PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA OLEH : Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i SURAT KETERANGAN.................................................................................................. ii DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii A. Masalah Gizi pada Remaja .................................................................................... 1 B. Pentingnya Gizi pada Remaja ................................................................................ 2 C. Gangguan Gizi pada Remaja .................................................................................. 3 D. Beberapa Masalah Gizi ........................................................................................... 6 E. . Gizi Seimbang Pada Remaja ................................................................................... 7 F. . Penelitian Tentang Gizi Seimbang pada Remaja .................................................... 10 G. Beberapa Kesimpulan Sementara .......................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA Masalah gizi pada remaja Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun. WHO mendefinisikan remaja sebagai suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai kematangan seksual.1 Pada masa ini individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Selain itu, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang penuh kepada orang tua menuju keadaan yang relatif lebih mandiri Pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikis yang sangat signifikant2. Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan badan yang pesat (growth spurt) dan matangnya organ reproduksi. 3,4 Laju pertumbuhan badan berbeda antara wanita dan pria. Wanita mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan pria. Karena tubuh wanita dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara pria baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan pertambahan pesat berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pada masa tersebut pertambahan BB wanita 16 gram dan pria 19 gram setiap harinya. Sedangkan pertambahan TB wanita dan pria masing-masing dapat mencapai 15 cm per tahun. Puncak pertambahan pesat TB terjadi di usia 11 tahun pada wanita dan usia 14 tahun pada pria5 Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar dari pada masa anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga. Khusus pada remaja putri, asupan nutrisi juga dibutuhkan untuk persiapan reproduksi. 5 Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman sebaya. Mereka sangat memperhatikan penampilan fisik untuk tampil menarik di depan teman-teman maupun lawan jenis mereka. Hal tersebut menyebabkan remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok sebayanya. 6 Masalah gizi dan kesehatan remaja boleh jadi berawal pada usia yang sangat dini. Gejala sisa infeksi dan mallnutrisi ketika kanak-kanak akan menjadi beban pada usia remaja. Mereka yang dapat selamat dari penyakit diare dan infeksi kronis saluran nafas terkait dengan mallnutrisi semasa bayi tidak akan mungkin tumbuh sempurna menjadi remaja yang normal5 Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap masalah gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi5 Pentingnya gizi pada remaja Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. 1 1. Energi Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi remaja adalah aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah. Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan untuk laki-laki antara 2400-2800 kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat yaitu: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni), umbi-umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula dan lain-lain. 7 2. Protein Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhannya yang sedang terjadi. Kecukupan protein bagi remaja adalah1,5-2,0 gr/kg BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki 7 3. Kalsium Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Pada masa pertumbuhan, apalagi pada masa growth spurt, Kalsium adalah zat gizi yang penting untuk diperhatikan. AKG kalsium untuk remaja dan dewasa muda adalah 600-700 mg per hari untuk perempuan dan 500-700 mg untuk laki-laki. Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya. Sumber kalsium lainnya ikan, kacangkacangan, sayuran hijau dan lain-lain.7 4. Besi Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau mereka dengan kehilangan besi yang meningkatkan, akan mengalami anemia gizi besi. Sebaliknya defisiensi besi mungkin merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan pada masa remaja, mengakibatkan tingginya kebutuhan mereka akan zat besi. 7 5. Seng (Zinc) Seng diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 15 mg per hari untuk remaja dan dewasa muda perempuan dan laki-laki.7 Gangguan Gizi pada Remaja Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi.8 Selain kekurangan energi dan protein anemia gizi dan defisiensi berbagai vitamin juga sering terjadi. Sebaliknya juga masalah gizi lebih (overnutrition) yang ditandai oleh tingginya jangka obesitas pada remaja terutama di kota-kota besar.9 Berbagai faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia remaja antara lain adalah: 1. Kebiasaan makan yang buruk Kebiasaan makan yang buruk yang berpangkal pada kebiasaan makan keluarga yang juga tidak baik sudah tertanam sejak kecil akan terus terjadi pada usia remaja. Mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak dipenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Jeong A. Kim di Korea (2001) menemukan bahwa pola makan pada remaja mempengaruhi status gizi mereka. Penelitian ini mengelompokkan remaja pada tiga pola makan. Pertama, yang disebut dengan pola makan tradisional Korea, merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi Kimchi dan nasi, ikan dan rumput laut. Kedua, yang disebut pola makan barat, merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi tepung dan roti, hamburger, pizza, makanan ringan dan sereal, gula dan makanan manis. Ketiga, yang disebut pola makan modifikasi, merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi mie, tetapi diselingi dengan kimchi dan nasi. Ditemukan kejadian obesitas sentral paling tinggi pada pola makan barat (16,8%) dari pada pola makan tradisional Korea (9,76%) dan pola makan modifikasi (9,75%)10 Lena Hamstrong menemukan bahwa di Eropa sekitar 34% remaja melewatkan sarapan di pagi hari. Dan kebiasaan sarapan pada remaja dipengaruhi oleh kebiasaan orang tua mereka. 11 Cara S. DeJong menemukan bahwa faktor lingkungan dan kebiasaan kognitif berhubungan dengan kebiasaan sarapan pada remaja. 12 Michael J menemukan bahwa remaja yang memiliki kebiasaan sarapan memiliki kecendrungan untuk tidak mengalami obesitas13 2. Pemahaman gizi yang keliru Tubuh yang langsing sering menjadi idaman bagi para remaja terutama wanita remaja. Hal itu sering menjadi penyebab masalah, karena untuk memelihara kelangsingan tubuh mereka menerapkan pengaturan pembatasan makanan secara keliru9 .Sehingga kebutuhan gizi mereka tak terpenuhi. Hanya makan sekali sehari atau makan makanan seadanya, tidak makan nasi merupakan penerapan prinsip pemeliharaan gizi yang keliru dan mendorong terjadinya gangguan gizi Penelitian yang dilakukan oleh Ruka Sakamaki, dkk (2004) menemukan bahwa pelajar wanita di China memiliki keinginan yang besar untuk menjadi langsing (62,0%) dibandingkan dengan pelajar lelaki (47,4%). Demikian pula dengan studi sebelumnya yang dilakukan di Jepang, perubahan gaya hidup telah menyebabkan sebagian besar pelajar wanita memiliki keinginan untuk menjadi langsing, meskipun jumlah responden yang mengalami obesitas sangat sedikit pada studi tersebut. Di tahun 2005, mereka menemukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki IMT normal, ternyata menginginkan ukuran tubuh dengan IMT yang tergolong kurus (BMI : 18,4+ 3,4)14 3. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu saja menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi. Keadaan seperti itu biasanya terkait dengan “mode” yang tengah marak dikalangan remaja. Ditahun 1960 an misalnya remaja-remaja di Amerika Serikat sangat menggandrungi makanan berupa hot dog dan minuman coca cola. Kebiasaan ini kemudian menjalar ke remaja-remaja diberbagai negara lain termasuk di Indonesia. 4. Promosi yang berlebihan melalui media massa Usia remaja merupakan usia dimana mereka sangat tertarik pada hal-hal baru. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha makanan untuk mempromosikan produk mereka dengan cara yang sangat mempengaruhi remaja. Padahal, produk makanan tersebut bukanlah makanan yang sehat bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan 5. Masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain secara bebas mempengaruhi kebiasaan makan para remaja. Jenis-jenis makanan siap santap (fast food) yang berasal dari negara barat seperti hot dog, pizza, hamburger, fried chicken dan french fries, berbagai jenis makanan berupa kripik (junk food) sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal berbagai jenis fast food itu mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi disamping kadar garam. Zat-zat gizi itu memicu terjadinya berbagai penyakit kardiovaskuler pada usia muda. Penelitian yang dilakukan oleh Kerry N. Boutelle, dkk (2005) menemukan bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan berat badan orang dewasa namun tidak pada remaja. Hal tersebut disebabkan karena remaja membutuhkan banyak kalori untuk aktivitasnya, sehingga fast food tidak mempengaruhi status gizi mereka untuk menjadi obesitas. Namun, konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para remaja untuk menjadi obes pada saat dewasa kelak15 Beberapa Masalah gizi yang biasa dijumpai pada remaja 1. Obesitas Obesitas adalah kegemukan atau kelebihan berat badan. Di kalangan remaja, obesitas merupakan permasalahan yang merisaukan, karena dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius. Belum lagi kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Dapat di bayangkan jika obesitas terjadi pada remaja, maka remaja tersebut akan tumbuh menjadi remaja yang kurang percaya diri. Berdasarkan data dari Riskesdas 2007, prevalensi obesitas sentral pada usia 15-24 tahun adalah 8,09%16 Penelitian yang dilakukan oleh Rollan Cahcera (2000) terhadap remaja pada beberapa wilayah di Eropa Barat menemukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Rata-rata asupan energi para remaja tersebut terlihat adekuat, namun konsumsi lemak jenuh menunjukkan peningkatan dan konsumsi serat justru menurun. Rata-rata asupan mikronutrient menunjukkan angka yang sesuai dengan standar. Namun pada remaja putri asupan zat besi dan kalsium masih rendah. Selain itu, ditemukan juga masalah-masalah seperti merokok, mengkonsumsi makanan dengan kualitas gizi yang rendah dan diet yang salah17. Al sendi juga menemukan hal serupa di Bahrain. Terlihat terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. 18 Lazeery di Italia justru menemukan trend yang berbeda. Dimana dari tahun ke tahun, prevalensi obesitas pada remaja di Tuscany Italia justru mengalami penurunan. Dan penurunan tersebut berbanding lurus dengan peningkatan kelompok umur pada remaja19. 2. Kurang Energi Kronis (KEK) Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis (KEK) pada umumnya disebabkan karena makan terlalu sedikit. Penurunan berat badan secara drastis pada remaja perempuan memiliki hubungan erat dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang kurang seksi oleh lawan jenis 1. Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu perlu dikonsumsi oleh para remaja tersebut sekurang-kurangnya sehari sekali. 3. Anemia Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia9. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal. Pada laki-laki hemoglobin normal adalah 14 – 18 gr % dan eritrosit 4,5 5,5 jt/mm3. Sedangkan pada perempuan hemoglobin normal adalah 12 – 16 gr % dengan eritrosit 3,5 – 4,5 jt/mm3.Remaja putri lebih mudah terserang anemia karena : a. Pada umumnya lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi. b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan. c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya melalui feses. d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi ± 1,3 mg perhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria. Gizi Seimbang Pada Remaja Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka remaja sangat membutuhkan panduan gizi. Dalam hal ini, di Indonesia dikenal dengan istilah gizi seimbang. Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas maupun kuantitas.20 Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya. Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai: (1) sumber energi/tenaga (2) sumber zat pembangun dan (3) sumber zat pengatur. Sumber energi diperlukan tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan kebutuhan zat pembangun dan zat pengatur, sedang kebutuhan zat pengatur diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan zat pembangun 18 Sumber karbohidrat diperoleh dari beras, jagung, sereal/gandum, ubi kayu, kentang dan sebagainya. Zat pengatur diperoleh dari sayur dan buah-buahan, sedang zat pembangun diperoleh dari ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang-kacangan dan sebagainya. Ketiga golongan bahan makanan dalam konsep dasar gizi seimbang tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut dengan urutan-urutan menurut banyaknya bahan makanan tersebut yang dibutuhkan oleh tubuh. Dasar kerucut menggambarkan sumber energi/tenaga, yaitu golongan bahan pangan yang paling banyak dimakan, bagian tengah menggambarkan sumber zat pengatur, sedangkan bagian atas menggambarkan sumber zat pembangun yang secara relatif paling sedikit dimakan tiap harinya. 19 Secara umum, gizi seimbang dijabarkan ke dalam 4 pilar yaitu15, 1. Makan makanan yang bervariasi Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanan, kualitas makanan menunjukkan masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Pada susunan makanan mempengaruhi kebutuhan tubuh baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kesehatan gizi yang sebaikbaiknya . Agar dalam komsumsi makanan sehari-hari mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik, maka dalam memilih dan mengkomsumsi makanan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut a) Adekuat, artinya makanan tersebut memberi zat gizi, fiber, dan energi dalam jumlah yang cukup. b) Seimbang, artinya keseimbangan dalam zat gizi lainnya. c) Kontrol kalori, artinya makanan tersebut tidak memberikan kalori yang berlebihan. d) Moderat (tidak berlebihan), artinya makanan tidak berlebihan dalam hal lemak, garam, gula dan zat lainnya. e) Bervariasi, artinya makanan yang dikomsumsi berbeda dari hari ke hari 2. Aktifitas fisik Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental dan kualitas hidup sehat 21. Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Dalam kehidupan yang semakin moderen ini dengan kemajuan teknologi yang mutakhir, hidup jadi serba mudah bila kalori yang masuk berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang akan memudahkan orang mengalami kegemukan. Meningkatnya kesibukan menyebabkan seseorang tidak lagi mempunyai waktu yang cukup untuk berolah raga secara teratur 3. Pemantauan berat badan Pemantauan berat badan penting untuk dilakukan secara berkala. Karena berat badan merupakan indikator yang mudah dalam menetukan status gizi seseorang. Perubahan berat badan akan mengindikasikan status kesehatan. Sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat badan ideal. Karena dengan berat badan yang ideal, maka status kesehatan yang optimal dapat diraih. Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap obesitas maupun KEK 4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Kebiasaan hidup bersih pada remaja harus ditanamkan sejak kecil, terutama mengenai cuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan mulut dan gigi, menutup makan dengan tudung saji, memilih jajanan makanan minuman yang aman, tidak banyak lemak serta tidak terlalu manis dan terlalu asin . Selain pola hidup bersih khusus untuk remaja, juga perlu diperhatikan pola hidup sehat, seperti tidak tidak merokok, tidak menggunakan narkoba dan tidak mengkomsumsi minuman beralkohol. Remaja harus selalu diingatkan akan bahaya rokok, narkoba dan minuman beralkohol. Semua itu akan berpengaruh pada pola makan yang tidak berGizi Seimbang dan merugikan kesehatan Konferensi Gizi Internasional yang dilakukan di Roma pada tahun 1992 merekomendasikan agar setiap negara menyusun Pedoman Gizi Seimbang (PGS) untuk mencapai dan memeliharan kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional wellbeing)19. Indonesia saat itu menghadiri dan menandatangani rekomendasi tersebut. Jadilah Indonesia menyusun PGS tersebut dan menjabarkannya sebagai 13 pesan dasar yang disebut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Kemudian PUGS ini dikeluarkan oleh Direktorat Gizi, Depkes pada tahun 1995. Ketiga belas pesan dasar gizi seimbang tersebut adalah: a. Makan makanan yang beraneka ragam b. Makan makanan sesuai dengan kebutuhan energi c. Makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi d. Makan makanan sumber lemak seperempat dari kebutuhan energi e. Konsumsi garam beryodium f. Konsumsi makanan sumber zat besi g. Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan h. Sarapan pagi i. Konsumsi air bersih, aman dan cukup jumlahnya j. Menghindari minuman beralkohol k. Makan makanan yang aman bagi kesehatan l. Membaca label pada makanan berkemasan m. Aktivitas dan olahraga teratur Penelitian tentang gizi seimbang pada remaja Penelitian yang dilakukan oleh Mehmet Akman, pada remaja di Turki menemukan bahwa hanya 1,9% remaja yang memiliki pola konsumsi sesuai dengan Panduan Piramida Makanan (Food Guide Pyramid), 31% memiliki kebiasaan mengkonsumsi fast food paling sedikit satu kali sehari dan 60,8% suka melewatkan waktu makan.23 Demikian pula yang diperoleh Faruk Ahmad, dkk di Bangladesh24 Nadia Gharib yang melakukan penelitian pada remaja di Bahrain, Saudi arabia, menemukan bahwa meskipun rata-rata asupan energi siswa mendekati angka kecukupan gizi yang dianjurkan, namun sekitar 36-50% siswa mengalami kelebihan energi yang berasal dari lemak total, lemak jenuh dan kolesterol. Para siwa juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, snack dan minuman bersoda. Sedangkan susu, sayuran dan buah justru jarang dikonsumsi25 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diane di Minneapolis, menunjukkan bahwa kebiasaan makan keluarga sangat mempengaruhi kebiasaan makan remaja. Asupan makanan yang biasa dihidangkan di rumah membentuk kesukaan remaja terhadap makanan sehat ataupun tidak sehat. Keluarga yang sering menyajikan fast food untuk anak remaja mereka, cenderung memiliki anak-anak remaja yang memiliki pola makan yang buruk. Dibandingkan dengan keluarga yang jarang atau tidak menyajikan fast food untuk anak remaja mereka26. Hasil yang sama diperoleh juga pada penelitian Kerry dkk, di tempat yang sama. Ketersediaan fast food di rumah berhubungan dengan peningkatan konsumsi makanan asin dan fast food pada remaja. Sebaliknya, hal tersebut berhubungan negatif dengan konsumsi sayuran pada pangan remaja.27 Chrissa Arcan menemukan bahwa konsumsi sayur pada remaja berhubungan dengan sayur yang disajikan pada makan malam. Demikian juga, konsumsi susu pada makan malam menjadi prediktor kuat terhadap asupan produk susu pada remaja28 Hajer Aonullah yang melakukan penelitian terhadap pola makan remaja Tunisia menemukan bahwa tingkat asupan energi sangat tinggi, terutama pada remaja putri. Struktur konsumsi makro nutrien mendekati angka kecukupan yang dinjurkan namun hanya 38% memiliki kualitas diet yang memuaskan29. Yahia N, menemukan bahwa pada mahasiswa di Libanon, bahwa 61,4% memiliki kebiasaan makan secara teratur. Mahasiswi memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat dibandingkan dengan dengan mahasiswa, terkait dengan waktu makan dan kebiasaan sarapan30 Inger M Oellingrath yang melakukan penelitian di Norwegia, menemukan bahwa kebiasaan makan remaja di tempat tersebut cukup baik, karena mendekati panduan gizi (dietary guideline), termasuk konsumsi sayur, buah dan sereal31. Rhonda M sabastian, menemukan bahwa pada remaja di Amerika, konsumsi fast food berhubungan negatif dengan asupan buah dan sayur berdasarkan panduan MyPyramid. 32 Pada penelitian Sunarti Syam (2011), penilaian praktik tentang gizi seimbang berdasarkan pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang memuat 13 pesan dasar gizi seimbang dan menurut prinsip gizi seimbang pada remaja Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar responden (91,9%) telah melakukan praktik gizi seimbang33. Aminudin, dkk (2011) yang melakukan penelitian tentang gizi seimbang mada mahasiswa baru FKM Unhas, menemukan bahwa hanya 56,6% mahasiswa yang melakukan praktik gizi seimbang. Sedangkan 43,4% sisanya, belum menerapkan gizi seimbang dalam keseharian mereka. Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan praktik gizi seimbang34 Beberapa kesimpulan sementara Remaja memiliki berbagai masalah gizi. Masalah tersebut terkait dengan perubahan fisik dan psikis yang dialami oleh remaja. Faktor keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi kebiasaan makan pada remaja. Beberapa masalah yang dialami oleh remaja seperti obesitas, anemia dan KEK dapat diatasi dengan membentuk kebiasaan makan yang sehat sejak dini. Perilaku gizi seimbang perlu dikembangkan pada remaja. Untuk membentuk kebiasaan hidup sehat sejak awal. Apalagi sampai saat ini perilaku tersebut masih rendah pada remaja DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes, Poltekes. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta : PT Salemba Medik. 2010 2. Mc. Williams, Margareth. Nutrition For The Growing Years, 4th Edition. 1986. 3. Rody Rolfes, Sharon, et all. Life Span Nutrition. 1990 4. I. Ricket, Voughn. Adolescent Nutrition. 1996 5. MB, Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. 2003 6. Sulaeman, Dadang. Psikologi Remaja. Bandung : Rosdakarya. 1995 7. Proverawati, A. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan. Yogyakarta: PT Muha Medika. 2010 8. Koko. Masalah Gizi pada Remaja. Blog Himpunan Mahasiswa Bontang. http//www.hmb.blogspot. com. Diakses tanggal 14 Desember 2011 9. Sayogo, Savitri. Gizi Remaja Putri. Jakarta : Universitas Indonesia. 2004 10. Jeong A. Kim, et all. Dietary Pattern And Metabolic Syndrome In Korean Adolescent. Korean National Health And Nutritional Survey. Diabetes Care. Volume 30. Number 7, July 2007. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 11. Lena Hallstrom, et all. Breakfast Habits and Factors Influencing Food Choices at Breakfast in Relation to Socio-demographic and Family Factors Among European Adolescents. The HELENA Study. Appetite Volume 56, Issue 3, June 2011, Pages 649-657. At http//www.j.appet.com. Diakses tanggal 17 November 2011 12. Cara S. DeJong, Frank J. van Lenthe, Klazine van der Horst, Anke Oenema. Environmental and Cognitive Correlates of Adolescent Breakfast Consumption. Preventive Medicine: Volume 48, Issue 4, April 2009,Pages 372-377. At http//www.preventivemedicine.com. Diakses pada tanggal 15 November 2011 13. Michael J. Merten PhD, Amanda L. Williams, Lenka H. Shriver. Breakfast Consumption in Adolescence and Young Adulthood: Parental Presence, Community Context, and Obesity. Journal of the American Dietetic Association Volume 109, Issue 8, August 2009, Pages 1384-1391. At http//www.jada.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 14. Ruka Sakamaki, Rie Amamoto,Yoshie Mochida, Naotaka Shinfuku and Kenji Toyama. A comparative Study of Food Habits and Body Shape Perception of University Students in Japan and Korea. Nutrition Journal. 2004. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 15. Kerri N Boutelle, Jayne A Fulkerson, Dianne Neumark-Sztainer, Mary Story and Simone A French. Fast food for Family Meals: Relationships With Parent and Adolescent Food Intake, Home Food Availability and Weight Status. Cambridge Journal online at http//cambridgejournal.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 16. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI.2008 17. Rolland-Cachera MF, Bellisle F, Deheeger M. Nutritional Status and Food Intake in Adolescents Living in Western Europe. European Journal of Clinical Nutrition 2000 Mar;54. At http.www.ejcn.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 18. A M Al-Sendi, P Shetty and A O Musaiger. Prevalence of Overweight and Obesity Among Bahraini Adolescents: a Comparison Between Three Different Sets of Criteria. European Journal of Clinical Nutrition (2003) 57, 471–474. At http.www.ejcn.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 19. Lazzeri G, Rossi S, Pammolli A, Pilato V, Pozzi T, Giacchi MV. Underweight and Overweight Among Children and Adolescents in Tuscany (Italy). Prevalence and Short-Term Trends. J Prev Med Hyg. 2008 Mar;49(1):13-21. At http//www.preventivemedicine.com. Diakses pada tanggal 15 November 2011 20. Soekirman. Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2010 21. Almatsier, Sunita. Pinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama .2009 22. Dirjen Bina Kesehatan. Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta. 2002 23. Mehmet Akman, et all. Eating Patterns of Turkish Adolescents: a Cross-Sectional Survey. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 24. Faruk Ahmed, Momtaz Zareen, Moududur Rahman Khan, Cadi Pervin Banu, Mohammed Nazmul Haq and Alan A Jackson. Dietary Pattern, Nutrient Intake and Growth of Adolescent School Girls in Urban Bangladesh. Public Health Nutrition (1998), 1: 83-92. At http//cambridgejournal.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 25. Nadia Gharib, Parveen Rasheed. Energy and Macronutrient Intake and Dietary Pattern Among School Children in Bahrain: a Cross-Sectional Study. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 26. Dianne Neumark-Sztainer, Peter J Hannan, Mary Story, Jillian Croll, Cheryl Perry. Family Meal Patterns: Associations with Sociodemographic Characteristics and Improved Dietary Intake Among Adolescent. Journal of the American Dietetic Association. Volume 103, Issue 3 , Pages 317-322, March 2003. At http//www.jada.com. Diakses tanggal 17 November 2011 27. Kerri N Boutelle, Jayne A Fulkerson, Dianne Neumark-Sztainer, Mary Story and Simone A French. Fast food for Family Meals: Relationships With Parent and Adolescent Food Intake, Home Food Availability and Weight Status. Cambridge Journal online at http//cambridgejournal.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 28. Chrisa Arcan, Dianne Neumark-Sztainer, Peter Hannan, Patricia van den Berg, Mary Story and Nicole Larson. Parental Eating Behaviours, Home Food Environment and Adolescent Intakes of Fruits, Vegetables and Dairy Foods: Longitudinal Findings from Project EAT. Public Health Nutrition: 10(11), 1257– 1265. 2006. At http//www.phnutrition.com diakses pada tanggal 17 November 2011 29. South-Mediterranean Country: Dietary Patterns, Association With Socio-economic Factors, Overweight and Blood Pressure. A Cross-Sectional Study in Tunisia. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 30. Yahia N, Achkar A, Abdallah A, Rizk S. Eating Habits and Obesity Among Lebanese University Students. Natural Science Division. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 31. Inger M Oellingrath, Martin V Svendsen and Anne Lise Brantsaeter. Tracking of Eating Patterns and Overweight - a Follow-up Study of Norwegian School Children from Middle Childhood to Early Adolescence. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011 32. Rhonda S. Sebastian, Cecilia Wilkinson Enns, Joseph D. Goldman. US Adolescents and MyPyramid: Associations between Fast-Food Consumption and Lower Likelihood of Meeting Recommendations. Journal of the American Dietetic Association Volume 109, Issue 2, Pages 226-235, February 2009. At http//www.jada.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011 33. Syam, Sunarti. Perilaku Gizi Seimbang Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIK Makassar. Skripsi Tidak diterbitkan. Makassar : STIKMA. 2011 34. Syam, Aminuddin, dkk. Asosiasi Body Image, Perilaku Gizi Seimbang dengan Status Gizi Mahasiswa Baru FKM Unhas. Laporan penelitian. Makassar : FKM Unhas. 2011