analisis pengaruh karakteristik individu, dan karakteristik organisasi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat
menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi investor. Investasi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset
selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau
peningkatan nilai investasi (Husnan, 2004). Investasi pada saham dianggap
mempunyai tingkat resiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif
investasi lain, seperti obligasi, deposito, dan tabungan.
Setiap investor di pasar saham sangat membutuhkan informasi yang
relevan dengan perkembangan transaksi di bursa, hal ini sangat penting untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun strategi dan pengambilan
keputusan investasi di pasar modal. Investor dapat memanfaatkan pasar modal
sebagai sarana untuk menyalurkan dana yang menganggur atau berinvestasi guna
memperoleh keuntungan atau return yang didapat berupa peningkatan modal
(capital gain) dan laba hasil usaha yang dibagikan (dividen) untuk investasi
dipasar saham, serta bunga (coupon) untuk invesatasi di pasar obligasi.
Pemodal atau Investor hanya dapat memperkirakan berapa tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected return) dan seberapa jauh kemungkinan
hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan.
Apabila kesempatan investasi mempunyai tingkat resiko yang lebih tinggi, maka
1
investor akan mengisyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan
kata lain, semakin tinggi risiko suatu kesempatan investasi maka akan semakin
tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor
(Jogiyanto, 2000). Saham perusahaan yang go public sebagai investasi tergolong
beresiko tinggi, karena sifatnya sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
yang terjadi, baik perubahan di luar negeri maupun dalam negeri. Perubahan
tersebut dapat berdampak positif maupun negatif terhadap nilai saham tersebut
yang berada di pasar saham.
Faktor utama yang menyebabkan harga pasar saham berubah adalah
adanya persepsi yang berbeda dari masing masing investor sesuai informasi yang
dimiliki. Dalam melakukan pemilihan investasi di pasar modal dipengaruhi oleh
informasi fundamental dan teknikal. Informasi fundamental adalah informasi
kinerja dan kondisi internal perusahaan yang cenderung dapat dikontrol,
sedangkan informasi teknikal adalah informasi kondisi makro seperti tingkat
pergerakan suku bunga, nilai tukar mata uang, inflasi, indeks saham di pasar
dunia, kondisi keamanan dan politik. Informasi teknikal sering digunakan sebagai
dasar analisis pasar modal. Jika kondisi atau indikator makro ekonomi mendatang
diperkirakan jelek, maka kemungkinan besar refleksi indeks harga harga saham
menurun, demikian sebaliknya (Ang dalam Thobarry, 2009).
Perkembangan industri tekstil di Indonesia menarik untuk dicermati.
Industri ini merupakan salah satu industri yang bertahan di tengah kondisi
perekonomian Indonesia. Industri tekstil merupakan industri padat karya (Labour
Intensive) yang sedikitnya telah menyerap 1,8 juta pekerja. Disamping itu industri
tekstil juga memberikan devisa yang cukup besar melalui kontribusi dalam
komoditi ekspor non-migas. Kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil dari 2000
sampai 2009 meningkat 11,59 persen, atau rata-rata 3,41 persen per tahun, ini
setara dengan nilai ekspor US$ 9,26 miliar. Meski cenderung stagnan, bila
dibanding nilai impor, industri tekstil masih menunjukkan surplus. Selama 10
tahun terakhir surplus perdagangan selalu diatas US$ 5 miliar, dan pada 2009 lalu
mencapai US$ 5,09 miliar. Tetapi, hingga triwulan II-2010, terdapat empat sektor
yang melempem atau tumbuh minus, termasuk diantaranya yakni sektor industri
tekstil yang tumbuh minus 0,09 persen dari target 2,15 persen. Dunia usaha
Indonesia termasuk industri tekstil saat ini mengalami banyak permasalahan
antara lain karena semakin maraknya produk impor disebabkan munculnya
banyak negara pesaing, seperti Vietnam, Bangladesh, Thailand dan Cina, yang
menggunakan teknologi baru, meningkatnya harga bahan baku, dan kondisi
permesinan yang umumnya sudah tergolong tua. (www.koran-jakarta.com).
Dalam penelitian ini, indikator makro ekonomi yang digunakan yakni nilai
tukar dan suku bunga, yang juga dapat berpengaruh terhadap industri tekstil yang
tercermin dari harga saham setiap perusahaan.
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang negara lainnya, (Sukirno, 2004:397). Penelitian ini
menggunakan nilai tukar Rupiah yang dikaitkan dengan nilai tukar Dollar US.
Apabila jumlah Rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan Dollar US lebih
sedikit dibandingkan jumlah Rupiah yang dikeluarkan pada periode sebelumnya
berarti nilai tukar Rupiah mengalami penguatan nilai tukar (apresiasi) terhadap
Dollar US. Sebaliknya, apabila jumlah Rupiah yang dikeluarkan untuk
mendapatkan Dollar US lebih banyak dibandingkan jumlah Rupiah yang
dikeluarkan pada periode sebelumnya berarti nilai tukar Rupiah mengalami
pelemahan nilai tukar (depresiasi) terhadap Dollar US.
Kenaikan Kurs Dollar US yang tajam terhadap Rupiah akan berdampak
negatif terhadap emiten yang memiliki hutang dalam Dollar US sementara produk
emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor
akan menerima dampak positif dari kenaikan Kurs Dollar US tersebut. Ini berarti
harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di
Bursak Efek, dan emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga
sahamnya. (Samsul, 2006).
Berdasarkan teori di atas, hubungan nilai tukar dengan harga saham
Industri Tekstil adalah positif. Karena, aktivitas Industri Tekstil berorientasi
ekspor. Dilihat dari tabel 1.1, pada tahun 2007 nilai tukar Rupiah mengalami
apresiasi menjadi Rp9.136 dibandingkan tahun 2006 sebesar Rp9.167. Pada tahun
2007 harga saham juga mengalami peningkatan sebesar Rp502 dibandingkan
dengan harga saham tahun 2006 sebesar Rp474. Pada tahun 2008, nilai tukar
mengalami depresiasi terhadap tahun 2007 menjadi Rp9.680, dan harga saham
turun menjadi Rp415. Pada tahun 2009, nilai tukar juga mengalami depresiasi
menjadi Rp10.398 diikuti dengan penurunan harga saham menjadi Rp384. Pada
tahun 2010, nilai tukar mengalami apresiasi menjadi Rp9.085 dan harga saham
meningkat menjadi Rp472 dibandingkan tahun sebelumnya.
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman dan
dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas
(Brigham dan Houston, 2001: 158). Suku bunga yang berlaku di Indonesia adalah
suku bunga Bank Indonesia (SBI) selama lima tahun terakhir mengalami
fluktuasi. Akan tetapi, setelah Suku bunga dikendalikan oleh Bank Indonesia,
maka fluktuasi suku bunga sudah terkendali.
Tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga
saham. Karena dengan kenaikan tingkat suku bunga akan meningkatkan beban
bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan
mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat
turunnya harga saham di pasar. Sehingga menyebabkan para investor menarik
investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan
ataupun deposito. Sebaliknya, penurunan tingkat suku bunga akan menaikkan
harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga
saham meningkat. Maka, investor akan mengalihkan investasinya dari perbankan
ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham
terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. (Samsul, 2006)
Berdasarkan teori di atas, hubungan antara suku bunga dengan harga
saham adalah negatif. Dilihat dari tabel 1.1, pada tahun 2007, suku bunga 8,60%
lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga pada tahun 2006 sebesar 11,83%.
Sebaliknya, harga saham pada tahun 2007 sebesar Rp502 lebih tinggi
dibandingkan harga saham pada tahun 2006 sebesar Rp474. Pada tahun 2008,
suku bunga meningkat menjadi 8,67% diikuti dengan penurunan harga saham
menjadi Rp415. Pada tahun 2010, suku bunga menurun menjadi 6,50% diikuti
dengan harga saham meningkat menjadi Rp472. Sementara pada tahun 2009, suku
bunga dan harga saham sama – sama mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun 2008.
Tabel 1.1
Indikator Makro Ekonomi dan Harga Saham Industri Tekstil
Tahun 2006 s/d Tahun 2010
No
Indikator
1
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Nilai Tukar
9.167
9.136
9.680
10.398
9.085
2
Suku Bunga
11,83%
8,60%
8,67%
7,15%
6,50%
3
Harga Saham
474
502
415
384
472
Sumber : www.bi.go.id dan www.idx.co.id, 2010 (diolah)
Gambar 1.1.
Grafik Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar US Periode Tahun 2006 - 2010
Pasar modal Indonesia yang semakin berkembang, menuntut pengetahuan
yang baik dalam berinvestasi saham di pasar modal, sehingga penulis mencoba
meneliti pengaruh nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham. Penelitian ini
melibatkan Industri Tekstil dengan judul “Pengaruh Nilai Tukar dan Suku
Bunga Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil di Bursa Efek
Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham pada
industri tekstil di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh antara variabel nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham
Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna sebagai masukan pengetahuan ilmu ekonomi, terutama dalam hal
melihat pengaruh antara nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI terhadap
harga saham pada industri tekstil di Bursa Efek Indonesia.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan
masukan bagi investor, terutama yang terlibat dalam pasar modal dalam
menentukan pengaruh antara nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI
terhadap harga saham Industri tekstil di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi Emiten
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi emiten khususnya
bagi pimpinan perusahaan untuk mempertimbangkan pengaruh nilai tukar
rupiah dan tingkat suku bunga SBI terhadap harga saham.
3. Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan wacana untuk literature
perpustakaan yang membahas penelitian tentang pengaruh nilai tukar rupiah
dan tingkat suku bunga SBI terhadap harga saham industri tekstil di Bursa
Efek Indonesia.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh
antara nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI terhadap harga saham
industri tekstil di Bursa Efek Indonesia.
Download