Teori legitimasi menyatakan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Teori Legitimasi (Legitimation Theory)
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahan secara terus
menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan
sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka
berada. Norma perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu
ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Proses
untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial yang dibuat
oleh perushaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Setiap
perusahaan beroperasi dengan kontrak sosial, dimana kelangsungan dan
pertumbuhannya berdasarkan pada:
1. Pemberian sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat.
2. Pendistribusian manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada
kelompok-kelompok yang berkuasa.
Harsanti (2011) menyatakan, perusahaan dikatakan memiliki
legitimasi ketika sistem nilai perusahaan selaras dengan sistem nilai
kemasyarakat, dimana perusahaan merupakan bagian dari masyarakat.
Dalam pengertian secara mendasar, legitimasi adalah hubungan sosial
tertentu yang dikukuhkan sebagai hal yang benar dan tepat secara moral.
14
15
Teori legitimasi penting bagi organisasi karena teori legitimasi
didasari oleh batasan-batasan, norma-norma, nilai-nilai dan peraturan
sosial yang membatasi perusahaan agar memperhatikan kepentingan sosial
dan dampak dari reaksi sosial yang dapat ditimbulkan. Dengan melakukan
pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya
terlegitimasi.
Uraian di atas menjelaskan bahwa legitimasi perusahaan dapat
ditingkatkan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Untuk itu,
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diperlukan untuk
mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat.
B. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang
saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka
pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
kepada pemegang saham.
Agensi muncul untuk mengatasi konflik agensi yang dapat terjadi
dalam hubungan keagenan. Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal
dan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung
menimbulkan konflik keagenan antara prinsipal dan agen.
16
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di
dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan
kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya
ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan
pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006:7)
hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu:
1. Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana
manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi
mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi
entitas dari pemilik .
2. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak
samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik.
Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini
menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang akan ditanggung baik
oleh principal maupun agen. Jensen dan Meckling (1976) nenbagu biaya
keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost, dan residual loss.
1. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh
principal untuk memonitor prilaku agent.
2. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agent untuk
menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa
agent akan bertindak untuk kepentingan principal.
17
3. Residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya
kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan
agent dan keputusan principal.
Menurut Schoeck (2002: 81) penerapan manajemen risiko dapat
menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan.
Manajemen
risiko
perusahaan
juga
dapat
dijadikan
mekanisme
pengawasan dalam menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi
untuk menghindari perilaku oportunitis dari manajer.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang
akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan
tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja
merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi
hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko yang
disetujui oleh principal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila
kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara principal dan
agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang
optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang
memuaskan dari prinsipal ke agen. inti dari agency theory adalah
pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan
prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott. 1997).
18
Menurut Eisenhard 1989), teori keagenan dilandasi oleh tiga buah
asumsi yaitu:
1. Asumsi tentang sifat manusia, yaitu yang menekankan bahwa
manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self
interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai risiko (risk aversion).
2. Aumsi tentang keorganisasian, yaitu konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai criteria produktivitas, dan adanya
Asymmetric information (AI) antara principal dan agen.
3. Asumsi tentang informasi, yaitu informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
Berdasarkan teori agensi tersebut, manajer berusaha memenuhi
kepentingan stakeholder dengan cara mengungkapkan pertanggungjawaban
sosial perusahaan. Para stakeholder akan puas bila perusahaan yang mereka
investasikan di dalamnya mengungkapkan pertanggungjawaban sosial yang
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
19
C. Corporate Social Responsibility
Corporate Social Resposibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu
organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum
(Anggraini, 2006).
Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini
sangatlah beragam. Seperti definisi yang di kemukakan oleh Maignan dan
Farrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai “A business acts in socially
responsible manner when its decision and actions for balance diverse when its
decision and actions for and balance diberse stakeholder interest”. Definisi
ini menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap
kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan
tindakan yang di ambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara
sosial bertanggung jawab.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
merupakan suatu konsep bahwa suatu organisasi khususnya perusahaan adalah
memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. CSR
berhubungan
erat
dengan
pembangunan
berkelanjutan,
dimana
ada
argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan,
20
misalnya keuntungan atau dibiden melainkan juga harus berdasarkan
konsukuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun jangka panjang.
D. Corporate Social Responsibility Disclosure
Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan
untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta
tata kelola perusahaan yang semakin bagus memaksa perusahaan untuk
memberikan
informasi
membutuhkan
informasi
mengenai
aktivitas
mengenai
sejauh
sosialnya.
mana
Masyarakat
perusahaan
sudah
melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman
dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan
dapat terpenuhi.
Schermerhorn (1993) memberi definisi tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai salah satu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak
dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan
kepentingan publik eksternal. Pasal 15 huruf (b) UUPM yang menegaskan
bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk menciptakan
hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat setempat”.
21
Rawi dan Munawar (2010) mendefinisikan Corporate Social
Responsibility sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial terhadap
operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung
jawab organisasi di bidang hukum.
Murwaningsari (2007) memaparkan pendapat Gray, et al (1987)
tentang ruang lingkup tanggung jawab sosial (CSR) mencakup tiga hal, yaitu:
1. Basic Responsibility, tanggung jawab yang muncul karena keberadaan
perusahaan.
Contohnya
kewajiban
membayar
pajak,
menaati
hukum,dan memenuhi standar pekerjaan.
2. Organizational Responsibility, tanggung jawab perusahaan untuk
memenuhi kepentingan stakeholders.
3. Societal Responsibility, tanggung jawab yang menjelaskan tahapan
ketika interaksi antara bisnis dan masyarakat sehingga perusahaan
dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang tertuang dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf 9, yang
menyatakan bahwa:
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan
seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai
tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana
faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan
bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok
pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
22
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Corporate
Social Responsibility merupakan suatu bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan sosialnya yang turut serta merasakan dampak atas
aktivitas operasional perusahaan. Corporate Social Responsibility diwujudkan
agar terjaga keseimbangan diantara pelaku bisnis dan masyarakat sekitarnya
agar semua pihak tidak ada yang dirugikan.
E. Global Reporting Initiative
Global
Reporting
Initiative
(GRI)
disahkan
sebagai
SustaiabilityReporting Guidelines pada tahun 2002. Pedoman ini diklaim
untuk fokus pada bagian spesifik akuntansi sosial,lingkungan dan proses
pelaporan (Crowther dan Martinez, 2007). GRIadalah salah satu usaha di
tingkat internasional untuk memperoleh informasiyang lebih rinci dari sekedar
kinerja keuangan perusahaan, termasuk dampakkegiatan bisnis mereka
terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraanmasyarakat setempat
(Lindrawati
et
al.,
2008).
Peneliti
menggunakan
GRI
4
yang
merekomendasikan 46 aspek untuk diungkap dalam annual report . terdapat 4
aspek sebagai indikator ekonomi, 12 aspek sebagai indikator lingkungan, 8
aspek sebagai indikator praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, 10
aspek sebagai indikator hak asasi manusia, 7 aspek dalam indikator
masyarakat, 5 aspek sebagai indikator tanggung jawab atas produk.
23
F. Karakteristik Perusahaan
Menurut Nurliana Safitri (2008), karakteristik perusahaan merupakan ciri
khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari
beberapa segi, diantaranya jenis usaha atau industri, struktur kepemilikan,
tingkat likuiditas, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan. Theodora Martina
Veronica (2009) menyatakan semakin karakteristik yang dimiliki suatu
perusahaan tersebut dalam menghasilkan dampak sosial bagi publik tentunya
akan semakin kuat pula pemenuhan tanggung jawab sosialnya kepada publik.
Dalam
mempengaruhi
penelitian
ini
karakteristik
pertanggungjawaban
sosial,
perusahaan
seperti
size
yang
dapat
perusahaan,
Profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan komisaris yang dianggap sebagai
variabel penduga dalam pengungkapan pertanggungjawaban sosial.
1. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (Size) merupakan skala yang digunakan dalam
menentukan besar kecilnya suatu perusahaan. Perusahaan yang skalanya
besar biasanya cenderung akan lebih banyak mengungkapkan tanggung
jawab sosialnya daripada perusahaan yang mempunyai skala kecil.
Perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar, akan
mengungkapkan informasi yang lebih luas unuk mengurangi biaya
keagenan
tersebut.
Perusahaan-perusahaan
kecil
mungkin
tidak
menunjukan prilaku tanggung jawab sosial secara jelas, sebanyak yang
dilakukan perusahaan besar, karena perusahaan yang berada dalam tahap
dewasa dan tumbuh akan menarik lebih banyak perhatian dari lingkungan
24
perusahaan dan memerlukan respon yang lebih terbuka. Dikaitkan dengan
teori agensi seperti yang dinyatakan Sembiring(2005), bahwa semakin
besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga semakin
besar, untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan cenderung
mengungkapkan informasi yang lebih luas.
Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan
perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang
lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham
yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
akan
semakin
luas(Sembiring, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menemukan
pengaruh positif ukuran perusahaan (size) terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial. Penelitian ini menggunakan total aset untuk
menganalisis pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap Corporate
Social Responsibility Disclosure.
Penelitian ini menggunakan total aset untuk menganalisis pengaruh
ukuran perusahaan (size) terhadap Corporate Social Responsibility
Disclosure.
25
2. Profitabilitas
Rasio
profitabilitas
mengukur
kemampuan
para
eksekutif
perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba
perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan
maupun modal sendiri (shareholders equity) (Hendra S. Raharjaputra,
2009: 205). Tingkat profitabilitas dapat menunjukkan sebarapa baik
pengelolaan manajemen perusahaan, oleh sebab itu semakin tinggi
profitabilitas suatu perusahaan maka cenderung semakin luas Corporate
Social Responsibility Disclosure. Dikaitkan dengan teori agensi, perolehan
laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan
informasi sosial yang lebih luas.
Penelitian yang dilakukan Theodora Martina Veronica (2009)
berhasil menunjukkan adanya pengaruh positif profitabilitas terhadap
pengungkapan tanggung
jawab
sosial
perusahaan.
Penelitian
ini
menggunakan Return On Asset (ROA) sebagai alat ukur profitabilitas
perusahaan karena rasio ini dapat mengukur sejauh mana perusahaan
menghasilkan laba bersih pada sejumlah aset tertentu.
Sedangkan menurut Cowen et al., (1987), pengungkapan CSR
merupakan cerminan suatu pendekatan manajemen dalam menghadapi
lingkungan yang dinamis dan multidimensional serta kemampuan untuk
mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian keterampilan manajemen perlu dipertimbangkan untuk
survive dalam lingkungan perusahaan masa kini.
26
Dengan demikian profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang
saham.
Profitabilitas
menunjukan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba dan mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas
manajemen dalam menggunakan aset yang dimiliki perusahaan. Dalam
penelitian ini pengukuran profitabilitas menggunakan ROA (return on
asset). Rasio ini telah digunakan oleh Donovan dan Gibson (2000) dengan
rumus:
ROA =
Laba Bersih setelah Pajak
Total Aktiva
ROA (return on asset) merupakan rasio yang menghitung tingkat
pengembalian yang diperoleh dari suatu investasi. ROA adalah salah satu
bentuk rasio profitabilitas. ROA digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam memanfaatkan sumber ekonomi yang ada, guna
menciptakan laba. Semakin efektif manajemen mengelola perusahaan,
maka semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Secara umum, profitabilitas merupakan pengukuran dari keseluruhan
efektivitas dan kinerja badan usaha yang pada akhirnya akan menunjukan
efisiensi dan produktivitas badan usaha. Rasio profitabilitas menjadi salah
satu indikator penting dalam proses pengambilan keputusan. Rasio
profitabilitas dapat mempengaruhi kebijakan investasi seorang investor.
Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi dapat menarik
investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut karena
menunjukan keberhasilan kinerja manajemen dalam mengolah operasional
27
perusahaan. Sebaliknya, ketika tingkat profitabilitas perusahaan rendah,
maka investor cenderung tidak tertarik untuk menanamkan modalnya
bahkan dapat menarik modal yang telah ditanamkan.
3. Leverage
Leverage mencerminkan risiko keuangan perusahaan karena dapat
menggambarkan struktur modal perusahaan dan mengetahui resiko tak
tertagihnya suatu utang. Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka
perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi
sorotan dari para debtholders. Perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi cenderung ingin melaporkan laba lebih tinggi agar dapat
mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang
(Sembiring: 2005).
Perjanjian terbatas seperti perjanjian hutang yang tergambar dalam
tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen untuk
menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan pemegang
obligasi. Menurut
Belkoui dan Karpik (1989) keputusan untuk
mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk
pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Sesuai dengan teori agensi
maka perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi
sorotan dari para debtholder.
Anggraini (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan
28
akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan melaporkan
laba sekarang lebih tinggi. Perusahan akan mengurangi biaya-biaya
termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Dikaitkan dengan
teori agensi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki
biaya keagenan tinggi sehingga perusahaan akan mengurangi biaya
berkaitan dengan Corporate Social Responsibility Disclosure.
Leverage dapat diukur dengan Debt Equity Ratio (DER). Rasio
Debt to Equity (DER) merupakan bagian dari leverage yang dimaksudkan
untuk mengukur berapa besar penggunaan utang dalam pembelajaan
prusahaan dibiayai aktiva. Debt to Equity mengukur besar kecilnya
penggunaan utang dibandingkan modal sendiri perusahaan. Besarnya
utang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk
memahami perbandingan antara risiko dan laba yang didapat perusahaan.
Dalam penelitian ini, pengukuran leverage menggunakan Debt Equity
Ratio (DER). Rasio ini telah digunakan oleh Sembiring (2005) dengan
rumus:
=
DER (debt equity ratio) merupakan salah satu bentuk solvency ratio. DER
adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan
malunasi hutangnya dengan modal yang mereka miliki. Maka, tak jadi soal
jika laba yang dihasilkan perusahaan sedikit, asalkan perusahaan tetap
mampu membayar semua kewajibannya dengan modal yang dimiliki.
Semakin kecil nilai DER suatu perusahaan maka semakin kecil pula resiko
29
financial yang dimiliki perusahaan sehingga kemungkinan perusahaan
memenuhi kewajibannya akan semakin besar.
4. Likuiditas
Kamil dan Antonius (2012) berpendapat bahwa likuiditas
merupakan suatu indikator untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan
untuk membayar semua kewajiban keuangan jangka pendek pada saat
jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia. Likuiditas
dapat menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar dengan liabilitas
lancar dari suatu perusahaan.
Rasio likuiditas berpengaruh pada luas pengungkapan sukarela,
karena pada dasarnya kondisi perusahaan diukur dengan likuiditas. Jika
perusahaan mempunyai likuiditas yang baik, maka menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki struktur financial yang baik pula. Jika
kondisi ini diketahui oleh publik, maka perusahaan tidak akan terancam
kinerjanya dan secara langsung akan menunjukkan validitas kinerjanya
(Rahajeng, 2010).
Di dalam penelitian ini, indikator likuiditas yang di pakai adalah
rasio lancar. Rasio lancar pada umumnya mengukur kemampuan suatu
perusahaan
dalam
memenuhi
hutang
jangka
pendeknya
dengan
menggunakan aktiva lancarnya, yaitu aktiva yang akan berubah menjadi
kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis (Mahmud dan Abdul
Halim, 2005).
30
=
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai karakteristik perusahaan terhadap corporate
social responsibility telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu,
salah satunya dikeluarkan oleh Jurica Lucyandadan Graciaprilia Siagian(2012)
menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan CSR.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, profit perusahaan, umur
perusahaan, kepemilikan manajemen, earning per share, kepedulian dan
peluang pertumbuhan. Dari sepuluh variabel tersebut, lima variabel yang
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR yaitu ukuran perusahaan,
profitabilitas, profil perusahaan, earning per share dan kepedulian
lingkungan.
Sembiring(2005) melakukan penelitian karakteristik perusahaan dan
pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu CSR dan
variabel independen yang terdiri dari size, profitabilitas, profile, leverage,
ukuran dewan komisaris. Secara parsial tiga variabel, yaitu size, profile, dan
ukuran dewan komisaris ditemukan berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial.
31
Sitepu dan Hasan(2009) meneliti luas pengungkapan CSR pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel
dependen berupa CSR dengan variabel independen berupa ukuran dewan
komisaris, leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas secara bersamasama memiliki kemampuan mempengaruhi jumlah informasi sosial yang
diungkapkan semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakin
mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan
semakin efektif, hal itu dapat meningkatkan luas pengungkapan sosialnya.
Farah
Diba(2012)
melakukan
penelitian
mengenai
pengaruh
karakteristik perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial. Dalam penelitian ini pengungkapan tanggung jawab
sosial sebagai variabel dependen sedangkan kepemilikan saham pemerintah,
kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah, size, dan profitabilitas
berpengaruh positif terhadap CSR, sedangkan tipe industri berpengaruh
negatif.
Rizkia Anggita Sari(2012) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap corporate social responsibility (CSR) pada perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Indonesia. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan variabel
independen yang digunakan adalah profil, size, profitabilitas, leverage, dan
growth company. Dari lima variabel tersebut hanya dua yang signifikan
terhadap CSR yaitu size dan profitabilitas. Sedangkan profile, leverage, dan
growth company tidak berpengaruh.
32
Devina Florence (2004) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap luas pengungkapan sosial secara parsial dan simultan. Karakteristik
yang digunakan adalah size, tipe industri, profitabilitas, dan basis kepemilikan
perusahaan. Size perusahaan diukur dengan total aktiva, tipe industri
dikelompokkan berdasarkan return on asset, sedangkan basis kepemilikan
berdasarkan kepemilikan asing atau domestik. Dengan melakukan uji terhadap
139 perusahaan yang terdaftar di BEI, penelitian ini memberikan bukti empiris
bahwa size perusahaan, tipe industri, ROA, basis kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan sosial. Sedangkan, secara
parsial hanya size, tipe industri dan karakteristik perusahaan yang berpengaruh
secara signifikan terhadap luas pengungkapan sosial.
Kamil dan Antonius (2012) meneliti factor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan CSR, yaitu profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan ukuran
perusahaan.Di antara factor-faktor tersebut yang berpengaruh positif terhadap
pengungkapan CSR adalah ukuran perusahaan.Penelitian yang dilakukan oleh
Rustriarini (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan
asing terhadap pengungkapan CSR, serta tidak terdapat hubungan antara
kepemilikan manajerial dan institusional terhadap pengungkapan CSR.
Rawi (2008) meneliti 5 karakteristik perusahaan yang diuji
pengaruhnya
terhadap
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial.
Tiga
karakteristik perusahaan yang dipakai dalam penelitian sebelumnya yaitu
umur perusahaan, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional,
sedangkan 2 karakteristik lainnya masing-masing sesuai dengan penelitian
33
Sembiring (2005) dan Devina (2004) yaitu leverage dan size. Kepemilikan
manajerial adalah persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option
yang dimiliki oleh manajer dan direksi suatu perusahaan (Mathiesen, 2004
dalam Rawi, 2008). Kepemilikan institusi menunjukan persentase saham yang
dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yaitu
kepemilikan individu atau atas nama perorangan diatas 5%, tetapi tidak
termasuk kedalam golongan kepemilikan insider (Rawi, 2008). Uji dilakukan
pada 81 perusahaan pada tahun 2008 dan hasil yang diperoleh adalah bahwa
hanya kepemilikan manajemen yang berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawan sosila.
Veronica (2008) mencoba menguji kembali pengaruh antara size,
profitabilitas,
ukuran dewan komisaris dan leverage terhadap luas
pengungkapan sosial perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan
penelitian Devina (2004) dan Sulastini (2007), penelitian ini telah memberikan
bukti empiris bahwa ROA sebagai proksi profitabilitas berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan. Namun demikian,
penelitian ini belum bisa membuktikan pengaruh antara size, ukuran dewan
komisaris dan leverage secara parsial terhadap luas pengungkapan sosial
perusahaan.
34
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Sembiring (2005)
Judul
size, profitabilitas, profile, leverag dan
ukuran dewan komisaris terhadap CSR
Hasil
secara parsial tiga variabel, yaitu, size,
profile, dan ukuran dewan komisaris
ditemukan berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Sedangkan leverage dan
profitabilitas berpengaruh negatif
2
Sitepu dan Hasan (2009)
size, profitabilitas, profile, leverage dan
ukuran dewan komisaris terhadap CSR
secara parsial tiga variabel, yaitu, size,
profile, dan ukuran dewan komisaris
ditemukan berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Sedangkan leverage dan
profitabilitas berpengaruh negatif
3
Farah Diba (2012)
kepemilikan saham pemerintah,kepemilikan
asing, regulasi pemerintah, tipe industri,
sizedan profitabilitas terhadap CSR
Disclosure.
Kepemilikan saham pemerintah,
kepemilikan asing, regulasi pemerintah,
size, dan profitabilitas berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial. Tipe industri tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial.
4
Rizkia Anggita Sari (2012)
profile, size, profitabilitas, leverage, dan
growth companyterhadap pengungkapan
sosial.
Variabel size dan profitabilitas berpengaruh
positif terhadap CSR. Sedangkan profile,
leverage, dan growth company berpengaruh
negatif terhadap CSR.
5
Kamil dan Antonius (2012)
Profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan
ukuran perusahaan terhadap pengungkapan
CSR.
Terdapat hubungan positif antara ukuran
perusahaan terhadap pengungkapan CSR
serta tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara profitabilitas, solvabilitas,
dan likuiditas terhadap pengungkapan CSR.
6
Juria Lucyanda dan Lady
GraciaPrilia Siagian (2012)
Ukuran perusahaan, Profitabilias, leverage,
ukuran dewan komisaris, laba perusahaan,
umur perusahaan, kepemilikan manajemen,
earning per share, kepedulian lingkungan
dan peluang pertumbuhan.
7
Rawi (2008)
kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional danleverage terhadap CSR
8
Veronica (2008)
size, profitabilitas, ukuran dewan komisaris
danleverage terhadap CSR
Terdapat hubungan positif antara ukuran
perusahaan, profitabilitas, laba perusahaan,
earning per share, dan kepedulian
lingkungan terhadap CSR. Serta terdapat
pengaruh negatif antara leverage, ukuran
dewan komisaris, umur perusahaan,
kepemilikan manajemen terhadap CSR.
Ada pengaruh yang positif antara
kepemilikan manajemen terhadap CSR,
tidak adanya pengaruh yang signifikan
antara kepemilikan institusi, umur
perusahaan, total aset dan leverage terhadap
CSR
Ada pengaruh yang signifikan antara
variabel profitabilitas dan dewan komisaris
dengan pengungkapan CSR, tidak ada
pengaruh yang signifikan antara variabel
size perusahaan dengan pengungkapan
CSR. Variabel size leverage dan ukuran
dewan komisaris perusahaan, profitabilitas,
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap CSR
Sumber : Berbagai Penelitian Terdahulu di Indonesia
35
H. Rerangka Pemikiran
1. Pengaruh Size terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure
Menurut Hackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa ada
beberapa penelitian empiris telah banyak menyediakan bukti mengenai
hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial
perusahaan. Perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti
oleh masyarakat luas, sehingga dengan adanya pengungkapan yang
lebih banyak oleh entitas bisnis maka merupakan bagian dari
pengurangan biaya tekanan politis sebagai wujud tanggung jawab
sosial entitas. Secara teoritis, perusahaan besar tidak akan lepas dari
tekanan dan perusahaan besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh
yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki
pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat
perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
akan semakin luasa (Sembiring, 2005). Hal ini berarti program
tanggung jawab sosial perusahaan juga semakin banyak dan akan
diungkapkan dalam laporan tahunan. Oleh karena itu perusahaan yang
lebih besar lebih dituntut untuk mengungkapkan tanggung jawab
sosialnya.
36
2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Corporate Social Responsibility
Disclosure
Penelitian
ilmiah
terhadap
hubungan
profitabilitas
dan
penngungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperlihatkan
hasil yang sangan beragam. Hackston dan Milne (1996) menyatakan
bahwa profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan
dan
fleksibilitas
kepada
manajemen
untuk
mengungkapkan
pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti
semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar
pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahaan.
Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa berdasarkan teori
legitimasi, salah satu argument dalam hubungan antara profitabilitas
dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa bahwa
ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi. Perusahaan
menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu
informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Ssebaliknya, pada saat
tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan
akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam
lingkungan
sosial,
dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
profitabilitas mempunyai hubungan yang negarif terhadap tingkat
penngungkapan tanggung jawab sosial.
37
3. Pengaruh Leverage terhadap Corporate Social Responsibility
Disclosure
Perjanjian terbatas seperti perjanjian hutang tergambar dalam
tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen
untuk menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan
pemegang obligasi (Jansen dan Meckling, 1976). Menurut Belkaoui
dan Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial
akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang
menurunkan pendapatan. Sesuai dengan teori agensi maka manajemen
perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak
menjadi
sorotan
dari
para
debtholders.
Hasil
penelitiannya
menunjukkan leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap
pengungkapan
tanggung
sosial
perusahaan.
Konsisten dengan
penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) serta Raharja (2012), variabel
leverage
akan
diuji
kembali
pengaruhnya
terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan.
tingkat
38
4. Pengaruh Likuiditas terhadap Corporate Social Responsibility
Disclosure
Hussainey et al (2011) berpendapat bahwa perusahaan dengan
tingkat likuiditas yang tinggi akan cenderung melaporkan informasi
pengungkapan CSR lebih lanjut secara sukarela untuk membedakan
perusahaan mereka dengan perusahaan yang memiliki tingkat
likuiditas yang rendah. Berdasarkan teori legitimasi, yang melandasi
bahwa kekuatan perusahaan dapat diketahui melalui rasio likuiditas
yang tinggi dan berhubungan dengan tingkat pengungkapan tanggung
jawab social yang tinggi. Hal ini didasarkan bahwa semakin kuat
keuangan suatu perusahaan akan menyebabkan perusahaan cenderung
memberikan informasi yang lebih luas daripada perusahaan yang
memiliki kondisi keuangan yang lemah (Rahajeng, 2010).
39
Ukuran Perusahaan
(size)
Profitabilitas
Corporate Social
Responsibility Disclosure
Leverage
Likuiditas
Gambar 2.1
5. Hipotesis
Rerangka Pemikiran
I. Hipotesis
Berdasarkan Uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1) Ha1: Ukuran Perusahaan (size) berpengaruh terhadap Corporate
Social Responsibility Disclosure.
2) Ha2:
Profitabilitas
berpengaruh
terhadap
Corporate
Socila
Responsibility Disclosure.
3) Ha3:
Leverage
berpengaruh
terhadap
Corporate
Social
terhadap
Corporate
Social
Responsibility Disclosure.
4) Ha4:
Likuiditas
berpengaruh
Responsibility Disclosure.
Download