pelatihan dan pengembangan karyawan, stres

advertisement
Jurnal EKSEKUTIF Volume 10 No. 2 Desember 2013
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN, STRES
KERJA, BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN
KERJA DAN KINERJA KARYAWAN BANK DI MALUKU
Maartje Paais
[email protected]
Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia Maluku – Indonesia
ABSTRAK:
Sebagai perantara atau interkoneksi antara pemberi pinjaman dan peminjam,
kinerja Bank memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi local.
Oleh karena itu, studi yang mendalam dilakukan untuk memperkirakan beberapa
faktor, baik internal maupun eksternal mempengaruhi kinerja karyawan
perbankan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kepuasan
kerja dan kinerja karyawan di PT. Bank Maluku Provinsi Maluku, Ambon.
Populasi yang diteliti adalah karyawan Bank Maluku Ambon yang terdiri dari
400 orang. Berdasarkan metode yang disepakati, sampel yang diambil adalah
196 karyawan bank kantor pusat Bank Maluku di Ambon (purposive sampling).
Dengan menggunakan Structural Equation Modeling, ditemukan bahwa pelatihan
dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi memiliki
pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, namun terbukti tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan. Selain itu, ditemukan juga kepuasan kerja tidak
mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil ini menunjukkan bahwa belum ada
hubungan yang signifikan antara kinerja yang dirasakan oleh responden dan
kepuasan kerja karyawan bank. Penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan untuk
memperoleh jawaban mengapa penelitian yang dihasilkan tersebut dari perspektif
yang berbeda .
Kata kunci: kinerja, pelatihan dan pengembangan karyawan, stress, budaya
organisasi, kepuasan.
ABSTRACT:
As an intermediary means interconnecting between lender and borrower, Bank
performance plays an important role in the local economy development.
Therefore, a profound study is conducted to estimate how several factors, internal
as well as external, affect the bank employees performance. This study attempts to
analyze the influence of training and development, job stress, and organizational
culture on job satisfaction and employees performance in PT. Bank Maluku in
Maluku Province, Ambon. The population under study are the employees of Bank
Maluku Ambon which comprise of 400 people. Based on agreed method the
sample taken is 196 bank employees of Bank Maluku head office in Ambon
purposive sampling. By employing Structural Equation Modeling it has been
260
found that training and development, job stress, and organizational culture have
significant influence on job satisfaction, and yet they are proved non significant
on the employees performance. Besides, it has also been found out that job
satisfaction does not affect the employee’s job performance. This result shows that
there has been no significant relationships between the job performance perceived
by the respondents and the job satisfaction of the bank employees. Further inquiry
should be conducted to acquire the answer as to why the study produced such
result from different perspectives hopefully.
Key words: performance, training and development, stress, organizational
culture, satisfaction.
PENDAHULUAN
Kinerja perbankan di Maluku menunjukkan trend peningkatan dibandingkan
periode yang sama tahun 2008, yang ditandai dengan peningkatan penghimpunan
dana pihak ketiga (DPK) serta realisasi kredit. DPK tumbuh sebesar 9,02% dan
laju pertumbuhan kredit meningkat sebesar 34,74%. Dengan peningkatan
pertumbuhan kredit yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan DPK, mendorong
kenaikan LDR perbankan Maluku tumbuh dari sebesar 49% menjadi sebesar
60,55%, seiring dengan peningkatan kinerja kredit diikuti dengan perbaikan
kualitas kredit yang ditujukkan dengan penurunan rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan) dari sebesar 2,05% pada tahun 2008 menjadi sebesar 1,92%
pada tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan jaringan kantor Bank
Maluku sebanyak 45 jaringan kantor yang berada pada daerah Provinsi Maluku
yang terbagi atas Maluku Utara, Pemerintah Kabupaten sebanyak 11 Kabupaten,
serta Pemerintah Kota sebanyak 3 Kota. Dengan pengembangan pertumbuhan
volume usaha Bank Maluku yang menunjukkan peningkatan dari tahun 20052009.
Bank Maluku adalah salah satu jenis bank umum milik Pemerintah Daerah
Maluku dengan kawasan seribu pulau serta memiliki keanekaragaman sosial
budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Peningkatan tingkat persaingan antar
bank-bank di wilayah Provinsi Maluku khususnya dan Indonesia pada umumnya
telah membuat Bank Maluku berbenah dalam pengelolaan manajemen yang
profitable dan profesional tanpa harus menghilangkan ciri khas kedaerahan
261
sekaligus fungsinya sebagai badan usaha milik pemerintah daerah. Berbagai
program pelatihan dan pengembangan terus dilakukan agar pelaku bisnis mereka
semakin kompetitif dan berkembang.
Persaingan yang kompetitif dalam memberikan pelayanan yang memuaskan
kepada nasabah menuntut bagi pihak bank untuk memberikan kualitas layanan
prima terutama pada segi kebutuhan nasabah. Dengan mengetahui perilaku
nasabah, bank terus meningkatkan kinerja layanannya menjadi semakin baik.
Kualitas kinerja yang baik dapat meningkatkan perilaku nasabah yang
menguntungkan dan mengurangi perilaku nasabah yang tidak menguntungkan.
Apabila
kualitas
kinerja
layanan
perusahaan
dihubungkan
dengan
mempertahankan konsumen, maka pengaruhnya dapat diketahui oleh perilaku
konsumennya, kencenderungan perilaku konsumen (behavioral intentions) dapat
dilihat sebagai indikator yang menandakan apakah konsumen tersebut akan tetap
tinggal atau meninggalkan perusahaan tersebut. Hasil dari pengalaman studi pada
sebuah perusahaan gabungan yang menguji hubungan dari contoh tersebut
mengenai kecenderungan perilaku konsumen menunjukkan bukti kuat, bahwa
mereka dipengaruhi oleh kualitas layanan, (Zeithaml, et al., 2001).
Bank harus dapat memberikan kualitas layanan prima dan apabila tidak
maka nasabah akan segera berpaling ke bank lain yang dapat memberikan kualitas
layanan yang lebih baik, agar bank dapat menang dalam persaingan dan tetap
bertahan hidup maka bank harus berwawasan pelanggan, sehingga bank yang
unggul dalam bersaing adalah bank yang di samping pandai merekayasa produk
jasa, juga cermat di dalam merekayasa pasar.
Bank Maluku dapat lebih berkembang secara optimal, maka pemeliharaan
hubungan yang kontinu dan serasi dengan para karyawan menjadi sangat penting.
Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam pemeliharaan hubungan tersebut
adalah mengenai penanggulangan stres karyawan.
Stres
yang
tidak
diatasi
dengan
baik
biasanya
berakibat
pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya,
baik dalam lingkungan pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Mengingat besarnya
pengaruh stres pada karyawan terhadap kinerjanya, maka pengelolaan terhadap
262
stres itu sendiri harus mendapatkan perhatian dan kesungguhan dari manajemen
perusahaan agar tujuan organisasi bisa lebih mudah dicapai. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui bagaimana stres kerja, budaya organisasi berpengaruh terhadap
kepuasan kerja dan dampak terhadap kinerja karyawan, akan ditelaah dalam
penelitian ini khususnya pada Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon. Faktor
lain yang menunjang kinerja organisasi adalah budaya organisasi. Dalam
kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja,
menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja,
budaya organisasi terhadap kinerja, serta menganalisis pengaruh pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja.
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN
Pengembangan karyawan diartikan sebagai upaya mempersiapkan karyawan
agar dapat berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan,
dan perubahan suatu organisasi. Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan
karyawan itu dirancang untuk memperoleh karyawan-karyawan yang mampu
berprestasi dan fleksibel pada suatu organisasi atau instansi dalam geraknya ke
masa depan. Kegiatan manajemen sumber daya manusia setelah menerima dan
menempatkan pekerja, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi
atau perusahaan, diperlukan kegiatan pengembangan karyawan. Kegiatan
pengembangan karyawan terutama tidak saja ditunjukkan untuk tenaga kerja
baru, tetapi juga untuk pekerja yang lama apabila mendapatkan pekerjaan atau
jabatan baru. Pekerja lama yang dimaksud adalah pegawai yang mengalami
promosi dengan mendapat jabatan yang lebih tinggi (vertikal) atau yang
dipindahkan pada jabatan yang sama tingkatannya (horizontal).
Pengembangan karyawan bukanlah kegiatan indoktrinasi yang dilakukan
dengan mempresentasikan pedoman kerja melalui kegiatan ceramah-ceramah.
Pengembangan karyawan bukan kegiatan yang dilakukan berupa kunjungan
263
secara tepat dan selintas ke unit-unit kerja, dan bukan sekedar berbentuk
pemberian
penjelasan
singkat
mengenai
perencanaan
perusahaan
dalam
melaksanakan bisnis. Dalam pelaksanaannya pengembangan karyawan dilakukan
untuk membantu pekerja baru yang mengalami shock kebudayaan atau
kejutan kebudayaan (cultural shock), karena memasuki budaya baru dalam
kehidupan sebagai pekerja di bidang bisnis yang kompetitif, berbeda dari kondisi
kehidupan sebelumnya. Kejutan budaya ini dapat terjadi dan dialami oleh tenaga
kerja baru yang belum lama dinyatakan lulus dari SLTA atau perguruan tinggi
(fresh graduate). Kondisi atau lingkungan kerja baru tidak mudah diadaptasi
oleh para pekerja baru, ibarat seseorang pindah untuk menetap di negara yang
asing, sehingga memerlukan proses pengembangan karyawan.
STRES KERJA
Berbagai pengertian tentang stres telah dikemukakan oleh para ahli dengan
versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu definisi dengan
definisi lain terdapat inti persamaannya. Menurut Selye (1956) stres sebagai ”The
nonspesific response of the body to any demans”, sedangkan Larson (1976)
mendefinisikan ”Stres occurs where there are demands on the person which tax
or exceed his adjustive resources” (Golberger dan Breznitz, 1982). Dari kedua
definisi di atas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu
terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan
dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis
dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Selye (1956)
juga menambahkan tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat
mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang
mengancam keseimbangan (homeostatis) individu.
Menurut Selye (1956) mengembangkan konsep yang dikenal dengan
Syndrom Adaptasi Umum (General Adaptation syndrome) yang menjelaskan bila
seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka
mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan. Kelenjarkelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan hormon- hormon
264
lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat.
Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme pertahanan diri berangsurangsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara kuat.
Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan baik, maka hal ini
merupakan awal munculnya penyakit gangguan adaptasi, penyakit-penyakit
tersebut muncul dalam bentuk sakit maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi,
atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa fisiologis, dan perilaku. Seperti yang telah
diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja.
Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan
sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Lebih rinci lagi
menurut Gibson (1996), faktor-faktor penyebab stres di tempat kerja dibedakan
menjadi empat faktor yaitu: stressor lingkungan fisik, stressor individu, stressor
kelompok, stressor organisasional.
BUDAYA ORGANISASI
Menurut Ouchi (1981), budaya organisasi sebagai philosophy petunjuk
sebuah kebijakan organisasi terhadap karyawan dan ataupun konsumen,
pernyataan ini didukung oleh Pascale dan Athos (1981).
Menurut Deal dan
Kennedy (1982), budaya organisasi sebagai nilai yang dominan dan didukung
oleh organisasi (Schein, 1991).
Unsur budaya organisasi menurut Denison (1990) menghubungkan budaya
organisasi dengan efektivitas organisasi. Terdapat empat unsur budaya organisasi
yang mempengaruhi efektivitas organisasi yaitu:
1.
Misi (mission)
Misi merupakan suatu amanat yang dibebankan oleh organisasi untuk dicapai
oleh organisasi tersebut, melalui kerja keras dari semua anggota yang ada.
Misi di dalam organisasi biasanya berupa kalimat-kalimat yang sederhana,
umum, pendek, dan mudah diingat, di mana semua anggota dipacu untuk
bekerja memenuhi misi tersebut.
265
2.
Konsistensi (consistency)
Konsistensi merupakan adanya suatu sikap kesesuaian dalam bertindak
dengan apa yang telah digariskan oleh aturan-aturan eksplisit maupun
implisit. Sikap konsistensi dalam bertindak maupun simbol-simbol yang
dipahami secara luas oleh anggota organisasi.
3.
Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan
identik dengan partisipasi yang dapat didefinisikan sebagai
aspek mental dan emosional yang timbul dari dalam diri anggota kelompok,
sehingga merasakan semangat kebersamaan dalam usaha-usaha pencapaian
tujuan kelompok atau organisasi dan juga merasakan adanya pembagian
tanggung jawab yang merata di antara anggota-anggota kelompok.
4.
Kemampuan beradaptasi (adaptabilitas)
Kemampuan
beradaptasi
merupakan
kemampuan
organisasi
untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan atau tekanan-tekanan yang datang dari
lingkungan luar maupun lingkungan dalam organisasi itu sendiri. Di dalam
penelitian ini, variabel budaya organisasi diukur melalui empat indikator
sebagaimana yang diungkapkan oleh Denison (1990).
KEPUASAN KERJA
Pada pikiran yang paling mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi
yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang (Matheis-Jakson,
2001). Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi.
Menurut Blum dalam As’ad (1991), bahwa kepuasan kerja merupakan sikap
umum hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan,
penyesuaian diri, dan hubungan sosial individual di luar kerja. Secara
keseluruhan, kepuasan adalah penghargaan yang terpenuhi, artinya adalah
keadaan bila seseorang mendapatkan yang dia harapkan dari suatu pekerjaan.
Kepuasan karyawan adalah ukuran seberapa jauh perusahaan dapat
memenuhi harapan karyawan yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam
pekerjaan dan jabatan. Sedangkan kepuasan kerja adalah sikap emosional
266
mencintai pekerjaan. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap yang positif menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para
karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja. Karyawan dengan kepuasan kerja
yang tinggi lebih memungkinkan untuk betah bekerja pada perusahaan,
menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih cepat dan menghasilkan
pekerjaan kualitas tinggi (Blanchad dan Bowles dalam Fithwengler, 2002).
Hal-hal yang dapat menimbulkan kepuasan kerja adalah faktor hubungan
antar karyawan yaitu: hubungan antar Manajer dan karyawan, faktor fisik, dan
kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan sugesti dari teman sekerja
emosi dan situasi kerja. Faktor individu, yaitu: berhubungan dengan sikap orang
terhadap pekerjaanya, umur orang sewaktu bekerja, jenis kelamin (Lawler dikutip
dalam Wexley dan Yulk, 1997). Faktor luar, yaitu: berhubungan dengan keadaan
keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (training up grading dan sebagainya).
KINERJA
Kinerja organisasi dimaksudkan sebagai tingkat capaian prestasi dari
organisasi dalam melakukan aktivitasnya (periode tertentu dalam satu tahun).
Kinerja adalah cermin, apakah organisasi atau perusahaan berhasil atau belum
dalam usaha bisnisnya. Menurut Smith dalam Sedarmayanti (2001), kinerja
merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja.
Kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Kinerja mempunyai
hubungan erat dengan masalah produktivitas, karena indikator dalam menentukan
bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu
organisasi.
Menurut Gibson (1996) kinerja karyawan mempunyai arti sebagai interaksi
yang mempengaruhi antara kemampuan dan motivasi. Hal ini menunjukkan,
kinerja ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya, bila kemampuan tinggi dan
motivasi tinggi maka kinerja karyawan tinggi. Kinerja dapat dinilai dari apa yang
267
dilakukan oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, dengan kata lain kinerja
individu adalah bagaimana pegawai melaksanakan pekerjaan atau untuk kerjanya.
Menurut Whitmore (1997), kinerja karyawan adalah perbuatan, prestasi,
suatu pameran untuk keterampilan. Menurut Prawirosentono (1999), kinerja
karyawan adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok
orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang tanggung jawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Heidjarachman (1996)
menyatakan kinerja karyawan adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab dalam bekerja.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas memberi gambaran bahwa kinerja
adalah hasil kerja yang dapat di ukur melalui pengukuran tertentu (standard)
dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu kerja, di
mana kualitas berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas
adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu dan
ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan. Atas dasar itu,
pengukuran kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan kualitas,
kuantitas, dan standard waktu serta aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan
pekerjaan itu sendiri dengan menggunakan skala Likert (skala 1 sampai 5),
sedangkan pengembangan kuesioner mengacu pada apa yang dikembangkan oleh
Onne (2001).
Berdasarkan kerangka konseptual penelitian serta tujuan penelitian yang
diajukan, maka perumusan hipotesis yang diajukan adalah:
H1: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi,
berpengaruh signifikan terhadap kepusan kerja dimana stres kerja berpengaruh
dominan.
H2: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi,
berpengaruh signifikan terhadap kinerja di mana pelatihan dan pengembangan
karywawan berpengaruh dominan.
268
H3: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi,
berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja di mana pelatihan
dan pengembangan karyawan berpengaruh dominan.
METODE
Rancangan penelitian dimulai dari mendeskripsikan variabel pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan
kinerja karyawan, serta menguji pengaruh pelatihan dan pengembangan
karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan. Penelitian ini menggunakan kombinasi rancangan penelitian deskriptif
untuk memperoleh gambaran tentang parameter yang diukur dari kondisi dan
kontribusi item dan indikator per variabel, meliputi pelatihan dan pengembangan
karyawan, stres kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja. Instrumen
analisis deskriptif adalah analisis frekuensi tanggapan responden terhadap butir
dan indikator penelitian serta analisis factor loading. Untuk memperoleh
gambaran yang utuh dan lengkap tentang pokok bahasan tersebut, maka penelitian
ini beranjak dari data deskripsi yang berhubungan dengan variabel-variabel
penelitian, kemudian dilakukan analisis SEM (Structural Equation Modeling)
untuk menguji hipotesis factor loading dan hipotesis regression weight.
Penelitian ini dilakukan pada kantor pusat PT. Bank Maluku di Provinsi
Maluku Ambon. Pemilihan karyawan sebagai objek penelitian
dengan
pertimbangan kinerja karyawan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
perusahaan. Oleh karena itu, untuk melengkapi kinerja PT. Bank Maluku di
Provinsi Maluku Ambon, kinerja karyawan perlu ditelaah melalui sebuah
penelitian dengan melihat faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kinerja
karyawan yaitu pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya
organisasi, dan kepuasan kerja.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan kantor pusat PT. Bank
Maluku di Provinsi Maluku Ambon, dalam hal ini semua karyawan yang
memenuhi karakteristik untuk di teliti. Semua karyawan terkait dengan
pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun
269
jumlah populasi adalah 400 karyawan yang pada umumnya jenjang pendidikan
mulai dari Pascasarjana (S2), Sarjana (S1), Sarjana Muda (D3), dan SLTA.
Penentuan sampelnya menggunakan teknik purposive sampling, diambil
karyawan Bank Maluku dengan mempertimbangkan karyawan di Bank Maluku
mempunyai informasi yang lengkap sebagai pengambil keputusan. Mengingat
keberadaan Bank Maluku tersebar di seluruh wilayah Provinsi Maluku dan
Maluku Utara, keterwakilan sampel dari karyawan kantor pusat PT. Bank Maluku
di Provinsi Maluku Ambon. Dalam penentuan jumlah sampel dilakukan dengan
pertimbangan bahwa Analisis SEM membutuhkan sampel sebanyak paling sedikit
5 kali jumlah variabel indikator yang digunakan. Penelitian dengan 20 indikator
membutuhkan sampel sebanyak 20 X 5 atau 100 sampel, apalagi dalam pengujian
Chi-Square model SEM yang sensitif terhadap jumlah sampel, dibutuhkan sampel
yang baik berkisar antara 100-200 sampel untuk teknik Maximum likelihood
estimation (Ferdinand,2005). Selain itu pedoman ukuran sampel sesuai dengan N
populasi telah dikembangkan oleh Krejcie dan Morgan, 1970 (Sekaran dalam
Ferdinand, 2005) untuk populasi dengan N populasi 400 maka jumlah sampel
sebanyak 196.
Variabel eksogen merupakan variabel yang berperan sebagai prediktor atau
penyebab (cause) bagi konstruk atau variabel lain yang digunakan dalam model,
yang disertakan dengan variabel independen. Variabel endogen dalam penelitian
ini meliputi variabel pelatihan dan pengembangan karyawan, variabel stress kerja,
dan variabel budaya organisasi.
Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
eksogen yang setidaknya terdapat satu hubungan. Dalam analisis dengan
pendekatan Structural Equation Modelling (SEM) variabel ini disebut latent
variables. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah variabel kepuasan kerja
dan variabel kinerja karyawan. Keterkaitan antar variabel sebagaimana pada
hipotesis.
Teknik analisis data dengan menggunakan statistik inferensial untuk
menguji pengaruh antara variabel indenpenden dan variabel dependen. Adapun
analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini
270
menggunakan Structural Equation Model atau SEM dengan menggunakan paket
program AMOS 5.0 dan SPSS Versi 11.5. Secara garis besar terdapat dua langkah
dalam pemodelan SEM yaitu: 1) Meansurement Model yaitu menguji dimensidimensi sebuah konstruk, dan 2) Structural Model yaitu menguji hubungan
kausalitas antar variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan komputasi AMOS 4.0 untuk model SEM ini, dihasilkan
indeks-indeks kesesuaian model (goodness off fit) yang disajikan pada Tabel 1.
Selanjutnya, nilai-nilai indeks ini dibandingkan dengan nilai kritis (cut-off value)
dari masing-masing indeks. Sebuah model yang baik diharapkan mempunyai
indeks-indeks goodness off fit yang lebih besar atau sama dengan nilai kritis.
Hasil uji kelayakan model struktural awal menunjukkan seluruh kriteria
yang digunakan mempunyai nilai kurang baik. Hasil penambahan garis (korelasi)
berdasarkan nilai modifikasi indeks menghasilkan peningkatan status dari kurang
baik menjadi baik. Nilai GFI sebesar 0,915 berarti 91,5% matriks kovarian
populasi dapat dijelaskan oleh matriks kovarian sampel, sehingga kelayakan
model berdasarkan nilai GFI adalah baik. Nilai RMSEA sebesar 0,040 telah
memenuhi kriteria rekomendasi yang disarankan yaitu dibawah 0,080, sehingga
kelayakan model berdasarkan RMSEA adalah baik.
Nilai AGFI yang
direkomendasikan adalah 0,90 dan dalam analisis pada model evaluasi ini
dihasilkan AGFI sebesar 0,918. Nilai GFI berstatus baik karena nilai telah
melebihi batas minimal nilai yang direkomendasikan. Kriteria lainnya adalah
berstatus baik karena memiliki hasil perhitungan yang telah memenuhi nilai
rekomendasi. Hasil uji model dengan chi-square menghasilkan penurunan nilai
hingga 49,524 dengan probabilitas 0,60. Hasil uji ini menjelaskan data empiris
tidak berbeda dengan model yang diajukan (prob > 0,05). Indeks kelayakan model
dengan Tucker Lewis Index (TLI) merekomendasikan nilai lebih dari 0,95, dan
hasil dari perhitungan model sudah mencapai 0,987. Hasil analisis memberikan
kesimpulan bahwa model evaluasi memiliki kelayakan yang dapat diterima.
271
H1 menyatakan pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya
organisasi berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, di mana stres kerja
berpengaruh dominan. Berdasarkan hasil analisis pada pengujian H1 seperti dalam
tabel berikut.
Hasil ini menunjukkan semua indikator variabel mempunyai nilai critical
ratio (CR) lebih besar dari 2 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Dalam bentuk
standardized koefisien factor loading pelatihan dan pengembangan bernilai 0.052,
stres kerja -0.124, dan budaya organisasi sebesar 0.105. Hasil ini memberikan
keputusan semua variabel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan kerja. Jika dilihat dari nilai factor loading yang mempunyai nilai
tertinggi adalah stres kerja, maka variabel stres kerja merupakan variabel dominan
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Dengan demikian, hipotesis
penelitian menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja,
budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, di mana stres kerja
berpengaruh dominan terbukti (dapat diterima).
H2 menyatakan pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja,
budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, di mana pelatihan dan
pengembangan karyawan berpengaruh dominan. Berdasarkan hasil analisis
pengujian H2 seperti dalam Tabel 3.
Hasil ini menunjukkan semua indikator variabel mempunyai nilai critical
ratio (CR) lebih besar dari 2 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Dalam bentuk
standardized koefisien factor loading pelatihan dan pengembangan karyawan
bernilai 0.105, stres kerja -0.167, dan budaya organisasi sebesar 0.189. Hasil ini
memberikan keputusan bahwa semua variabel mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan. Jika dilihat dari nilai factor loading yang
mempunyai nilai tertinggi adalah pelatihan dan pengembangan karyawan, maka
variabel pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan variabel dominan
yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian, hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres
kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, di mana pelatihan
dan pengembangan karyawan berpengaruh dominan terbukti (dapat diterima).
272
H3 menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja,
budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, melalui kepuasan kerja.
Berdasarkan hasil analisis pengujian H3 seperti dalam Tabel 4.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja mempunyai
nilai critical ratio (CR) kurang dari 2 dan nilai p-value lebih besar dari 0,05.
koefisien factor loading kepuasan kerja pada kinerja mempunyai nilai sebesar
0.007. Hasil ini memberikan keputusan bahwa semua variabel kepuasan kerja
mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan
demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan pelatihan dan pengembangan,
stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, melalui
kepuasan kerja tidak terbukti (tidak dapat diterima).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menguji
pengaruh
pelatihan
dan
pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja
organisasi melalui kepuasan kerja. Tujuan penelitian ini didasari keinginan untuk
mengintegrasikan model kausalitas pelatihan dan pengembangan karyawan, stres
kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan secara langsung. Selain
itu, secara tidak langsung juga diuji pelatihan dan pengembangan karyawan, stres
kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja.
Hasil analisis statistik deskriptif, model pengukuran, dan pengujian model
SEM terhadap delapan hipotesis dari masing-masing model SEM memberikan
temuan menarik yang memberikan implikasi penting, baik secara teoritis untuk
studi manajemen sumber daya manusia dan organisasi, serta implikasi praktis bagi
industri perbankan di Maluku. Hasil analisis deskriptif menunjukkan secara umum
bahwa karyawan Bank Maluku yang menjadi responden dalam penelitian ini
memberikan respon yang baik (tinggi) terhadap pelatihan dan pengembangan
karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi. Akan tetapi, memiliki beberapa
perbedaan dalam hal: 1) Indikator-indikator mana dari pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi yang secara aktual
dinilai atau dirasakan paling kuat pada pelatihan dan pengembangan karyawan,
stres kerja, dan budaya organisasi; dan 2) Kontribusi indikator dalam evaluasi
menyeluruh dari karyawan Bank Maluku terhadap pelatihan dan pengembangan
273
karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi. Pengujian hipotesis dengan analisis
SEM menghasilkan: 1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan; 2) Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan 3) Kepuasan kerja
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Rangkuman temuan
tersebut memberi penjelasan yang dikaitkan dengan teori dan fakta mengenai
kondisi pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya
organisasi, serta hasil pengujian hipotesis.
Berdasarkan hasil uji hipotesis, pelatihan dan pengembangan karyawan,
stres kerja, dan budaya organisasi terbukti berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, sedangkan kepuasan
kerja terbukti berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Bank
Maluku. Berdasarkan hasil uji delapan hipotesis tersebut mencerminkan pengaruh
langsung, maka pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bank. Hasil uji
hipotesis tersebut, selanjutnya dibahas kausalitas masing-masing variabel.
Berdasarkan hasil pengujian statistik, pelatihan dan pengembangan
karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Hal ini menandakan bahwa semakin baik pelatihan dan
pengembangan karyawan yang diberikan organisasi terhadap karyawan, semakin
kecil stres kerja yang dialami karyawan dan semakin baiknya budaya organisasi
menurut persepsi karyawan Bank Maluku, maka semakin tinggi tingkat kinerja
karyawan tersebut. Secara parsial, pelatihan dan pengembangan karyawan yang
baik dan sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka akan meningkatkan kinerja
karyawan. Stres kerja mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kinerja
karyawan, artinya semakin tinggi tingkat stres karyawan maka akan menurunkan
kinerja karyawan, begitu juga sebaliknya. Sedangkan budaya organisasi
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Secara teoritis
temuan hasil penelitian ini mendukung teori Kreitner dan Kinlcky
(1995),
274
Hofstede (1991), Sharplin, (1995), Wilhelm, (1992), Noe dan Mody (1996),
Soblrin, (1997), Luthans, (1998) yang menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh terhadap kesuksesan manajemen perusahaan yang ditandai dengan
peningkatan kinerja individu. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
sebelumnya, antara lain Mitchell dalam Sedarmayanti (2001), Hasibuan (2000),
Robbins (2003), Gomes (2003), Sari dalam Alwi (2004), Rivai (2004), Sikula
dalam Mangkunegara (2005), Davis dalam Mangkunegara (2005), Siagian (1999),
yang meneliti tentang pengaruh stres kerja terhadap tingkat kinerja karyawan.
Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian tentang pelatihan
dan pengembangan karyawan terhadap kinerja karyawan yang dilakukan Ali
(2002), Siegel dan Marconi (1989) yang menyatakan bahwa pelatihan dan
pengembangan karyawan menjadi alternatif bagi peningkatan kinerja karyawan
dan motivasi. Hal ini bisa dipakai sebagai dasar strategi yang dapat meningkatkan
kinerja organisasi.
Kinerja karyawan dapat ditingkatkan ketika karyawan diberdayakan melalui
pendidikan dan latihan, stres kerja ditekan seoptimal mungkin, dan budaya
diperbaiki. Secara langsung pelatihan dan pengembangan karyawan mampu
meningkatkan kinerja karyawan, begitu juga budaya organisasi yang baik juga
mampu meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan penurunan tingkat stres kerja
juga mampu meningkatkan kinerja karyawan.
Dari hasil analisis statistik yang dilakukan menunjukkan variabel pelatihan
dan pengembangan karyawan serta budaya organisasi mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan stres kerja berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dan
pengembangan karyawan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan karyawan akan
mampu meningkatkan kepuasan karyawan dalam bekerja, hal ini juga terjadi pada
budaya organisasi, artinya semakin baik budaya organisasi yang ditandai dengan
peningkatan keterlibatan karyawan, konsistensi dalam penerapan budaya
organisasi akan mampu meningnkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya,
semakin kecilnya stres kerja yang dialami oleh karyawan akan meningkatkan
kepuasan karyawan dalam bekerja.
275
Hasil ini mendukung penelitian Ostroff (1992), Albrecht et al. (1981),
Milkovich dan Wigdor (1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996) yang
menunjukkan budaya organisasi yang baik akan mampu meningkatkan kepuasan
kerja karyawan, selain itu peningkatan kepuasan kerja ini juga ditentukan oleh
kemampuan organisasi untuk memperkecil tekanan terhadap karyawan, sehingga
karyawan bisa bekerja dengan nyaman dan dapat meningkatkan kinerjanya.
Pemenuhan kebutuhan karyawan terhadap peningkatan prestasinya bisa dilakukan
dengan pemberian pelatihan dan pengembangan karyawan sesuai dengan
kebutuhannya. Artinya, agar organisasi mampu dengan cepat dan tanggap
terhadap peningkatan kepuasan kerja karyawan maka perlu diperhatikan variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini serta indikator-indikator yang
membentuk variabel tersebut.
Temuan dari hasil penelitian ini didasarkan atas informasi analisis statistik,
di mana kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.
Hal ini menandakan bahwa kinerja karyawan yang dipersepsikan oleh karyawan
Bank Maluku tidak dipengaruhi secara nyata oleh kepuasan kerja yang
didapatkan. Temuan ini tidak mendukung teori dan penelitian sebelumnya, antara
lain dilakukan oleh Ostroff (1992), Albrecht et al. (1981), Milkovich dan Wigdor
(1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996), bahwa kepuasan kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Pengaruh yang tidak signifikan antara
variabel kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan ini ditandai dengan kecilnya
factor loading antara kepuasan kerja dan kinerja serta nilai probabilitas yang
tinggi.
Berdasarkan pengamatan empiris di lapangan, kepuasan kerja yang dialami
karyawan Bank Maluku adalah hal lain dari kinerja karyawan. Artinya, ketika
kepuasan kerja karyawan meningkat, belum tentu diikuti oleh peningkatan kinerja
karyawan yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya peningkatan kinerja
karyawan belum tentu disebabkan oleh kepuasan kerja yang diperoleh karyawan.
Secara empiris, fakta ini dapat dibuktikan oleh kondisi ketika terjadi kerusuhan di
Ambon, di mana hampir semua Bank tidak berani buka justru Bank Maluku
mampu meningkatkan kinerjanya. Hal ini membuktikan, walaupun karyawan
276
bekerja pada kondisi ketidakpuasan namun masih bisa berkinerja dengan baik.
Indikator variabel kepuasan kerja antara lain pangkat/golongan, kedudukan/posisi,
jaminan finansial dan sosial, serta mutu pengawasan.
Berdasarkan hasil factor loading pangkat/golongan, merupakan indikator
utama dalam membentuk kepuasan kerja, sedangkan jaminan finansial dan
jaminan sosial merupakan indikator yang lemah dalam membentuk kepuasan
kerja. Artinya pangkat/golongan yang dominan membentuk kepuasan kerja tidak
ada kaitannya dengan kinerja karyawan dan tidak semua karyawan yang
mempunyai pangkat golongan yang tinggi mencerminkan tingkat kinerja yang
tinggi. Jadi, kepuasan kerja karyawan pada Bank Maluku tidak mencerminkan
kinerja yang tinggi pula. Sehingga, perlu dikaji lebih lanjut hal-hal lain di luar
kepuasan kerja yang mampu meningkatkan kinerja karyawan di Bank Maluku,
atau ada variabel lain yang mampu memediasi kepuasan kerja terhadap
peningkatan kinerja, khususnya pada karyawan di Bank Maluku.
SIMPULAN
Semua variabel eksogen yaitu pelatihan dan pengembangan karyawan, stres
kerja, budaya organisasi dalam penelitian ini mempunyai pengaruh langsung
terhadap variabel endogen yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Sedangkan
kepuasan kerja tidak mampu memediasi pelatihan dan pengembangan karyawan,
stres kerja, budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini
karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan. Temuan ini bermakna untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja
karyawan, maka stres kerja harus ditekan seminimal mungkin. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara umum stres kerja karyawan Bank Maluku berasal
dari kondisi organisasi.
Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan. Temuan ini menunjukkan bahwa organisasi Bank Maluku perlu
meningkatkan budaya organisasi dalam pengertian bahwa konsistensi terhadap
277
penerapan dan pengembangan budaya organisasi ke arah yang lebih baik perlu
terus menerus dilakukan dengan cara mengadopsi budaya organisasi perbankan
lain yang lebih maju serta disesuaikan dengan karakteristik budaya lokal.
Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Secara
empiris, hal ini terjadi pada kondisi eksternal organisasi yang tidak terkontrol.
Temuan ini bermakna bahwa peningkatan kepuasan kerja yang dilakukan pada
organisasi tidak serta merta mampu meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga
perlu dicarikan solusi lain untuk meningkatkan kinerja karyawan selain dengan
meningkatkan kepuasan kerja mereka.
Semua variabel eksogen dalam penelitian ini terdiri dari pelatihan dan
pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi mempunyai
pengaruh
langsung terhadap variabel endogen kepuasan kerja. Sedangkan
kepuasan kerja tidak mampu memediasi pelatihan dan pengembangan karyawan,
stres kerja, dan budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini
dikarenakan kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Variabel eksogen pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan
budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kedua variabel
eksogen pelatihan dan pengembangan karyawan, serta budaya organisasi
mempunyai pengaruh yang positif baik terhadap kepuasan kerja maupun kinerja.
Sedangkan variabel stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan
kinerja.
Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja karyawan yang dipersepsikan oleh karyawan Bank Maluku tidak
dipengaruhi nyata oleh kepuasan kerja. Temuan ini tidak mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ostroff (1992), Albrecht (1981), Milkovich dan
Widgor (1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996) yang menunjukkan
kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Berdasarkan hasil kajian empiris dari hasil penelitian ini, kinerja karyawan
khususnya di Bank Maluku perlu ditingkatkan. Peningkatan kinerja ini dilakukan
278
dengan
membudayakan nilai positif terutama cara kerja produktif terhadap
karyawan. Memberikan pelatihan kepada semua jenjang karyawan agar lebih
mampu melaksanakan tugas seperti: pelayanan kepada nasabah maupun
kelancaran
administrasi, kecepatan sistem informasi online, ketepatan dalam
menghitung uang. Hal ini didasarkan pada respon dari responden yang
memberikan nilai tinggi terhadap indikator manfaat dari pelatihan dan
pengembangan karyawan. Stres kerja perlu diminimalkan mengingat hasil analisis
stress kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan kinerja.
Meminimalkan stres kerja ini terutama yang berasal dari stressor organisasi
dengan cara menciptakan suasana kerja yang nyaman dan menciptakan hubungan
kerja
yang baik di dalam organisasi. Memperbaiki sistem pembayaran upah,
insentif, lembur agar kinerja karyawan lebih produktif sehingga karyawan lebih
loyal dan puas bekerja di Bank Maluku. Perlu dilakukan penelitian dengan sampel
yang relatif lebih besar melibatkan karyawan dari cabang-cabang Bank Maluku,
sehingga generalisasi hasil penelitian lebih mewakili kondisi Bank Maluku di
Provinsi Maluku Ambon. Perlu mempertimbangkan variabel-variabel lain dalam
membentuk kinerja karyawan selain kepuasan kerja beserta indikator-indikator
dalam pelatihan dan pengembangan, stres kerja, budaya organisasi, dan kepuasan
kerja. Kondisi responden dalam penelitian ini sangat hetrogen dengan latar
belakang ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan yang berbeda menyebabkan
pemahaman
responden
juga
sangat
beragam.
Sehingga,
dibutuhkan
penyederhanaan terhadap kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
Gani dan Farooq A. Shah. (2001). Correlates of Organizational Climate in
Banking Industry. Indian Journal of Industrial Relations, Vol. 36, No. 3, pp.
301-332.
Albrecht, W. S., Brown, dan D. R. Field. (1981). Toward Increased Job
Satisfaction of Practising CPAS. Journal of Accountancy, pp 61-66.
Ali Irena, M. (2002). Interaction of Organizational Culture and Collaboration in
Working and Leaming. Educational Technology & Society.
279
Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi
Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: BPFE.
As’ad, M. (1991). Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Liberty.
Blum, M. L. (1968). Industrial Psychology its Theoritical and Social Foundation.
New York: Harper And Row Publisher Incorporated.
Deal, T. E. dan A. A. Kennedy. (1982). Corporate Cultures: The Rites and Rituals
of Corporate Life. Addison Wesley: Reading Mass.
Deal, Terrence E., dan Kennedy, Allan A. (1982). Corporate Cultures. Addison
Wesley: Reading Mass.
Denison, D. R. (1990). Corporate Culture and Organizational Effectiveness. New
York: John Willey & Sons.
Ferdinand, Augusty. (2005). Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian
Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang:
BP Undip.
Gibson, J. L. Ivancevich, J. M., dan Donelly, J. H. (1996). Organisasi: Perilaku,
Struktur Proses. Jakarta: Binarupa Aksara.
Goldberger L., Breznitz S. (1982). Hanbook of Stress (Theoretical and Clinical
Aspects). New York: Macmillan Publish, Co.
Gomes, F. C. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hasibuan, S. P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Heidjrachman, Ranupandojo. (1996). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.
Hofstede. (1994). Culture and Organization Software of Mind-Intercultural
Coorporation and its Importance for Survival. London: Mc. Graw-Hill.
Janseen, Onne. (2001). Fairness Perception as Moderator in The Curvilinear
Relationship Between Job Demand, Job Performance, and Job Satisfaction.
Academy of Management Journal, Vol. 44, No. 5, pp. 1039-1050.
Kreitner Robert, dan Kinicki Angelo. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta:
Salemba Empat.
280
Larson. (1976). People in Organizations: an Introduction to Organizational
Behavior. USA: Mc Braw Hit, Inc.
Lawler, E. E., & Porter, L. W. (1967). Managerial Attitudes and Performance.
Irwin: Homewood.
Luthans, Fred. (2002). Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill
International Editions.
Mangkunegara, Anwar. (2005). Perilaku Dan Budaya Organisasi. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Milkovich, George T., and Boudrew, John W. (1991). Human Resource
Management. Boston: Irwin Homewood.
Neal, dan Griffin. (1999). Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Noe R. M., and R. W. Mondy. (1989). Human Resources Management. New
Jersey: Prentice-Hall.
Ostroff, Cheri. (1992). The Relationship Beetwen Satisfaction, Attitude, and
Performance: an Organizational Level Analysis. Journal of Applied
Psychology, Vol. 77, No. 6.
Ouchi, W. G. (1981). Theory Z. New York: Addison-Wesley
Parasuraman, Zeithamal dan Berry. (2001). Communication and Control
Processes.
Pascale, R., Athos A. (1981). The Art of Japanese Management. London: Penguin
Books.
Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta:
BPFE.
Rivai Veithzal, dan Basri Ahmad Fawzi Mohd. (2004). Performance Appraisal:
Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan
Daya Saing Perusahaan. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Robbins, P. Stephen. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks.
Roberts, G. E And Reed, T. (1996). Performance Appraisal Participation, Goal
Setting and Feedback. Review of Public Personel Administration.
Schein, Edgar H. (1992). Organizational Culture and Leadership. California:,
Jossey-Bass Inc. Publishers.
281
Soedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
Sekaran, Umar. (2002). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
Selye, H. (1956). Selye’s Guide to Stress Research. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Sharplin, A. (1995). Strategic Management. New York: Mc Graw-Hill.
Sobirin, A. (1997). Organizational Culture: Konsep Kontraversi dan Manfaatnya
Untuk Pengembangan Organisasi. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia, Vol. 1, No. 2.
Wexley, dan Yukl. (1997). Organization Behaviour and Personal Psychology.
Illionis: Homewood Richard Irwin.
Wexley K. N., and G. P. Latham. (1981). Pengembangan dan Pelatihan Sumber
Daya Manusia Dalam Organisasi. Glenview, IL: Scott Foresman.
Whitmore, John. (1997). Coaching Performance. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wilhelm, W. (1992). Changing Corporate Culture or Corporate Behavior? How
To Change Your Company. Academy Of Management Excecutive.
Yohanas, Oemar. (2005). Pengaruh Faktor-Faktor Budaya Organisasi dan
Program Diklat Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan Pada PT. Bank
Riau. Disertasi: Universitas Brawijaya.
Zeithaml, V. A, Berry, L. L dan Parasuraman. (2001). The Behavioral
Consequences of Service Quality. Journal Of Marketing, Vol. 60, pp. 31-46.
282
LAMPIRAN
.22
d1
.53
.53
d3
d2
.38
d4
.51
d5
1
1
1
1
1
X11
X12
X13
X14
X15
1.00 1.711.39
.00
.11
-.39
SK
.99
1.93 .991.00
.02
e3
1
1
e4
1
.04
Y11 Y12 Y13 Y14
.28
.10
e2
1
1.321.75
P&P
.03
-.14
.14 .46
-.36 .71 .53
e1
.05 .14 .16
1.00
1.00
1 Z1
KK
.61
.01
-.48
1.00 Y21 1 e5
.09 Y22 1 e6.37
KIN
.08 1
.45
.15
1
e7
1.00 Y23
-.54
.28
X21 X22 X23 X24
.00 1
.62 1
.97 1
.56 1
.96
d6
.17
-.14
d7
d8
d9
.51
.15
BO
.50.96
.481.00
Z2
Goodnes of Fit
Chi_Square=183.324
prop=.060
CMINDF=1.183
RMSEA=.031
GFI=.915
AGFI=.884
TLI=.832
X31 X32 X33 X34
1.72 1.67 1.40 1.50
d10 d11 d12 d13
Gambar 1. Hasil Evaluasi Model Struktural
Tabel 1. Hasil Uji Indeks Kesesuaian Model Struktural Evaluasi Pertama
Kriteria
Chi-square (2)
Probabilitas
CMIN/DF
GFI
AGFI
CFI
TLI
RMSEA
Hasil
49.524
0.60
1.183
0.915
0.918
0.994
0.987
0.040
Nilai Kritis
 52,192
 0,05
 2,00
 0,90
 0,90
 0,95
 0,95
 0,08
Evaluasi Model
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Tabel 2. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres
Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
KK
KK
<-<--
P&P
SK
Lambda /
Factor Loading
0.052
-0.124
KK
<--
BO
0.105
SE
C.R.
P
0.127
0.161
2.236
-2.441
0.039
0.010
0.094
2.947
0.008
283
Tabel 3. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres
Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
KIN
KIN
<-<--
P&P
SK
Lambda /
Factor Loading
0.105
- 0.167
KIN
<--
BO
0.189
SE
C.R.
P
0.263
0.232
2.316
-2.328
0.019
0.019
0.252
2.020
0.048
Tabel 4. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres
Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
KIN
<--
KK
Lambda /
Factor Loading
SE
C.R.
P
0.007
0.048
0.146
0.880
284
Download