BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan pengobatan khusus dan terjadi dalam beberapa bulan atau tahun (Schloman,et al dalam Potts, 2007). Dapat dikatakan penyakit kronik adalah suatu keadaan atau kondisi yang mempengaruhi aktivitas fungsional harian baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (beberapa bulan atau tahun) dan membutuhkan pendekatan serta pengobatan yang khusus, salah satunya adalah penyakit parkinson. Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang bersifat progresif yang di sebabkan oleh gangguan pada otak di bagian ganglia basalis, dimana terjadi kematian sel substansia niagra yang mengandung dopamin. Penyakit parkinson adalah suatu sindrom yang di tandai oleh tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin dengan berbagi macam sebab. Karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty). Hidup dengan penyakit parkinson sangat penuh dengan tantangan, ketika di gabungkan dengan perasaan takut pergi ke luar rumah, karena takut orang-orang di sekeliling menatap dengan heran, dan jika sedang di dalam antrian penderita parkinson merasa takut mengantri karena takut menghambat orang-orang yang sedang sibuk mengantri, untuk itu bagi penderita parkinson hidup sangatlah kejam. Hidup dengan komentarkomentar yang menyakitkan, di tolak layanan di toko-toko bahkan di teriaki di jalanan oleh semua orang karena orang telah salah menduga karena masalah gerakan tangan yang bergetar sehingga di duga orang mabuk. Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun (Ana, 2014). Menurut catatan IDI, Juni 2003 insiden penyakit parkinson di perkirakan terjadi pada 200 per 100.000 ribu penduduk dan prevalensinya bervariasi dari setiap negara. Di Amerika Serikat, pada tahun 2010 ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000 - 400.000 penderita. Penderita parkinson cukup banyak di Indonesia, di RSCM jakarta pada tahun 2010 saja setiap bulannya ada 40 sampai 50 kunjungan pasien parkinson dan ada 3 kasus baru. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui. (WHO, 2010) Beberapa orang ternama yang mengidap Penyakit Parkinson diantaranya adalah Bajin (sasterawan terkenal China), Chen Jingrun (ahli matematik terkenal China), Muhammad Ali (mantan peninju terkenal A.S.).Penelitian yang di lakukan untuk menyoroti parkinson Awareness Week, juga menemukan bahwa satu dari lima penderita parkinson memiliki gejala seperti orang mabuk. Dan hampir seperempat dari penderita mengaku mereka menghindari pergi keluar rumah pada jam sibuk karena mereka waspada terhadap reaksi masyarakat terhadap mereka. Stve Ford, kepala eksekutif di parkinson UK, mengatakan: “penelitian kami menegaskan bahwa terlalu banyak orang dengan penderita parkinson harus berperang melawan prasangka orang”. Sepesialis saraf dari Rumah Sakit PMI Bogor dr Banon Sukoandari, Sp.S mengatakan, “penyakit parkinson memiliki dimensi gejala klinis yang sangat luas sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup penyandang maupun keluarganya. Meskipun bukan penyakit yang mematikan, parkinson dapat menurunkan kualitas hidup penyandang karena semakin lama mereka tidak mungkin dapat melakukan apa yang orang lain bisa lakukan , terutama yang berhubungan dengan gerakan,” tutur Banon dalam forum Edukasi Media bertajuk “Seni Parkinson: saya dan keluarga”, di Jakarta. Maka dari itu, penyakit yang di derita dan pengobatan yang di jalani dapat mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraan penderita parkinson yang di definisikan sebagai kualitas hidup (Quality Of Life/ QOL). Menurut WHO kualitas hidup adalah presepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan standar dan perhatian (WHO, 2004). Kualitas hidup mempengaruhi kesehatan fisik, kondisi psikologis tingkat ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya (Skevington S.M et al dalam Isa & Baiyewu,2006) Kualitas hidup yang baik di temukan pada seseorang yang dapat menjalankan fungsi dan peranya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik,sesuai tahap perkembanganya. Pencapayan kualitas hidup yang baik tidaklah mudah, seringkali ada berbagai macam hal yang dapat menghalanginya, salah satunya adalah masalah kesehatan, yaitu parkinson, kualitas hidup yang baik menjadi hal yang penting bagi orang yang terkena penyakit parkinson, mengingat kesembuhan sulit di capai dan pengobatan dapat memakan waktu yang sangat lama. Terdapat penelitian-penelitian ataupun argumentasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor yang di dapatkan mempengaruhi kualitas hidup tidak selalu sama antara peneliti yang satu dengan yang lain. Beberapa penelitian menemukan faktor-faktor individual yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. O’Conor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat di pengaruhi oleh standar referensi yang di gunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup berdasarkan WHO (2004) bahwa kualitas hidup akan di pengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (dalam Strack, Argyle, dan Schwarz, 1991) menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang di gunakan oleh individu, komparasi sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang di hayati secara subtektif. Jadi, individu cenderung membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya. Dapat di simpulkan bahwa kualitas hidup adalah presepsi atau pandangan subjektif individu terhadap kehidupanya dalam konteks budaya dan nilai yang di anut oleh individu dalam hubunganya dengan tujuan personal, harapan standar hidup dan perhatian yang mempengaruhi kemampuan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial dan lingkungan. Maka dari itu, para penyandang penyakit parkinson sangat memerlukan dukungan dan partisipasi dari anggota keluarganya dalam melakukan kegiatan sosial dan di dalam proses pengobatan. Para penyandang penyakit parkinson sering mengalami isolasi sosial maupun penurunan kepercayaan diri. Kegiatan kreatif yang melibatkan kelompok atau keluarga adalah sarana bersosialisasi dan sarana terapi yang efektif bagi penyandang parkinson. Interaksi sosial yang positif bagi pasien parkinson adalah adanya perhatian dan penerimaan. Dengan kedua hal itu pasien dapat beradaptasi terhadap berbagai rasa nyeri, ketidak nyamanan dan ketidak mampuan yang di alaminya (Strack, Argyle, dan Schwarz, 1991). Sebetulnya interaksi personal antara pasien dengan lingkungan sekitarnya tidaklah terlepas dari apa yang di namakan dukungan sosial. Dalam hal ini beberapa ahli (dalam Cutrona & Russel, 1990) berpendapat bahwa ada kedekatan antara fungsi coping dengan fungsi dari dukungan sosial. Yaitu keduanya berperan untuk meminimalkan reaksi-reaksi emosi negatif terhadap stres dan terhadap situasi yang menyebabkan kesedihan. Mendukung pendapat di atas, Sheridan dan Radmacher (1992) menyatakan bahwa penanganan berupa terapi dukungan sering di berikan kepada pasien penderita parkinson, yang menekankan pada perbaikan perilakuperilaku coping, menurunkan kesedihan serta meningkatkan harga diri dan semangat. Yang biasanya memberikan dukungan sosial dalam lingkungan adalah significant others (House & Kahn : dalam Thoits,1992), seperti pasangan, keluarga, teman, dokter atau perawat. Peran keluarga dalam hal ini adalah besar, namun tidak mudah. Kesulitan itu terletak pada cara memberikan respon yang tepat terhadap pasien, karena mungkin saja terjadi masalah dalam interaksi pasien dengan keluarga, teman atau tenaga medis yang mengakibatkan pasien merasa tidak mendapat dukungan. Seperti adanya anggota keluarga yang menarik diri dari pasien justru pada saat pasien membutuhkan dukungan dari keluarganya (Slaby, Sheridan & radmacher, 1992). Pasien juga sangat sensitip terhadap perilaku dokter yang di anggap dingin, tidak acuh atau tidak sensitif (Strack, Argyle, dan Schwarz, 1991). Dalam interaksi sosial yang melibatkan suatu dukungan, berarti atau tidaknya perilaku dukungan yang di terima individu dari orang lain di tentukan oleh interprestasi individu terhadap perilaku tersebut. Suatu perilaku dukungan dapat di anggap sangat membantu dan efektif untuk mengatasi masalah, karena perilaku itu dapat memenuhi kebutuhan pada saat itu. Pada saat seseorang mengalami stres, kerugian yang di deritanya harus dapat di gantikan dengan pemberian dukungan sosial ( Cutrona & Russel, 1990). Dukungan sosial yang dimaksudkan disini adalah dukungan sosial yang di prsepsikan pasien berdasarkan interprestasinya terhadap perilakuperilaku orang lain ( seperti keluarga, teman, dokter atau perawat) dalam berinteraksi dengannya. Peran dukungan sosial dalam penelitian ini berkaitan dengan penilaian individu terhadap stressor, dan bagai mana memaksimalkan respon coping yang sesuai. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut “bagaimana hubungan antara dukungan social terhadap kualitas hidup penderita Parkinson?” 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup penderita parkinson. 1.4 Manfaat penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini di harapkan memberi sumbangan yang bermanfaat bagi Psikologi Klinis yang berkaitan dengan hubungan antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup penderita parkinson. b. Manfaat Praktis Penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga pasien penyakit kronis penyandang parkinson mengenai hubungan antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup penderita parkinson mengenai pentingnya dukungan sosial ( keluarga, pasangan (suami / istri), teman dekat, dokter, perawat, dll ) terhadap kualitas hidup penderita parkinson.