BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beta blocker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beta blocker, dikenal juga sebagai beta-blocking agent atau betaantagonist (antagonis beta),
dari reseptor beta-adrenergik,
adalah
yang
agen
yang
menghambat
memodulasi fungsi
jantung,
aksi
fungsi
pernafasan, dan pelebaran pembuluh darah. Beta blocker termasuk dalam obat
antihipertensi yang bekerja pada sistem kardiovaskuler.
Beta-blocker pertama kali dikembangkan untuk pengobatan kondisi
jantung tertentu dan hipertensi. Kemudian, beta blocker juga diketahui
berguna untuk glaukoma, migrain, dan beberapa gangguan kejiwaan seperti
kecemasan, tremor sekunder, dan gangguan gerak yang disebabkan oleh
beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan psikosis.
1.2 Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
Menjelaskan definisi b blocker.
Menjelaskan farmakokinetik dan farmakodinamik b blocker.
Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi b blocker.
Menjelaskan dosis, rute dan efek samping b blocker.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Memberikan informasi tentang aspek farmakologi dari suatu obat b
blocker yang digunakanuntuk antihipertensi.
2. Dapat menjadi paduan oleh mahasiswa dalam proses belajar farmakologi
dalam keperawatan khususnya pada penderita hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Beta Blocker
Obat-obat
Beta Blocker,
juga
dikenal
sebagai beta-adrenergic
blocking agents, adalah obat-obat yang menghambat norepinephrine dan
epinephrine (adrenaline) agar tidak berikatan dengan reseptor-reseptor beta.
Ada tiga tipe reseptor beta dan masing-masing mengontrol beberapa fungsi
berdasarkan pada lokasi mereka dalam tubuh.
1. Beta-1 receptors ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik
perifer, dan ginjal.Reseptor β1 merupakan reseptor yang bertanggung
jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi
produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac
output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.
2. Beta-2 receptors ditemukan dalam paru, saluran pencernaan, hati, rahim
(uterus), pembuluh darah, dan otot rangka.
3. Beta-3 receptors dapat ditemukan pada sel-sel lemak.
Beta blockers terutama menghambat reseptor-reseptor Beta-1 dan
Beta-2. Dengan menghambat efek dari norepinephrine dan epinephrine, beta
blockers mengurangi denyut jantung; mengurangi tekanan darah dengan
memperlebar pembuluh-pembuluh darah; dan mungkin menyempitkan jalanjalan udara dengan menstimulasi otot-otot yang mengelilingi jalan-jalan udara
untuk berkontraksi.
2.2 Tipe Beta Blocker
Beta blockers berbeda dalam tipe dari beta receptors yang mereka
halangi dan, oleh karenanya, efek-efek mereka.
1. Non-selective
beta
blockers,
contohnya, propranolol
(Inderal),
menghalangi Beta-1 dan Beta-2 receptors dan, oleh karenanya,
mempengaruhi jantung, pembuluh-pembuluh darah, dan jalan-jalan udara.
2. Selective beta blockers, contohnya, metoprolol (Lopressor, Toprol
XL) terutama menghalangi Beta-1 receptors dan, oleh karenanya,
kebanyakan memengaruhi jantung dan tidak mempengaruhi jalanjalan udara.
3. Beberapa beta blocker, contohnya, pindodol (Visken) mempunyai
intrinsic sympathomimetic activity (ISA), yang berarti mereka meniru
efek-efek dari epinephrine dan norepinephrine dan dapat menyebabkan
peningkatan dalam tekanan darah dan denyut jantung. Beta blockers
dengan ISA mempunyai efek-efek yang lebih kecil pada denyut jantung
daripada agen-agen yang tidak mempunyai ISA.
4. Labetalol (Normodyne, Trandate) dan carvedilol (Coreg) menghalangi
beta dan alpha-1 receptors. Menghalangi alpha receptors menambah pada
pembuluh darah efek yang melebarkan dari labetalol (Normodyne,
Trandate) dan carvedilol (Coreg).
2.3 Aspek Farmakodinamik Beta Blocker
Beta blocker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan
epi endogen maupun obat adrenergik eksogen. Beta blocker kardioselektif
artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1
daripada beta-2. Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol,
pindolol dan labetolol mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity)
→ efek anastesik lokal.








Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
Menurunkan tekanan darah
Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik
Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)
Efek bronkospasme (hati-hati pada asma)
Menghambat glikogenolisis di hati
Menghambat aktivasi enzim lipase
Menghambat sekresi renin → antihipertensi
2.4 Aspek Farmakokinetik Beta Blocker
 Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan
metoprolol) diabsorbsi baik (90%)
 Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya
 Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol
 Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol,
alprenolol
 Beta blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergic, baik
Norepinefrin dan Epinefrin endogen maupun obat adrenergic eksogen,
pada adrenoseptor beta.
Potensi hambatan dilihat dari kemampuan obat ini dalam menghambat
takikardia yang ditimbulkan oleh isoproterenol atau oleh exercise. Karena
hambatan ini bersifat kompetitif reversible, maka dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar obat adrenergic.Sifat kardioselektif artinya mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor beta 1dari pada beta 2.
Nonselektif artinya mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua reseptor
beta1 dan beta2. Tetapi, sifat kardioselektivitas ini relatif, artinya pada dosis
yang lebih tinggi beta blocker yang kardioselektif juga memblok reseptor beta
2. Beta blocker mempunyai aktivitas agonis parsial artinya, jika berinteraksi
dengan reseptor beta tanpa adanya obat adrenergik seperti epinefrin atau
isoproterenol,
menimbulkanefek
adrenergik
yang
lemah
tetapi
jelas, ini disebut juga aktivitas simpatomimetik intrinsik. Beta blocker juga
mempunyai aktivitas stabilisasi membran artinya, mempunyai efekstabilisasi
membrane atau efek seperti anestetik lokal atau seperti kuinidin. Ini disebut
juga aktivitas anestetik lokal atau aktivitas seperti kuinidin.Efek terhadap
kardiovaskuler merupakan efek beta blocker yang terpenting, terutama akibat
kerjanya pada jantung. Beta blocker mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitasmiokard. Pemberian jangka pendek mengurangi curah jantung;
resistensi perifer meningkatakibat reflex simpatis merangsang reseptor alfa
pembuluh darah. Dengan beta blockernonselektif, terjadi hambatan reseptor
beta 2 pembuluh darah, yang juga meningkatkan resistensi perifer.
2.5 Indikasi dan Kontraindikasi Beta Blocker
a. Indikasi
Beta blockers diindikasikan untuk merawat:
o irama jantung yang abnormal,
o
o
o
o
o
o
tekanan darah tinggi,
gagal jantung,
angina (nyeri dada),
tremor,
pheochromocytoma, dan
pencegahan migrain-migrain.
Beta blockers juga mampu mencegah lebih jauh serangan jantung
dan kematian setelah serangan jantung. Obat ini juga diindikasikan untuk
pengobatan-pengobatan
lain
termasuk
perawatan
hyperthyroidism,
akathisia (kegelisahan atau ketidakmampuan untuk duduk dengan
tenang), dan ketakutan. Beberapa beta blockers mengurangi produksi dari
aqueous humor dalam mata dan oleh karenanya digunakan untuk
mengurangi tekanan dalam mata yang disebabkan oleh glaukoma.
b. Kontraindikasi
o Penyakit Paru Obstruktif
o Diabetes Militus (hipoglikemia)
o Penyakit Vaskuler
o Disfungsi Jantung
2.6 Dosis dan Sediaan Beta Blocker
a. Dosis
Pembagian dosis beta-blockers dilakukan berdasarkan tujuan
terapi. Jika digunakan untuk pengobatan hipertensi maka dosis betablockers harus dititrasi menurut tekanan darah yang ingin dicapai.
Sementara, jika beta-blockers digunakan dalam jangka panjang seperti
pada gagal jantung kronik atau pasca- infark miokard, dosis harus dititrasi
sesuai dengan dosis yang digunakan dalam uji klinis. Penghentian terapi
beta-blockers setelah pengobatan kronik dapat menimbulkan beberapa
gejala seperti hipertensi, aritmia, dan eksaserbasi angina.
b. Sediaan
1.
Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg
2.
Alprenolol: tab 50 mg
3.
Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg
4.
Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg
5.
Bisoprolol: tab 5 mg
6.
Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg
7.
Pindolol: tab 5 dan 10 mg
8.
Nadolol: tab 40 dan 80 mg
9.
Atenolol: tab 50 dan 100 mg
2.7 Efek Samping Beta Blocker
Beta blockers mungkin menyebabkan :
o
o
o
o
Diare
kejang-kejang perut,
mual, dan muntah
Ruam, penglihatan yang kabur, kejang-kejang otot, dan kelelahan
mungkin juga terjadi.
o Sebagai perluasan dari efek-efek mereka yang bermanfaat, mereka
memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah, dan
mungkin menyebabkan gagal jantung atau penghalangan jantung pada
pasien-pasien dengan persoalan-persoalan jantung.
o Beta blockers harus tidak diberhentikan dengan tiba-tiba karena
penghentian tiba-tiba mungkin memperburuk angina (nyeri dada) dan
menyebabkan serangan-serangan jantung atau kematian mendadak.
o Efek-efek sistem syaraf pusat dari beta blockers termasuk:
 sakit kepala,
 depresi,
 kebingungan,
 kepeningan,
 mimpi-mimpi buruk, dan
 halusinasi-halusinasi.
o Beta
blockers
yang
menghalangi
Beta-2
receptors
mungkin
menyebabkan sesak napas pada penderita-penderita asma (asthmatics).
o Seperti dengan obat-obat lain yang digunakan untuk merawat tekanan
darah tinggi, disfungsi seksual mungkin terjadi.
o Beta blockers mungkin menyebabkan glukosa darah yang rendah atau
tinggi dan menyembunyikan gejala-gejala dari glukosa darah rendah
(hypoglycemia) pada pasien-pasien diabetik.
2.8 Contoh Obat Beta Blocker
1. Asebutol
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan
aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi
: hipertensi,
angina
pectoris,
aritmia,feokromositoma,
kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes
mellitus, bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi
bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam
urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA
meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
2. Atenolol
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,
internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat.
Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
3. Metoprolol
Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik
: penghambat
adrenergic
beta
menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan
dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pectoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg
4. Propranolol
Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus
simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat
mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat
lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik
: penghambat
adrenergic
beta
menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan
dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan
blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati
pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan
menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine
karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena
menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat
terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan
metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyce L dan Evelyn Hayes R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. ECG: Jakarta.
Deglin, Judith H.2005. Pedoman Obat untuk Perawat Edisi 4.Jakarta:EGC
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Keperawatan dan Farmasi.
Lenskofi. Jakarta.
Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta:EGC
Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta:EGC
Download