Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian

advertisement
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014), pp. 209-220.
HERMENEUTIKA HUKUM DALAM METODE PENELITIAN HUKUM
LEGAL HERMENEUTIC IN LEGAL RESEARCH METHOD
Oleh: Mahfud *)
ABSTRACT
In philosophy perspective, hermeneutic is an philosophy branch exploring basic thing of
understanding of something; that is aimed at are: texts (official documents), ancient
literatures, norms, occasions, thoughts and divine as the objects of its interpretation.
Thus, if the objects are legal texts, doctrines, principles, norms, the essence is legal
hermeneutic. The relevance of the legal method is through legal hermeneutic based on
research findings can be concluded: firstly, it can be understood as interpretation method
or legal texts or the method of understanding on a normative document. Secondly, it is
also having great impact or relevance with “legal findings’ theories”.
Keywords: Legal Hermeneutic, Legal Research Method.
PENDAHULUAN
Jika kita sekarang kembali ke Teori Ilmu, maka akan tampak mencolok bahwa orang dalam
hubungan ini sering menampilkan apa yang disebut lingkaran hermeneutikal. Dengan istilah yang
dipinjam dari teori dalam Ilmu-ilmu Manusia (dan secara khusus teori tentang pemahaman atas
ungkapan-ungkapan kultur, cultuuruitingen), orang memaksudkan bahwa hal memperoleh
pemahaman atas kenyataan, sudah mengandaikan pengertian atas kenyataan ini. Hal tidak
mengetahui, demikian sudah kita lihat, mengimplikasikan hal-mengetahui.
Pengetahuan terbentuk karena pengetahuan yang sudah orang miliki, dan yang dalam hal
ada keraguan tentang hal tertentu maka hal tersebut akan dilepaskan orang ke dunia untuk
memperoleh pengujian (sudah pada pembacaan sebuah roman pengertian atas jangkauan roman
tersebut sudah mengandaikannya bermainnya harapan-harapan tentang jalan perkembangan lebih
jauh dari tindakan, dan harapan-harapan tersebut dilengkapi dengan berpegangan pada teks).
1
Pada abad ke-18 dan 19, dunia mengalami kemajuan pesat dalam perkembangan ilmu dan
teknologi. Kelahiran negara modern sebagai suatu organisasi teritorial yang berdaulat di sini dikaitkan
*)
1
Dr. Mahfud, S.H., M.H, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Vissert ‘t Hooft, Filsafat Ilmu Hukum, Diterjemahkan Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium Hukum Fakultas
Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2005, hlm 20.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
kepada latar belakang perubahan sosial tersebut di atas akan lebih khusus lagi dalam bidang
perekonomian. Perpaduan teknologi, industrialisasi dan kapitalisme bergerak sangat cepat, karena
kehadiran negara yang menyediakan struktur yang tersentralisasi dan didukung oleh hukum modern.
Melalui jargon atau kredo yang ampuh pada abad ke-19 yaitu "liberalisasi” hukum secara perlahanlahan berubah semakin leberal. Negara modern positivisme dan liberalisme meski dapat
dibedakan namun memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. 2
Terminologi kata hermeneutika sebenarnya sudah lama dikenal dalam perkembangan ilmu
pengetahuan yaitu bermula dari dunia ilmu sastra, teologi, filsafat, politik, dan baru masuk dalam
ranah ilmu hukum di sekitar abad ke-20, khususnya melalui kajian Filsafat Hukum. Sedangkan dalam
perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat hal
mengerti/memahami sesuatu: Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks (dokumen resmi
negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab suci, yang
kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika. Dengan demikian, jika objek
penafsiran/kajian itu berupa teks hukum, doktrin hukum, asas hukum, atau norma hukum, maka
esensinya ia adalah Hermeneutika Hukum.3
Tetapi, bagaimanakah pemahaman hermeneutika terhadap sebuah metode penelitian hukum
dilaksanakan, sehingga mempunyai pengaruh praktis pada kehidupan, dengan tujuan untuk menjadi
aplikasi yang benar dan bukan sebuah aplikasi arbiter terhadap hukum. Oleh karenanya, aplikasi mesti
mendasarkan kepada sebuah penelitian dan penafsiran yang benar terhadap hukum.
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi permasalah penting yang ingin di identifikasi
sebagai berikut: Sejauhmanakah sebuah metode penelitian hukum dapat dilakukan melalui pendekatan
aliran hermeneutika hukum ini ?
2
Anthon F. Susanto, Mengugat Fondasi Filsafat Ilmu Hukum Indonesia, Butir-butir Pemikiran Dalam Hukum,
Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama, Bandung, 2008, hlm 11.
3
Jazim Hamidi, Mengenal lebih Dekat Hermeneutika Hukum (Perspektif Filsafati dan Metode Interprestasi)
Butirh-butir Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama,
Bandung, 2008, hlm. 65.
210
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
PEMBAHASAN
1) Teori Hukum dan Lingkungan Zaman
Suatu teori hukum tidak terlepas dari lingkungan zaman dimana teori tersebut lahir karena dia
harus
menjawab
permasalahan
hukum
yang
dihadapi
atau
mempermasalahkan
suatu
pendapat/pikiran tentang hukum yang dominan pada saat itu. Hukum terikat pada waktu, tempat,
dan kultur jika ingin memenuhi fungsinya. Hukum merupakan ungkapan dari suatu pola kultur
tertentu, gambaran manusia dan masyarakat tertentu.
Untuk menjelaskan hal tersebut di atas, maka perlu kiranya kita melihat kembali pada arti
pada fungsi dalam pengertian yang luas yang mencakup fungsi dari hukum itu sendiri. Atas dasar
itu, fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat haruslah didekati secara yuridis-sosiologishistoris, sehingga dengan demikian hukum harus dipandang secara fungsional dalam
interdependensinya
dengan
faktor-faktor
lain
dalam
kehidupan
masyarakat.
Dalam
interdependensi itu terdapat nilai-nilai dan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.4
Ketika suatu usaha dibuat untuk melakukan penelitian menyangkut hubungan dari bagian
sistem hukum kepada keseluruhannya (sebagai contoh, masyarakat yang ada sistem hukumnya)
analisis dapat berlangsung satu atau dua arah (bersifat bolak-balik). Itu dapat mengembangkan
suatu analisis teoritis masyarakat tertentu yang terorganisir secara politis yang akhirnya
menghubungkan hukum pada kebutuhan fungsional tertentu pada masyarakat tersebut. Jika tidak,
kita dapat melihat secara detail tentang sistem hukum tertentu sebagai bagian dari sejarah hukum
yang mencoba untuk melihat ke depan kemungkinan berkait dengan studi doktrin dan lembagalembaga hukum, pengertian yang mendalam menyangkut fungsi hukum di dalam masyarakat dan
sifat alami yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Metode analisis fungsional menyiratkan kebutuhan
yang berkesinambungan antara studi tentang hubungan fenomena sosial tertentu dengan pandangan
4
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Hukum Di Indonesia,
UI-Press, Jakarta, 1983, hlm 63.
211
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
secara keseluruhan dari cara mana pola berskala besar dari pengaturan sosial terintegrasi ke dalam
kesatuan yang kompleks dalam suatu masyarakat.5
Kategorisasi teori-teori hukum sesuai dengan zamannya sehingga sulit untuk menyatakan
bahwa suatu teori yang bersifat universal. Teori-teori yang lahir pada Abad ke-19 atau Abad ke-20
karena latar belakangnya berbeda memiliki pendekatan yang berbeda pula. Teori-teori yang lahir
pada Abad ke-21 akan dipengaruhi oleh tantangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta globalisasi di berbagai bidang akan sangat mewarnai teori-teori hukumnya.6
Oleh karena itu perlu kiranya kita memahami tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh hukum
khususnya di lihat dari aspek filosofis berupa pencapaian tertinggi tentang hukum yaitu hakikat
hukum, melalui landasan kasih sayang kemanusiaan, keadilan yang di pandu oleh arahan rahmat
Tuhan. Untuk hal yang terakhir ini dapatlah disebutkan sebagai soal ke Tuhanan, dan dalam filsafat
(filsafat hukum) dapat sekiranya dimasukan ke dalam kelompok “Nilai iman keagamaan (het
religieus waardevole)”. Masih sedikit sekali apabila kita berbicara konteks pembangunan hukum
dikaitkan dengan persoalan filsafat secara khusus nilai iman dan keagamaan. Padahal berbicara
pembangunan hukum pada hakikatnya, aspek ini sengatlah penting dan mendasar (fundamental).7
Hermeneutik hukum ini adalah salah satunya yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat pemikirannya dalam abad 21 ini. Dalam Filsafat Hermeneutik, pada peristiwa
memahami atau menginterpretasi sesuatu, subyek (interpretator) tidak dapat memulai
upayanya dengan mendekati obyeknya pemahamannya sebagai tabula rasa, jadi tidak bertolak
dan titik nol. Pra-pemahaman dan cakrawala pandang itu akan menentukan persepsi individual
terhadap segala sesuatu yang tertangkap dan teregistrasi dalam wilayah pandang pengamatan
individu yang bersangkutan. Dalam dinamika proses interpretasi, pra-pemahaman dan
5
HR. Otje Salman, Hukum Sebagai Mekanisme Intergratif, Tulisan Singkat Purnabakti Prof. Dr. Otje Salman S.,
S.H., Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Sabtu 17 Januari 2009, hlm 7.
6
Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, Wat is rechtstheorie ?, 1982 (Apakah Teori Hukum itu?), diterjemahkan
oleh Arief Sidharta, Laboratorium Hukum-Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, 2000, hlm 18.
7
Soejono Koesomo Sisworo, Beberapa Aspek Filsafat Hukum dalam Penegakan Hukum, Makalah yang
disajikan dalam Diskusi Panel , FH UNDIP Semarang, Selasa, 20 Desember 1988, hlm 2.
212
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
cakrawala pandang dapat mengalami pergeseran, dalam arti meluas, melebar dan meningkat
derajat kedalamannya. 8
Oleh karena itu perlu adanya suatu metode yang terarah dan mendalam dalam melakukan
suatu penelitian hukum. Dalam pengertian dan pembidangan kajian yang terurai seperti di atas, objek
kajian hermeneutika hukum menjadi lebih jelas dan terukur. Jika disimpulkan maka objek kajian
hermeneutika hukum itu berupa: teks hukum, ayat-ayat al-ahkam, doktrin hukum, asas hukum,
prinsip-prinsip hukum, norma hukum (nasional dan internasional), maupun yurisprudensi putusan
peradilan dan keputusan masyarakat hukum adat juga termasuk objek kajian Hermeneutika Hukum.
Dengan demikian secara metodelogi penelitian hukum, hermeneutika hukum ini secara filosofis
mempunyai tugas ontologis, yaitu menggambarkan hubungan yang tidak dapat dihindari antara teks
dan pernbaca, masa lalu dan sekarang, yang memungkinkan untuk memahami kejadian yang pertama
kali (genuin). Terdapat juga dimensi demistifikasi terhadap hermeneutika hukum. Hukum intinya
adalah aktivitas pembentukan aturan (rule-governed). Kadang-kadang dikatakan bahwa aturan
formal dan doktrin hukum menyajikan kepastian dan stabilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat sipil.
Hermeneutika mencari cara untuk menggantikan pandangan hukum formalistis ini, walaupun tidak
secara total.
2) Pengertian Hermeneutika Hukum
Pengertian (begreep) tentang hermeneutika hukum, harus dilacak terlebih dahulu pada arti kata
hermeneutika. Secara etimologis, kata “hermeneutic” atau “hermeneutika” merupakan padanan kata
dari bahasa Inggris; hermeneutic (tanpa’s’) dan ‘hermeneutics’ (dengan Huruf’s’). Kata yang pertama
dimaksudkan sebagai sebuah bentuk adjective (kata sifat) yang apabila diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai ketafsiran,yakni menunjuk kepada ‘keadaan’ atau sifat yang
8
B. Arief Sidharta, Filsafat Ilmu Hukum, Hermeneutik : Landasan Kefilsafatan Keberadaan Ilmu Hukum dan
Praksis Hukum, Diktat kuliah Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, 2005, hlm 1.
213
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
terdapat dalam satu penafsiran. Sementara kata kedua (hermeneutics) adalah sebuah kata benda
(noun). Kata ini mengandung tiga arti :9
a) Ilmu penafsiran.
b) Ilmu untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam kata-kata dan ungkapan penulis.
c) Penafsiran yang secara khusus menunjuk kepada penafsiran atas teks atau kitab suci.
Kata Hermeneutics juga berasal dari turunan kata benda “hermeneia” (bahasa Yunani), yang
secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘penafsiran’ atau ‘interpretasi: Dalam kosa-kata kerja, ditemukan
istilah “hermeneuo” dan/atau “hermeneuein: Hermeneuo artinya ‘mengungkapkan pikiran-pikiran
seseorang dalam kata-kata’; dan hermeneuein bermakna ‘mengartikan; ’menafsirkan’ atau
‘menerjemahkan’ dan juga'bertindak sebagai penafsir. Ketiga pengertian yang terakhir ini sebenarnya
mau mengungkapkan bahwa hermeneutika merupakan usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif
gelap ke sesuatu yang lebih terang.10
Pada mitologi Yunani kuno, kata hermeneutika merupakan derivasi dari kata Hermes, yaitu
seorang dewa yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada
manusia. Menurut versi mitos yang lain, Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas
menafsirkan kehendak dewata (orakel) dengan bantuan kata-kata manusia. Pengertian dari mitologi ini
kerap kali dapat menjelaskan pengertian hermeneutika teks-teks kitab suci, yaitu menafsirkan
kehendakTuhan sebagaimana terkandung di dalam ayat-ayat kitab suci.11
Sedangkan dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari
hakikat hal mengerti/memahami ‘sesuatu’. Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks
(dokumen resmi negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab
suci, yang kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika. Dengan demikian, jika objek
penafsiran/kajian itu berupa teks hukum, doktrin hukum, asas hukum, atau norma hukum, maka
esensinya ia adalah Hermeneutika Hukum.
9
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Penerbit Qalam,Yogyakarta, 2002, hlm, 20-21.
F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme don Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah don
Problem Modernitas), Kanisius, Yogyakarta, 2003, hlm, 37.
11
Ibid, hlm 38.
10
214
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Secara empiris, Hermeneutika hukum menempatkan sejarawan hukum dan praktisi hukum
(advokat) pada level yang sama. Persoalannya, bagaimana makna hukum dari sebuah peraturan/teks
hukum bisa berbeda untuk keduanya. Dan ini merupakan tugas dari praktisi hukum yang mempunyai
tugas praktis dalam kerangka memberikan hukuman, dan banyak pertimbangan politik hukum, sesuatu
yang tidak dipertimbangkan oleh sejarawan hukum (dengan hukum yang sama di hadapannya).
3) Metode Penelitian Hukum Melalui Pendekatan Aliran Hermeneutika Hukum
Pada dasarnya, inti kegiatan intelektual dalam pengembanan Ilmu Hukum yang dimaksud
dengan Ilmu Hukum di sini adalah ilmu normatif yang termasuk ke dalam kelompok Ilmu -ilmu
Praktikal yang keseluruhan kegiatan ilmiahnya (menghimpun, memaparkan, mensistematisasi,
menganalisis, menginterpretasi dan menilai hukum positif) pada analisis terakhir terarah untuk
menawarkan alternatif penyelesaian terargumentasi yang paling akseptabel terhadap masalah
hukum konkret (aktual maupun potensial) berdasarkan dan dalam kerangka tatanan hukum yang
berlaku.
Ilmu Hukum ini disebut Dogmatika Hukum atau Ilmu Hukum Praktikal; ada juga yang
menyebutnya Ilmu Hukum Positif atau Ilmu Hukum Dogmatik. Masalah hukum berintikan
pertanyaan tentang apa hukumnya bagi situasi konkret terberi, artinya apa yang menjadi hak
dan kewajiban orang dalam situasi kemasyarakatan konkret tertentu, dan berdasarkan itu apa
yang seharusnya dilakukan orang, yang kepatuhannya tidak diserahkan sepenuhnya kepada
kemauan bebas yang bersangkutan, melainkan dapat dipaksakan oleh otoritas publik
(pemerintah dan aparatnya).
Seperti semua ilmu, juga produk kegiatan pengembanan Ilmu Hukum adalah proposisi proposisi yang berfungsi sebagai hipotesis yang harus terbuka bagi pengkajian rasional.
Proposisi ini, yang disebut proposisi-yuridik (proposisi-hukum), bermuatan (rancangan) putusan
hukum bagi situasi kemasyarakatan konkret tertentu yang dapat dibayangkan mungkin terjadi
dalam kenyataan. Putusan hukum tersebut menetapkan, berdasarkan kaidah hukum yang
215
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
tercantum dalam suatu aturan hukum, siapa berkewajiban apa terhadap siapa berkenaan dengan
apa, atau, siapa berhak atas apa terhadap berkenaan dengan apa, dan berdasarkan itu siapa harus
melakukan perbuatan apa.
Kemudian proposisi-proposisi hukum yang dihasilkannya ditata atau disistematisasi ke
dalam suatu bangunan bersistem sehingga keseluruhan aturan-aturan hukum yang berlaku dalam
masyarakat, yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dapat secara rasional dipahami sebagai
sebuah sistem, yakni tata-hukum, yang sehubungan dengan fungsinya bersifat terbuka. Jadi,
kegiatan pengembanan Ilmu Hukum itu berintikan kegiatan nendistilasi (mengekstraksi) kaidah
hukum yang (secara implisit) tercantum dalam teks yuridik, yakni baik dalam aturan hukum
tertulis (perundangundangan) maupun aturan hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan).
Mendistilasi kaidah hukum dari teks yuridis adalah hakikat kegiatan menginterpretasi teks
yuridis, yakni tindakan menetapkan makna dan wilayah penerapan dari teks yuridis tersebut.
Karena itu, berdasarkan hakikat kegiatan pengembanan Ilmu Hukum, dapat disimpulkan bahwa
Filsafat Hermeneutik memberikan landasan kefilsafatan (ontologlkal dan epistemologikal) pada
keberadaan Ilmu Hukum, atau filsafat ilmu dari Ilmu Hukum. Bahkan dapat dikatakan bahwa
Ilmu Hukum adalah sebuah eksemplar Hermeneutik in optima forma, yang diaplikasikan pada
aspek hukum kehidupan bermasyarakat Sebab, dalam mengimplimentasikan Ilmu Hukum untuk
menyelesaikan suatu penelitian hukum, misalnya di penelitian kepustakaan, memerlukan
penelitian yang berupa kegiatan interpretasi itu tidak hanya dilakukan terhadap teks yuridis,
melainkan juga terhadap kenyataan yang menimbulkan masalah hukum yang bersangkutan
(misalnya menetapkan fakta-fakta yang relevan dan makna yuridikalnya).
Pengembanan metode penelitian melalui Hermeneutik Ilmu Hukum berintikan kegiatan
menginterpretasi teks yuridik untuk mendistilasi kaidah hukum yang terkandung dalam teks
yuridis itu dan dengan itu menetapkan makna serta wilayah penerapannya. Antara ilmuwan
hukum (interpretator) dan teks yuridik itu terdapat jarak waktu. Teks yuridik adalah produk
pembentuk hukum untuk menetapkan perilaku apa yang seyogianya dilakukan atau tidak
216
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
dilakukan orang yang berada dalam situasi tertentu karena hal itu oleh pembentuk hukum
dipandang merupakan tuntutan ketertiban berkeadilan.
Jadi, terbentuknya teks yuridis itu terjadi dalam kerangka cakrawala pandang pembentuk
hukum berkenaan dengan kenyataan kemasyarakatan yang dipandang memerlukan pengaturan
hukum dengan mengacu cita hukum yang dianut atau hidup dalam masyarakat. Dalam upaya
mendistilasi kaidah hukum dari dalam teks yuridis dengan menginterpretasi teks tersebut,
interpretator dari peneliti/ilmuwan tidak dapat lain kecuali dalam kerangka pra-pemahamanan
dan cakrawala pandangnya dengan bertolak dari titik berdirinya sendiri, jadi terikat pada waktu
yang di dalamnya interpretasi itu dilakukan.
Dengan demikian, pada tiap peristiwa interpretasi teks yuridik terjadi proses lingkaran
hermeneutik yang di dalamnya berlangsung pertemuan antara dua cakrawala pandang, yakni
cakrawala dari interpretandum (teks yuridik) dan cakrawala dart interpretator peneliti.
Perpaduan cakrawala tersebut dapat menghasilkan pemahaman baru pada interpretator tentang
kaidah hukum yang terkandung dalam teks yuridis itu. Subyektivitas dari hasil interpretasi itu
akan dapat dikurangi hingga ke tingkat paling minimal, karena pertama-tama kegiatan
interpretasi itu harus selalu mengacu cita hukum (keadilan, kepastian hukum, prediktabilitas,
kehasilgunaan), nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental dalam system hukum yang berlaku.
Secara umum objek kajian metode penelitian ilmu hukum melalui hermeneutika hukum ini
sungguh sangat luas, tergantung dari sudut mana melihatnya. Pertama, objek kajian hermeneutika
hukum itu dapat berupa teks, lontar, atau ayat/,wahyu Tuhan yang tertuang dalam kitab-kitab suci.
Kedua, objek kajian hermeneutika hukum dapat berupa teks hukum, naskah-naskah hukum klasik,
dokumen resmi negara, ayat-ayat al-ahkam atau konstitusi sebuah negara. Hal ini karena dokumen
sejarah atau tatanan norma dalam kehidupan bernegara itu tidak semuanya bisa dipahami oleh
rakyatnya.
Dalam hal ini, diperlukan suatu lembaga resmi untuk menafsirkannya. Lembaga resmi itu, bisa
berupa sebuah lembaga negara, komisi negara, badan hukum, atau individu yang diberi wewenang
217
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
dan tugas untuk itu (peran interpretatif). Ketiga, objek kajian hermeneutika hukum dapat juga berupa
peristiwa hukum atau pemikiran hukum. Sebab, peristiwa hukum maupun hasil pemikiran/doktrin
hukum itu dalam pengertian hukum dapat dijadikan alat bukti atau pun sumber hukum, Sebagai
contoh, doktrin tentang negara hukum rechts staat atau rule of law (hasil pemikiran/pendapat para ahli
yang kompeten) itu merupakan sumber hukum materiil dalam pengertian hukum tata negara.
Dalam pengertian dan pembidangan kajian yang terurai seperti di atas, objek penelitian kajian
hermeneutika hukum menjadi lebih jelas dan terukur. Jika disimpulkan maka objek kajian
hermeneutika hukum itu berupa: teks hukum, ayat-ayat al-ahkam, doktrin hukum, asas hukum,
prinsip-prinsip hukum, norma hukum (nasional dan internasional), maupun yurisprudensi putusan
peradilan dan keputusan masyarakat hukum adat juga termasuk objek kajian Hermeneutika Hukum.
Relevansi dari kajian metode penelitian ilmu hukum melalui hermeneutika hukum itu dapat
disimpulkan pada dua makna sekaligus: Pertama, hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai
“metode interpretasi atas teks-teks hukum” atau “metode memahami terhadap suatu naskah
normative”. Di mana, interpretasi yang benar terhadap teks hukum itu harus selalu berhubungan
dengan isi (kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau antara bunyi hukum dan
semangat hukum. Maka tidak berlebihan kalau para pakar metodologi penelitian ilmu sosial, hukum,
dan filsafat beranggapan bahwa metode hermeneutika itu merupakan suatu alternatif yang tepat dan
praktis untuk memahami naskah normatif. Kedua, hermeneutika hukum juga mempunyai pengaruh
besar atau relevansi dengan “teori penemuan hukum”.
Hal ini ditampilkan dalam kerangka pemahaman “lingkaran spiral hermeneutika” (cyrcel
hermeneutics), yaitu berupa proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Karena, dalil
hermeneutika menjelaskan bahwa orang harus mengkualifikasi fakta-fakta dalam cahaya kaidahkaidah dan menginterpretasi kaidah-kaidah dalam cahaya fakta-fakta, termasuk dalam paradigma dari
teori penemuan hukum modern dewasa ini. Di sinilah letak penting dan kebaruan dalam metode
penelitian ilmu hukum dalam hermeneutika hukum ini, utamanya bagi para peneliti pada saat
218
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
melakukan. penelitian hukum oleh eneliti tidak semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan
hukum terhadap peristiwa konkret, tetapi sekaligus penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya.
KESIMPULAN
Dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat
hal mengerti/memahami sesuatu : Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks (dokumen
resmi negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab suci,
yang kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika, sehingga disimpulkan bahwa
Filsafat Hermeneutik memberikan landasan kefilsafatan (ontologlkal dan epistemologikal) pada
keberadaan Ilmu Hukum, atau filsafat ilmu dari Ilmu Hukum.
Disarankan kepada para peneliti atau ilmuwan hukum (interpretator) dan dalam
menyimpulkan setiap teks yuridis dari penelitian terhadap produk pembentuk hukum haruslah
mengkaji perilaku apa yang seyogianya dilakukan atau tidak dilakukan oleh peneliti yang
berada dalam situasi tertentu karena hal itu oleh pembentuk hukum dipandang merupakan
tuntutan ketertiban berkeadilan, dimana interpretasi yang benar terhadap teks hukum itu harus
selalu berhubungan dengan isi (kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau
antara bunyi hukum dan semangat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Anthon F. Susanto, 2008, “Mengugat Fondasi Filsafat Ilmu Hukum Indonesia”,
Butir-butir
Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika
Aditama, Bandung.
Bernard Arief Sidharta, 2005, Filsafat Ilmu Hukum, Hermeneutik : Landasan Kefilsafatan
Keberadaan Ilmu Hukum dan Praksis Hukum, Diktat kuliah Oleh B. Arief Sidharta,
Labotarium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
219
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014).
Hermeneutika Hukum dalam Metode Penelitian Hukum
Mahfud
F. Budi Hardiman, 2003, Melampaui Positivisme don Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang
Metode Ilmiah don Problem Modernitas), Kanisius, Yogyakarta.
Fakhruddin Faiz, 2002, Hermeneutika Qur’ani, Penerbit Qalam,Yogyakarta.
Gijssels Jan dan Mark van Hoecke, 2000, Wat is rechtstheorie ?, 1982 (Apakah Teori Hukum itu?),
diterjemahkan oleh Arief Sidharta, Laboratorium Hukum-Fakultas Hukum Universitas
Katolik Parahyangan Bandung.
Hooft Vissert ‘t, 2005, Filsafat Ilmu Hukum, Diterjemahkan Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium
Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
HR. Otje Salman, 2009, Hukum Sebagai Mekanisme Intergratif, Tulisan Singkat Purnabakti Prof.
Dr. Otje Salman S., S.H., Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Sabtu 17
Januari 2009.
Jazim Hamidi, 2008, “Mengenal lebih Dekat Hermeneutika Hukum (Perspektif Filsafati dan
Metode Interprestasi)”, Butir-butir Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.
Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama, Bandung.
Soerjono Soekanto, 1983, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Hukum
Di Indonesia, UI-Press, Jakarta.
220
Download