BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency relationship) menggambarkan sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara prinsipal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan prinsipal dalam hal yang terjadi pemisahan kepemilikan dan control perusahaan (Jensen dan Meckling 1976). Secara garis besar menggambarkan dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham (share holders) dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bond holders). Kepentingan manajer dan kepentingan pemegang saham seringkali terjadi bertentangan, sehingga bisa menyebabkan teradi konflik di antara keduanya (Jensen dan Meckling 1976 dalan Kumar 2007). Hal ini terjadi karena manajer berusaha untuk mengutamakan kepentingan pribadinya yang tidak sesuai dengan keinginan pemegang saham dimana kepentingan manajer dapat menambah biaya perusahaan yang mengurangi keuntungan peruusahaan. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Pihak manajemen diharapkan bertindak dan mengambil keputusan untuk kepentingan pemegang saham. Namun, dalam praktiknya praktiknya sering terjadi konflik antara pihak manajemen dengan pemegang saham yang disebut dengan agency conflict. 11 12 Konflik tersebut terjadi pada saat proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan tidak berdasarkan pada tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan khususnya keputusan pendanaan (Husnan, 2002). Perusahaan pada mulanya didasarkan kepada asumsi bahwa maksud dan tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba sekarang atau laba jangka pendek. Namun berdasarkan pengamatan perusahaan sering mengorbankan laba jangka pendek untuk meningkatkan laba jangka panjang. Keuntungan jangka pendek dan jangka panjang sangat penting bagi perusahaan. Oleh karena itu, teori perusahaan (theory of the firm) meluruskan bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan (value of the firm). Nilai perusahaan tercermin dari nilai sekarang dari semua keuntungan perusahaan yang diharapkan dimasa depan. Keuntungan perusahaan dimasa depan tersebut kemudian didiskon ke masa sekarang. Teori perusahaan dijadikan acuan oleh pihak manajer dalam pengambilan keputusan manajerial (Salvatore, 2005). 2. Teori Persinyalan (Signaling Theory) Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. 13 Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (khususnya investor dan kreditor). Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan lainnya. Sinyal yang berikan dapat dilakukan melalui pengukapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah di lakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada perusahaan lain. Penggunaan dividen sebagai insyarat, cenderung berupa berita bagaimana informasi dapat diteruskan ke pasar dari pada teori tentang kebijakan dividen optimal. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah memutuskan untuk menaikkan dividen per saham mungkin diartikan oleh penanam modal sebagai berita baik, karena dividen per saham yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kan pada masa mendatang akan cukup besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi (Weston dan Copeland, 2010). Pengumuman dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan di masa kini dan masa yang akan datang adalah merupakan cara yang tepat meskipun mahal tetapi sangat berarti. 14 Setelah menerima isyarat melalui pengumuman dividen maka pasar akan bereaksi terhadap pengumuman perubahan dividen yang dibayarkan sehingga bisa dikatakan pasar menangkap informasi tentang prospek perusahaan yang terkandang dalam pengumuman tersebut (Ambarwati, 2010). 3. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan di ikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Hasnawati, 2005) dalam Lihan (2010). Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Sedangkan menurut (Keown, 2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Meningkatkan nilai perusahaan adalah tujuan dari setiap perusahaan, karena semakin tinggi nilai perusahaan maka akan diikuti pula oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Tendi Haruman, 2007). Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi 15 dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan. Nilai Perusahaan adalah sebagai persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya pada akhir tahun berjalan yang tercermin pada harga saham perusahaan (Pakpahan, 2010). Dalam mengukur nilai perusahaan ukuran yang paling tepat adalah dengan menggunakan rasio penilaian (valution), karena rasio tersebut mencerminkan rasio (risiko) dengan rasio hasil pengembalian. Rasio penilaian sangat penting karena rasio tersebut berkaitan langsung dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang saham. Rasio penilaian tersebut adalah market value ratio yang terdiri dari 3 macam rasio yaitu price earning ratio, price/cash flow ratio dan price to book value ratio. 1. Price Earning Ratio/PER Menurut Wijaya dkk (2010) rasio ini menunjukan perbandingan antara harga saham dengan laba per lembar saham dengan rumusan: PER 2. = Price/cash flow ratio Price/cash flow ratio adalah harga per lembar saham dengan dibagi oleh arus kas per lembar saham. Price/cash flow ratio = 16 3. Price Book Value / PBV Menurut Brigham dan Huston (2006) dalam Wijaya, Bandi, dan Wibawa (2010), PBV mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manjemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah peusahaan yang terus tumbuh dengan rumusan : PBV = 4. Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan adalah “suatu kebijakan yang menunjukan proporsi atas penggunaan hutang dan menentukan sejauh mana hutang digunakan dalam struktur dalam stuktur modal” (Wihananto, 2009). Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa. Hutang merupakan suatu mekanisme yang bisa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan. Dengan adanya hutang perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan principal (Jensen, 1986, dalam Masdupi, 2005). Kebijakan hutang perusahaan yang merupakan hasil pembagian antara kewajiban jangka panjang dengan jumlah total antara kewajiban jangka panjang dan modal sendiri. Pendanaan dari luar akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen disamping itu utang juga akan menurunkan 17 excess cash flow yang ada dalam perusahaan segingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan manajemen (Jensen,et al. 2001). Salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham disebabkan oleh keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan secara sederhana dapat diartikan sebagai keputusan manajemen dalam menentukan sumber pendanaan dari modal internal, yakni laba ditahan atau dari modal eksternal, yakni modal sendiri dan atau melalui utang (Waluyo dan Ka’aro, 2002). Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan dan nilai perusahaan akan berkurang tingkatnya. Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian penambahan utang memperbesar penambahan utang memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibatnya membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Menurut Brigham dan Houston (2011), perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat berasal dari hutang maupun ekuitas. Dengan menggunakan hutang, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan diantaranya yaitu, pertama, bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang. Kedua, pemengang saham dapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi prima. 18 Namun demikian, hutang juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya yaitu, (1) Semakin tinggi rasio hutang (debt rasio) maka akan semakin tinggi pula resiko perusahaan, sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi. (2) Jika sebuah perusahaan mengalamin kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang saham harus menutup kekurangan tersebut dan perusahaan akan bangkrut jika pemegang saham tidak mampu memenuhinya. Kebijakan hutang dalam penelitian ini diukur dengan proksi seperti berikut ini. 1. Book Debt to Asset Ratio (BDA) Menurut Brigham (2001) dalam Utomo (2009) rasio ini menunjukan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva dengan rumusan: Book Debt to Asset Ratio (BDA) = 2. Long Term Debt Equty Ratio (LDE) Menurut Brigham & Kapenski (1996) rasio ini menunjukan perbandingan antara total hutang jangka panjang dengan total ekuitas dengan rumusan: Long Term Debt Equty Ratio (LDE) = 3. Debt to Equity Ratio (DER) Menurut Rahmawati dan Muid (2012) rasio ini menunjukan perbandingan antara total liabilities dengan total equity dengan rumusan: Debt to Equity Ratio (DER) = 19 5. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan akan ditahan dalam perusahaan untuk selanjutnya di investasikan kembali. Besarnya dividen biasanya berkisar antara nol sampai sebesar laba bersih tahun berjalan atau tahun lalu. Baik waktu maupun besarnya dividen yang dibagikan ditentukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Secara umum dividen dapat di artikan sebagia bagian yang dibagikan oleh perusahaan kepada masing-masing pemegang saham sebanding dengan jumlah lembar yang dimilikinya (Susanto 2011). Dalam penentuan besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan pada perusahaan yang sudah merencanakan dengan menetapkan target Dividend Payout Ratio didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak. Untuk dapat membayar dividen dapat dibuat suatu rencana pembayarannya. Menurut John Lintner dalam Wijaya dan Wibawa (2010:15) menjelaskan bahwa : a. Perusahaan mempunyai target Dividend Payout Ratio jangka panjang. b. Manajer memfokuskan pada tingkat perubahan dividen dari pada tingkat absolut. c. Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang, untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi Dividend Payout Ratio. d. Manager bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. 20 Penentuan besarnya Dividend Payout Ratio akan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba yang ditahan berarti ada penambahan modal sendiri dalam perusahaan yang diperoleh dengan biaya murah. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang akan dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ada beberapa macam teori tentang kebijakan dividen. Faktor penting yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah kesempatan investasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya modal alternatif, dan preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat ini atau menerimanya di masa yang akan datang. Menurut Brigham dan Houstan (2011;213), terdapat beberapa teori yang dipergunakan sebagai landasan untuk membuat kebijakan dividen adanya tiga teori besar dalam mempelajarin kebijkan dividen, yaitu : 1. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa Nilai suatu perusahaan hanya bergantung pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada keputusan untuk membagi pendapatan tersebut dalam bentuk dividen atau menahannya dalam bentuk laba ditahan. 2. Bird-in-the-hand theory, Dalam teori yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (MM) menyebut argumentasi Gordon dan Linther yang salah karena, menurut pendapat MM, sebagian besar Investor berencana untuk menginvestasikan kembali dividennya ke dalam saham perusahaan yang sama 21 atau serupa, dan, setiap saat, tingkat risiko arus kas perusahaan kepada investor dalam jangka panjang akan di tentukan oleh tingkat risiko arus kas operasi, bukan oleh kebijakan pembayaran dividen. 3. Tax preference theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena pajak atas capital gain baru akan dibayarkan setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi dari pada saham dengan dividend yield yang rendah. Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Jika manajemen percaya bahwa dividend irrelevance theory dari M-M itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besarnya dividen yang harus dibagikan. 2. Jika perusahaan menganut bird-in-the-hand theory maka perusahaan harus membagi seluruh EAT (Earning After Tax) dalam bentuk dividen. 3. Jika manajemen cenderung mempercayai tax preference theory maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan atau dengan kata lain DPR=0%. Kemampuan perusahaan untuk membagikan deviden kepada para pemegang saham terbatas tidak sebesar jumlah laba yang ditahan saja, dimana dividend 22 irrelevance theory menyebutkan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak relevan dalam mempengaruhi nilai perusahaan, dengan kata lain bahwa kebijakan dividen suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan dan risiko bisnis perusahaan. Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen. Menurut Subekti (2000) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) ada beberapa rasio untuk menghitung keputusan pendanaan perusahaan yaitu : 1. Dividend Payout Ratio/DPR Dividend Payout Ratio (DPR), rasio ini menunjukan perbandingan antara dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham (Purnamasari, dkk 2009). DPR dihitung dengan persamaan : DPR = Dimana : a. Dividend per share /DPS adalah jumlah deviden yang dibayarkan perusahaan kepada investor di tiap lembar saham yang dimiliki oleh investor. 23 b. Earning per share /EPS adalah menunjukkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan dan dibagi dari jumlah lembar saham yang dikeluarkan oleh perusahaan 2. Dividend Yield Ratio Dividend Yield Ratio adalah perbandingan antara dividen per lembar saham dengan closing price Imam Subekti (2000) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006). Dividend Yield Ratio dihitung dengan persamaan : Dividend Yield Ratio = 6. Keputusan Investasi Secara Umum, tujuan investor melakukan investasi adalah untuk mendapatkan keutungan dimasa depan. Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Keputusan investasi dapat dikelompokkan kedalam investasi jangka pendek seperti investasi kedalam kas, surat-surat berharga jangka pendek, piutang, dan persediaan maupun investasi jangka panjang dalam bentuk tanah, gedung, kendaraan, mesin, peralatan produksi, dan aktiva tetap lainnya. 24 Keputusan investasi yang dibuat perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan menghasilkan kas yang dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang maupun jangka pendek atau yang disebut likuiditas perusahaan. Perusahaan harus menjaga likuiditas agar tidak terganggu, sehingga tidak menganggu kelancaran aktivitas perusahaan untuk melakukan investasi dan tidak kehilangan kepercayaan diri dari pihak luar (Hidayat, 2010:462). Pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham karena semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan maka investasi yang dilakukan akan semakin besar. Keputusan investasi mencakup pengalokasian dana, baik dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan pada berbagai bentuk investasi. Gitman (2000) dan Brealy & Myers (2000) menyatakan bahwa keputusan investasi sangat penting karena akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan dan merupakan inti dari seluruh analisis keuangan. Fama (1978) dalam Hidayat (2010:458) menyatakan bahwa nilai perusahaaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Kesempatan investasi atau pilihan-pilihan pertumbuhan (growth option) suatu perusahaan merupakan sesuatu yang melekat dan bersifat tidak dapat diobservasi (inherently observable). Myers (1977) dalam Hidayat (2010:459) 25 memperkenalkan investment opportunity set (IOS) pada studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS merupakan nilai investasi perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang. Prospek perusahaan dapat ditaksir dari investment opportunity set (IOS), yang didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa akan dating dengan net present value positif. Menurut Hasnawati (2005), IOS merupakan nilai investasi perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang. Menurut Myers (1977) dalam Hasnawati (2005), IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa mendatang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present value positif. Menurut Wahyudi dan Pawestri (2006) ada beberapa proksi IOS yang dapat digunakan untuk menghitung keputusan investasi perusahaan yaitu : 1. Book Value of Gross Property, Plant, and Equipment to the Value of the Assets Ratio (PPE/BVA) Rasio ini mengukur perbandingan antara nilai buku aktiva tetap dengan nilai buku total aktiva, dengan rumusan : 26 PPE/BVA 2. = Market to Book Value of Equity Ratio ( MVE/BVE) Rasio MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan dimasa depan dari return yang diharapkan dari ekuitasnya (Smith dan Watts, 1992) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006). MVE/BVE 3. = Market Value to Book Value of Asset ratio (MVA/BVA) Rasio ini menunjukan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi melalui harga saham (Kallapur dan Trombley, 1999) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006). MVA= 4. [( Total Aset−Total Ekuitas)+ (Jumlah Saham Beredarx Total Aset )] Price Earning Ratio (PER) Rasio ini menunjukan perbandingan antara closing price dengan laba per lembar saham (earning per share) (Brigham, 1999:92) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006). PER 5. = ( ) Capital Expenditure to Book Value of Asset (CPA/BVA) Menurut temuan dari penelitian Hasnawati (2005) dalam Fenandar dan Raharja (2012) proksi IOS berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi. Rumus yang dipakai adalah : 27 CAP/BVA = Dimana: a. CPA / BVA = Ratio Capital Expenditure to Book Value of Asset b. Pertumbuhan Aktiva = Total Aktiva Tahun X – Total Aktiva tahun X- 1 6. Capital Addition to Assets Market Value ratio (CAP/MVA) Menunjukan adanya aliran tambahan modal saham peusahaan melalui tingkat level aktivitas investasi yang lebih tinggi. Rumusan yang dipakai adalah : CAP = [( ) ( )] 7. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan dapat pula diartikan sebagai keputusan yang menyangkut struktur keuangan perusahaan (financial structure). Struktur keuangan perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal optimal, yaitu struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm) dan meminimalkan biaya modal (cost of capital). Keputusan pendanaan ditinjau dari jangka waktunya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu utang jangka pendek (current liabilities) maupun utang jangka panjang (long term debt). Keputusan jangka panjang akan membawa dampak pada struktul modal (capital struktur) perusahaan. Struktur modal adalah perbandingan antara utang perusahaan dengan modal sendiri (I Made Sudana,2011:3) 28 Sumber pendanaan dapat di peroleh dari dalam atau dari luar perusahaan, Pecking Order Theory menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana nanti para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Ramlall, 2009:84). Teori ini didasarkan pada argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan sumber dana eksternal. Penggunaan sumber dana eksternal melalui hutang hanya akan digunakan jika kebutuhan investasi lebih tinggi dari sumber dana internal. Myers dalam Ningsih (2011:72) pecking order theory menyatakan bahwa: a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan). b. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari pembayaran deviden secara drastis. c. Kebijakan dividen yang relatif segan untuk dirubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi meskipun pada kesempatan yang lain mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki. d. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dari penerbitan obligasi kemudian diikuti oleh sekuritas berkarakter opsi (obligasi konversi), baru akhirnya penerbitan saham baru apabila masih belum mencukupi. 29 Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak memperoleh sorotan dari publik akibat penerbitan saham baru (Kartika, 2009). Sumber dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan yaitu pertimbangan biaya emisi, dimana biaya emisi obligasi lebih murah dibandingkan biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Alasan kedua adalah adanya kekhawatiran manajer bahwa penerbitan saham baru dapat ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal. Menurut Brigham dan Houston (2001:39) dalam Hapsari (2010), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan pendanaan antara lain : 1. Stabilitas penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2. Struktur Aktiva Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak hutang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yanga hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. 30 3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat hutang. Namun pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yan besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan hutang. 4. Profitabilitas Seringkali pengamatan menunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi mengunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. 5. Sikap Manajemen Karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa keputusan pendanaan yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada keputusan pendanaan lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap keputusan pendanaan yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah hutang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain cenderung menggunakan banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang tinggi. 31 Menurut Brigham (1999) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) ada beberapa rasio untuk menghitung keputusan pendanaan perusahaan yaitu : 1. Debt Asset Ratio/DAR Debt Asset Ratio/DAR adalah perbandingan antara total hutang dan total asset suatu perusahaan. DAR dihitung dengan persamaan : DAR 2. = Debt Equity Ratio/DER Debt Equity Ratio/DER menunjukkan seberapa besar perusahaan dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi resiko yang dihadapi perusahaan. DER yang tinggi menunjukan semakin besar pendanaan perusahaan berasal dari pihak kreditur/hutang (Murtini, 2008). DER dihitung dengan persamaan : DER = 32 B. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam penelitian ini adalah : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu NO Peneliti Metode Penelitian Hasil penelitian Pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda Keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2 Olatundun Adelegan (2011) Effect of Taxes on BusinessFinancing Decisions and Firm Value in Nigeria Kebijakan dividen memiliki hubungan posititif terhadap nilai perusahaan. 3 Arie Afzal, Abdul Rohman (2012) Pengaruh keputusan investasi,keputusan pendanaan, Dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan Penelitian ini menggunakan metode Ordinary least square (OLS) method Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda 1 4 5 Lihan Rini Puspo Wijaya dan Bandi Anas Wibawa (2010) Judul Sri Sofyaningsih, Pancawati Hardiningsih (2011) Struktur kepemilikan, kebijakan dividen, kebijakan utang, terhadap nilai perusahaan Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda Sujoko, Ugy Soebiantoro (2007) Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda Keputusan investasi dan keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sedangkan kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Ownershipis manajerial, Ukuran perusahaan, Pertumbuhan perusahaan, Kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan Kepemilikan institusional, Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan,Kepemilikan institusional, tingkat suku 33 6 7 8 Silvia Lailiyah Qodariyah (2013) Keputusan Investasi,Pendanaan, dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda Gany Ibrahim Fenandar, Surya Raharja (2012) Keputusan Investasi,Pendanaan, dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, kebijakan dividen : pengaruhnya terhadap nilai perusahaan (studi pada sector property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia) Penelitian ini menggunakan Analisi jalur Yulia Efni, Djumillah Hadiwidjo, Ubud Salim, Mintarti Rahayu (2012) Sumber : Beberapa jurnal dan skripsi terdahulu bunga, leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Keadaan pasar modal, pertumbuhan pasar, profitabilitas, pembayaran dividen, ukuran perusahaan, pangsa pasar relatif berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Secara parsial, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Keputusan Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan, Kebijakan Dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Sedangkan Keputusan Pendanaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian ini menemukan bahwa penurunan resiko perusahaan di perusahaan perusahaan sector properti dan real estate mampu meningkatkan nilai perusahaan sebaliknya peningkatan resiko menyebabkan nilai perusahaan turun 34 C. Rerangka Pemikiran dan Hipotesis Untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan tersebut maka manajer dihadapkan pada keputusan keuangan yang meliputi keputusan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan yang menyangkut pembagian laba (Van Horne, 2001). Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid,2012:25). Kerangka berpikir ini merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah kebijakan hutang, kebijakan dividen, keputusan investasi, dan keputusan pendanaan yang mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, maka gambar di atas berikut ini adalah kerangka pemikiran yang menggambarkan permasalahan penelitian. 1. Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan Penambahan utang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan, yang mana pendapatandipengaruhi faktor eksternal sedangkan utang menimbulkan beban tetap tanpa mempedulikan besarnya pendapatan. Semakin besar utang, semakin besar kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu membayar kewajiban berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada penghematan 35 pajak. Namun demikian peningkatan hutang juga akan menimbulkan peningkatan risiko kebangkrutan bila tidak diimbangi dengan penggunaan hutang yang tidak berhati-hati. Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007), serta Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) memberikan hasil dimana kebijakan hutang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ha1 : Kebijakan hutang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, yang dapat dibagikan kepada pemilik saham sebagai dividen. Semakin tinggi nilai kesehatan suatu perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk memperoleh pendapatan (dividen atau capital gain) di masa yang akan datang. Wijaya dan Wibawa (2010), Fenandar (2012), serta Adelegan (2011) telah meneliti hubungan kebijakan dividen berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Ha2 : Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 3. Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan Keputusan investasi adalah kombinasi antara nilai aktiva riil dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan adalah faktor yang diharapkan oleh investor sehingga perusahaan tersebut dapat memberikan imbal hasil yang diharapkan. Pertumbuhan perusahaan yang selalu meningkat dan bertambahnya nilai aset diharapkan dapat mendorong ekspektasi 36 bagi investor karena kesempatan investasi dengan keuntungan yang diharapkan dapat tercapai. Teori yang mendasari keputusan investasi adalah signaling theory. Teori tersebut menyatakan bahwa pengeluaran investasi memberikan sinyal positif terhadap pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Teori ini menunjukkan bahwa pengeluaran investasi yang dilakukan oleh perusahaan memberikan sinyal, khususnya kepada investor maupun kreditur bahwa perusahaan tersebut akan tumbuh di masa mendatang. Penelitian yang dilakukan oleh Afzal dan Rohman (2012), Wijaya dan Wibawa (2010), serta Fenandar dan Raharja (2012) menemukan bukti bahwa keputusan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ha3 : Keputusan Investasi berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 4. Keputusan Pendanaan terhadap Nilai Perusahaan Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan sumber dan bentuk dana untuk pembiayaannya. Sumber pembiayaan yang berasal dari utang dapat berasal dari utang jangka pendek (current liabilities) maupun utang jangka panjang (long term debt) dan modal saham perusahaan yang terdiri dari saham preferen (preferred stock) dan saham biasa (common stock). Menurut Brigham dan Houston (2011), peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban dimasa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon positif oleh pasar. Masulis (1980) dalam Wijaya dan Bandi (2010) 37 melakukan penelitian dalam kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa terdapat kenaikan abnormal return sehari sebelum dan sesudah peningkatan proporsi hutang, sebaliknya terdapat penurunan abnormal returns pada saat penurunan proporsi hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Afzal dan Rohman (2012), Wijaya dan Wibawa (2010), serta Qodariyah (2013) menemukan bukti bahwa keputusan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ha4 : Keputusan pendanaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. D. Model Konseptual Model konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Kebijakan Hutang (DER) Kebijakan Dividen (DPR) Variabel Dependen Ha1 Ha2 Ha3 Keputusan Investasi (CPA) Ha4 Keputusan Pendanaan (DRA) Gambar 2.1 Model Konseptual Nilai Perusahaan (PBV)