juga sebagai subjek. Supervisi dalam keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Keliat, dkk, 2006). Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah supervisi, sejalan pendapat (Ivancevich & Mataerson, 1990; Gibson, Ivancevic & Donelly, 1997 dalam Ilyas, 2002) yang mengemukakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja. Supervisi klinik adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (American Nurses Association, 2005). Sistem supervisi akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan perawat pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi klinik sangat penting dalam pelayanan keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatan berkualitas tinggi dan kesuksesan pencapaian tujuan rumah sakit. Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. Proses supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Penerapan supervisi klinik model akademik di rumah sakit Woodward Palu, melalui kegiatan managerial merupakan suatu bentuk supervisi yang memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan. Melalui kegiatan ini para perawat duduk bersama untuk memahami, memperbaiki, dan membangun komitmen untuk memperbaiki kinerja berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Melalui kegiatan ini diharapkan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 131 ada perubahan sikap dan tindakan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Penerapan supervisi klinik model akademik di rumah sakit Woodward Palu telah memacu perawat pelaksana untuk melakukan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Perawat melakukan pengkajian secara lengkap dan sistimatis berdasarkan pedoman pengkajian sehingga diagnosa yang ditegakkan berupa diagnosa aktual dan potensial. Kemampuan perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan memungkinkan perawat dapat menentukan tujuan perawatan dengan tepat dan menyusun rencana intervensi secara komprehensif. Rencana intervensi yang telah disusun menjadi panduan bagi perawat dalam melaksanakan implementasi tindakan keperawatan kepada pasien yang diikuti dengan evaluasi berdasarkan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan. Kegiatan supervisi educative dan supportive yang dilakukan secara kontinue setiap hari dan langsung kepada setiap perawat telah memacu kinerja perawat di rumah sakit Woodward Palu. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil riset Izzah (2003), Saljan (2005) dan Saefulloh (2009) yang menunjukkan semakin baik supervisi, semakin baik pula kinerja perawat pelaksana dan riset yang dilakukan oleh Muhasidah (2002) yang menemukan bahwa supervisi yang dilakukan secara langsung terhadap perawat pelaksana secara terus menerus dan terprogram dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan. Peningkatan kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini juga didukung oleh beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang meningkat setelah pelatihan supervisi klinik. Hasil test kognitif pelatihan supervisi menunjukkan peningkatan sebesar 33,25 poin (37,45%) dan rerata nilai post test kemampuan kognitif 88,78, sehingga telah memenuhi standar yang ditetapkan. Demikian pula hasil evaluasi penerapan supervisi klinik model akademik yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 132 semua kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara optimal dengan nilai observasi rerata 94,62%. Hal ini sesuai juga dengan persepsi perawat pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi klinik kepala ruangan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi skor rerata menjadi 33,25 (95%). Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Dengan demikian hasil penelitian ini membawa pada simpulan bahwa pelatihan supervisi klinik kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 6.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana. 6.4.1 Umur Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kepuasan kerja. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sitinjak (2008) dan Sigit (2009), yang menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kepuasan kerja. Demikian juga hasil riset Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang menyimpulkan tentang hubungan positif antara umur dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja rendah terjadi ketika seseorang berusia antara 20 - 30 tahun. Semakin tua umur karyawan, semakin lebih terpuaskan dengan pekerjaannya karena mereka mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih adaptif terhadap lingkungan kerjanya dan lebih berpengalaman (Handoko, 2003; Berns, 1989; Bowen et al., 1994, Grrifin, 1984; Nesttor & Leary, 2000 dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005). Menurut Mangkunegara (2005) ada kecenderungan pegawai yang lebih tua lebih merasa puas daripada pegawai yang lebih muda. Beberapa hasil riset Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 133 menunjukkan bahwa pegawai muda biasanya memiliki harapan yang ideal dengan pekerjaannya, sehingga apabila harapan dan realita kerja ada kesenjangan akan menyebabkan ketidakpuasan, lebih sedikit mendapatkan income, kesempatan meningkatkan karir dan pendidikan dan kontrol kerja yang lebih ketat (Lee & Wilbur, 1985 dalam Barry & Houston, 1998). Menurut asumsi peneliti, berapapun umur perawat pelaksana di rumah sakit Woodward Palu tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya karena kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik kepala ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Dengan demikian variabel umur dalam penelitian ini tidak menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana. 6.4.2 Lama Kerja Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kepuasan kerja. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sitinjak (2008) dan Sigit (2009), yang menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kepuasan kerja. Demikian juga hasil riset Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati (2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dan kepuasan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang menyimpulkan adanya korelasi lama kerja dengan kepuasan kerja. Menurut Herzberg, Mausner, Peterson, dan Capwell (1957, dalam Scott, Swortzel & Taylor, 2005), pada awal bekerja karyawan mempunyai moral dan kepuasan kerja tinggi dan setelah tahun pertama moral dan kepuasan kerja mulai turun dan menetap pada tingkatan yang rendah dalam beberapa tahun, dan kemudian meningkat kembali kepuasan kerjanya seiring dengan kemajuan karirnya. Pendapat tersebut sama dengan Robbins (2006), kepuasan kerja relatif meningkat pada awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8 tahun kemudian meningkat perlahan-lahan dan mencapai puncaknya setelah 20 tahun kerja. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 134 Menurut Purnomowati (1983, dalam As’ad, 2003) ada hubungan positif masa kerja dengan kepuasan kerja. Karyawan yang telah lama bekerja memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan cenderung tidak akan berhenti dari pekerjaannya (Purani & Sadewa, 2007 dikutip Alam & Fakir, 2010). Menurut asumsi peneliti, berapapun lama kerja perawat pelaksana di rumah sakit Woodward Palu tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya karena kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik kepala ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Dengan demikian variabel lama kerja dalam penelitian ini tidak menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana. 6.4.3 Status Pegawai Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pegawai dengan kepuasan kerja perawat pelaksana (p value > 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Saefulloh (2009) yang menemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara status pegawai dengan kinerja perawat pelaksana. Robbins (2006) menjelaskan keamanan dan perlindungan tentang masa depan di tempat kerja akan menjadi dorongan kuat bagi staf dalam bekerja. Menurut asumsi peneliti apapun status kepegawaian perawat pelaksana di rumah sakit Woodward tidak berkontribusi terhadap kepuasan kerjanya karena kepuasan kerja dalam penelitian dipengaruhi oleh seberapa baik kepala ruangan dalam melakukan supervisi dan merancang pekerjaan dengan memperhatikan aspek-aspek kepuasan kerja yang dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Dengan demikian variabel status kepegawaian dalam penelitian ini tidak menjadi confounding terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 135 6.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 6.5.1 Lokasi tempat kedua kelompok responden yang berdekatan. Peningkatan supervisi klinik kepala ruangan, kinerja perawat dan kepuasan kerja pada kelompok kontrol setelah intervensi kemungkinan terjadi karena lokasi kedua kelompok berdekatan (satu rumah sakit). Pada penelitian ini situasi tersebut menjadi keterbatasan penelitian karena kelompok kontrol terpapar dengan informasi dari kelompok intervensi yang mempengaruhi emosional/psikologis kelompok kontrol. Kemungkinan bias eksternal tersebut telah diminimalisir peneliti dengan cara memberikan pemahaman tujuan penelitian kepada kedua kelompok sehingga kelompok intervensi tidak memberikan informasi apapun sehubungan dengan intervensi yang dilakukan kepada kelompok kontrol. 6.5.2 Instrumen penelitian Instrumen penelitian variabel supervisi klinik dan kepuasan kerja dibuat dan dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori dari variabel yang diteliti. Ketepatan menyusun pernyataan sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti mempersepsikan pernyataan tersebut. Peneliti menyadari keterbatasan membuat instrumen yang mampu mengkaji secara sempurna tentang pengaruh supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. Untuk itu peneliti telah melakukan uji coba kuesioner di RSU Budi Agung Palu. 6.6 Implikasi Penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh penerapan supervisi klinik kepala ruangan model akademik terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat rumah sakit Woodward Palu. Berikut ini diuraikan implikasi hasil penelitian terhadap: 6.6.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Penerapan supervisi klinik kepala ruangan model akademik mampu: a. Meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 136 b. Menumbuhkan rasa percaya diri kepala ruangan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melakukan supervisi klinik serta mengembangkan pelayanan keperawatan di ruang rawat. c. Membuat beberapa perubahan antara lain perubahan teknik dan standar komunikasi saat operan, serta perubahan teknik pencatatan asuhan keperawatan. d. Memacu kepala ruangan untuk melengkapi SAK/SOP di masing-masing ruangan dan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan. e. Memungkinkan kepala ruangan untuk memonitor perkembangan pengetahuan, sikap, dan kompetensi perawat pelaksana melalui hasil supervisi yang terdokumentasi. f. Memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam menjalankan tugasnya. Pada kegiatan supervisi supportive perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan. 6.6.2 Keilmuan Manajemen Keperawatan Model pelatihan dan bimbingan serta modul supervisi klinik kepala ruangan meningkatkan kemampuan manajerial kepala ruang dan kepuasan kerja serta kinerja perawat pelaksana. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi rumah sakit lain sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan bentuk supervisi klinik kepala ruangan. 6.6.3 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi peserta didik untuk lebih memahami konsep supervisi dalam tatanan praktik keperawatan profesional sehingga diharapkan dapat menerapkan supervisi klinik ketika menjadi manager di suatu institusi pelayanan keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 137 6.6.4 Kepentingan Penelitian Penelitian ini menghasilkan evidence based tentang metode meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu dan dapat menjadi dasar bagi peneliti lain untuk meneliti pengaruh supervisi klinik terhadap kepuasan kerja dan kinerja dengan bentuk supervisi klinik yang berbeda sehingga memperkaya pengetahuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 138 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Penelitian “Pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu”, yang dilaksanakan 28 Maret – 4 Mei 2011 menghasilkan simpulan sebagai berikut: 7.1.1 Karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu rata-rata berumur 30,95 tahun dengan lama kerja ratarata 8,92 tahun dan 50% adalah pegawai kontrak. 7.1.2 Supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu sebelum pelatihan supervisi klinik masih tidak optimal. 7.1.3 Supervisi klinik kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi klinik. 7.1.4 Supervisi klinik kepala ruangan berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi klinik. 7.1.5 Kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik belum optimal. 7.1.6 Kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik. 7.1.7 Kepuasan kerja perawat pelaksana berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik. 138 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 139 7.1.8 Kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu sebelum mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik belum optimal. 7.1.9 Kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu meningkat secara signifikan sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik. 7.1.10 Kinerja perawat pelaksana berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik. 7.1.11 Umur, lama kerja dan status pegawai perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. 7.2 Saran 7.2.1 Saran Untuk Bidang Keperawatan 7.2.1.1 Menetapkan kebijakan tentang penerapan supervisi klinik model akademik sebagai bentuk supervisi klinik yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu. 7.2.1.2 Melaksanakan supervisi berjenjang dari kepala bidang ke kepala ruangan dan kepala ruangan ke perawat pelaksana agar penerapan supervisi klinik dapat berkesinambungan untuk menjaga kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pelayanan keperawatan. 7.2.1.3 Melakukan evaluasi pelaksanaan supervisi kepala ruangan minimal setiap enam bulan sekali dengan cara menggunakan alat ukur kuesioner supervisi kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana. 7.2.1.4 Melakukan pengukuran kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana secara rutin setiap enam bulan sekali dengan cara survei kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan kerja self evaluation dan penilaian dokumentasi asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 140 7.2.2 Saran Untuk Kepala Ruangan 7.2.2.1 Meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan fungsi supervisi dengan terus meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sebagai supervisor melalui pelatihan ataupun self education. 7.2.2.2 Mengoptimalkan peran supervisor dalam melaksanakan kegiatan educative, supportive, dan managerial dengan cara melaksanakan kegiatan supervisi secara terprogram dan terjadwal untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana. 7.2.2.3 Melaksanakan supervisi klinik model akademik secara terus menerus yang disesuaikan dengan kompetensi perawat, kondisi pasien, dan kebutuhan di ruangan tersebut. 7.2.1.5 Melaksanakan evaluasi kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana minimal setiap enam bulan sekali dengan cara survei kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan kerja self evaluation dan penilaian dokumentasi asuhan keperawatan berkordinasi dengan kepala bidang keperawatan. 7.2.3 Saran Untuk Perawat Pelaksana 7.2.3.1 Meningkatkan kemampuan diri dalam memberikan pelayanan keperawatan melalui self education dan pemanfaatan supervisi klinik kepala ruangan. 7.2.3.2 Meningkatkan sikap dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan cara melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan. 7.2.3.3 Melakukan self evaluation terhadap kinerja yang telah dilaksanakan dalam pemberian pelayanan keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 141 7.2.4 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Perlu adanya penelitian lanjutan tentang pengaruh penerapan supervisi klinik model akademik dengan waktu yang lebih lama, sehingga dapat terlihat apakah perubahan perilaku yang terjadi telah terinternalisasi dalam perilaku kepala ruangan dan perawat pelaksana. Selain itu disarankan untuk memperluas penelitian dengan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Woodward Palu selain variabel yang telah diteliti. 7.2.5 Saran Untuk Keilmuan Manajemen Keperawatan 7.2.5.1 Mengembangkan bentuk-bentuk supervisi klinik dan panduan khusus untuk memudahkan penerapan supervisi klinik kepala ruangan dalam tatanan pelayanan keperawatan. 7.2.5.2 Mengembangkan uraian kegiatan yang harus dilakukan manajer keperawatan (kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan) sesuai dengan bentuk supervisi klinik saat melakukan supervisi terhadap staf keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 142 DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y. (2007). Manajemen administrasi rumah sakit. Edisi kedua. Jakarta: UI Press Alam, M.M.,& Mohammad, J.F. (2010). Level of satisfaction and intent to leave among Malaysian nurses. Business Intelligence Journal-January, 2010 Vol.3 No.1 http://www.saycocorporativo.com/saycoUK/BIJ/journal/Vol3No1/Article_ 10.pdf, diperoleh 15 Desember 2010. Al-Aameri,A.S. (2000). Job satisfaction and organizational commitment for nurses. Saudi Medical Journal. Vol. 21 (6): 531-535. American Nurses Association. (2005). Principles delegation. http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/elearning/principlesdelegati on.pdf. Diperoleh 10 Pebruari 2011 Amira, B.S.A. (2008). Pengaruh pelatihan manajemen konflik pada kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit DR.H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Ariawan, I. (1999). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jurusan Statistik dan Kependudukan. FKM UI Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Arwani, S. (2006) Manajemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC Kedokteran. As’ad, M. (2003). Psikologi industri. edisi 4. Cetakan ke delapan. Yogyakarta: Liberti Azwar, A. (1996). Pengantar administrasi kesehatan. Jakarta: Bumi Aksara Barkauskas, V.H. (2000). Perspectives about and models for supervision in the healthprofessions.http://www.google.co.id/search?q=proctors+model+of+ clinical+supervision&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-a. Diperoleh 11 Pebruari 2011 Barry, L.M.,& Houston, J.P. (1998). Psychology at work: An introduction to industrial and organizational psychology. (2nd ed). USA: Wm.c. Brown Communication. 142 Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 143 Billings, D.M., & Judith, A.H. (1999). Teaching in nursing: A guide for faculty. Philadelpia: WB Saunders Company Bittel, L.R. (1987). Supervisory training & development. California: Addison Wesley. Brunero, S. & Parbury, S. (2005). The effectiveness of clinical supervision in nursing: an evidenced based literatur review. Australian Journal of Advanced Nursing Vol. 25 Burdahyat. (2009). Hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Sumedang. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Clinical Supervision a structured approach to best practice. (2008). National Council for the profesional develoment of nursing and midwifery. Ireland. http://www.ncnm.ie/items/1299/85/3167984576%5CClinical%20Supervisi on%20Disc%20paper%202008.pdf, diperoleh 10 Pebruari 2011 Cortese, C.G. (2007). Job satisfaction of Italian nurses: an exploratory studi. Journal of Nursing Management. Vol 15 Issue 3, pages 303-312 April 2007 Curtis. (2007). Job satisfaction: a survey of nurses in the Reublic Ireland. Journal of Nursing Manajement. Vol 54. Issue 1, pages 92-99 March 2007. Danim, S. (2004). Motivasi kepemimpinan dan efektivitas kelompok. Jakarta: PT Rineka Cipta. Darma. A. (2004). Manajemen supervisi, petunjuk praktis bagi para supervisor (cetakan keenam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Depkes. (1993). Pedoman penerapan proses keperawatan di rumah sakit. Jakarta: Depkes RI _______. (1994). Standar asuhan keperawatan. Jakarta: Depkes RI _______. (2006). Pedoman pengembangan jenjang karir profesional perawat. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. _______. (2007). Pedoman akreditasi rumah sakit. Jakarta: Depkes RI _______. (2010). Modul peningkatan kemampuan teknis perawat dalam sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional di rumah sakit. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 144 Ernst, M.E.,Franco, M., Messmer, P.R, & Gonzalez, L. (2004). Nurses’job satisfaction, stress, and regognition in a pediatric setting. Pediatric nursing. http://findarticles.com/p/articles/mi_mOFSZ/is_3_30/ai_n17207236/pg_1? tag=content,coll. diperoleh 10 Pebruari 2011. Farington, A. (1995). Models of clinical supervision. British Journal of Nursing 4(15): 76-78 Gibson,J.L., Ivancevich,J.M., Donnelly,J.H. (1996). Organisasi, perilaku, struktur, proses. Jakarta. Binarupa Aksara. Gillies, Dee Ann. (2000). Manajemen keperawatan, sebagai suatu pendekatan sistem, penerjemah Neng Hati Sawiji, Bandung: Yayasan IAPKP. Greenberg, J & Baron, R. (2003). Behavior in organizations. New Jersey: Prentice Hall. Griffin, R.W. (2004). Manajemen. Edisi ketujuh, jilid 2. Jakarta: Erlangga Hadi, S. (2007). Pengaruh tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan pemula. JAAI Vol. 11. No.2 187-198 Hafizurrachman, H.M. (2009). Manajemen pendidikan dan kesehatan. Jakarta: Sagung Seto. Handoko, T.H. (2003). Manajemen personalia & sumber daya mnusia. Edisi kedua. Yogjakarta: BPFE. Hasibuan, S.P. ( 2003). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Hasniaty, A. G. (2002). Hubungan kompetensi supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Omni Medical Center Jakarta. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Hastono, SP. (2007). Analisis data Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI Hils, S.,& Giles, J. (2007). Supervision policy. Wandworth NHS. http://www.wandsworthpct.nhs.uk/WorkingForUs/PandP/Documents/Safe guarding%20children%20Policy%20NHS%20Wandsworth.pdf. Diperoleh 13 Pebruari 2011 Huber, L.D. (2006). Leadership and nursing care manajement. Third edition. Philadelphia: Elsevier. Ilyas, Y. (2002). Kinerja: teori, penilaian, penelitian. Cetakan ketiga. Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 145 Izzah, N. (2003). Hubungan teknik supervisi dan frekuensi kegiatan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Batang, Jawa Tengah. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Karanikola, M.N,,Papathanassoglou, E.D.E (2007). Pilot exploration of the association between self-esteem and professional satisfaction in Hellenic Hospital nurses. Jounal of Nursing Manajement. Vol 15. Issue1,ages 7890 January 2007. Karsidi, R. (2000). Pengembangan instrumen dalam penelitian sosial. http://www.uns.ac.id/data/0010.pdf, diunduh 28 Oktober 2010 Keliat, Dkk. (2006). Modul model praktek keperawatan profesional jiwa. Jakarta: Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia dan WHO Indonesia Kreitner, Robert, dan Kinicki. (2001). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Kron, T. (1987). The management of patien care. Philadelphia: W.B. Saunders Campany Luthans, F. (2006). Organizational behavior. USA: The Mcgraw-Hills Companies. Inc Mangkunegara, A.P. (2005). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Marquis & Huston. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan teori & aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC Masyhuri & Zainuddin, M. (2008). Metodologi penelitian pendekatan praktis dan aplikatif. Cetakan pertama. Bandung: PT Refika Aditama Mularso, (2006), Supervisi keperawatan di RS Dr.A. Aziz Singkawang: Studi kasus, Tesis: Prog.S2 MMR UGM. Tidak diperjualbelikan Milne, D. (2007). An empirical definition of clinical supervision. British journal ofPsycchologicalsociety.http://www.bps.org.uk/downloadfile.cfm?file_uui d=D8B5A0D3-1143-DFD0-7E67-834EC184F19F&ext=pdf . Diperoleh 8 Pebruari 2011 Muhasidah. (2002). Hubungan teknik dan frekuensi kegiatan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan caring oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Sumber Waras Jakarta Barat. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 146 Muttagin, Z. (2008). Pengaruh pelatihan supervisi pada kepala ruangan terhadap perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Cianjur. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Parsons, L.C. (1998). Delegation skills nurse job satisfaction. Nursing Economics.http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSW/is_n1_v16/ai_n18 607669/. Diperoleh 13 Pebruari 2011 Perry & Potter. (2005). Fundamental keperawatan. Konsep, proses, dan praktek. Edisi 4. Jakarta: EGC Pohan, I. (2007). Jaminan mutu layanan kesehatan. Jakarta: EGC PPNI. (2002). Pedoman umum penyelenggaran pendidikan berkelanjutan bagi perawat. Jakarta: PPNI Reillyn, e., & Obermann, M.H. (1999). Clinical teaching in nursing education. Boston: Jones & Barlet Publishers, Inc. Diperoleh 13 Pebruari 2011 Robbins, S.P. (2006). Perilaku organisasi. Edisi sepuluh. PT Indeks Kelompok Gramedia Robert John Wood Foundation. (2007). Multiple factors affect job satisfaction. ResearchNumber22.February.https://folio.iupui.edu/bitstream/handle/1024 4/556/Research%20Highlight%2022%5B2%5D.pdf?sequence=2. Diperoleh 13 Pebruari 2011 Royal College of Nursing. (2002). Clinical supervision in the workplace: Guidance for occupational health nurses. London: The Royal College of Nursing.http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0007/78523/001549. pdf. diperoleh 8 Pebruari 2011 Rosidah, ATS. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rusmiati. (2006). Hubungan lingkungan organisasi dan karakteristik perawat dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP Persahabatan. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Saljan, M. (2005). Pengaruh pelatihan supervisi terhada peningkatan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Islam Jakarta Pondok Kopi Jakarta Timur. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 147 Scott, M., Swortzel K.A., & Taylor, W.N. (2005). The relationships between selected demographic factors and the level of job satisfaction of extension agents. Journal of Southern Agricultural Education Research 102 Vol 55. Number 1. http://202.198.141.77/upload/soft/0-a/46-03-002.pdf. Diperoleh 12 Pebruari 2011 Schermerhorn, J.R.,Hunt, J.G., & Osborn, R.N. (2002). Organization behavior. (7 edition). USA: John Wiley & Sons, Inc. Sellgren, et al. (2008). Leadership behavior of nurse manager in relation to job satisfaction and work climate. Journal of nursing management. Vol 16 (issue 5): pp 78-87. http://www.scribd.com/doc/23634488/Leadershipbehaviour-of-nurse-managers-in-relation-to-job. Dieroleh 10 Pebruari 2011 Siagian, S.P. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara Sigit, A. (2009). Pengaruh fungsi pengarahan kepala ruangan dan ketua tim terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD Blambangan Banyuwangi. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Sitinjak, L. (2008). Pengaruh penerapan sistem jenjang karir terhadap kepuasan kerja perawat di RS PGI Cikini Jakarta. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Saefulloh, M. (2009). Pengaruh pelatihan asuhan keperawatan dan supervisi terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Indramayu. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Soeprihanto, J. (2001). Penilaian kinerja dan pengembangan karyawan. Cetakan kelima. Yogyakarta: BPFE. Yogyakarta. Suarli (2009). Manajemen keperawatan dengan aplikasi pendekatan praktis, Jakarta: Erlangga. Sugiyono. (2007). Metodologi penelitian administrasi. Edisi ke-13. Jakarta: CV Alfabeta Supratman & Sudaryo, A. (2008) Supervisi keperawatan klinik. Berita ilmu keperawatan, ISSN 1979-2697. Vol I No. 4, Desember 2008 193-196 Suyanto (2009). Mengenal kepemimpinan dan manajemenkeperawatan di rumah sakit, Jogjakarta: Mitra Cendikia. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 148 Syafdewiyani. (2002). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS M.H. Thamrin Jakarta. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Swansburg,RC. (2000). Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan untuk perawat klinis. Jakarta: EGC Thompson, D.S., Estabrooks, C,A., Findlay, S.S., Moore, K.,& Lars. (2007) Interventions aimed at increasing research use in nursing: Asystematic reviuw. Doi: 10. 1186/1748-5908-2-15. Wahap, H. (2001). Hubungan antara kepemimpinan efektif kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Labuang Baji Makasar. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Wahyudi. (2008). Manajemen konflik. Bandung: Alfabeta Wibowo. (2008). Manajemen kinerja. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Wijono, D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya: Erlangga University Wiyana, M. (2008). Pengaruh pelatihan supervisi dan komunikasi pada kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di RSU dr. Soedono Madiun. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan. Universitas Indonesia Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 PENJELASAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA KELOMPOK INTERVENSI Teman sejawat yang terhormat, Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Penelitian diawali dengan menyebarkan kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala ruangan, selanjutnya rekan sejawat akan disupervisi oleh kepala ruangan yang TELAH dilatih dan dibimbing supervisi. Pada tahap akhir, rekan sejawat mengisi kembali kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala ruangan. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. Palu, Maret 2011 Peneliti Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA KELOMPOK INTERVENSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hakhak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam kajian ini. Palu, Maret 2011 Responden (..............................) Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama. Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 PENJELASAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA KELOMPOK KONTROL Teman sejawat yang terhormat, Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Penelitian diawali dengan menyebarkan kuesioner kepuasan kerja dan supervisi kepala ruangan, selanjutnya rekan sejawat akan disupervisi oleh kepala ruangan yang TIDAK dilatih supervisi. Pada tahap akhir, rekan sejawat mengisi kembali kuesioner kepuasan kerja perawat dan supervisi kepala ruangan. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. Palu, Maret 2011 Peneliti Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PERAWAT PELAKSANA KELOMPOK KONTROL Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hakhak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam kajian ini. Palu, Maret 2011 Responden (..............................) Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama. Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 PENJELASAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN KELOMPOK INTERVENSI Teman sejawat yang terhormat, Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Penelitian diawali dengan memberikan pelatihan dan bimbingan supervisi kepada rekan sejawat, selanjutnya rekan sejawat akan menerapkan supervisi terhadap perawat pelaksana di ruangan masing-masing. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. Palu, Maret 2011 Peneliti Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN KELOMPOK INTERVENSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hakhak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam kajian ini. Palu, Maret 2011 Responden (..............................) Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama. Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 PENJELASAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN KELOMPOK KONTROL Teman sejawat yang terhormat, Saya, Estelle Lilian Mua, NPM 0906504726 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Dalam rangka kegiatan tesis saya menyebarkan kuesioner penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Rekan sejawat tidak mendapatkan pelatihan supervisi tetapi melaksanakan supervisi terhadap perawat pelaksana di ruangan masing-masing. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi rekan sejawat sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Hasil kajian yang diperoleh dari rekan-rekan, merupakan masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Demikian penjelasan ini, apabila rekan sejawat menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua pertanyaan yang telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. Palu, Maret 2011 Peneliti Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN KEPALA RUANGAN KELOMPOK KONTROL Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian, yang akan dilakukan oleh sdri Estelle Lilian Mua, Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hakhak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi saya dan rumah sakit Woodward Palu. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam kajian ini. Palu, Maret 2011 Responden (..............................) Cukup paraf,tidak perlu menuliskan nama. Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 KUESIONER PENELITIAN “Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Woodward Palu” Petunjuk pengisian: 1. Isilah pertanyaan di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan yang bertanda titik-titik atau beri tanda cek (V) pada kolom jawaban yang disediakan. Anda hanya memilih 1 (satu) Jawaban untuk tiap pernyataan. 2. Mohon untuk tidak mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan Kuesioner A. Data Demografi Kode responden : diisi peneliti Tanggal pengisian : .................................................. 1. Umur : ................... tahun 2. Masa kerja : ................... tahun 3. Status kepegawaian : Pegawai kontrak Pegawai tetap Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 Kuesioner B. Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Petunjuk Pengisian: Bacalah pernyataan dengan seksama sebelum menjawab. Anda hanya memilih 1 (satu) jawaban untuk tiap pernyataan dan mengisi keseluruhan kuesioner dengan lengkap. Beri tanda cek (V) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda rasakan. Pilihan sebagai berikut: STS : Sangat tidak Setuju, jika pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang sebenarnya. TS : Tidak setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang sebenarnya. S : Setuju, jika pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang sebenarnya. SS : Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan pendapat atau kondisi yang sebenarnya. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pernyataan Pilihan Jawaban Responden STS TS S SS Saya diberi kebebasan untuk membuat keputusan demi kebaikan pasien tanpa berkonsultasi dengan atasan Saya mendapat pengawasan yang baik dari kepala ruangan setiap kali bekerja Saya tidak diberikan tanggung jawab dalam bekerja Saya diberi kebebasan untuk melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawab saya Saya tidak diberi wewenang apapun dalam melakukan pekerjaaan Saya diberi kesempatan untuk menyampaikan ide-ide baru untuk kemajuan pelayanan keperawatan Dalam bekerja saya merasa diawasi sangat ketat dari yang seharusnya. Atasan memberi kepercayaan kepada saya untuk menentukan intervensi keperawatan kepada pasien Dalam bekerja saya harus selalu menunggu instruksi dari kepala ruangan Kepala ruangan membagi tugas setiap hari kepada perawat pelaksana secara adil Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Pernyataan Tugas yang diberikan kepala ruangan kepada saya tidak bervariasi Pengaturan jadwal dinas di ruangan diatur dengan baik Pekerjaan yang saya lakukan penuh dengan tantangan yang menarik Pembagian tanggung jawab di ruangan sudah baik Tugas yang diberikan kepada saya tidak sesuai dengan kompetensi saya Saya memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja Saya merasa bekerja secara rutinitas setiap hari Pembagian tugas setiap hari dilakukan secara jelas Saya selalu berkeinginan untuk bekerja lebih baik setiap hari. Saya dilibatkan dalam penyusunan rencana keperawatan pasien Saya tidak diberikan kesempatan untuk mendiskusikan masalah keperawatan pasien dengan kepala ruangan Kepala ruangan memberikan pujian apabila saya melakukan tugas dengan baik Saya tidak dilibatkan dalam pembuatan SOP di ruangan Kepala ruangan selalu menghargai sekecil apapun pekerjaan yang saya lakukan Kepala ruangan selalu mengarahkan saya untuk bekerja sesuai standar rumah sakit STS TS Saya diberi kepercayaan membuat laporan tertulis mengenai perkembangan pasien Saya tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan rencana asuhan keperawatan pasien yang sedang dirawat Saya merasa bangga dapat bekerja sebagai perawat Saya menyenangi pekerjaan yang saya lakukan saat ini Saya melakukan pekerjaan yang diberikan dengan sungguh-sungguh Pekerjaan saya sebagai perawat tidak membutuhkan banyak pengetahuan dan keterampilan Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 S SS Lampiran 15 Pernyataan 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 STS TS Kepala ruangan selalu menekankan pentingnya melakukan tindakan sesuai standar Saya tidak mempunyai keinginan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan saya Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan sangat berarti bagi proses penyembuhan pasien Saya tidak dilibatkan dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan di ruangan ini Saya selalu berusaha untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara optimal Kepala ruangan selalu mengontrol pekerjaan yang saya lakukan Kepala ruangan menyampaikan kekurangan yang saya lakukan saat bekerja Kepala ruangan memberikan petunjuk cara yang tepat dalam melakukan tindakan keperawatan Kepala ruangan menyampaikan standar prosedur yang ditetapkan di RS Kepala ruangan tidak memberikan pujian apabila saya melakukan tugas dengan baik Kepala ruangan mengontrol kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan Bila saya melakukan kesalahan dalam bekerja saya langsung diberi sangsi Saya merasa ada dukungan dan kerja sama yang baik diantara sesama perawat dalam melakukan tugas Kepala ruangan selalu memperhatikan perkembangan pekerjaan saya dan memberikan dorongan yang positif Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 S SS Lampiran 15 Kuesioner C: Supervisi Kepala Ruangan Petunjuk Pengisian: Bacalah pernyataan dengan seksama sebelum menjawab. Anda hanya memilih 1 (satu) jawaban untuk tiap pernyataan dan mengisi keseluruhan kuesioner dengan lengkap. Beri tanda cek (V) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda rasakan, dengan pilihan : Ya : Jika pernyataan tersebut dilakukan Tidak : Jika pernyataan tersebut tidak dilakukan No 1 Pernyataan Kepala ruangan mengontrol kecukupan fasilitas peralatan dan sarana setiap hari 3 Kepala ruangan mengecek personil perawat yang dinas sesuai jadwal dinas setiap hari Kepala ruangan membagi tugas tidak sesuai kompetensi perawat 4 Kepala ruangan menjelaskan tugas yang harus dikerjakan perawat 5 Kepala ruangan mengatur pekerjaan perawat secara tidak adil 6 Kepala ruangan melakukan supervisi kepada perawat secara diam-diam 7 Kepala ruangan memberikan bimbingan pada saat perawat melakukan tindakan keperawatan Kepala ruangan mensosialisasi rencana supervisi kepada perawat 2 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kepala ruangan melakukan supervisi tidak sesuai jadwal yang telah disepakati Kepala ruangan memberikan arahan saat supervisi sesuai standar yang ditetapkan rumah sakit Kepala ruangan memberikan reinforcement kepada perawat atas prestasi yang dicapai Kepala ruangan tidak memberikan masukan kepada perawat saat supervisi Kepala ruangan menguasai prosedur tindakan keperawatan sehingga dapat memberi contoh saat melakukan supervisi Kepala ruangan memeriksa hasil pekerjaan perawat sesuai standar Kepala ruangan tidak memberikan umpan balik terhadap hasil supervisi Setiap hari dilakukan kegiatan pre conference pada saat pergantian dinas Pre conference dihadiri oleh semua perawat yang dinas Saat pre conference kepala ruangan tidak memberikan kesempatan kepada perawat yang dinas sebelumnya untuk menyampaikan masalah pasien Kepala ruangan berusaha mencari solusi terhadap permasalahan yang ditemui perawat Kepala ruangan memberikan arahan-arahan pada saat pre conference Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Ya Tidak Lampiran 15 No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Pernyataan Kepala ruangan tidak memberikan kesempatan kepada perawat untuk mendiskusikan masalah pasien Kepala ruangan membantu perawat untuk menyelesaikan masalah yang ditemui di ruangan Kepala ruangan selalu mengingatkan untuk membina hubungan yang baik dengan pasien Kepala ruangan menyampaikan pentingnya kerjasama antar perawat Arahan yang diberikan kepala ruangan bersifat menghakimi atau menyalahkan perawat Di ruangan tempat saya bekerja kepala ruangan mengadakan pertemuan dengan perawat untuk membahas SOP/SAK atau dokumentasi askep Kepala ruangan tidak menjelaskan cara pengisian dokumentasi asuhan keperawatan yang tepat. Kepala ruangan menjelaskan manfaat pembahasan standar untuk meningkatkan tanggung jawab perawat terhadap praktik keperawatan Pada pertemuan membahas standar, kepala ruangan menyampaikan tujuan pertemuan Kepala ruangan menyampaikan pentingnya topik yang akan dibahas dalam pertemuan Saya tidak dilibatkan pada pertemuan membahas standar Kepala ruangan menyampaikan kaitan topik yang dibahas dengan patient safety Kepala ruangan menyampaikan pentingnya meningkatkan praktik profesional melalui pembahasan standar. Kepala ruangan mendorong saya untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan Hasil pertemuan pembahasan standar tidak didokumentasikan Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Ya Tidak Lampiran 15 KUESIONER PENILAIAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WOODWARD PALU Petunjuk Umum Pengisian: 1. Kuesioner ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu karakteristik medical record dan kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan 2. Karakteristik medical record berisi daftar isian tentang identitas medical record A. Karakteristik Dokumentasi Asuhan Keperawatan Kode :................................ No. Medical Record :.................... Ruangan :............................... Tanggal masuk :.................... B. Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Petunjuk Pengisian 1. Berilah penilaian terhadap aspek yang dievaluasi sesuai dengan yang anda temukan, kemudian berilah tanda “V” ada salah satu kolom yang tersedia 2. Pilihan yang disediakan adalah Ya dan Tidak, dengan uraian: a. Ya : Bila dokumentasi dilakukan dengan lengkap b. Tidak : Bila dokumentasi dilakukan dengan tidak lengkap No 1 2 3 4 B 5 6 7 C 8 9 10 Aspek Yang Dikaji Pengkajian Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian Data dikelompokkan (bio-psiko-sosialspiritual) Data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan ola fungsi hidup Diagnosa Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan Diagnosa keperawatan aktual dirumuskan Diagnosa keperawatan resiko dirumuskan Perencanaan Rencana tindakan berdasarkan diagnosa keperawatan Rencana tindakan disusun menurut urutan prioritas Ya Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subyek, perubahan perilaku, kondisi pasien, dan atau kriteria Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Tidak Lampiran 15 No 11 12 13 D 14 15 16 17 E 18 19 F 20 21 22 23 24 Aspek Yang Diuji Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci, dan jelas Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien dan keluarga Rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain Tindakan Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan Perawat mengobservasi respons pasien terhada tindakan keperawatan Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas Evaluasi Evaluasi mengacu pada tujuan Hasil evaluasi dicatat Catatan Asuhan Keperawatan Menulis pada faormat yang baku Pencatatan dilakukan sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan Pencatatan ditulis dengan jelas,ringkas, istilah yang baku, dan benar Setiap melakukan tindakan/kegiatan, perawat mencantumkan paraf/nama jelas,tanggal, dan jam dilakukan tindakan Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Ya Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Tidak Lampiran 15 Jadwal Kegiatan Supervisi Model Akademik Ruangan : ICU RS Woodward Palu Tanggal : 11 sampai dengan 30 April 2011 1. Jadwal Supervisi Educative No Tanggal/Jam 1 11 April „11 09.00 -10.00 Perawat yang di Supervisi 1. Sr. D 2. Sr. M 2 3 4 5 6 12 April „11 14 April‟11 15 April‟11 16 April‟11 18 April‟11 1. Sr.D Tindakan yang di Supervisi Hasil Supervisi Mengatur tetesan Dilakukan sesuai SOP infus dan diberikan reinforcement Mengatur tetesan Dilakukan sesuai SOP infus dan diberikan reinforcement Pemberian injeksi Persiapan alat kurang, IV diberi bimbingan 2. Sr.Ds Pemberian injeksi Dilakukan sesuai SOP IV dan diberikan pujian 1. Sr. Mr Pemberian injeksi Masih perlu bimbingan IV 2. Sr. Srt Pemberian injeksi IV dan pengganti an cairan aminopluid Pemberian injeksi IV Masih perlu bimbingan 2. Sr. Sa Terima pasien baru Masih perlu bimbingan 1. Sr.Di Pemberian injeksi IV Dilakukan sesuai SOP 2. Sr. Kt Pemberian fluxum Dilakukan sesuai SOP 1. Sr. Do Pemberian injeksi IV Sesuai SOP 2. Sr. Kt Pemberian injeksi IV Sesuai SOP 1. Sr. A Dilakukan sesuai SOP Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 7 19 April‟11 1. Sr. Ml Pemberian infus cabang dan aff drain Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement Pemberian insulin dan pemeriksaan GDS Pemberian injeksi IV Masih perlu dibimbing 1. Sr. Mr Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 2. Sr. Di Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 1. Sr. Nc Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 2. Sr. Mi Menghitung tetesan infus Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 1. Sr. Nc Pemasangan infus Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 2. Sr. Ef Pemasangan monitor jantung Masih perlu dibimbing 1. Sr. Ei Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 2. Sr. Sa Pemberian injeksi IV Sesuai SOP dan diberikan reinforcement 1. Sr. Si Pemasangan seringe pamp Masih perlu bimbingan 2. Sr. Sk Pemasangan kateter dan pemberian injeksi arixtra (SC) Pemasangan monitor jantung Masih perlu dibimbing 2. Sr. Dr 8 20 April‟11 1. Sr. Sv 2. Sr. Mi 9 10 11 12 13 14 21 April‟11 23 April‟11 25 April‟11 26 April‟11 27 April‟11 28 April‟11 1. Sr. Rl Sesuai SOP dan diberikan reinforcement Sesuai SOP dan diberikan reinforcement Sesuai SOP Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 15 16 2. 29 April‟11 30 April‟11 2. Mtr.Hr Pemberian injeksi arixtra (SC) Masih perlu dibimbing 1. Sr. Ds Pemberian injeksi IV Sesuai SOP 2. Sr. Sa Terima pasien baru Sesuai SOP 1. Sr. Mn Pemberian injeksi IV Sesuai SOP 2. Mtr. Hr Pemberian injeksi IV Sesuai SOP Jadwal Supervisi Supportive No Tanggal/Jam 1 11 April „11 2 12 April‟ 11 3 14 April‟11 4 15 April‟11 5 16 April‟11 6 18 April‟11 7 19 April‟11 8 20 April‟11 9 21 April‟11 Perawat Kasus yang Hasil Supervisi Penanggungjawab Dibahas Sr. Ne 1. Tn. B Laporan SBAR (Gastritis) Hasil validasi data Sr. Mn 2. Ny. A akurat (Hepatitis) Sr. De 1. Tn. Zn Laporan SBAR Hasil validasi data Sr. Ds 2. Ny. An akurat Sr. Mn 1. Nn.Pt Laporan SBAR Sr.Sa 2. Ny.Hs Hasil validasi data akurat Sr. De 1. Nn. PT Laporan SBAR Sr. Sa 2. Tn. So Hasil validasi data akurat Sr. De 1. Nn. Pt Laporan SBAR Sr. Kt 2. Tn. Ti Hasil validasi data akurat Sr. D0 1. Nn. Pt Laporan SBAR Sr. Kt 2. An. Hr Hasil validasi data akurat Sr. Mr 1. Tn.Jm Laporan SBAR Sr. Do 2. Nn. Gi Hasil validasi data akurat Sr. Sv 1. An. Fq Laporan SBAR Sr. Mn 2. An. Hn Hasil validasi data akurat Sr. Mr 1. An. Hn Laporan SBAR Sr. Ds 2. Tn. Fy Hasil validasi data Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011 Lampiran 15 akurat 10 11 12 13 14 15 16 3. 23 April‟11 25 April‟11 26 April‟11 27 April‟11 28 April‟11 29 April‟11 30 April‟11 Sr. Nc Sr. Mn 1. Tn. Fy 2. Tn. Dj Sr. Ne Sr. Ef 1. Ny. Wy 2. Ny. Kt Sr. Ef Sr. Sa 1. Ny. Wy 2. Ny. Kt Sr. Sv Sr. Sa 1. Ny. Ui 2. Ny. Mi Sr. Rl Mtr.Hr 1. Tn. Sy 2. Ny. Ui Sr. Ds Sr. Sa 1. Tn. Ad 2. Tn. Ng Sr. Mr Mtr. Hr 1. Tn. Ad 2. Tn. Ng Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat Laporan SBAR Hasil validasi akurat data data data data data data data Jadwal Supervisi Managerial No Tanggal/Jam 1 13 April „11 12.00-13.00 2 18 April „11 12.00-13.00 3 21 April „11 13.45-14.00 4 25 April‟11 13.00-13.30 5 28 April‟11 6 30 April‟11 Standar yang Dibahas SOP penerimaan pasien baru Hasil Supervisi Jumlah perawat yang hadir 3 orang Semua komitmen untuk melakukan sesuai standar Standar Pendokumentasian Jumlah perawat yang hadir 6 orang askep Semua komitmen untuk melakukan sesuai standar Pendokumentasian askep Jumlah perawat yang hadir 5 orang khusus evaluasi SBAR Semua komitmen untuk melakukan evaluasi SBAR Standar penulisan nama dan Jumlah perawat yang hadir 6 orang tanda tangan pada Semua komitmen untuk dokumentasi mencantumkan nama dan tanda tangan pada dokumentasi askep Evaluasi pemahaman Jumlah perawat yang hadir 9 orang perawat tentang standar Semua komitmen untuk melakukan pendokumentasian pendokumentasian sesuai standar SAK 10 penyakit terbanyak Jumlah perawat yang hadir 6 orang di ICU Semua komitmen untuk melakukan asuhan keperawatan sesuai SAK Pengaruh pelatihan..., Estelle Lilian Mua, FIK UI, 2011