BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus berjuang agar
perusahaannya bisa bertahan dan dapat meningkatkan kekayaannya. Perusahaan
membeli teknologi baru, berinovasi, melakukan pengembangan produk dan
bahkan melakukan perluasan wilayah usahanya untuk itu. Usaha yang dilakukan
perusahaan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pasar modal merupakan
salah satu tempat bagi perusahaan dalam menghimpun dana untuk membiayai
usahanya melalui penerbitan saham baru.
Dengan perusahaan menerbitkan saham memungkinkan perusahaanperusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk menjual saham
dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk meningkatkan modal
bisnis selain menerbitkan obligasi ataupun meminjam uang pada bank. Usaha ini
cukup diminati banyak perusahaan, bisa dilihat dari makin bertambahnya jumlah
emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam lima tahun terakhir ini,
jumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami peningkatan. Pada awal
tahun 2006 jumlah emiten yang tercatat di BEI sebanyak 344 emiten. Jumlah
emiten terus bertambah pada tahun 2007 menjadi 383 emiten dan terus bertambah
menjadi 396 emiten di tahun 2008. Pada tahun 2009 terdapat 398 emiten yang
tercatat di BEI dan ditutup dengan angka 401 pada akhir tahun 2010.
Di pasar modal, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder,
1
2
terlebih dahulu saham perusahaan dijual di pasar perdana. Kegiatan yang
dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana disebut
Initial Public Offering atau dikenal dengan IPO. Harga saham pada saat IPO
merupakan faktor penting yang menentukan berapa besar modal yang didapat
perusahaan dari hasil penerbitan sahamnya. Harga di pasar perdana ditentukan
oleh penjamin emisi (underwiter) bersama dengan perusahaan yang bersangkutan
(emiten). Seperti yang dikatakan Robert Ang (1997:55) “...langkah terakhir yang
harus ditentukan adalah final harga saham perdana, yang dilakukan antara lead
underwriter dengan calon emiten.”
Penentuan harga saham merupakan keputusan yang didasarkan dari
informasi mengenai perusahaan. Salah satu informasi yang digunakan adalah
informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan. Alat ukur yang digunakan
untuk menilai kinerja keuangan ini diantaranya adalah profitabilitas. Profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Informasi ini pun nantinya
akan menjadi salah satu informasi yang diminati oleh investor dalam rangka
mengambil keputusan investasi.
Salah satu rasio yang digunakan dalam pengukuran profitabilitas ini
adalah return on equity ratio (ROE). Return on Equity (ROE) merupakan suatu
pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan
(baik pemegang saham biasa maupun saham preferen) atas modal yang mereka
investasikan di dalam perusahaan (Lukman Syamsuddin, 2007:64). Secara umum
tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik
3
kedudukan pemilik perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang menarik bagi para
calon investor karena rasio ini merupakan memberikan para calon investor yang
akan menanamkan modalnya informasi mengenai return yang didapat atas modal
yang mereka investasikan pada perusahaan.
Setelah perusahaan berhasil melakukan IPO, maka saham akan
diperdagangkan di pasar sekunder. Pasar sekunder meruakan tempat dimana
saham diperdagangkan kepada masyarakat setelah melakukan pencatatan (listing)
di bursa. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap harga saham perdana
setelah memasuki pasar sekunder, yaitu underpricing atau overpricing.
Overpricing terjadi ketika harga saham di pasar perdana lebih tinggi dari harga
saham di pasar sekunder. Sedangkan underpricing adalah kondisi ketika harga
saham di pasar sekunder lebih besar daripada harga saham di pasar perdana.
Kondisi underpricing ini merugikan bagi perusahaan karena perusahaan
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dana yang maksimal.
Di Bursa Efek Indonesia fenomena underpricing yang terjadi pada tahun
2010 adalah yang terbanyak selama lima tahun terakhir, yaitu sebanyak 21
perusahaan dari 22 perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana. 22
perusahaan tersebut berasal dari tujuh sektor industri yang berbeda, yaitu satu
perusahaan dalam sektor Infrastructure, Utilities, and Transportation; dua
perusahaan dalam sektor Finance, dua perusahaan dalam consumer goods
industry; dua perusahaan dari Basic Industry and Chemicals; empat perusahaan
dalam mining industry, empat perusahaan dalam sektor Property, Real Estate, and
Building Construction; dan sisanya sebanyak tujuh perusahaan berasal dari sektor
4
Trade, Service, and Investment.
Kondisi underpricing ini terlihat dari perbedaan harga saham perusahaan
emiten yang lebih besar saat closing di pasar sekunder dibandingkan dengan saat
harga saham di pasar perdana. Kondisi underpricing ini terlihat dalam tabel
berikut.
Tabel 1.1 Fenomena Underpricing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010
Kode
Nama Perusahaan
Perusahaan
Harga
Harga Closing
IPO
Hari Pertama
BSIM
Bank Sinarmas Tbk
150
255
BRMS
Bumi Resources Minerals Tbk
635
700
MIDI
Midi Utama Indonesia Tbk
275
410
BORN
Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk
1.170
1.280
APLN
Agung Podomoro Land Tbk
365
410
KRAS
Krakatau Steel Tbk
850
1.270
TBIG
Tower Bersama Infrastructure Tbk
2.025
2.400
ICBP
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
5.395
5.950
HRUM
Harum Energy Tbk
5.200
5.450
BRAU
Berau Coal Energy Tbk
400
445
BUVA
Bukit Uluwatu Villa Tbk
260
310
GREN
Evergreen Invesco Tbk
105
178
IPOL
Indopoly Swakarsa Industry Tbk
210
235
BJBR
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk
600
900
SKYB
Skybee Tbk
375
560
GOLD
Golden Retailindo Tbk
350
520
ROTI
Nippon Indosari Corpindo Tbk
1.275
1.490
TOWR
Sarana Menara Nusantara Tbk
1.050
1.570
BIPI
Benakat Petroleum Energy Tbk
140
191
PTPP
PP (Persero) Tbk
560
580
5
EMTK
Elang Mahkota Teknologi Tbk
720
730
Sumber : www.e-bursa.com (data diolah kembali)
Underpricing bagi perusahaan yang mengeluarkan saham akan berakibat
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dana secara maksimal. Kondisi
underpricing ini bisa terlihat saat perusahaan emiten memasuki pasar sekunder
untuk diperjualbelikan. Apabila harga saham perusahaan emiten bisa dijual lebih
tinggi di pasar sekunder daripada saat harga saham di pasar perdana, maka
perusahaan tersebut mengalami kondisi underpricing, dimana harga saham
perusahaan tersebut telah mengalami underestimate atas nilai pasar sahamnya.
Hal ini terjadi karena perusahaan menetapkan harga saham perdana yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai saham itu sendiri. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor, seperti yang dijelaskan oleh Nasirwan (2000:574), yang
menyatakan bahwa :
‘...baik informasi akuntansi maupun informasi non akuntansi dibutuhkan
oleh para investor ataupun calon investor dalam proses pembuatan
keputusan investasi di pasar modal sehingga dimungkinkan kedua
informasi tersebut baik informasi akuntansi maupun informasi non
akuntansi merupakan faktor yang diangggap mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya underpricing.’
Maka dari itu, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai
pengaruh profitabilitas yang diukur dengan Return on Equity Ratio terhadap
underpricing perusahaan pada saat penawarn saham perdana, penulis akan
mengadakan
penelitian
mengenai
“PENGARUH
PROFITABILITAS
TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE 2010”.
6
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Perusahaan dalam rangka mendapatkan tambahan dana untuk perluasan
dan atau pengembangan usahanya dapat menempuh berbagai cara atau alternatif
sumber pendanaan, salah satunya adalah melalui pasar modal dimana pada
umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaannya kepada masyarakat
atau sering dikenal dengan go public. Saat perusahaan memutuskan untuk go
public, masalah yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dilempar, berapa
harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya, dan kapan waktunya yang
paling tepat.
Salah satu masalah yang muncul adalah mengenai harga yang ditetapkan
untuk penawaran perdana. Harga saham pada penawaran perdana ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi
(underwriter).
Dikarenakan
adanya
perbedaan
kepentingan
dan
adanya
ketimpangan informasi (asymetric information) baik antara pemilik perusahaan
dan calon investor, antar calon investor dan antar pemilik perusahaan dan
penjamin emisi, harga saham perdana itu mengalami underpricing yang berarti
bahwa harga saham di pasar perdana lebih rendah dibanding harga saham dipasar
sekunder untuk saham yang sama.
Underpricing bagi perusahaan yang mengeluarkan saham akan berakibat
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dana secara maksimal, dan sebaliknya
overpricing maka perusahaan dapat menghimpun dana yang lebih banyak namun
investor akan memperoleh capital gain yang lebih kecil.
7
Salah satu informasi akuntansi yang dibutuhkan investor ataupun calon
investor dalam proses pembuatan keputusan investasi adalah kinerja keuangan
perusahaan emiten yang salah satunya diukur dengan kinerja profitabilitas
perusahaan tersebut. Informasi inilah yang dijadikan penilaian atas penetapan
harga saham perdana bagi perusahaan dan yang dibutuhkan investor untuk melihat
kinerja perusahaan tersebut sebelum mengambil keputusan investasi.
1.2.2 Perumusan Masalah
Adapaun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran tingkat profitabilitas perusahaan yang melakukan
penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia tahun 2010?
2. Bagaimana
gambaran
underpricing
perusahaan
yang
melakukan
penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia tahun 2010?
3. Bagaimana pengaruh tingkat profitabilitas terhadap underpricing saham
perdana di Bursa Efek Indonesia tahun 2010?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
mengenai :
1. Gambaran tingkat profitabilitas perusahaan yang melakukan penawaran
saham perdana di Bursa Efek Indonesia tahun 2010.
2. Gambaran saham perdana perusahaan yang mengalami underpricing di
Bursa Efek Indonesia tahun 2010.
8
3. Pengaruh profitabilitas perusahaan sebagai informasi yang dijadikan
penilaian atas penetapan harga saham perdana terhadap undrpricing saham
perdananya di Bursa Efek Indonesia tahun 2010.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan dalam bidang pasar modal,
khusunya mengenai fenomena underpricing pada penawaran saham perdana.
Selain itu bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian
selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi
1.4.2
Kegunaan Praktis
Bagi calon investor hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan
sebagai informasi mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap initial return yang
diterima, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan untuk berinvestasi di saham perdana.
Download