VII. 7.1. ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal 7.1.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen Faktor Analisis posisi dan peran setiap peubah yang disusun dalam hirarki mengacu pada AHP, khususnya pada hasil pengolahan horizontal. Analisis pengolahan horizontal bertujuan untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap tingkat yang persis berada pada satu tingkat di atas elemen tersebut. Hasil pengolahan horizontal ini dibagi ke dalam analisis pengolahan pada tingkat pertama yaitu elemen faktor yang ingin dicapai, tingkat kedua yaitu elemen aktor, tingkat ketiga yaitu elemen solusi yang ingin dicapai, dan tingkat keempat yaitu elemen alternatif strategi. Pengolahan pada tingkat pertama ini untuk melihat prioritas dari faktor yang ingin dicapai dalam melakukan kegiatan strategi solusi permasalahan kemacetan. Hasil pengolahan AHP secara terinci terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan antar Elemen pada Tingkat Pertama Elemen faktor Aspek Sosial Budaya Aspek Ekonomi Aspek Manajemen Rasio Inkonsistensi Bobot Prioritas 2 1 3 0,435 0,487 0,078 0,01 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa faktor aspek ekonomi menjadi prioritas yang dipertimbangkan dalam memilih alternatif kebijakan untuk mengatasi permasalahan kemacetan dengan nilai bobot 0,487. Aspek ekonomi merupakan roda pertumbuhan bagi suatu daerah termasuk daerah Kabupaten Sukabumi. Aspek ekonomi menjadi faktor spesifik dan menjadi aspek yang paling 65 dipertimbangkan oleh decision maker karena dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kabupaten Sukabumi. Aspek ekonomi juga dapat menunjang perekonomian masyarakat. Aspek ekonomi pula lah yang menjadi penyebab utama kemacetan sehingga aspek ekonomi menjadi kriteria yang sangat penting dalam pemilihan alternatif kebijakan untuk mengurangi kemacetan. Faktor aspek sosial budaya menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot 0,435. Dilihat dari aspek sosial budaya, keberadaan transportasi membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Pola perilaku masyarakat yang terarah dan berkesinambungan dalam berkendara menjadi aspek yang dipertimbangkan oleh decision maker karena aspek ini berhubungan dengan kepatuhan masyarakat saat berkendara terhadap aturan untuk tertib berlalu lintas. Faktor aspek manajemen menjadi prioritas ketiga dalam mengatasi permasalahan kemacetan dengan nilai bobot 0,078. Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Aspek manajemen menjadi aspek yang dipertimbangkan oleh decision maker karena aspek ini berhubungan langsung dengan jalannya lalu lintas pada transportasi darat. Analisis horizontal antar elemen tingkat pertama ini memiliki rasio inkonsistesi sebesar 0,01. Ini berarti bahwa mutu informasi yang dikumpulkan dari empat responden dapat dipercaya dan diyakini. Jika rasio inkonsistensi lebih besar dari 0,1 maka mutu informasi perlu ditinjau kembali dan jawaban responden tidak cukup meyakinkan dan tidak dapat dipercaya. 66 7.1.2. Analisis Posisi Elemen Aktor terhadap Aktor dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Analisis posisi setiap faktor terhadap aktor yang berperan dalam strategi solusi permasalahan kemacetan mengacu pada hasil pengolahan horizontal AHP. Hasil pengolahan pada tingkat kedua dapat ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Kedua Elemen Aktor Aspek Sosial Budaya Aspek Ekonomi Aspek Manajemen Satlantas 0,379 Aktor yang Mempengaruhi Dinas Dinas Perhubungan Pekerjaan Umum 0,301 0,124 Perusahaan RI 0,196 0,05 0,250 0,250 0,250 0,250 0,00 0,312 0,280 0,280 0,127 0,01 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa aktor Satlantas dapat memenuhi ketiga kriteria faktor di atas terutama dalam hal aspek sosial budaya (0,379). Perilaku sosial dan budaya masyarakat saat berkendara berhubungan erat dengan peran Satlantas dalam mengatur ketertiban lalu lintas agar pengguna kendaraan bermotor tetap berada pada aturan yang berlaku. Aspek manajemen menjadi prioritas kedua dengan bobot 0,312. Satlantas merupakan aktor yang berperan langsung dalam manajemen lalu lintas yang bertugas mengatur jalannya lalu lintas di lapangan. Manajemen yang baik dan tertib membuat kesadaran masyarakat untuk tertib dalam berkendara. Aspek ekonomi menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0,250. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat tidak luput dari peran Satlantas dalam mengatur jalannya mobilitas pelaku ekonomi dalam mendistribusikan barang dan jasa. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan 67 horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi 0.00-0.05 (rasio inkonsistensi berada di bawah 0,10). 7.1.3. Posisi dan Kekuatan Elemen Solusi terhadap Solusi Permasalahan Kemacetan Analisis terhadap posisi dan kekuatan permasalahan kemacetan dilakukan dengan AHP. Analisis ini dilakukan lebih dalam lagi untuk mengetahui prioritas dari solusi yang ingin dicapai di dalam alternatif strategi mencari solusi permasalahan kemacetan di sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil pengolahan pada tingkat ketiga dapat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Ketiga Elemen Solusi Satlantas Dinas Perhubungan Dinas Pekerjaan Umum Perusahaan Sumber : Data Primer, 2011 Efisien Waktu 0,472 0,466 0,481 0,487 Solusi yang Ingin Dicapai Peningkatan Peningkatan Penghasilan jumlah wisata 0,444 0,084 0,433 0,100 0,405 0,114 0,435 0,078 RI 0,00 0,01 0,03 0,01 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa solusi efisien waktu merupakan prioritas utama untuk semua aktor terutama untuk aktor terutama aktor perusahaan dengan bobot nilai 0,487. Perusahaan berperan untuk mengatur distribusi barang, jasa, serta tenaga kerja. Apabila perusahaan dapat melaksanakan perannya dengan baik maka kemacetan dapat berkurang sehingga solusi efisien waktu dapat dicapai. Dinas Pekerjaan Umum menjadi aktor prioritas kedua terhadap solusi efisien waktu dengan nilai bobot 0,481. Dinas Pekerjaan Umum berperan sebagai pemelihara prasarana seperti jalan raya dan aksesorisnya seperti trotoar dan saluran air. Apabila jalan raya sepanjang Cicurug-Parungkuda tergolong pada 68 kualitas baik, maka kemacetan dapat berkurang sehingga solusi efisien waktu dapat dicapai. Satlantas menjadi prioritas ketiga dalam solusi efisien waktu dengan nilai bobot 0,472. Satlantas berperan sebagai pengatur jalannya lalu lintas serta mengatur seluruh jenis kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Satlantas berperan penting untuk mengurangi kemacetan sehingga dapat mengefisienkan waktu. Dinas Perhubungan menjadi prioritas terakhir dengan nilai bobot 0,466. Dinas perhubungan berperan dalam mengatur banyaknya trayek mobil angkutan umum serta trayek mobil barang. Apabila trayek kendaraan tersebut dapat dioptimalkan menurut fungsi dan kegunaannya, maka kemacetan dapat berkurang sehingga pengguna kendaraan bermotor dapat lebih mengefisienkan waktunya. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi 0,000,03 (rasio inkonsistensi berada di bawah 0,10). 7.1.4. Posisi Elemen Strategi Permasalahan Kemacetan terhadap Strategi dalam Mengatasi Strategi permasalahan kemacetan juga dilakukan mengacu pada analisis AHP. Analisis ini dilakukan lebih dalam lagi untuk mengetahui prioritas dari alternatif strategi untuk mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil ini menunjukkan alternatif yang paling diprioritaskan dari yang pertama sampai prioritas yang terakhir. Hasil pengolahan horizontal antar elemen pada tingkat keempat disajikan pada Tabel 17. 69 Tabel 17. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Keempat Elemen Strategi A 0,623 0,211 Efisien Waktu Peningkatan Penghasilan Peningkatan jumlah 0,564 kunjungan wisata Sumber : Data Primer, 2011 Alternatif Strategi yang Mempengaruhi B C D E F 0,026 0,087 0,087 0,089 0,087 0,035 0,189 0,189 0,189 0,189 RI 0,05 0,01 0,030 0,06 0,141 0,088 0,088 0,088 Keterangan : A. Pengoptimalan jalur alternatif B. Pembatasan jumlah kendaraan C. Menambah jaringan jalan dan pembuatan jalan-jalan layang D. Perbaikan kualitas dan kuantitas jalan E. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan F. Pengaturan jadwal keluar masuk buruh-buruh pabrik industri Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa ketiga elemen strategi memberikan prioritas pertama pada alternatif A yaitu pengoptimalan jalur alternatif terutama solusi efisien waktu dengan bobot 0,623. Kendaraan pribadi yang tidak memiliki trayek dapat melewati jalan alternatif tersebut sehingga kemacetan pun dapat menurun. Adanya jalur alternatif membuat pengendara dapat lebih mengefisienkan waktunya dibanding dengan melewati jalur arteri. Pengoptimalan jalur alternatif memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi permasalahan kemacetan karena strategi ini sudah berjalan, hanya saja masih terkendala oleh prasarana yang belum memadai. Oleh karena itu, pengoptimalan jalur alternatif dengan perbaikan dan penyediaan prasarana yang memadai dinilai mampu mengurangi kemacetan di sepanjang jalan Cicurug- Parungkuda. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir dari ketiga elemen tersebut. Pembatasan jumlah kendaraan umumnya melihat usia kendaraan dan pembatasan jumlah serta trayek angkutan umum. Bila pembatasan jumlah kendaraan dapat dilakukan, maka kemacetan di sepanjang jalan Cicurug- 70 Parungkuda dapat menurun. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi 0,01-0,06 (rasio inkonsistensi berada dibawah 0,10). 7.2. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal Strategi dalam Mencari Strategi Permasalahan Kemacetan Selain analisis elemen peubah dan elemen pendukungnya dilakukan pengolahan AHP secara horizontal, maka dilakukan pula pengolahan secara vertikal. Pengolahan secara vertikal digunakan untuk menyusun dan melihat prioritas menyeluruh setiap elemen pada tingkat tertentu terhadap sasaran utama hirarki. Hasil pengolahan vertikal pada elemen tingkat satu memberikan hasil yaitu menitikberatkan pada aspek ekonomi dengan bobot nilai sebesar 0,487. Aspek ekonomi yang terjadi di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sukabumi bagian utara dijadikan sebagai daerah industri sehingga daerah Cicurug-Parungkuda menjadi lokasi yang strategis untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan industri. Distribusi barang, jasa dan tenaga kerja merupakan contoh dari bentuk aktivitas ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut. Aktivitas ekonomi tersebut mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemacetan. Oleh karena itu, aspek ekonomi menjadi prioritas utama dalam mencari kebijakan dalam mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil pengolahan elemen pada tingkat dua yaitu elemen aktor. Aktor yang paling berpengaruh dalam upaya mengatasi permasalahan kemacetan memprioritaskan pada aktor Satlantas dengan nilai bobot sebesar 0,310. Satlantas berperan penting terhadap jalannya perlalulintasan. Satlantas berfungsi untuk 71 menegakkan perambu-rambuan serta mengatur semua jenis kendaraan secara langsung di jalan raya baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Oleh karena itu, Satlantas menjadi aktor prioritas utama dalam mengatasi permasalahan kemacetan. Pengolahan elemen pada tingkat ketiga yaitu untuk mengetahui solusi yang ingin dicapai. Solusi yang menjadi prioritas pertama yaitu efisien waktu dengan nilai bobot sebesar 0,474. Efisien waktu menjadi solusi paling diprioritaskan karena bila kemacetan dapat dikurangi, maka pengguna jalan baik pengguna kendaraan bermotor maupun penumpang dapat menggunakan waktunya untuk kegiatan yang lebih bermanfaat dibanding bila harus terjebak dalam kemacetan. Pengolahan elemen pada tingkat empat diperoleh alternatif strategi pengoptimalan jalur alternatif sangat diprioritaskan oleh para decision maker dalam upaya penurunan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda dibanding dengan strategi lainnya dengan nilai bobot 0,337. Selama ini, pengoptimalan jalur alternatif telah dapat mengurangi kemacetan hanya saja masih terdapat kendala seperti infrastruktur yang masih belum memadai. Panjang jalan alternatif ini yaitu sekitar sepuluh kilometer dan lebar sekitar empat meter. Jalur alternatif ini mempunyai jarak yang lebih jauh dibanding dengan jalur arteri yang hanya sekitar enam kilometer. Jalur alternatif ini lebih dapat mengefisienkan waktu karena tidak akan terjadi penumpukkan kendaraan di sekitar jalur tersebut yang menyebabkan adanya kemacetan walaupun jaraknya lebih jauh. 72 Kondisi jalur alternatif Jalan Tenjoayu dengan pintu masuk Tenjoayu dan dua pintu keluar yakni Koramail dan Pondokaso Landeuh Parungkuda ini belum memadai. Kondisi jalan alternatif ini masih banyak yang rusak dan berlubang. Apabila hujan turun, lubang berubah menjadi kubangan air. Selain itu, jalur alternatif ini masih terkendala oleh minimnya Penerangan Jalan Umum (PJU). Kemampuan jalan hanya dapat dilintasi kendaraan minibus dan colt ini terdapat turunan yang curam dan lebar jalan yang sempit. Pengoptimalan jalur alternatif menjadi prioritas pertama dalam mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda karena jalur alternatif ini sudah berjalan dan hanya butuh perbaikan infrastruktur yang lebih memadai. Pengoptimalan jalur alternatif ini didukung pula oleh adanya rencana untuk pembangunan jalan tol yang akan terealisasi pada tahun 2013. Rencana pembangunan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) diharapkan dapat mengurai kemacetan yang selama ini terjadi di daerah Cikereteg, Cigombong, Cicurug, Parungkuda, Cibadak, dan Cisaat. Jalan tol Bocimi dengan panjang 54 kilometer ini dibagi dalam empat tahap. Tahap pertama, jalur Ciawi-Cicurug dengan panjang 14,5 kilometer yang akan selesai pada tahun 2013. Tahap kedua yaitu jalur Cicurug-Cibadak dengan panjang 11,9 kilometer, ketiga yaitu jalur Cibadak-Sukabumi Barat dengan panjang 13,7 kilometer, dan keempat yaitu Sukabumi Barat dengan Sukabumi Timur. 9 Pengoptimalan jalur alternatif Tenjoayu yang selama ini telah ada diharapkan dapat bersinergi dengan salah satu pintu tol Bocimi sehingga perekonomian di daerah Cicurug-Parungkuda juga dapat berkembang seiring 9 Ahmad Riyadi. Kompas. 21 Desember 2011. Hal.21. ‘Investor Jengkel, Sering Terjebak Macet’ 73 dengan penurunan tingkat kemacetan. Bagi masyarakat Cicurug, jalur alternatif Tenjoayu sudah digunakan untuk menghindari kemacetan yang disebabkan adanya pabrik-pabrik industri serta adanya pasar tradisional. Oleh sebab itu, adanya pembangunan jalan tol diharapkan dapat lebih mengoptimalkan jalur alternatif karena jalur alternatif Tenjoayu dapat bersinergi dengan salah satu pintu tol yang terdapat pada jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi. Pembuatan Fly over atau under pass menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot 0,160. Pembuatan fly over atau underpass ini dapat mengurangi hambatan persimpangan yang selama ini menjadi penyebab adanya kemacetan karena walaupun membutuhkan dana yang sangat besar, pembuatan fly overs ini akan mengurangi kemacetan dalam jangka panjang. Pembuatan fly overs ini membutuhkan investasi besar di awal namun lebih ringan untuk perawatannya. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container serta buruh-buruh pabrik, dan pelebaran jalan menjadi prioritas ketiga dengan nilai bobot 0,157. Kendaraan operasional perusahaan seperti container diharapkan beroperasi pada malam hari karena pada saat itu volume kendaraan jauh lebih sedikit dibanding siang hari sehingga tidak mengganggu jalannya lalu lintas. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan dijadikan alternatif ketiga karena pengaturan jadwal ini lebih mudah diaplikasikan dibanding dengan pengaturan buruh pabrik industri mengingat jumlah container lebih sedikit dibanding dengan jumlah tenaga kerja. Mobil container merupakan mobil barang sehingga pengawasannya masih di bawah pengawasan Dinas Perhubungan walaupun alternatif ini sudah menjadi bagian dari sektor swasta. 74 Pengaturan jadwal keluar masuk buruh-buruh pabrik industri menjadi prioritas keempat dengan nilai bobot yang sama yaitu 0,157. Perusahaan yang berdiri di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda menyerap banyak tenaga kerja yang artinya mobilitas tenaga kerja di sepanjang jalan tersebut sangat tinggi. Hampir semua masyarakat termasuk buruh pabrik beraktivitas pada peak hours untuk pergi ke tempat tujuannya seperti tempat kerja dan sekolah. Bila perusahaan menetapkan jadwal keluar masuk buruh pabrik industri tidak pada peak hours, maka kemacetan dapat menurun. Pelebaran jalan juga memiliki bobot yang sama yaitu 0,157. Pelebaran jalan dapat meningkatkan daya tampung jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor. Pelebaran jalan dijadikan prioritas kelima karena para decision maker pelebaran jalan ini memiliki banyak pertimbangan di samping membutuhkan dana yang besar. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir dengan nilai bobot 0,032. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir karena alternatif ini mendatangkan banyak efek samping. Apabila kendaraan umum dibatasi, maka tujuan ke arah transportasi publik tidak akan tercapai. Apabila jumlah kendaraan pribadi dibatasi maka perusahaan perakit mobil akan mengalami kerugian besar. Oleh karena itu, pembatasan kendaraan dijadikan alternatif terakhir oleh para decision maker dalam mengatasi permasalahan kemacetan. Aktor Satlantas berperan langsung untuk semua alternatif yang tersedia. Aktor Dinas Perhubungan berperan dalam upaya pembatasan jumlah kendaraan serta pengaturan jadwal keluar masuk mobil container mengingat Dinas 75 Perhubungan berperan dalam mengatur jumlah trayek kendaraan umum serta kendaraan-kendaraan barang. Aktor Dinas Pekerjaan Umum berperan dalam pengoptimalan jalur alternatif, pembuatan jalan layang, dan pelebaran jalan. Perusahaan berperan dalam pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan serta buruh pabrik industri. Rasio Inkonsistensi secara keseluruhan yaitu 0,02 dimana nilai tersebut di bawah 0,1 sehingga hasil tersebut dapat dibenarkan karena semakin kecil tingkat rasio inkonsistensi maka semakin aplikatif data yang diperoleh. Penetapan alternatif strategi dalam penelitian ini menggunakan satu metode. Alternatif strategi yang menjadi prioritas utama yaitu pengoptimalan jalur alternatif dengan nilai bobot 0,337. Penelitian Asriyanto (2005) menggunakan dua tahap dan dua metode sehingga lebih banyak menghabiskan waktu. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa alternatif pengelolaan perikanan lemuru berada pada kuadran II yaitu diversifikasi produk. Tahap kedua yaitu menggunakan AHP didapat alternatif pengelolaan perikanan lemuru yang diinginkan yaitu penyempurnaan regulasi, penerapan MCS (Monitoring, Controll, Surveillance), peningkatan ko-manajemen dan pengalihan pola tangkap. Analisis secara vertikal penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini. 76 Alternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Tujuan Utama Faktor Aspek Ekonomi 0,487 Aspek Manajemen 0,078 Aspek Sosial Budaya 0,435 Aktor Dinas Perhubungan 0,275 SATLANTAS 0,310 Perusahaan 0,217 Dinas PU 0,198 Solusi Efisien Waktu 0,474 Peningkatan penghasilan 0,431 Peningkatan jumlah kunjungan wisata 0,095 Alternatif Strategi Pengoptimalan jalur alternatif 0,337 Pembuatan fly over dan underpass 0,160 Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan 0,157 pengaturan jadwal keluar masuk buruh pabrik 0,157 Pelebaran jalan 0,157 Pembatasan jumlah kendaraan 0,032 Gambar 12. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal Strategi untuk Mengatasi Permasalahan Kemacetan 77 38