I. 1.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kerandang (Canavalia virosa) tergolong kacang-kacangan, dapat dijumpai di Afrika, Amerika Selatan, Australia, India, dan Asia (Philiphina dan Indonesia). Tanaman ini tumbuh menjalar, menghasilkan polong dan biji. Keunggulan tanaman ini adalah mampu tumbuh pada lahan yang miskin unsur hara dan tahan terhadap kekeringan. Pada musim kemarau pun, tanaman ini tetap bertahan hidup di lahan pasir pantai. Di Ghat Timur, Peninsulla, India, tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang selalu memiliki daun yang hijau. Di India, tanaman ini digunakan sebagai tanaman penutup permukaan tanah pada lahan perkebunan kopi, coklat, jeruk, nenas dan tebu karena tanaman ini dapat mengikat nitrogen dari udara. Masyarakat India, Mexico, Brazil, Arizona, dan Peru pun biasanya mengkonsumsi daun dan polong muda serta biji Canavalia. Biji yang sudah tua dikonsumsi dengan cara biji dikupas kulit arinya kemudian diberi perlakuan perendaman dan perebusan, selanjutnya diolah sebagai bahan pangan pada umumnya. Di Australia Utara, polong muda dan biji Canavalia dikonsumsi sebagai bahan pangan. Bahkan masyarakat Amerika Selatan telah memanfaatkan polong muda tanaman ini dalam pembuatan asinan (pickle) (Sridhar and Seena, 2006). Di Indonesia, khususnya di Yogyakarta tanaman kerandang (Canavalia virosa) banyak dijumpai di sepanjang lahan pasir pantai di Kabupaten Kulon Progo dan Bantul. Tanaman kerandang yang tumbuh di lahan pasir pantai Kabupaten Kulon Progo memiliki produktivitas sebesar 909 kg/ha/th. Masyarakat disekitar lahan pasir di Kabupaten Kulon 1 Progo telah memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan pangan alternatif. Bunga dan polong muda tanaman kerandang umumnya dimanfaatkan untuk sayur, sedangkan biji yang sudah tua dengan kulit ari berwarna coklat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tempe. Namun, hingga saat ini biji kerandang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pangan. Salah satu penyebabnya adalah dalam biji kerandang terkandung senyawasenyawa antigizi seperti tannin, asam fitat, L-DOPA, asam sianida (HCN), oligosakarida yang merupakan faktor flatulensi, concanavalin A, dan canavavin (Tangadurai et al., 2001; Sridar and Seena, 2006; Doss et al., 2011). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa senyawa-senyawa antigizi tersebut bersifat larut dan tidak stabil terhadap panas. Pada perlakuan seperti perendaman dan perebusan dapat mengeliminasi senyawa-senyawa antigizi tersebut sehingga biji kerandang menjadi aman untuk dikonsumsi. Bahkan menurut Djaafar et al. (2010), dengan pengolahan biji kerandang menjadi tempe, kandungan HCN dapat dieliminir sebanyak 97,62%. Dengan demikian, dari segi keamanan pangan, biji kerandang berpotensi dikonsumsi sebagai bahan pangan alternatif. Sebagai tanaman yang tergolong kacang-kacangan, biji kerandang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu sebesar 31 – 37%, sehingga biji kerandang berpotensi sebagai sumber protein nabati seperti halnya biji kedelai. Biji kerandang mengandung asam amino esensial seperti lisin, fenilalanin, leusin dan isoleusin. Asam lemak esensial yang terkandung dalam biji kerandang adalah oleat, linoleat dan linolenat. Selain itu, biji kerandang juga mengandung beberapa mineral seperti fosfor, kalium, kalsium dan natrium. Kacang-kacangan umumnya mengandung oligosakarida, yang apabila dikonsumsi dan masuk dalam usus besar maka oligosakarida akan didegradasi oleh mikroba usus dan 2 menghasilkan gas. Kandungan oligosakarida pada kacang-kacangan merupakan penyebab timbulnya flatulensi. Hal ini menjadi penyebab kacang-kacangan seperti ini kurang disukai. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri asam laktat dalam fermentasi susu kacang-kacangan seperti kedelai dapat mengurangi kandungan oligosakarida, khususnya rafinosa dan stakiosa (Barampama and Simard, 1994; Feng et al., 2008). Oleh karena itu, dengan pengolahan seperti fermentasi menggunakan bakteri asam laktat maka dapat meningkatkan penerimaannya sebagai bahan pangan karena bakteri asam laktat dapat menghasilkan enzim α-galaktosidase yang mampu menghidrolisis ikatan α-1,6 glikosidik pada oligosakarida menjadi disakarida dan monosakarida. Kacang-kacangan juga diketahui memiliki kandungan komponen bioaktif isoflavon yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Konsumsi isoflavon dapat dihubungkan dengan kondisi kesehatan. Pada masyarakat Asia yang konsumsi kedelai tinggi dengan intake isoflavon 50-70 mg/hari, diketahui dapat mengurangi resiko penyakit osteoporosis, gejala manopouse, mengurangi resiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler, dan penyakit kanker. Penyerapan isoflavon dalam usus manusia tergantung pada mikroflora usus. Mikroflora seperti bakteri asam laktat dapat menghasilkan enzim β-glukosidase yang berperan dalam menghidrolisis isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon yang lebih mudah diabsopsi sehingga meningkatkan bioavailabilitas isoflavon (Pyo et al., 2005b). Bakteri asam laktat telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai proses fermentasi makanan, digunakan secara luas dalam fermentasi daging, susu, sayuran, buah, bahkan bakteri asam laktat dapat dimanfaatkan dalam fermentasi susu kacang-kacangan menjadi minuman fermentasi. Penggunaan bakteri asam laktat dalam fermentasi bahan makanan memberikan keuntungan antara lain, dapat meningkatkan keamanan produk, meningkatkan 3 nilai gizi, memberikan flavor spesifik pada produk fermentasi. Selama pertumbuhan, bakteri asam laktat menghasilkan enzim. Beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa bakteri asam laktat menghasilkan β-glukosidase yang dapat menghidrolisis isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon dan meningkatkan aktivitas antioksidan, seperti Lactobacillus plantarum KFRI 00144, Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis KFRI 01181, Bifidobacterium breve K-101, Bifidobacterium thermophilum KFRI 00748, Lactobacillus paraplantarum KM, Enterococcus durans KH, Streptococcus salivarius HM, Weissella confusa JY, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Bifidobacterium lactis type Bi-07, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium lactis type Bi-04, Lactobacillus acidophilus LAFTI_ L10, Bifidobacterium lactis LAFTI_ B94, dan Lactobacillus casei LAFTI_ L26 (Pyo et al., 2005a; Pyo et al., 2005b; Chun et al., 2007; Donkor and Shah, 2008; Ding and Shah, 2010). Akan tetapi belum ada penelitian tentang kemampuan bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan hasil fermentasi tradisional Indonesia dalam menghasilkan β-glukosidase dan peranannya dalam fermentasi susu kerandang. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa biji kerandang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif yang aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu perlu dikaji potensi kerandang sebagai bahan pangan, salah satunya melalui proses fermentasi susu kerandang menggunakan bakteri asam laktat yang berasal dari makanan hasil fermentasi tradisional Indonesia. Fermentasi susu kerandang oleh bakteri asam laktat ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah yaitu meningkatkan fungsionalitas susu kerandang. 4 1.2. Rumusan Permasalahan Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari makanan hasil fermentasi tradisional Indonesia telah banyak dilakukan dan dikoleksi di Food Nutrition Culture Collection (FNCC) Pusat Studi Pangan dan Gizi. Namun identifikasi lebih lanjut dengan metode molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA hingga saat belum dilakukan terhadap koleksi isolat-isolat bakteri asam laktat tersebut. Begitu pula penelitian tentang potensi isolat bakteri asam laktat tersebut belum optimal, terutama potensinya dalam menghasilkan β-glukosidase yang mampu menghidrolisis isoflavon glukosida menjadi aglikonnya. Saat ini, pemanfaatan bakteri asam laktat dalam fermentasi susu kacang-kacangan seperti susu kedelai sudah banyak dilakukan untuk menghasilkan minuman fermentasi. Pemanfaatan bakteri asam laktat dalam fermentasi susu kedelai berhubungan dengan kemampuan bakteri tersebut untuk menghasilkan β-glukosidase telah banyak dilakukan. Biji kerandang mengandung protein sebanyak 30-37 % sebanding dengan kedelai. Oleh sebab itu, biji kerandang berpotensi sebagai bahan pangan sumber protein nabati. Biji kerandang juga mengandung asam amino, asam lemak dan mineral. Seperti halnya kacangkacangan yang lain, biji kerandang mengandung senyawa antigizi seperti asam sianida (HCN), asam fitat, dan oligosakarida. Pemanfaatan kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati dalam pembuatan susu kacang-kacangan juga telah banyak dilakukan, salah satunya adalah pemanfaatan kedelai menjadi susu kedelai. Namun pemanfaatan biji kerandang menjadi susu kerandang dan difermentasi menggunakan bakteri asam laktat indigenous hingga saat ini belum dilakukan. Komponen bioaktif seperti isoflavon pada kacang-kacangan, akhir-akhir ini menjadi topik penelitian yang menarik. Isoflavon memiliki sturktur polifenol yang dapat berfungsi 5 sebagai antioksidan dan antikanker. Isoflavon dapat dijumpai dalam jaringan tanaman, baik sayuran, buah maupun kacang-kacangan. Komponen isoflavon yang terbesar dalam jaringan tanaman adalah isoflavon glukosida yang terikat dengan glukosa dan memiliki bioavailibilitas yang rendah. Sedangkan isoflavon aglikon merupakan isoflavon glukosida yang telah dihidrolisis oleh enzim β-glukosidase sehingga memiliki berat molekul yang lebih kecil dan meningkatkan bioavailibitas serta kemampuannya sebagai antioksidan dan antikanker. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini dan diperlukan penyelesaiannya adalah : 1. Bagaimana hubungan kekerabatan isolat-isolat bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan fermentasi tradisional Indonesia (bakteri asam laktat indigenous) berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. 2. Seberapa besar kemampuan bakteri asam laktat indigenous tersebut untuk menghasilkan enzim β-glukosidase. 3. Bagaimana kondisi perlakuan pendahuluan (preparasi) biji kerandang sebagai bahan baku susu kerandang yang optimal untuk diolah lebih lanjut menjadi susu kerandang terfermentasi laktat. 4. Seberapa besar kemampuan β-glukosidase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat indigenous dalam menghidrolisis isoflavon yang terkandung dalam susu kerandang sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan dan antikanker susu kerandang terfermentasi laktat. 6 1.3. Kebaruan Penelitian Kebaruan dari penelitian ini adalah : 1. Informasi tentang hubungan kekerabatan genotif L. plantarum-pentosus dari berbagai sumber makanan fermentasi tradisional berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. 2. Informasi tentang perlakuan pendahuluan untuk pemanfaatan biji kerandang (Canavalia virosa) yang tumbuh di sepanjang pasir pantai DIY yang memiliki kulit ari keras, informasi tentang kandungan HCN biji kerandang dan cara menurunkannya, serta informasi kandungan oligosakarida dan isoflavon biji kerandang. 3. Informasi tentang perubahan oligosakarida dan isoflavon pada fermentasi susu kerandang (Canavalia virosa) oleh bakteri asam laktat indigenous. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan bakteri asam laktat indigenous dalam fermentasi susu kerandang (Canavalia virosa) sehingga dapat meningkatkan nilai fungsional susu kerandang terfermentasi laktat (bebas oligosakarida dan mengandung isoflavon dengan aktivitas antioksidan tinggi). Sedangkan tujuan khusus adalah : 1. Mengetahui kekerabatan genotif L. plantarum dan L. plantarum-pentosus yang berasal dari berbagai makanan fermentasi tradisional Indonedia (bakteri asam laktat indigenous) berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. 7 2. Memilih bakteri asam laktat indigenous yang mampu menghidrolisis rafinosa dan memiliki aktivitas β-glukosidase yang mampu menghidrolisis isoflavon glukosida. 3. Melakukan optimalisasi perlakuan pendahuluan (preparasi) biji kerandang sebagai bahan baku susu kerandang untuk membuat susu kerandang terfermentasi laktat. 4. Mempelajari perubahan oligosakarida dan isoflavon serta aktivitas antioksidan selama fermentasi susu kerandang oleh strain bakteri asam laktat indigenous. 5. Mengevaluasi aktivitas antikanker ekstrak metanol isoflavon susu kerandang yang difermentasi dengan bakteri asam laktat indigenous. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan keilmuan serta dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh masyarakat. a. Manfaat pengembangan keilmuan : 1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kekerabatan genotif beberapa strain bakteri asam laktat indigenous (bakteri asam laktat yang berasal dari berbagai makanan fermentasi tradisional Indonesia) berdasarkan sekuens gen 16S rRNA. 2. Menambah pengetahuan tentang strain bakteri asam laktat indigenous yang mampu menghasilkan dan memiliki aktivitas β-glukosidase. 3. Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan biji kerandang, khususnya perlakuan pendahuluan biji kerandang sebagai bahan baku susu kerandang. 8 4. Menambah pengetahuan tentang kandungan oligosakarida dan isoflavon dalam biji kerandang (Canavalia virosa) yang berasal dari lahan pasir pantai Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Menambah pengetahuan tentang perubahan oligosakarida dan isoflavon selama fermentasi susu kerandang oleh bakteri asam laktat indigenous serta aktivitas antioksidan dan antikankernya. b. Manfaat dalam penerapan hasil penelitian : 1. Menjadi dasar implementasi dalam pemanfaatan biji kerandang dan pengembangan industri makanan berbasis produk fermentasi menggunakan bakteri asam laktat indigenous dan berbahan baku sumberdaya lokal, khususnya kerandang (Canavalia virosa). 9