BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan konsumsi energi terus meningkat, terutama untuk bidang transportasi dan industri. Apabila kebutuhan tersebut tidak disertai dengan peningkatan produksi bahan bakar, hal ini akan berimbas pada ketahanan energi dalam negeri. Sebagai negara berkembang, pemakaian energi di Indonesia saat ini lebih dari 90% menggunakan energi yang berbasis fosil, dengan persentase minyak bumi 54,4%, gas bumi 26,5% dan batubara 14,1% (Rosen, 2007). Hal ini terjadi karena kurangya perhatian pemerintah akan energi terbarukan yang dapat menggantikan penggunaan energi berbasis fosil. Pada saat ini cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan hanya tinggal 9,1 milyar barrel, dengan tingkat produksi 387 juta barrel per tahun. Apabila tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan tersebut akan habis dalam 23 tahun kedepan. Cadangan gas diperkirakan sebesar 170 TSCF (trillion standard cubic feet), dengan tingkat produksi 2,97 TSCF per tahun. Jika tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan ini akan habis dalam 62 tahun, sedangkan cadangan batubara diperkirakan sebesar 78 miliar ton, dengan tingkat produksi 132 juta ton per tahun, dan jika tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan tersebut akan habis dalam 59 tahun. Indonesia memang masih memiliki cadangan energi fosil cukup besar, namun dengan kapasitas produksi dan eksplorasi per tahun yang terus meningkat, maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraan semula (Anonim, 2007). Dengan persoalan tersebut diharapkan ada sumber energi alternatif yang bersifat terbarukan serta tidak menimbulkan emisi yang berbahaya bagi kehidupan. Contoh energi alternatif yang dapat dikembangkan antara lain energi matahari, angin, nuklir, biomasa, biogas, biofuel dan biodisel hasil perengkahan minyak nabati. Biofuel adalah salah satu alternatif bahan baku energi terbarukan, dimana senyawa ini dapat diubah menjadi bensin atau solar melalui 3 tahap, yaitu 1 2 (1) mengubah senyawa alkohol menjadi senyawa alkena, (2) mengubah alkena dengan C5-C18 (untuk menghasilkan bensin atau solar), dan (3) mengubah alkohol menjadi eter agar angka oktannya tinggi (Seddon, 2000). Sebagai negara agraris yang memiliki wilayah yang sangat luas untuk perkebunan tebu (PTPN), Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi alkohol sebagai sumber bahan baku pembuatan energi alternatif. Pabrik tebu tersebut (PTPN) disamping menghasilkan gula sebagai produk utama juga menghasilkan produk samping alkohol yang potensial digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Produk samping dari proses pembuatan gula antara lain metanol, etanol dan sedikit isopropanol. Maghza (2007) komponen pembuatan Isopropanol yang paling banyak ialah terbuat dalam bentuk propana, yang merupakan salah satu hasil samping dari kilang gas dan minyak bumi. Jumlah produksi propana pada kilang PT. Badak adalah sebesar 125.000 m3 /hari atau sekitar 1.250 ton/hari, yang berpotensi sebagai energi alternatif setelah diubah menjadi senyawa alkana melalui sintesis katalitik. Menurut Alico (1982) biofuel diharapkan menjadi pengganti dari bahan bakar fosil yang semakin kedapan semakin berkurang, dan dampaknya sudah terasa sampai saat ini. Reaksi sintesis katalitik telah banyak dilakukan dalam memproduksi biofuel (berbahan dasar alkohol) dari beberapa bahan mentah. Konversi produk alkohol menjadi produk eter yang memiliki nilai guna lebih tinggi, umumnya menggunakan proses sintesis katalitik. Contoh penggunaan katalis sebagai media konversi produk alkohol menjadi produk eter antara lain menggunakan katalis zeolit, silikat, alumina, MCM. Namun demikian banyak dijumpai masalah pada proses deaktivasinya yang dapat mencemari lingkungan. Falah dan Triono (2010) mengatakan bahwa penggunaan katalis logam yang diembankan dalam karbon aktif dapat menjadi solusi dalam hal deaktivasi katalis logamnya, karena karbon aktif bersifat inert, sehingga dengan dibakar atau kalsinasi katalis logam yang teremban dalam karbon aktif yang terdeaktivaasi dapat terurai dengan mudah. Keuntungan dari penggunaan katalis logam-karbon aktif adalah tahan asam dan basa, tahan temperatur dan tekanan tinggi, bersifat inert, memiliki luas permukaan yang besar, mudah didaur ulang (recovery) (Mochida dkk., 2006). Proses daur 3 ulang katalis dilakukan dengan cara dibakar agar logam berbahaya atau beracun yang terembankan dapat diperoleh kembali sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Sehingga proses konversi produk alkohol menjadi produk eter dapat dilakukan melalui proses sintesis katalitik menggunakan katalis logam-karbon aktif. Bahan baku yang dapat dibuat menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan ataupun binatang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu-bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi, dan lain-lain. Bila bahan-bahan tersebut dibandingkan, tempurung kelapa merupakan bahan terbaik yang dapat dibuat menjadi karbon aktif karena karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa memiliki mikropori yang banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang tinggi dan reaktivitas yang tinggi (Subadra dkk., 2005). I.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pencucian larutan aseton, NH4Cl, dan HCl terhadap karbon aktif dalam mengurangi logam pengotor, menentukan nilai keasaman karbon aktif serta pembuatan katalis Cu/karbon aktif untuk dehidrasi isopropanol menjadi senyawa eter yang merupakan senyawa penting sebagai booster bahan bakar, dan uji aktivitas katalis untuk dehidrasi katalitik alkohol dengan variasi jumlah katalis dan temperatur. I.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain mensintesis senyawa asetal berangka oktan tinggi dari isopropanol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin, sehingga hasil penelitian ini akan menjadi salah satu alternatif untuk membuat bahan bakar terbarukan maupun sebagai bahan peningkat angka oktan bahan terbarukan yang akan sangat bermanfaat di masa yang akan datang. Sintesis ini menggunakan reagen tunggal dengan katalis Cu/Karbon aktif (Cu/AC), yang belum pernah dilakukan sebelumnya. 4 Bahan bakar dengan bahan baku alkohol juga sangat baik dipandang dari segi lingkungan karena dapat meningkatkan nilai oktan bahan bakar sehingga dapat menyempurnakan proses pembakaran pada kendaraan yang lebih sempurna sehingga akan mengurangi emisi gas karbon monoksida (CO), tidak menghasilkan SOx dan NOx, dan tidak mengandung senyawa aromatis yang sekarang dihindari karena mencemari lingkungan.