BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, maka proses pencapaian eksistensi diri pada penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan adalah sebagai berikut: 1. Kedua subjek memiliki riwayat kecelakaan yang menyebabkan dirinya menjadi penyandang tuna daksa, yaitu subjek 1 (EC) mengalami kecelakaan lalu lintas pada usia 19 tahun yang menyebabkan ketidakberfungsian syaraf dari bagian dada sampai ujung kaki yang menjadikan subjek tidak dapat merasakan rangsang sentuhan, panas, maupun dingin (fungsi sensorik rusak), serta tidak bisa memfungsikan kakinya untuk berjalan, sedangkan subjek 2 (HT) mengalami jatuh dari ayunan pada saat usia 6 tahun yang menyebabkan punggang subjek terbentur dan juga tidak bisa memfungsikan kakinya untuk berjalan. 2. Beberapa latar belakang kehidupan subjek menjadi tuna daksa pasca kecelakaan yang dialami, berpengaruh dalam proses pencapaian eksistensi diri yang dilakukan, antara lain kondisi internal (kondisi kesulitan fisik dan psikologis) dan kondisi eksternal (stigma masyarakat, dukungan keluarga, dan aksesibilitas yang diperoleh subjek). Tugas perkembangan dewasa awal yang dituntut matang dalam hubungan dan peran sosial, pendidikan dan 270 271 pengembangan karir, serta hubungan intim dengan lawan jenis, juga ikut mempengaruhi. 3. Berdasarkan empat tahap proses pencapaian eksistensi diri menurut Langle, Orgler, & Kundi (2003), maka dapat diperoleh gambaran : a. Subjek 1 (EC) masih berada dalam tahap pertama (perception), yakni bahwa makna kehidupan bagi subjek 1 adalah untuk berbagi dengan orang-orang di sekitarnya, namun demikian saat ini cenderung stagnan (tidak bergerak untuk mengisi hidup sesuai makna hidupnya) karena terpaku pada harapan bahwa kondisinya bisa berubah seperti sedia kala. Sebagaimana yang diungkapkan EC yaitu : “Hidup itu harus berbagi, saling tolong-menolonglah agar lebih berarti. Biar bisa apa ya, dikenang orang lah. Bisa berarti buat orang lain..” “Kalau ngurusi ayam itu ya.. buat apa ya.. pertama sih buat hiburan aja sama buat mengisi waktu luang.. Soalnya selain itu belum bisa apa-apa.. Rasane, pengen ndang sehat mbak.. Bisa jalan lagi kaya dulu.. Biar bisa ngapa-ngapain sendiri.. Kalo masih sakit gini, kemana-mana susah mbak..” b. Subjek 2 (HT) masih berada dalam tahap ketiga (freedom), yakni bisa berguna bagi orang lain di sekitarnya menjadi arah tujuan hidup bagi individu, bahkan ketika orang-orang yang sedang diperjuangkan bersikap keras kepadanya. HT tetap berusaha untuk memenuhi eksistensi diri dengan berbagai cara yang dilakukan demi mewujudkan tujuan hidupnya, meski dengan berbagai kesulitan yang harus dihadapi yang justru banyak muncul dari keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan HT yaitu : “Tujuan itu kalo bagi aku kan bisa nyenengin saudara, temen, orang tua. Tujuanku itu. Tapi karena kondisi, keadaan aku kaya gini kan terbatas. Mungkin cuma apa.. sesuatu yang kecil yang bisa aku bantu mereka. Jadi 272 keinginanku itu bahagiain keluarga, temen, dan saudara juga. Keinginan itu doang..” “Kondisi aku kaya gini ca. Cuma pengennya itu, aku bisa ngapa-ngapain walaupun pake alat bantu.. Sak bisa aku gitu. Umpamanya aku ga bisa, aku harus coba supaya aku bisa. Istilahnya hal apa saja bakal aku lakuin buat menjaga keluargaku dan membantu teman-teman. Artinya itu. Walaupun orang tua sekeras apapun ke aku, aku tetep sayang, aku tetep menjaga mereka. Walau berat hati ini. Aku tanpa mereka tu nggak hidup gitu ca..” 4. Secara keseluruhan dalam mewujudkan eksistensi diri, subjek 2 (HT) berusaha untuk memenuhi eksistensi diri, seperti dengan aktif bertanya dan belajar dengan orang lain meskipun tidak bisa sekolah, memiliki hobi menggambar sebagai sarana untuk mencurahkan hatinya dan hal itu menjadi salah satu potensi yang dapat dikembangkan, mau melakukan hal kecil apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu saudara, teman, maupun keluarga, sedangkan subjek 1 (EC) masih stagnan (tidak bergerak untuk mengisi hidup sesuai makna hidupnya), serta belum ada pandangan maupun usaha yang dilakukan individu untuk mewujudkan eksistensi dirinya. B. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, maupun saran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai berikut: 1. Bagi Subjek a. Bagi subjek 1 (EC), saran lebih ditekankan untuk berfokus kepada kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan untuk kehidupannya di masa depan karena kehidupan akan terus berjalan, mencoba menerima 273 keadaan diri, lebih terbuka dengan orang lain maupun lingkungan sekitar agar memiliki hubungan yang luas dengan melakukan banyak interaksi dengan orang lain (tidak hanya di rumah saja), serta mengisi kegiatan dengan beternak ayam agar bisa mandiri. b. Bagi subjek 2 (HT), saran lebih ditekankan untuk memaksimalkan potensi yang subjek miliki, terus memiliki semangat belajar yang tinggi dan menambah wawasan dengan cara banyak belajar maupun bertanya dengan orang lain meskipun tidak bisa mengikuti sekolah formal, serta memiliki tempat bercerita ketika sedang mengalami masalah. c. Bagi semua penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan, diharapkan melakukan kontrol medis dan konsultasi psikologis secara periodik untuk menangani permasalahan baik secara fisik maupun psikologis pasca kecelakaan yang dialami individu. 2. Bagi Keluarga a. Jika anggota keluarga mengalami tuna daksa, diharapkan memeriksakan secara medis dan memanfaatkan layanan psikologi di rumah sakit untuk mengetahui potensi-potensi individu dan mendapatkan konseling. b. Keluarga diharapkan memiliki self respect pada anggota keluarga yang tuna daksa, yaitu dengan jalan menerima apa adanya kondisi penyandang tuna daksa dan memberikan kesempatan dalam menyampaikan pendapat maupun melakukan aktivitas yang bersifat positif (mengasah potensi individu) sehingga merasa dianggap sebagai seorang pribadi secara utuh. 274 3. Bagi Masyarakat a. Bagi masyarakat yang mengalami kecelakaan dan menjadi tuna daksa, diharapkan aktif mencari informasi dan memanfaatkan layanan kesehatan (melakukan konsultasi dengan ahli), baik medis maupun psikologis sebagai langkah awal agar mendapatkan penanganan secara maksimal. b. Bagi masyarakat yang mempunyai anak penyandang tuna daksa, pertolongan medis (kesehatan) merupakan sebuah keharusan sehingga dapat diketahui dengan baik kondisi individu secara fisik. c. Bagi masyarakat yang menjadi penyandang tuna daksa sejak kecil, diarahkan untuk mengikuti sekolah di SLB D (sekolah khusus penyandang tuna daksa) sehingga mampu mengasah potensi individu, baik dalam hal kognitif maupun keterampilan yang dimiliki. 4. Bagi Pemerintah a. Pemerintah diharapkan mampu berperan secara maksimal dalam penanganan kondisi penyandang tuna daksa dengan pihak terkait seperti dinas sosial maupun dinas kesehatan untuk melakukan sosialisasi layanan kesehatan kepada masyarakat melalui kerja sama dengan kelurahankelurahan maupun pemuda-pemuda (karang taruna) yang ada di desa-desa agar informasi dapat tersampaikan kepada seluruh masyarakat. b. Menjadi masukan bagi pemerintah untuk mewujudkan lingkungan yang ramah bagi penyandang tuna daksa dengan berbagai layanan sarana prasarana publik yang aksesibel sehingga memberikan ruang bagi individu dalam mewujudkan eksistensi dirinya. 275 5. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan maupun sumber referensi bagi penelitian lain yang sejenis. b. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut mengenai penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan berkaitan dengan pemilihan subjek yang lebih luas dan beragam, misalnya pada kriteria subjek yang sudah menikah. Selain itu, peneliti selanjutnya juga bisa mengembangkan penelitian berupa pelatihan untuk mewujudkan eksistensi diri sehingga individu diharapkan mampu memaksimalkan potensi maupun kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki untuk mencapai kehidupan yang bermakna.