1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampirsama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan/atau penggunaan obat jangka panjang (Depkes, 2006b). Hipertensi telah membunuh 9,4 juta jiwa warga dunia setiap tahunnya. WHO memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi (WHO, 2010).Sebanyak 10 propinsi di Indonesia mempunyai prevalensi di atas prevalensi nasional termasuk Jawa Tengah. Prevalensi hipertensi tertinggi di 10 kabupaten/kota di Indonesia adalah Kepulauan Natuna (53,3%) sedangkan yang terendah ditempati Papua Barat dengan prevalensi 6,8% (Depkes, 2008). Pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh obat yang digunakan tidak efektif, alergi dengan obat yang diberikan, obat kontraindikasi, resisten dengan obat yang digunakan dan penderita menerima kombinasi produk obat yang tidak perlu atau polifarmasi (Depkes, 2006b). Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang rasional sehingga mendapatkan keberhasilan dalam pengobatan dan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Masalah penggunaan obat yang tidak rasional masih cukup menonjol di beberapa pusat pelayanan kesehatan. Di samping berakibat pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. 1 2 Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih luas dan mutu pelayanan pengobatan secara umum (Depkes, 2006a). Sehingga dengan adanya evaluasi pemilihan obat tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga kesehatan dalam pemberian obat kepada pasien. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi penggunaan obat meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis. Menurut hasil survey oleh Setiawardani (2007) pada pasien hipertensi geriatri di RSUP Dr. Sardjito periode Januari – Desember 2006 menunjukkan penggunaan obat antihipertensi paling banyak adalah ACEI dengan persentase ketepatan tepat pasien 91,84%, tepat obat 84,09%, tepat dosis 89,77% dan tepat indikasi 94,32%. Menurut hasil penelitian Rakhim (2011) penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi dengan komplikasi di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2009 menunjukkan persentase tepat indikasi 100%, tepat obat 81,82%, tepat dosis 84,85% dan tepat pasien 100% dengan penggunaan obat antihipertensi paling banyak adalah furosemid sebanyak 65,66%. Jumlah penderita hipertensi rawat inap di RSUD Sukoharjo terdapat 723 pasien dalam tahun 2013, angka tersebut terbesar ketiga setelah demam tifoid sebanyak 940 pasien rawat inap dan gastrointeritis akut sebanyak 845 pasien. Rasionalitas pengobatan dapat dilihat dari banyaknya obat yang digunakan setiap pasien.Rata-rata obat untuk hipertensi yang diresepkan di RSUD Sukoharjo adalah 2-3 jenis obat, sehingga perlu dilakukan mengenai penelitian tersebut.Dari hasil data pasien tersebut, diharapkan dapat memberi gambaran mengenai ketepatan penggunaan obat antihipertensi pada penyakit hipertensi pasien rawat inap berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: bagaimana penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo tahun 2013meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis? 3 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Mengevaluasi penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo tahun 2013meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis. D. Tinjauan Pustaka 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis dengan tekanan darah meningkat di atas tekanan darah yang disepakati normal (Kabo, 2011).Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari.Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissectingaortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan(Depkes, 2006b). b. Penyebab Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Depkes, 2006b). c. Klasifikasi Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua 4 atau lebih kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanandarah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat. Tabel 1.Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7. Klasifikasi tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2 Tek darah sistolik, mm Hg <120 120-139 140-159 ≥ 160 Dan Atau Atau Atau Tek darah diastolic, mm Hg <80 80-89 90-99 ≥ 100 (Depkes, 2006b) d. Diagnosis Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya (Depkes, 2006b). e. Terapi Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah: Menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Tujuan utama terapi hipertensi adalah mengurangi resiko. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII. 1) Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg 2) Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg 3) Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg (Depkes, 2006b) 1) Terapi nonfarmakologi Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk, 5 mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril (Depkes, 2006b). 2) Terapi Farmakologi Pilihan pertama terapi obat Tanpa indikasi komplikasi Indikasi komplikasi Hipertensi Stage 1 (SBP 140–159 or DBP 90–99 mm Hg) Hipertensi Stage 2 (SBP >160 or DBP >100 mm Hg) Tiazid tipe diuretic ; ACE I, ARB, CCB atau kombinasi (A-2) Kombinasi 2 obat atau lebih biasanya menggunakan tiazid - tipe diuretic dengan ACE I, ARB atau CCB. (A-2) Gambar 1.Algoritma Tatalaksana Terapi Hypertension (Kelly dan Sorkness, 2008 ) Ada 9 kelas obat antihipertensi yaitu Diuretik, Beta Blocker, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), Alfa-1 Bloker, Agonis Sentral Alfa-2, Antagonis Adrenergik Perifer dan Calsium Channel Bloker (CCB) dianggap sebagai obat antihipertensi utama (Tabel 1). Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi. (Depkes, 2006b) f. Golongan obat hipertensi Obat-obat hipertensi dapat dibagi menjadi 9, yaitu antara lain. 1) Diuretik Mekanisme kerja: menghambat absorbsi garam dan air sehingga volume darah dapat menurun akibatnya tekanan darah ikut turun. Diuretik ini dibagi menjadi 3, yaitu: 6 a) Golongan thiazid yang bekerja pada tubulus distal dengan kerja meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl-. Contoh: HCT dan indapamid b) Golongan diuretik kuat yang bekerja di Ansa Henle bagian assendens dengan kerja menghambat kotranspor Na+, K+, Cl-, dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Contoh: furosemid, torasemid, asam etakrinat dan bumetamid. c) Golongan diuretik hemat kalium, contohnya: triamteren, amilorid, dan spironolakton. Tabel 2. Pilihan Jenis Obat Antihipertensi berdasarkan Ada Tidaknya Penyakit Komorbid Indikasi Komplikasi Gagal Jantung Infark Miokard Resiko penyakit koroner DM CKD Stroke Diuretik 9 9 9 9 Obat yang direkomendasikan Beta Bloker ACEI ARB CCB 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 AldoANT 9 9 (Tedjasukmana, 2012). 2) Alfa blockers Mekanisme kerja: memblok reseptor alfa adrenergik yang ada pada otot polos pembuluh. Dibedakan menjadi a) Alfa blockers nonselektif, contoh : fentolamin b) Alfa 1 blockers selektif, contoh: prazosin, terazosin, doksazosin. 3) Beta blockers Mekanisme kerja: menempati reseptor beta adrenergik. Blokade reseptor ini menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan noradrenalin. Contoh: atenolol, metoprolol, labetolol, betaxolol, bisoprolol. 4) Agonis alfa 2 Mekanisme kerja: menstimulasi reseptor alfa 2 yang berdaya vasodilatasi. Contoh: klonidin 5) Calsium Channel Bloker (CCB) Mekanisme kerja: menghambat pemasukan ion Ca ke dalam sel sehingga penyaluran impuls dan kontraksi dinding pembuluh. Contoh: nifedipin, nikardipin, verapamil. 6) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) Mekanisme kerja: mencegah pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang berdaya vasokonstriksi kuat. Selain itu menghambat pembentukan 7 aldosteron yang bersifat retensi garam dan air. Contoh: kaptopril, lisinopril, benazepril. 7) Angiotensin Reseptor Bloker (ARB) Mekanisme: menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensinaldosteron. ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah. 8) Antagonis Adrenergik Perifer Mekanisme kerja: Antiadrenergik sentral mencegah aliran keluar simpatis (adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Antiadrenergik perifer mencegah pelepasan norepinefrin dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung). 9) Vasodilator Mekanisme kerja: berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap pembuluh darah sehingga tekanan darah turun. Contoh: hidralazin dan monoksidil. (Depkes, 2006b) Tabel 3.Obat-obat Antihipertensi yang Utama (Depkes, 2006b) Kelas Diuretik Penahan Kalium Nama obat Tiazid Klortalidon Hidroklorotiazid Indapamide Metolazone Dosis lazim (mg/hari) 6.25-25 12.5-50 1.25-2.5 2,5-5 Freq. Pemberian 1 1 1 1 Keterangan Loop Bumetanide Furosemide Torsemide 0.5-4 20-80 5 2 2 1 Dosis lebih tinggi mungkin diperlukan untuk pasien dengan GFR sangat rendah atau gagal Jantung Amilorid Amilorid/HCT 5-10 5-10/50-100 1 atau 2 1 Triamteren Triamteren/HCT 50-100 37.5-75/ 25-50 1 atau 2 1 Obat-obat ini diberikan pada pasien yang mengalami hipokalemia akibat diuretik; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr<30 ml/min); dapat meyebabkan hiperkalemia, terutama kombinasi dengan ACEI, ARB, atau supplemen kalium. Sebagai antihipertensi gol.tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali pada pasien dengan GFR rendah (± ClCr<30 ml/min); hiroklorotiazid (HCT) dan klortalidon lebih disukai, klortalidon hampir 2 kali lebih kuat dibanding HCT. 8 Lanjutan (Tabel 3) Kelas Nama obat Dosis lazim (mg/hari) 50-100 25-50 25-50/25-50 Freq. Keterangan Pemberian 1 atau 2 Obat-obat ini biasanya 1 atau 2 dipakai untuk pasien-pasien 1 yang mengalami diureticinduced hipokalemia; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min); dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama kombi nasi dengan ACEI, ARB, atau suplemen kalium) Antagonis Aldosteron Eplerenone Spironolakton Spironolakton/HCT ACE inhibitor Benazepril Captopril Enalapril Fosinopril Lisinoril Moexipril Perindopril Quinapril Ramipril Trandolapril 10-40 12.5-150 5-40 10-40 10-40 7.5-30 4-16 10-80 2.5-10 1-4 1 atau 2 2 atau 3 1 atau 2 1 1 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2 1 Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis,jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien dengan sejarah angioedema. Angiotensin Reseptor Blocker Kandesartan Eprosartan Irbesartan Losartan Olmesartan Telmisartan Valsartan 8-32 600-800 150-300 50-100 20-40 20-80 80-320 1 atau 2 1 atau 2 1 1 atau 2 1 1 1 Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ACEI; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis, tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI, jangan digunakan pada perempuan hamil. Kardio selektif Atenolol Betaxolol Bisoprolol Metoprolol 25-100 5-20 2.5-10 50-200 1 1 1 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkanrebound hypertension; dosis rendah s/dsedang menghambat reseptor β1, pada dosis tinggimenstimulasi reseptor β2;dapat menyebabkan eksaserbasi asma bila selektifitas hilang; keuntungan tambahan pada pasien dengan atrial tachyarrythmia atau preoperatif hipertensi. Nonsele ktif Nadolol Propranolol Propranolol LA Timolol 40-120 160-480 80-320 10-40 1 2 1 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension, menghambat reseptor β1 dan β2 pada semua dosis; dapat memperparah asma,ada keuntungan tambahan pada pasien dengan essensial tremor, migraine, tirotoksikosis. Acebutolol Carteolol Pentobutolol Pindolol 200-800 2.5-10 10-40 10-60 2 1 1 2 Kontraindikasi pada pasien pasca infark miokard, efek samping dan efek metabolic lebih sedikit, tetapi tidak kardioprotektif seperti penyekat beta yang lain Beta blocker Aktivitas simpatomi metik intrinsik 9 Lanjutan (Tabel 3) Kelas Nama obat Dosis lazim (mg/hari) Freq. Pemberian 12.5-50 200-800 2 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; penambahan penyekat α meng akibatkan hipotensi ortostatik. Dihidropi Amlodipin ridin Felodipin Isradipin Isradipin SR Nicardipin SR Nifedipin LA Nisoldipin 2.5-10 5-20 5-10 5-20 60-120 30-90 10-40 1 1 2 1 2 1 1 Dihidropiridin adalah vasodilator perifer yang kuat dari pada nondihidropiridin dan dapat menyebabkan pelepasan simpatetik reflex (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing, dan edema perifer; keuntungan tambahan pada sindroma Raynaud.. Nondihi dropirid in Diltiazem SR Verapamil Sri 180-360 100-400 1 1 Obat-obat ini menyekat slowchannels di jantung dan menurunkan denyut jantung; dapat menyebabkan heart block; keuntungan tambahan untuk pasien dengan atrial takhiaritmia. Alfa-1 blocker Doxazosin Prazosin Terazosin 1-8 2-20 1-20 1 2 atau 3 1 atau 2 keuntungan untuk laki-laki dengan BPH (benign prostatic hyperplasia). Agonis sentral α-2 Klonidin Klonidin patch Metildopa 0.1-0.8 0,1-0,3 250-1000 2 1/minggu 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; paling efektif bila diberikan bersama diuretik untuk mengurangi retensi cairan. Antagonis Adrenergik Perifer Reserpin 0.05-0.25 Vasodilator Arteri langsung Minoxidil Hidralazin 10-40 20-100 Campuran penyekat α dan β Karvedilol Labetolol Kalsium Chanel Bloker (CCB) Keterangan Gunakan dengan diuretik untuk mengurangi retensi cairan 1 atau 2 2 atau 4 Gunakan dengan diuretic dan penyekat beta untuk mengurangi retensi cairan dan reflex takhikardi. (Depkes, 2006b) g. Terapi Kombinasi Kombinasi dua obat untuk hipertensi berdasarkan kelas terapinya, dengan kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang paling efektif (Gambar 2) (Depkes, 2006b). Ada 6 alasan pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan: 1). Mempunyai efek aditif, 2). Mempunyai efek sinergisme, 3). Mempunyai sifat saling mengisi, 4). Penurunan efek samping masing-masing obat, 5). Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu, 6). Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan 10 kepatuhan pasien(adherence)(Depkes, 2006b). Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut: 1) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik 2) Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik 3) Beta blocker dengan diuretik 4) Diuretik dengan agen penahan kalium 5) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium 6) Agonis α-2 dengan diuretik 7) α-1 blocker dengan diuretik Gambar2. Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk obatobat antihipertensi. (Depkes, 2006b) 2. Rasionalitas Pengobatan Menurut definisi dari WHO, pengobatan obat yang rasional berarti mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai pada kebutuhan klinik mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk suatu periode waktu yang memadai, dan pada harga terendah untuk mereka dan masyarakatnya (Depkes, 2010). Diagnosis yang tepat berdasarkan kumpulan gejala yang tampak dan menetapkan tujuan terapi kemudian dipilih tindakan atau terapi yang paling tepat, efektif dan aman. Kerasionalitasan penggunaan obat harus dikaji agar tujuan terapi dapat mencapai keberhasilan. Setelah pilihan ditentukan dan pasien harus mendapat penjelasan tentang pilihan tersebut. Selanjutnya tindakan/terapi dapat dimulai dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan tujuan terapi. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai dengan tujuan 11 terapi maka terapi bisa diteruskan atau kalau tidak berhasil dihentikan, terapi perlu dikaji ulang. (Depkes, 2006a) Kriteria penggunaan obat yang rasional: a. Tepat indikasi yaitu pemberian obat untuk pasien yang didasarkan pada indikasi sesuai dengan gejala yang timbul. b. Tepat obat yaitu pemberian obat yang sesuai dengan pemilihan jenis obat dengan memperhatikan diagnosa klinik, efektifitas dan keamanan obat yang bersangkutan. c. Tepat dosis yaitu pemberian obat yang meliputi : 1) Tepat takarannya yaitu pemberian obat dengan dosis yang tidak terlalu besar maupun terlalu kecil. 2) Tepat rute pemberian yaitu tergantung pada keadaan pasien misalnya per oral, suppositoria, subkutan, intramuscular atau intravena. 3) Tepat saat pemberiannya yaitu sebelum makan, sesudah makan 4) Tepat interval pemberian misalnya 6 jam sekali, 8 jam sekali 5) Tepat lama pemberiannya misalnya sehari, 2 hari, atau 7 hari. d. Tepat pasien yaitu pemilihan obat yang diberikan tidak ada kontraindikasi dengan kondisi pasien. (Depkes, 2006a)