Kanker hati sering didiagnosis terlambat dengan tingkat kelangsungan hidup yang rendah pada orang dengan HIV Oleh: Liz Highleyman, 4 Oktober 2013 Karsinoma hepatoseluler sering didiagnosis pada stadium lanjut pada orang HIV-positif dengan koinfeksi hepatitis B atau hepatitis C, memberikan kontribusi pada tingkat kematian yang tinggi yang telah berubah sedikit dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sesuai dengan laporan pada Interscience Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy (ICAAC) ke-53 di Denver. Selama beberapa tahun atau beberapa dekade, virus hepatitis B kronis (HBV) atau virus hepatitis C (HCV) dapat menyebabkan penyakit hati yang berat termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler, sejenis kanker hati primer. Orang dengan koinfeksi HIV dan hepatitis virus cenderung mengalami perkembangan penyakit yang lebih cepat dan menanggapi lebih baik pada pengobatan dibandingkan dengan mereka yang memiliki HBV dan HCV saja. Terapi antiretroviral telah mengurangi kematian karena AIDS, namun penyakit hati termasuk karsinoma hepatoseluler (kanker hati) telah menjadi penyebab kematian yang terus menerus meningkat di antara orang dengan HIV. Juan Berenguer dari Rumah Sakit Umum Universitario Gregorio Marañón di Madrid mempresentasikan temuan dari analisis karakteristik tumor dan kelangsungan hidup di antara pasien HIV positif dengan kanker hati. Para peneliti melihat bagaimana hal ini memengaruhi praktek surveilans, dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah publikasi dari pedoman praktek American Association for the Study of the Liver (AASLD) pada tahun 2005. Pedoman merekomendasikan bahwa orang yang berisiko untuk kanker hati harus menjalani skrining setiap enam bulan. Faktor risiko termasuk usia yang lebih tua, replikasi HBV aktif atau inflamasi, infeksi HCV, steatosis (hati berlemak) non-alkohol dan sirosis hati karena sebab apapun. Meskipun sebagian besar orang mengembangkan kanker hati setelah mereka memiliki fibrosis atau sirosis lanjut, kadang-kadang juga terjadi pada orang dengan penyakit hati yang kurang lanjut. Skrining harus mencakup pencitraan USG untuk mendeteksi tumor dan juga dapat mencakup biopsi hati dan pengukuran alpha fetoprotein (AFP), biomarker darah terkait dengan kanker hati dan kanker jenis lain. Kelompok Berenguer ini melakukan analisis retrospektif dari rekam medis dari semua pasien HIV-positif yang didiagnosis dengan kanker hati di pusat mereka antara bulan Oktober 1998 dan April 2012. Surveilans didefinisikan sebagai telah mengalami pencitraan hati dalam dua belas bulan sebelum kanker hati. Kanker hati didiagnosis menggunakan metode non-invasif atau patologi dan diberi tahapan dengan menggunakan sistem klasifikasi Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC): 0: Sangat awal A: Awal B: Menengah C: Lanjutan D: Tahap akhir Upaya terapi kuratif seperti reseksi (pengangkatan tumor) umumnya direkomendasikan untuk BCLC tahap 0 atau A, terapi paliatif untuk tahap B atau C dan manajemen gejala hanya untuk tahap D. Para peneliti mengidentifikasi 53 pasien HIV-positif dengan kanker hati selama periode penelitian. 19 orang didiagnosis antara tahun 1998 dan 2005 dan 34 orang antara tahun 2006 dan 2012. 89% adalah laki-laki dan 82% memiliki riwayat penggunaan narkoba suntikan. Sebagian besar (87%) menggunakan ART. Pasien yang didiagnosis dengan kanker hati selama tahun 1998-2005 berusia lebih muda (44 vs 48 tahun), memiliki skor MELD yang lebih tinggi (12 vs 10) dan lebih mungkin untuk memiliki viral load tidak terdeteksi HIV (47 vs 79%) dibandingkan mereka yang didiagnosis antara tahun 2006 dan 2012. Median jumlah CD4 juga lebih rendah (272 vs 357 sel/ mm3), tetapi tidak begitu signifikan. Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Kanker hati sering didiagnosis terlambat dengan tingkat kelangsungan hidup yang rendah pada orang dengan HIV Melihat karakteristik penyakit hati, semua pasien yang didiagnosis dengan kanker hati memiliki HCV (77%), HBV (11%) atau keduanya (11%). Hampir semua (95%) memiliki sirosis, 60% memiliki skor Child-Pugh B atau C dan setengah mengalami dekompensasi hati. Lebih banyak orang diobati dengan interferon pegilasi dan ribavirin selama periode kedua (32 vs 47%), namun perbedaan ini tidak mencapai signifikasi statistik. Berenguer mencatat bahwa tidak ada satu pun dari pasien yang diobati yang mencapai tanggapan virologi bertahan. Kurang dari setengah peserta memiliki kanker hati yang didiagnosis melalui surveilans selama periode apa pun (42% selama 1998 sampai 2005 dan 41% selama 2006 dan 2012), menunjukkan tidak ada perubahan setelah pedoman AASLD diterbitkan. Namun, konfirmasi biopsi lebih umum terjadi selama periode pertama (37% vs 15%). Orang yang didiagnosis selama periode pertama kurang mungkin untuk memiliki tumor tunggal (32 vs 41%) , lebih mungkin untuk memiliki tumor yang besar (lebih besar dari 5cm, 67 vs 44%), memiliki metastase yang lebih besar (21 vs 12%) dan lebih mungkin untuk memiliki BCLC tahap C atau D (68 vs 47%), namun tidak ada dari perbedaan ini yang mencapai signifikansi statistik. Orang yang didiagnosis antara tahun 1998 dan 2005 secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk menerima perawatan untuk kanker hati dibandingkan mereka yang didiagnosis kemudian (42 vs 71%). Ini termasuk terapi yang berpotensi kuratif seperti ablasi radiofrekuensi atau etanol (8 vs 22%) dan reseksi (2 vs 6%), serta terapi paliatif seperti kemoembolisasi transarterial (11 vs 17%) dan sorafenib (2 vs 9%). Pasien pada periode terakhir ini lebih dari dua kali lebih mungkin untuk mengalami beberapa jenis pengobatan (11 vs 24%). Konsisten dengan memiliki karakteristik penyakit yang kurang lanjut dan menerima lebih banyak pengobatan, ketahanan hidup lebih lama selama periode kedua dibandingkan dengan periode pertama (median 2 vs 11 bulan). Proporsi orang yang bertahan hidup lebih tinggi selama periode kedua untuk ketahanan hidup satu tahun (37 vs 62%), dua tahun (26 vs 37%), dan tiga tahun (14 vs 28%). Namun, tidak ada dari perbedaan ini yang mencapai signifikansi statistik, yang berarti hal ini mungkin terjadi karena kebetulan (p = 0,16). Dalam analisis univariat, faktor yang secara signifikan terkait dengan kematian yang lebih tinggi termasuk viral load HIV yang terdeteksi, skor MELD yang tinggi, BCLC tahap C-D vs A-B dan tingkat AFP > 200ng/dl. Menerima semua jenis perawatan dikaitkan dengan risiko kematian 75% yang secara signifikan lebih rendah. Tapi jumlah CD4, skor Child-Pugh, konsumsi alkohol dan skrining kanker hati tidak berdampak signifikan. “Pada orang dengan HIV, kanker hati sering didiagnosis pada stadium lanjut dan di luar program pengawasan,” para peneliti menyimpulkan. “Kematian itu sangat tinggi, dengan tidak ada perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.” Berenguer menyatakan bahwa “mungkin semua pasien dengan sirosis” berada pada risiko mengembangkan kanker hati, dan studi lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah beberapa orang sangat berisiko. Dia merekomendasikan skrining orang HIV-positif dengan penyakit hati lanjut dilakukan setidaknya setiap enam bulan. Ringkasan: Liver cancer often diagnosed late with poor survival in people with HIV Sumber: Díaz-Sánchez A et al. (Berenguer J presenting) Tumor characteristics and survival in HIV-infected patients with hepatocellular carcinoma: the impact of surveillance?. 53rd Interscience Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Denver, abstract H-1529, 2013. View the abstract on the ICAAC website. –2–