BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan
kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan
bumi yang ditutupi ekosistem terumbu karang sangatlah kecil, namun peranannya
justru sangat besar. Ekosistemnya kompleks dan sangat kaya akan keragaman
hayati. Terumbu karang merupakan habitat segala jenis makluk hidup mulai dari
yang berukuran planktonik (mikro) sampai yang berukuran besar seperti ikan,
kerang-kerangan, udang-udangan, dll. Meningkatnya jumlah penelitian makin
memposisikan Indonesia sebagai pusat keragaman hayati dunia. Secara khusus,
jumlah species ikan karang mencapai lebih dari 2.500. Karena tingginya
keragaman tersebut, para ahli sering mensejajarkan ekosistem terumbu karang
dengan kekayaan hutan tropis (Polunin dan Roberts, 1996).
Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), beberapa zona dari terumbu
karang yang selalu dijadikan habitat bagi ikan-ikan karang yaitu:
1.
Bagian dasar terumbu (“off-reef floor”) yang umumnya berpasir dan
mendukung untuk pertumbuhan rumput laut. Zona ini merupakan area untuk
mencari makanan yang penting bagi ikan-ikan tersebut.
2.
Bagian lereng terumbu(“reef drop-off”) dengan kedalaman 50-60 m, banyak
dijumpai ikan-ikan karang dengan jumlah yang besar dikarenakan area ini
dapat dijadikan tempat persembunyian / berlindung dan seringkali juga
dijumpai fitoplankton yang melimpah.
3.
Dataran terumbu (“reef face”), zona ini kaya akan habitat untuk ikan dan
invertebrata lain. Kelimpahan invertebrate dan alga epifit menyebabkan
tersedianya sumber makanan bagi ikan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Permukaan/puncak karang (“reef surface”) juga kaya akan habitat untuk
kehidupan ikan. Namun, ikan-ikan tersebut harus tahan terhadap hempasan
gelombang.
5.
Terumbu bawah (“reef flat”) terdiri dari potongan coral yang tersebar di
dasar, merupakan area untuk kehidupan ikan yang seringkali dijumpai dalam
jumlah yang tinggi.
2.2
Transplantasi Karang, Peranan dan Fungsinya.
Transplantasi karang adalah upaya pencangkokan/pemotongan karang hidup
untuk ditanam ditempat lain atau ditempat yang karangnya telah rusaksebagai
upaya rehabilitasi. Transplantasi ini juga digunakan untuk menciptakan habitat
baru pada lahan yang kosong. Saat ini transplantasi karang telah dikembangkan
lebih jauh untuk mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Bentuk
pemanfaatan transplantasi karang atara lain mengembalikan fungsi ekosistem
karang yang rusak sehingga dapat mendukung ketersediaan jumlah populasi ikan
karang di alam. Transplantasi karang juga dimanfaatkan untuk membuat lokasi
penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah dan menarik sehingga dapat
mendorong kenaikan jumlah wisatawan. Selain itu transplantasi karang juga
dimanfaatkan untuk memperbanyak jumlah indukan dan anakan karang yang laku
dipasarkan sehingga dapat mendukung perdagangan karang Was, sesuai peraturan
yang berlaku (portal.ristek.go.id/columns.php?page_mode =detail&id=26).
Pengembangan transplantasi karang yang telah dilakukan adalah
menggunakan teknik kombinasi antara rangka besi, jaring dan substrat. Teknik ini
telah dilakukan pada beberapa kawasan konservasi laut di Indonesia.
Pertumbuhan karang hasil transplantasi berkisar antara 6-24 cm/bulan. Pemilihan
lokasi, jenis karang yang ditransplantasi, kesiapan masyarakat pengelola dan
kualitas perairan, merupakan kunci keberhasilan transplantasi karang. Telah pula
dicoba teknik transplantasi karang menggunakan substrat semen, namun tidak
menggunakan rangka besi dan jaring (http://www.portal.ristek.go.id/columns.
php?page_mode =detail&id=26, 2014).
Transplantasi karang merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan
untuk merehabilitasi kerusakan di kawasan terumbu karang (Yap, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Transplantasi karang dilakukan dengan beberapa tujuan penting, yaitu; (1)
mempercepat penutupan karang hidup meningkatkan keanekaragaman, (2)
mempercepat proses rekruitmen larva karang dengan tersedianya induk karang
dari proses transplantasi, (3) gudang plasma nutfah bagi karang yang terancam
punah dan (4) perbaikan karang di daerah yang memiliki tingkat rekruitmen yang
rendah (Edwards dan Clark, 1999).
Teknik transplantasi karang ini mampu meningkatkan persentase tutupan
karang hidup yang menjadi habitat baru untuk ikan karang. Transplantasi karang
yang dilakukan di Puerto Rico pada substrat rubbel (potongan karang mati) telah
menjadi habitat baru bagi sejumlah besar ikan komersial penting yang didominasi
oleh juvenil Haemulon dan Scarus. Sementara transplantasi karang pada substrat
pasir juga menjadi tempat tinggal ikan karang non-komersial pemakan plankton
seperti Chromis dan Dascyllus (Bowden-Kerby, 1997). Meningkatnya tutupan
karang dan kompleksitas substrat pada sebuah kawasan transplantasi karang di
perairan Philipina juga menunjukkan peningkatan struktur komunitas ikan
(Cabaitan et al., 2008). Hasil penelitian Fadli et al., (2012) yang mengkaji
komposisi ikan karang pada lokasi transplantasi karang di pulau Rubiah, kota
Sabang, Aceh, menunjukkan bahwa famili ikan karang yang ada di kawasan
transplantasi karang tidak jauh berbeda dengan famili ikan karang yang berada di
kawasan terumbu karang lainnya di perairan pulau Weh.
2.3.
Ikan Terumbu Karang
Nybakken (1988) menyatakan bahwa tingkat keanekaragaman ikan karang dalam
ekosistem terumbu karang yang masih baik dipastikan akan selalu tinggi. Variasi
habitat yang terbentuk di dalamnya serta sempitnya relung ekologi bagi hampir
semua kelompok ikan membuat ekosistem mampu menampung begitu banyak
spesies biota, meskipun hipotesis lain menyebutkan bahwa tidak adanya sifat
khusus pada ikan malah memunculkan persaingan aktif antar spesies akibat
banyaknya spesies serupa yang memiliki kebutuhan yang sama.
Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), berdasarkan peranannya ikan
karang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ikan target.
Universitas Sumatera Utara
Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal
juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi seperti; Seranidae,
Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae
Labridae ( Chelinus, Himigymnus, choerodon) dan Haemulidae.
2. Ikan Indikator
Ikan ini merupakan ikan penentu bagi terumbu karang karena ikan
ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari
Famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
3. Ikan Lain (Mayor Famili)
Ikan ini umumnya dijumpai dalam jumlah besar dan sering
dijadikan sebagai ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,
Pomacanthidae Labridae dan Apogonidae.)
2.4.
Faktor Fisik-Kimia Perairan
Smith et.al.,
(2008) menyatakan bahwa parameter ekologi yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang yaitu faktor suhu,
salinitas, cahaya, kekeruhan air dan pergerakan massa air.
2.4.1. Suhu (temperatur)
Menurut Sadarun et.al., (2006), suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme dan
reproduksi. Suhu paling optimal bagi pertumbuhan karang berkisar antara 23–
300C, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula metabolisme hewan karang
sehingga kelarutan oksigen akan berkurang. Coral Watch (2011) menyatakan
bahwa suhu air berfluktuasi sesuai siklus matahari dan pasang-surut. Air laut yang
terperangkap di dalam cekungan bebatuan atau pada rataan terumbu karang di
siang hari suhunya dapat meningkat beberapa derajat. Pola suhu dalam perairan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran
panas antara air dan udara di sekelilingnya, ketinggian geografis, dan juga oleh
faktor penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di sekitarnya.
2.4.2. Salinitas
Menurut Sadarun et.al., (2006), salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar
Universitas Sumatera Utara
antara 30–35 ppt, oleh karena itu karang jarang ditemukan hidup pada muaramuara sungai besar, bercurah hujan tinggi, dan perairan dengan kadar garam yang
tinggi. Coralwatch (2011) menambahkah bahwa salinitas berubah-ubah akibat
bertambah dan berkurangnya molekul-molekul air melalui proses penguapan dan
air hujan. Salinitas meningkat bila laju penguapan di suatu daerah lebih besar dari
pada hujan. Sebaliknya, pada daerah dimana curah hujan lebih besar dari pada
penguapan salinitas berkurang. Kondisi ini tergantung dengan garis lintang dan
musim.
2.4.3. Kecerahan
Menurut Juwana & Romimohtarto (2001), banyaknya cahaya yang menembus
permukaan air laut dan menerangi lapisan permukaan air laut memegang peranan
penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan laut, cahaya
mempunyai pengaruh terbesar yaitu sebagai sumber energi untuk proses
fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya. Supriharyono
(2007) menambahkan bahwa tanpa cahaya yang cukup yang masuk dalam badan
air laju fotosintesis akan berkurang.
2.4.4
Kecepatan Arus
Nontji (1993) menyatakan bahwa keberadaan arus dan gelombang di perairan
sangat penting untuk kelangsungan hidup terumbu karang. Arus diperlukan untuk
mendatangkan makanan berupa plankton, disamping itu juga membersihkan diri
dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh karena
itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih
baik dari pada perairan yang tenang dan terlindung.
2.4.5
Derajat Keasaman (pH)
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan
konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme Organisme
akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai pH yang ideal bagi
Universitas Sumatera Utara
kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5 (Barus,
2004). Penegasan oleh kantor MNLH (2004) dalam Edward et.al. (2004) juga
menetapkan nilai Ambang Batas pH 7-8,5 untuk biota dan wisata bahari, tetapi
tidak memberikan NAB khusus untuk karang. Hal ini mungkin dikarenakan
karang dianggap sebagai biota laut.
2.4.6. DO (Disolved Oxygen)
Nilai Ambang Batas (NAB) kadar oksigen terlarut untuk biota dan wisata bahari
adalah > 5 ppm, sedangkan untuk karang tidak ditentukan NAB-nya (Kantor
MNLH, 2004 dalam Edward et.al., 2004). Menurut Edward et.al. (2004) hal ini
mungkin disebabkan karena umumnya karang berada di perairan yang relatif
dangkal sehingga difusi oksigen dari udara dapat berlangsung secara efektif,
demikian pula halnya dengan fotosintesis, sehingga karang tidak akan kekurangan
oksigen. Connel et. al. (1995) dalam Edward et.al. (2004) menambahkan bahwa
kadar oksigen terlarutdalam massa air nilainya relatif, biasanya berkisar antara 614 ppm (4,28 – 10 ml/l).
Universitas Sumatera Utara
Download