Jurnal EKSEKUTIF Volume 10 No. 2 Desember 2013 PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN, STRES KERJA, BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN BANK DI MALUKU Maartje Paais [email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia Maluku – Indonesia ABSTRAK: Sebagai perantara atau interkoneksi antara pemberi pinjaman dan peminjam, kinerja Bank memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi local. Oleh karena itu, studi yang mendalam dilakukan untuk memperkirakan beberapa faktor, baik internal maupun eksternal mempengaruhi kinerja karyawan perbankan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan di PT. Bank Maluku Provinsi Maluku, Ambon. Populasi yang diteliti adalah karyawan Bank Maluku Ambon yang terdiri dari 400 orang. Berdasarkan metode yang disepakati, sampel yang diambil adalah 196 karyawan bank kantor pusat Bank Maluku di Ambon (purposive sampling). Dengan menggunakan Structural Equation Modeling, ditemukan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, namun terbukti tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu, ditemukan juga kepuasan kerja tidak mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil ini menunjukkan bahwa belum ada hubungan yang signifikan antara kinerja yang dirasakan oleh responden dan kepuasan kerja karyawan bank. Penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan untuk memperoleh jawaban mengapa penelitian yang dihasilkan tersebut dari perspektif yang berbeda . Kata kunci: kinerja, pelatihan dan pengembangan karyawan, stress, budaya organisasi, kepuasan. ABSTRACT: As an intermediary means interconnecting between lender and borrower, Bank performance plays an important role in the local economy development. Therefore, a profound study is conducted to estimate how several factors, internal as well as external, affect the bank employees performance. This study attempts to analyze the influence of training and development, job stress, and organizational culture on job satisfaction and employees performance in PT. Bank Maluku in Maluku Province, Ambon. The population under study are the employees of Bank Maluku Ambon which comprise of 400 people. Based on agreed method the sample taken is 196 bank employees of Bank Maluku head office in Ambon purposive sampling. By employing Structural Equation Modeling it has been 260 found that training and development, job stress, and organizational culture have significant influence on job satisfaction, and yet they are proved non significant on the employees performance. Besides, it has also been found out that job satisfaction does not affect the employee’s job performance. This result shows that there has been no significant relationships between the job performance perceived by the respondents and the job satisfaction of the bank employees. Further inquiry should be conducted to acquire the answer as to why the study produced such result from different perspectives hopefully. Key words: performance, training and development, stress, organizational culture, satisfaction. PENDAHULUAN Kinerja perbankan di Maluku menunjukkan trend peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun 2008, yang ditandai dengan peningkatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) serta realisasi kredit. DPK tumbuh sebesar 9,02% dan laju pertumbuhan kredit meningkat sebesar 34,74%. Dengan peningkatan pertumbuhan kredit yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan DPK, mendorong kenaikan LDR perbankan Maluku tumbuh dari sebesar 49% menjadi sebesar 60,55%, seiring dengan peningkatan kinerja kredit diikuti dengan perbaikan kualitas kredit yang ditujukkan dengan penurunan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari sebesar 2,05% pada tahun 2008 menjadi sebesar 1,92% pada tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan jaringan kantor Bank Maluku sebanyak 45 jaringan kantor yang berada pada daerah Provinsi Maluku yang terbagi atas Maluku Utara, Pemerintah Kabupaten sebanyak 11 Kabupaten, serta Pemerintah Kota sebanyak 3 Kota. Dengan pengembangan pertumbuhan volume usaha Bank Maluku yang menunjukkan peningkatan dari tahun 20052009. Bank Maluku adalah salah satu jenis bank umum milik Pemerintah Daerah Maluku dengan kawasan seribu pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Peningkatan tingkat persaingan antar bank-bank di wilayah Provinsi Maluku khususnya dan Indonesia pada umumnya telah membuat Bank Maluku berbenah dalam pengelolaan manajemen yang profitable dan profesional tanpa harus menghilangkan ciri khas kedaerahan 261 sekaligus fungsinya sebagai badan usaha milik pemerintah daerah. Berbagai program pelatihan dan pengembangan terus dilakukan agar pelaku bisnis mereka semakin kompetitif dan berkembang. Persaingan yang kompetitif dalam memberikan pelayanan yang memuaskan kepada nasabah menuntut bagi pihak bank untuk memberikan kualitas layanan prima terutama pada segi kebutuhan nasabah. Dengan mengetahui perilaku nasabah, bank terus meningkatkan kinerja layanannya menjadi semakin baik. Kualitas kinerja yang baik dapat meningkatkan perilaku nasabah yang menguntungkan dan mengurangi perilaku nasabah yang tidak menguntungkan. Apabila kualitas kinerja layanan perusahaan dihubungkan dengan mempertahankan konsumen, maka pengaruhnya dapat diketahui oleh perilaku konsumennya, kencenderungan perilaku konsumen (behavioral intentions) dapat dilihat sebagai indikator yang menandakan apakah konsumen tersebut akan tetap tinggal atau meninggalkan perusahaan tersebut. Hasil dari pengalaman studi pada sebuah perusahaan gabungan yang menguji hubungan dari contoh tersebut mengenai kecenderungan perilaku konsumen menunjukkan bukti kuat, bahwa mereka dipengaruhi oleh kualitas layanan, (Zeithaml, et al., 2001). Bank harus dapat memberikan kualitas layanan prima dan apabila tidak maka nasabah akan segera berpaling ke bank lain yang dapat memberikan kualitas layanan yang lebih baik, agar bank dapat menang dalam persaingan dan tetap bertahan hidup maka bank harus berwawasan pelanggan, sehingga bank yang unggul dalam bersaing adalah bank yang di samping pandai merekayasa produk jasa, juga cermat di dalam merekayasa pasar. Bank Maluku dapat lebih berkembang secara optimal, maka pemeliharaan hubungan yang kontinu dan serasi dengan para karyawan menjadi sangat penting. Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam pemeliharaan hubungan tersebut adalah mengenai penanggulangan stres karyawan. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Mengingat besarnya pengaruh stres pada karyawan terhadap kinerjanya, maka pengelolaan terhadap 262 stres itu sendiri harus mendapatkan perhatian dan kesungguhan dari manajemen perusahaan agar tujuan organisasi bisa lebih mudah dicapai. Oleh sebab itu, untuk mengetahui bagaimana stres kerja, budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan dampak terhadap kinerja karyawan, akan ditelaah dalam penelitian ini khususnya pada Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon. Faktor lain yang menunjang kinerja organisasi adalah budaya organisasi. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja, menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kinerja, serta menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN Pengembangan karyawan diartikan sebagai upaya mempersiapkan karyawan agar dapat berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan suatu organisasi. Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan karyawan itu dirancang untuk memperoleh karyawan-karyawan yang mampu berprestasi dan fleksibel pada suatu organisasi atau instansi dalam geraknya ke masa depan. Kegiatan manajemen sumber daya manusia setelah menerima dan menempatkan pekerja, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi atau perusahaan, diperlukan kegiatan pengembangan karyawan. Kegiatan pengembangan karyawan terutama tidak saja ditunjukkan untuk tenaga kerja baru, tetapi juga untuk pekerja yang lama apabila mendapatkan pekerjaan atau jabatan baru. Pekerja lama yang dimaksud adalah pegawai yang mengalami promosi dengan mendapat jabatan yang lebih tinggi (vertikal) atau yang dipindahkan pada jabatan yang sama tingkatannya (horizontal). Pengembangan karyawan bukanlah kegiatan indoktrinasi yang dilakukan dengan mempresentasikan pedoman kerja melalui kegiatan ceramah-ceramah. Pengembangan karyawan bukan kegiatan yang dilakukan berupa kunjungan 263 secara tepat dan selintas ke unit-unit kerja, dan bukan sekedar berbentuk pemberian penjelasan singkat mengenai perencanaan perusahaan dalam melaksanakan bisnis. Dalam pelaksanaannya pengembangan karyawan dilakukan untuk membantu pekerja baru yang mengalami shock kebudayaan atau kejutan kebudayaan (cultural shock), karena memasuki budaya baru dalam kehidupan sebagai pekerja di bidang bisnis yang kompetitif, berbeda dari kondisi kehidupan sebelumnya. Kejutan budaya ini dapat terjadi dan dialami oleh tenaga kerja baru yang belum lama dinyatakan lulus dari SLTA atau perguruan tinggi (fresh graduate). Kondisi atau lingkungan kerja baru tidak mudah diadaptasi oleh para pekerja baru, ibarat seseorang pindah untuk menetap di negara yang asing, sehingga memerlukan proses pengembangan karyawan. STRES KERJA Berbagai pengertian tentang stres telah dikemukakan oleh para ahli dengan versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu definisi dengan definisi lain terdapat inti persamaannya. Menurut Selye (1956) stres sebagai ”The nonspesific response of the body to any demans”, sedangkan Larson (1976) mendefinisikan ”Stres occurs where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources” (Golberger dan Breznitz, 1982). Dari kedua definisi di atas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Selye (1956) juga menambahkan tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu. Menurut Selye (1956) mengembangkan konsep yang dikenal dengan Syndrom Adaptasi Umum (General Adaptation syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan. Kelenjarkelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan hormon- hormon 264 lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme pertahanan diri berangsurangsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara kuat. Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan baik, maka hal ini merupakan awal munculnya penyakit gangguan adaptasi, penyakit-penyakit tersebut muncul dalam bentuk sakit maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya. Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa fisiologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Lebih rinci lagi menurut Gibson (1996), faktor-faktor penyebab stres di tempat kerja dibedakan menjadi empat faktor yaitu: stressor lingkungan fisik, stressor individu, stressor kelompok, stressor organisasional. BUDAYA ORGANISASI Menurut Ouchi (1981), budaya organisasi sebagai philosophy petunjuk sebuah kebijakan organisasi terhadap karyawan dan ataupun konsumen, pernyataan ini didukung oleh Pascale dan Athos (1981). Menurut Deal dan Kennedy (1982), budaya organisasi sebagai nilai yang dominan dan didukung oleh organisasi (Schein, 1991). Unsur budaya organisasi menurut Denison (1990) menghubungkan budaya organisasi dengan efektivitas organisasi. Terdapat empat unsur budaya organisasi yang mempengaruhi efektivitas organisasi yaitu: 1. Misi (mission) Misi merupakan suatu amanat yang dibebankan oleh organisasi untuk dicapai oleh organisasi tersebut, melalui kerja keras dari semua anggota yang ada. Misi di dalam organisasi biasanya berupa kalimat-kalimat yang sederhana, umum, pendek, dan mudah diingat, di mana semua anggota dipacu untuk bekerja memenuhi misi tersebut. 265 2. Konsistensi (consistency) Konsistensi merupakan adanya suatu sikap kesesuaian dalam bertindak dengan apa yang telah digariskan oleh aturan-aturan eksplisit maupun implisit. Sikap konsistensi dalam bertindak maupun simbol-simbol yang dipahami secara luas oleh anggota organisasi. 3. Keterlibatan (involvement) Keterlibatan identik dengan partisipasi yang dapat didefinisikan sebagai aspek mental dan emosional yang timbul dari dalam diri anggota kelompok, sehingga merasakan semangat kebersamaan dalam usaha-usaha pencapaian tujuan kelompok atau organisasi dan juga merasakan adanya pembagian tanggung jawab yang merata di antara anggota-anggota kelompok. 4. Kemampuan beradaptasi (adaptabilitas) Kemampuan beradaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau tekanan-tekanan yang datang dari lingkungan luar maupun lingkungan dalam organisasi itu sendiri. Di dalam penelitian ini, variabel budaya organisasi diukur melalui empat indikator sebagaimana yang diungkapkan oleh Denison (1990). KEPUASAN KERJA Pada pikiran yang paling mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang (Matheis-Jakson, 2001). Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Menurut Blum dalam As’ad (1991), bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individual di luar kerja. Secara keseluruhan, kepuasan adalah penghargaan yang terpenuhi, artinya adalah keadaan bila seseorang mendapatkan yang dia harapkan dari suatu pekerjaan. Kepuasan karyawan adalah ukuran seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawan yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatan. Sedangkan kepuasan kerja adalah sikap emosional 266 mencintai pekerjaan. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Dari pendapat beberapa ahli di atas, disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang positif menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja. Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi lebih memungkinkan untuk betah bekerja pada perusahaan, menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih cepat dan menghasilkan pekerjaan kualitas tinggi (Blanchad dan Bowles dalam Fithwengler, 2002). Hal-hal yang dapat menimbulkan kepuasan kerja adalah faktor hubungan antar karyawan yaitu: hubungan antar Manajer dan karyawan, faktor fisik, dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan sugesti dari teman sekerja emosi dan situasi kerja. Faktor individu, yaitu: berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaanya, umur orang sewaktu bekerja, jenis kelamin (Lawler dikutip dalam Wexley dan Yulk, 1997). Faktor luar, yaitu: berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (training up grading dan sebagainya). KINERJA Kinerja organisasi dimaksudkan sebagai tingkat capaian prestasi dari organisasi dalam melakukan aktivitasnya (periode tertentu dalam satu tahun). Kinerja adalah cermin, apakah organisasi atau perusahaan berhasil atau belum dalam usaha bisnisnya. Menurut Smith dalam Sedarmayanti (2001), kinerja merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja. Kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas, karena indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Menurut Gibson (1996) kinerja karyawan mempunyai arti sebagai interaksi yang mempengaruhi antara kemampuan dan motivasi. Hal ini menunjukkan, kinerja ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya, bila kemampuan tinggi dan motivasi tinggi maka kinerja karyawan tinggi. Kinerja dapat dinilai dari apa yang 267 dilakukan oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, dengan kata lain kinerja individu adalah bagaimana pegawai melaksanakan pekerjaan atau untuk kerjanya. Menurut Whitmore (1997), kinerja karyawan adalah perbuatan, prestasi, suatu pameran untuk keterampilan. Menurut Prawirosentono (1999), kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Heidjarachman (1996) menyatakan kinerja karyawan adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja. Dari beberapa pendapat tersebut di atas memberi gambaran bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat di ukur melalui pengukuran tertentu (standard) dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu kerja, di mana kualitas berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan. Atas dasar itu, pengukuran kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan kualitas, kuantitas, dan standard waktu serta aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri dengan menggunakan skala Likert (skala 1 sampai 5), sedangkan pengembangan kuesioner mengacu pada apa yang dikembangkan oleh Onne (2001). Berdasarkan kerangka konseptual penelitian serta tujuan penelitian yang diajukan, maka perumusan hipotesis yang diajukan adalah: H1: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, berpengaruh signifikan terhadap kepusan kerja dimana stres kerja berpengaruh dominan. H2: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, berpengaruh signifikan terhadap kinerja di mana pelatihan dan pengembangan karywawan berpengaruh dominan. 268 H3: Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja di mana pelatihan dan pengembangan karyawan berpengaruh dominan. METODE Rancangan penelitian dimulai dari mendeskripsikan variabel pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan, serta menguji pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian ini menggunakan kombinasi rancangan penelitian deskriptif untuk memperoleh gambaran tentang parameter yang diukur dari kondisi dan kontribusi item dan indikator per variabel, meliputi pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja. Instrumen analisis deskriptif adalah analisis frekuensi tanggapan responden terhadap butir dan indikator penelitian serta analisis factor loading. Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan lengkap tentang pokok bahasan tersebut, maka penelitian ini beranjak dari data deskripsi yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian, kemudian dilakukan analisis SEM (Structural Equation Modeling) untuk menguji hipotesis factor loading dan hipotesis regression weight. Penelitian ini dilakukan pada kantor pusat PT. Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon. Pemilihan karyawan sebagai objek penelitian dengan pertimbangan kinerja karyawan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan. Oleh karena itu, untuk melengkapi kinerja PT. Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon, kinerja karyawan perlu ditelaah melalui sebuah penelitian dengan melihat faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kinerja karyawan yaitu pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan kantor pusat PT. Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon, dalam hal ini semua karyawan yang memenuhi karakteristik untuk di teliti. Semua karyawan terkait dengan pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun 269 jumlah populasi adalah 400 karyawan yang pada umumnya jenjang pendidikan mulai dari Pascasarjana (S2), Sarjana (S1), Sarjana Muda (D3), dan SLTA. Penentuan sampelnya menggunakan teknik purposive sampling, diambil karyawan Bank Maluku dengan mempertimbangkan karyawan di Bank Maluku mempunyai informasi yang lengkap sebagai pengambil keputusan. Mengingat keberadaan Bank Maluku tersebar di seluruh wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara, keterwakilan sampel dari karyawan kantor pusat PT. Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon. Dalam penentuan jumlah sampel dilakukan dengan pertimbangan bahwa Analisis SEM membutuhkan sampel sebanyak paling sedikit 5 kali jumlah variabel indikator yang digunakan. Penelitian dengan 20 indikator membutuhkan sampel sebanyak 20 X 5 atau 100 sampel, apalagi dalam pengujian Chi-Square model SEM yang sensitif terhadap jumlah sampel, dibutuhkan sampel yang baik berkisar antara 100-200 sampel untuk teknik Maximum likelihood estimation (Ferdinand,2005). Selain itu pedoman ukuran sampel sesuai dengan N populasi telah dikembangkan oleh Krejcie dan Morgan, 1970 (Sekaran dalam Ferdinand, 2005) untuk populasi dengan N populasi 400 maka jumlah sampel sebanyak 196. Variabel eksogen merupakan variabel yang berperan sebagai prediktor atau penyebab (cause) bagi konstruk atau variabel lain yang digunakan dalam model, yang disertakan dengan variabel independen. Variabel endogen dalam penelitian ini meliputi variabel pelatihan dan pengembangan karyawan, variabel stress kerja, dan variabel budaya organisasi. Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen yang setidaknya terdapat satu hubungan. Dalam analisis dengan pendekatan Structural Equation Modelling (SEM) variabel ini disebut latent variables. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah variabel kepuasan kerja dan variabel kinerja karyawan. Keterkaitan antar variabel sebagaimana pada hipotesis. Teknik analisis data dengan menggunakan statistik inferensial untuk menguji pengaruh antara variabel indenpenden dan variabel dependen. Adapun analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini 270 menggunakan Structural Equation Model atau SEM dengan menggunakan paket program AMOS 5.0 dan SPSS Versi 11.5. Secara garis besar terdapat dua langkah dalam pemodelan SEM yaitu: 1) Meansurement Model yaitu menguji dimensidimensi sebuah konstruk, dan 2) Structural Model yaitu menguji hubungan kausalitas antar variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan komputasi AMOS 4.0 untuk model SEM ini, dihasilkan indeks-indeks kesesuaian model (goodness off fit) yang disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya, nilai-nilai indeks ini dibandingkan dengan nilai kritis (cut-off value) dari masing-masing indeks. Sebuah model yang baik diharapkan mempunyai indeks-indeks goodness off fit yang lebih besar atau sama dengan nilai kritis. Hasil uji kelayakan model struktural awal menunjukkan seluruh kriteria yang digunakan mempunyai nilai kurang baik. Hasil penambahan garis (korelasi) berdasarkan nilai modifikasi indeks menghasilkan peningkatan status dari kurang baik menjadi baik. Nilai GFI sebesar 0,915 berarti 91,5% matriks kovarian populasi dapat dijelaskan oleh matriks kovarian sampel, sehingga kelayakan model berdasarkan nilai GFI adalah baik. Nilai RMSEA sebesar 0,040 telah memenuhi kriteria rekomendasi yang disarankan yaitu dibawah 0,080, sehingga kelayakan model berdasarkan RMSEA adalah baik. Nilai AGFI yang direkomendasikan adalah 0,90 dan dalam analisis pada model evaluasi ini dihasilkan AGFI sebesar 0,918. Nilai GFI berstatus baik karena nilai telah melebihi batas minimal nilai yang direkomendasikan. Kriteria lainnya adalah berstatus baik karena memiliki hasil perhitungan yang telah memenuhi nilai rekomendasi. Hasil uji model dengan chi-square menghasilkan penurunan nilai hingga 49,524 dengan probabilitas 0,60. Hasil uji ini menjelaskan data empiris tidak berbeda dengan model yang diajukan (prob > 0,05). Indeks kelayakan model dengan Tucker Lewis Index (TLI) merekomendasikan nilai lebih dari 0,95, dan hasil dari perhitungan model sudah mencapai 0,987. Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa model evaluasi memiliki kelayakan yang dapat diterima. 271 H1 menyatakan pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, di mana stres kerja berpengaruh dominan. Berdasarkan hasil analisis pada pengujian H1 seperti dalam tabel berikut. Hasil ini menunjukkan semua indikator variabel mempunyai nilai critical ratio (CR) lebih besar dari 2 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Dalam bentuk standardized koefisien factor loading pelatihan dan pengembangan bernilai 0.052, stres kerja -0.124, dan budaya organisasi sebesar 0.105. Hasil ini memberikan keputusan semua variabel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Jika dilihat dari nilai factor loading yang mempunyai nilai tertinggi adalah stres kerja, maka variabel stres kerja merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Dengan demikian, hipotesis penelitian menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, di mana stres kerja berpengaruh dominan terbukti (dapat diterima). H2 menyatakan pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, di mana pelatihan dan pengembangan karyawan berpengaruh dominan. Berdasarkan hasil analisis pengujian H2 seperti dalam Tabel 3. Hasil ini menunjukkan semua indikator variabel mempunyai nilai critical ratio (CR) lebih besar dari 2 dan nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Dalam bentuk standardized koefisien factor loading pelatihan dan pengembangan karyawan bernilai 0.105, stres kerja -0.167, dan budaya organisasi sebesar 0.189. Hasil ini memberikan keputusan bahwa semua variabel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Jika dilihat dari nilai factor loading yang mempunyai nilai tertinggi adalah pelatihan dan pengembangan karyawan, maka variabel pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, di mana pelatihan dan pengembangan karyawan berpengaruh dominan terbukti (dapat diterima). 272 H3 menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, melalui kepuasan kerja. Berdasarkan hasil analisis pengujian H3 seperti dalam Tabel 4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja mempunyai nilai critical ratio (CR) kurang dari 2 dan nilai p-value lebih besar dari 0,05. koefisien factor loading kepuasan kerja pada kinerja mempunyai nilai sebesar 0.007. Hasil ini memberikan keputusan bahwa semua variabel kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan pelatihan dan pengembangan, stres kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja, melalui kepuasan kerja tidak terbukti (tidak dapat diterima). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja organisasi melalui kepuasan kerja. Tujuan penelitian ini didasari keinginan untuk mengintegrasikan model kausalitas pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan secara langsung. Selain itu, secara tidak langsung juga diuji pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja. Hasil analisis statistik deskriptif, model pengukuran, dan pengujian model SEM terhadap delapan hipotesis dari masing-masing model SEM memberikan temuan menarik yang memberikan implikasi penting, baik secara teoritis untuk studi manajemen sumber daya manusia dan organisasi, serta implikasi praktis bagi industri perbankan di Maluku. Hasil analisis deskriptif menunjukkan secara umum bahwa karyawan Bank Maluku yang menjadi responden dalam penelitian ini memberikan respon yang baik (tinggi) terhadap pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi. Akan tetapi, memiliki beberapa perbedaan dalam hal: 1) Indikator-indikator mana dari pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi yang secara aktual dinilai atau dirasakan paling kuat pada pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi; dan 2) Kontribusi indikator dalam evaluasi menyeluruh dari karyawan Bank Maluku terhadap pelatihan dan pengembangan 273 karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi. Pengujian hipotesis dengan analisis SEM menghasilkan: 1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan; 2) Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan 3) Kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Rangkuman temuan tersebut memberi penjelasan yang dikaitkan dengan teori dan fakta mengenai kondisi pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi, serta hasil pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil uji hipotesis, pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi terbukti berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja terbukti berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Maluku. Berdasarkan hasil uji delapan hipotesis tersebut mencerminkan pengaruh langsung, maka pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bank. Hasil uji hipotesis tersebut, selanjutnya dibahas kausalitas masing-masing variabel. Berdasarkan hasil pengujian statistik, pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini menandakan bahwa semakin baik pelatihan dan pengembangan karyawan yang diberikan organisasi terhadap karyawan, semakin kecil stres kerja yang dialami karyawan dan semakin baiknya budaya organisasi menurut persepsi karyawan Bank Maluku, maka semakin tinggi tingkat kinerja karyawan tersebut. Secara parsial, pelatihan dan pengembangan karyawan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan. Stres kerja mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kinerja karyawan, artinya semakin tinggi tingkat stres karyawan maka akan menurunkan kinerja karyawan, begitu juga sebaliknya. Sedangkan budaya organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Secara teoritis temuan hasil penelitian ini mendukung teori Kreitner dan Kinlcky (1995), 274 Hofstede (1991), Sharplin, (1995), Wilhelm, (1992), Noe dan Mody (1996), Soblrin, (1997), Luthans, (1998) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kesuksesan manajemen perusahaan yang ditandai dengan peningkatan kinerja individu. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, antara lain Mitchell dalam Sedarmayanti (2001), Hasibuan (2000), Robbins (2003), Gomes (2003), Sari dalam Alwi (2004), Rivai (2004), Sikula dalam Mangkunegara (2005), Davis dalam Mangkunegara (2005), Siagian (1999), yang meneliti tentang pengaruh stres kerja terhadap tingkat kinerja karyawan. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian tentang pelatihan dan pengembangan karyawan terhadap kinerja karyawan yang dilakukan Ali (2002), Siegel dan Marconi (1989) yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan menjadi alternatif bagi peningkatan kinerja karyawan dan motivasi. Hal ini bisa dipakai sebagai dasar strategi yang dapat meningkatkan kinerja organisasi. Kinerja karyawan dapat ditingkatkan ketika karyawan diberdayakan melalui pendidikan dan latihan, stres kerja ditekan seoptimal mungkin, dan budaya diperbaiki. Secara langsung pelatihan dan pengembangan karyawan mampu meningkatkan kinerja karyawan, begitu juga budaya organisasi yang baik juga mampu meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan penurunan tingkat stres kerja juga mampu meningkatkan kinerja karyawan. Dari hasil analisis statistik yang dilakukan menunjukkan variabel pelatihan dan pengembangan karyawan serta budaya organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dan pengembangan karyawan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan karyawan akan mampu meningkatkan kepuasan karyawan dalam bekerja, hal ini juga terjadi pada budaya organisasi, artinya semakin baik budaya organisasi yang ditandai dengan peningkatan keterlibatan karyawan, konsistensi dalam penerapan budaya organisasi akan mampu meningnkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin kecilnya stres kerja yang dialami oleh karyawan akan meningkatkan kepuasan karyawan dalam bekerja. 275 Hasil ini mendukung penelitian Ostroff (1992), Albrecht et al. (1981), Milkovich dan Wigdor (1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996) yang menunjukkan budaya organisasi yang baik akan mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan, selain itu peningkatan kepuasan kerja ini juga ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk memperkecil tekanan terhadap karyawan, sehingga karyawan bisa bekerja dengan nyaman dan dapat meningkatkan kinerjanya. Pemenuhan kebutuhan karyawan terhadap peningkatan prestasinya bisa dilakukan dengan pemberian pelatihan dan pengembangan karyawan sesuai dengan kebutuhannya. Artinya, agar organisasi mampu dengan cepat dan tanggap terhadap peningkatan kepuasan kerja karyawan maka perlu diperhatikan variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini serta indikator-indikator yang membentuk variabel tersebut. Temuan dari hasil penelitian ini didasarkan atas informasi analisis statistik, di mana kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini menandakan bahwa kinerja karyawan yang dipersepsikan oleh karyawan Bank Maluku tidak dipengaruhi secara nyata oleh kepuasan kerja yang didapatkan. Temuan ini tidak mendukung teori dan penelitian sebelumnya, antara lain dilakukan oleh Ostroff (1992), Albrecht et al. (1981), Milkovich dan Wigdor (1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996), bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Pengaruh yang tidak signifikan antara variabel kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan ini ditandai dengan kecilnya factor loading antara kepuasan kerja dan kinerja serta nilai probabilitas yang tinggi. Berdasarkan pengamatan empiris di lapangan, kepuasan kerja yang dialami karyawan Bank Maluku adalah hal lain dari kinerja karyawan. Artinya, ketika kepuasan kerja karyawan meningkat, belum tentu diikuti oleh peningkatan kinerja karyawan yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya peningkatan kinerja karyawan belum tentu disebabkan oleh kepuasan kerja yang diperoleh karyawan. Secara empiris, fakta ini dapat dibuktikan oleh kondisi ketika terjadi kerusuhan di Ambon, di mana hampir semua Bank tidak berani buka justru Bank Maluku mampu meningkatkan kinerjanya. Hal ini membuktikan, walaupun karyawan 276 bekerja pada kondisi ketidakpuasan namun masih bisa berkinerja dengan baik. Indikator variabel kepuasan kerja antara lain pangkat/golongan, kedudukan/posisi, jaminan finansial dan sosial, serta mutu pengawasan. Berdasarkan hasil factor loading pangkat/golongan, merupakan indikator utama dalam membentuk kepuasan kerja, sedangkan jaminan finansial dan jaminan sosial merupakan indikator yang lemah dalam membentuk kepuasan kerja. Artinya pangkat/golongan yang dominan membentuk kepuasan kerja tidak ada kaitannya dengan kinerja karyawan dan tidak semua karyawan yang mempunyai pangkat golongan yang tinggi mencerminkan tingkat kinerja yang tinggi. Jadi, kepuasan kerja karyawan pada Bank Maluku tidak mencerminkan kinerja yang tinggi pula. Sehingga, perlu dikaji lebih lanjut hal-hal lain di luar kepuasan kerja yang mampu meningkatkan kinerja karyawan di Bank Maluku, atau ada variabel lain yang mampu memediasi kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja, khususnya pada karyawan di Bank Maluku. SIMPULAN Semua variabel eksogen yaitu pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi dalam penelitian ini mempunyai pengaruh langsung terhadap variabel endogen yaitu kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Sedangkan kepuasan kerja tidak mampu memediasi pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Temuan ini bermakna untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan, maka stres kerja harus ditekan seminimal mungkin. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum stres kerja karyawan Bank Maluku berasal dari kondisi organisasi. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Temuan ini menunjukkan bahwa organisasi Bank Maluku perlu meningkatkan budaya organisasi dalam pengertian bahwa konsistensi terhadap 277 penerapan dan pengembangan budaya organisasi ke arah yang lebih baik perlu terus menerus dilakukan dengan cara mengadopsi budaya organisasi perbankan lain yang lebih maju serta disesuaikan dengan karakteristik budaya lokal. Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Secara empiris, hal ini terjadi pada kondisi eksternal organisasi yang tidak terkontrol. Temuan ini bermakna bahwa peningkatan kepuasan kerja yang dilakukan pada organisasi tidak serta merta mampu meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga perlu dicarikan solusi lain untuk meningkatkan kinerja karyawan selain dengan meningkatkan kepuasan kerja mereka. Semua variabel eksogen dalam penelitian ini terdiri dari pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi mempunyai pengaruh langsung terhadap variabel endogen kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja tidak mampu memediasi pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel eksogen pelatihan dan pengembangan karyawan, stres kerja, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kedua variabel eksogen pelatihan dan pengembangan karyawan, serta budaya organisasi mempunyai pengaruh yang positif baik terhadap kepuasan kerja maupun kinerja. Sedangkan variabel stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja karyawan yang dipersepsikan oleh karyawan Bank Maluku tidak dipengaruhi nyata oleh kepuasan kerja. Temuan ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ostroff (1992), Albrecht (1981), Milkovich dan Widgor (1991), Lawler dalam Roberts dan Reed (1996) yang menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Berdasarkan hasil kajian empiris dari hasil penelitian ini, kinerja karyawan khususnya di Bank Maluku perlu ditingkatkan. Peningkatan kinerja ini dilakukan 278 dengan membudayakan nilai positif terutama cara kerja produktif terhadap karyawan. Memberikan pelatihan kepada semua jenjang karyawan agar lebih mampu melaksanakan tugas seperti: pelayanan kepada nasabah maupun kelancaran administrasi, kecepatan sistem informasi online, ketepatan dalam menghitung uang. Hal ini didasarkan pada respon dari responden yang memberikan nilai tinggi terhadap indikator manfaat dari pelatihan dan pengembangan karyawan. Stres kerja perlu diminimalkan mengingat hasil analisis stress kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Meminimalkan stres kerja ini terutama yang berasal dari stressor organisasi dengan cara menciptakan suasana kerja yang nyaman dan menciptakan hubungan kerja yang baik di dalam organisasi. Memperbaiki sistem pembayaran upah, insentif, lembur agar kinerja karyawan lebih produktif sehingga karyawan lebih loyal dan puas bekerja di Bank Maluku. Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang relatif lebih besar melibatkan karyawan dari cabang-cabang Bank Maluku, sehingga generalisasi hasil penelitian lebih mewakili kondisi Bank Maluku di Provinsi Maluku Ambon. Perlu mempertimbangkan variabel-variabel lain dalam membentuk kinerja karyawan selain kepuasan kerja beserta indikator-indikator dalam pelatihan dan pengembangan, stres kerja, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Kondisi responden dalam penelitian ini sangat hetrogen dengan latar belakang ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan yang berbeda menyebabkan pemahaman responden juga sangat beragam. Sehingga, dibutuhkan penyederhanaan terhadap kuesioner. DAFTAR PUSTAKA Gani dan Farooq A. Shah. (2001). Correlates of Organizational Climate in Banking Industry. Indian Journal of Industrial Relations, Vol. 36, No. 3, pp. 301-332. Albrecht, W. S., Brown, dan D. R. Field. (1981). Toward Increased Job Satisfaction of Practising CPAS. Journal of Accountancy, pp 61-66. Ali Irena, M. (2002). Interaction of Organizational Culture and Collaboration in Working and Leaming. Educational Technology & Society. 279 Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: BPFE. As’ad, M. (1991). Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Blum, M. L. (1968). Industrial Psychology its Theoritical and Social Foundation. New York: Harper And Row Publisher Incorporated. Deal, T. E. dan A. A. Kennedy. (1982). Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life. Addison Wesley: Reading Mass. Deal, Terrence E., dan Kennedy, Allan A. (1982). Corporate Cultures. Addison Wesley: Reading Mass. Denison, D. R. (1990). Corporate Culture and Organizational Effectiveness. New York: John Willey & Sons. Ferdinand, Augusty. (2005). Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang: BP Undip. Gibson, J. L. Ivancevich, J. M., dan Donelly, J. H. (1996). Organisasi: Perilaku, Struktur Proses. Jakarta: Binarupa Aksara. Goldberger L., Breznitz S. (1982). Hanbook of Stress (Theoretical and Clinical Aspects). New York: Macmillan Publish, Co. Gomes, F. C. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Hasibuan, S. P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Heidjrachman, Ranupandojo. (1996). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE. Hofstede. (1994). Culture and Organization Software of Mind-Intercultural Coorporation and its Importance for Survival. London: Mc. Graw-Hill. Janseen, Onne. (2001). Fairness Perception as Moderator in The Curvilinear Relationship Between Job Demand, Job Performance, and Job Satisfaction. Academy of Management Journal, Vol. 44, No. 5, pp. 1039-1050. Kreitner Robert, dan Kinicki Angelo. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. 280 Larson. (1976). People in Organizations: an Introduction to Organizational Behavior. USA: Mc Braw Hit, Inc. Lawler, E. E., & Porter, L. W. (1967). Managerial Attitudes and Performance. Irwin: Homewood. Luthans, Fred. (2002). Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill International Editions. Mangkunegara, Anwar. (2005). Perilaku Dan Budaya Organisasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Milkovich, George T., and Boudrew, John W. (1991). Human Resource Management. Boston: Irwin Homewood. Neal, dan Griffin. (1999). Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga. Noe R. M., and R. W. Mondy. (1989). Human Resources Management. New Jersey: Prentice-Hall. Ostroff, Cheri. (1992). The Relationship Beetwen Satisfaction, Attitude, and Performance: an Organizational Level Analysis. Journal of Applied Psychology, Vol. 77, No. 6. Ouchi, W. G. (1981). Theory Z. New York: Addison-Wesley Parasuraman, Zeithamal dan Berry. (2001). Communication and Control Processes. Pascale, R., Athos A. (1981). The Art of Japanese Management. London: Penguin Books. Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE. Rivai Veithzal, dan Basri Ahmad Fawzi Mohd. (2004). Performance Appraisal: Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Robbins, P. Stephen. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks. Roberts, G. E And Reed, T. (1996). Performance Appraisal Participation, Goal Setting and Feedback. Review of Public Personel Administration. Schein, Edgar H. (1992). Organizational Culture and Leadership. California:, Jossey-Bass Inc. Publishers. 281 Soedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Sekaran, Umar. (2002). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Selye, H. (1956). Selye’s Guide to Stress Research. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Sharplin, A. (1995). Strategic Management. New York: Mc Graw-Hill. Sobirin, A. (1997). Organizational Culture: Konsep Kontraversi dan Manfaatnya Untuk Pengembangan Organisasi. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 1, No. 2. Wexley, dan Yukl. (1997). Organization Behaviour and Personal Psychology. Illionis: Homewood Richard Irwin. Wexley K. N., and G. P. Latham. (1981). Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Glenview, IL: Scott Foresman. Whitmore, John. (1997). Coaching Performance. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wilhelm, W. (1992). Changing Corporate Culture or Corporate Behavior? How To Change Your Company. Academy Of Management Excecutive. Yohanas, Oemar. (2005). Pengaruh Faktor-Faktor Budaya Organisasi dan Program Diklat Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Riau. Disertasi: Universitas Brawijaya. Zeithaml, V. A, Berry, L. L dan Parasuraman. (2001). The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal Of Marketing, Vol. 60, pp. 31-46. 282 LAMPIRAN .22 d1 .53 .53 d3 d2 .38 d4 .51 d5 1 1 1 1 1 X11 X12 X13 X14 X15 1.00 1.711.39 .00 .11 -.39 SK .99 1.93 .991.00 .02 e3 1 1 e4 1 .04 Y11 Y12 Y13 Y14 .28 .10 e2 1 1.321.75 P&P .03 -.14 .14 .46 -.36 .71 .53 e1 .05 .14 .16 1.00 1.00 1 Z1 KK .61 .01 -.48 1.00 Y21 1 e5 .09 Y22 1 e6.37 KIN .08 1 .45 .15 1 e7 1.00 Y23 -.54 .28 X21 X22 X23 X24 .00 1 .62 1 .97 1 .56 1 .96 d6 .17 -.14 d7 d8 d9 .51 .15 BO .50.96 .481.00 Z2 Goodnes of Fit Chi_Square=183.324 prop=.060 CMINDF=1.183 RMSEA=.031 GFI=.915 AGFI=.884 TLI=.832 X31 X32 X33 X34 1.72 1.67 1.40 1.50 d10 d11 d12 d13 Gambar 1. Hasil Evaluasi Model Struktural Tabel 1. Hasil Uji Indeks Kesesuaian Model Struktural Evaluasi Pertama Kriteria Chi-square (2) Probabilitas CMIN/DF GFI AGFI CFI TLI RMSEA Hasil 49.524 0.60 1.183 0.915 0.918 0.994 0.987 0.040 Nilai Kritis 52,192 0,05 2,00 0,90 0,90 0,95 0,95 0,08 Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Tabel 2. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja KK KK <-<-- P&P SK Lambda / Factor Loading 0.052 -0.124 KK <-- BO 0.105 SE C.R. P 0.127 0.161 2.236 -2.441 0.039 0.010 0.094 2.947 0.008 283 Tabel 3. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan KIN KIN <-<-- P&P SK Lambda / Factor Loading 0.105 - 0.167 KIN <-- BO 0.189 SE C.R. P 0.263 0.232 2.316 -2.328 0.019 0.019 0.252 2.020 0.048 Tabel 4. Uji t (CR) Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Karyawan, Stres Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan KIN <-- KK Lambda / Factor Loading SE C.R. P 0.007 0.048 0.146 0.880 284