270 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan

advertisement
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan,
maka proses pencapaian eksistensi diri pada penyandang tuna daksa dewasa awal
akibat kecelakaan adalah sebagai berikut:
1. Kedua subjek memiliki riwayat kecelakaan yang menyebabkan dirinya
menjadi penyandang tuna daksa, yaitu subjek 1 (EC) mengalami kecelakaan
lalu lintas pada usia 19 tahun yang menyebabkan ketidakberfungsian syaraf
dari bagian dada sampai ujung kaki yang menjadikan subjek tidak dapat
merasakan rangsang sentuhan, panas, maupun dingin (fungsi sensorik rusak),
serta tidak bisa memfungsikan kakinya untuk berjalan, sedangkan subjek 2
(HT) mengalami jatuh dari ayunan pada saat usia 6 tahun yang menyebabkan
punggang subjek terbentur dan juga tidak bisa memfungsikan kakinya untuk
berjalan.
2. Beberapa latar belakang kehidupan subjek menjadi tuna daksa pasca
kecelakaan yang dialami, berpengaruh dalam proses pencapaian eksistensi
diri yang dilakukan, antara lain kondisi internal (kondisi kesulitan fisik dan
psikologis) dan kondisi eksternal (stigma masyarakat, dukungan keluarga,
dan aksesibilitas yang diperoleh subjek). Tugas perkembangan dewasa awal
yang dituntut matang dalam hubungan dan peran sosial, pendidikan dan
270
271
pengembangan karir, serta hubungan intim dengan lawan jenis, juga ikut
mempengaruhi.
3. Berdasarkan empat tahap proses pencapaian eksistensi diri menurut Langle,
Orgler, & Kundi (2003), maka dapat diperoleh gambaran :
a. Subjek 1 (EC) masih berada dalam tahap pertama (perception), yakni
bahwa makna kehidupan bagi subjek 1 adalah untuk berbagi dengan
orang-orang di sekitarnya, namun demikian saat ini cenderung stagnan
(tidak bergerak untuk mengisi hidup sesuai makna hidupnya) karena
terpaku pada harapan bahwa kondisinya bisa berubah seperti sedia kala.
Sebagaimana yang diungkapkan EC yaitu :
“Hidup itu harus berbagi, saling tolong-menolonglah agar lebih berarti.
Biar bisa apa ya, dikenang orang lah. Bisa berarti buat orang lain..”
“Kalau ngurusi ayam itu ya.. buat apa ya.. pertama sih buat hiburan aja
sama buat mengisi waktu luang.. Soalnya selain itu belum bisa apa-apa..
Rasane, pengen ndang sehat mbak.. Bisa jalan lagi kaya dulu.. Biar bisa
ngapa-ngapain sendiri.. Kalo masih sakit gini, kemana-mana susah
mbak..”
b. Subjek 2 (HT) masih berada dalam tahap ketiga (freedom), yakni bisa
berguna bagi orang lain di sekitarnya menjadi arah tujuan hidup bagi
individu, bahkan ketika orang-orang yang sedang diperjuangkan bersikap
keras kepadanya. HT tetap berusaha untuk memenuhi eksistensi diri
dengan berbagai cara yang dilakukan demi mewujudkan tujuan hidupnya,
meski dengan berbagai kesulitan yang harus dihadapi yang justru banyak
muncul dari keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan HT yaitu :
“Tujuan itu kalo bagi aku kan bisa nyenengin saudara, temen, orang tua.
Tujuanku itu. Tapi karena kondisi, keadaan aku kaya gini kan terbatas.
Mungkin cuma apa.. sesuatu yang kecil yang bisa aku bantu mereka. Jadi
272
keinginanku itu bahagiain keluarga, temen, dan saudara juga. Keinginan
itu doang..”
“Kondisi aku kaya gini ca. Cuma pengennya itu, aku bisa ngapa-ngapain
walaupun pake alat bantu.. Sak bisa aku gitu. Umpamanya aku ga bisa,
aku harus coba supaya aku bisa. Istilahnya hal apa saja bakal aku lakuin
buat menjaga keluargaku dan membantu teman-teman. Artinya itu.
Walaupun orang tua sekeras apapun ke aku, aku tetep sayang, aku tetep
menjaga mereka. Walau berat hati ini. Aku tanpa mereka tu nggak hidup
gitu ca..”
4. Secara keseluruhan dalam mewujudkan eksistensi diri, subjek 2 (HT)
berusaha untuk memenuhi eksistensi diri, seperti dengan aktif bertanya dan
belajar dengan orang lain meskipun tidak bisa sekolah, memiliki hobi
menggambar sebagai sarana untuk mencurahkan hatinya dan hal itu menjadi
salah satu potensi yang dapat dikembangkan, mau melakukan hal kecil apa
saja yang bisa dilakukan untuk membantu saudara, teman, maupun keluarga,
sedangkan subjek 1 (EC) masih stagnan (tidak bergerak untuk mengisi hidup
sesuai makna hidupnya), serta belum ada pandangan maupun usaha yang
dilakukan individu untuk mewujudkan eksistensi dirinya.
B. Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam
penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya, maupun saran yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai berikut:
1. Bagi Subjek
a. Bagi subjek 1 (EC), saran lebih ditekankan untuk berfokus kepada
kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan untuk kehidupannya di
masa depan karena kehidupan akan terus berjalan, mencoba menerima
273
keadaan diri, lebih terbuka dengan orang lain maupun lingkungan sekitar
agar memiliki hubungan yang luas dengan melakukan banyak interaksi
dengan orang lain (tidak hanya di rumah saja), serta mengisi kegiatan
dengan beternak ayam agar bisa mandiri.
b. Bagi subjek 2 (HT), saran lebih ditekankan untuk memaksimalkan potensi
yang subjek miliki, terus memiliki semangat belajar yang tinggi dan
menambah wawasan dengan cara banyak belajar maupun bertanya dengan
orang lain meskipun tidak bisa mengikuti sekolah formal, serta memiliki
tempat bercerita ketika sedang mengalami masalah.
c. Bagi semua penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan,
diharapkan melakukan kontrol medis dan konsultasi psikologis secara
periodik untuk menangani permasalahan baik secara fisik maupun
psikologis pasca kecelakaan yang dialami individu.
2. Bagi Keluarga
a. Jika anggota keluarga mengalami tuna daksa, diharapkan memeriksakan
secara medis dan memanfaatkan layanan psikologi di rumah sakit untuk
mengetahui potensi-potensi individu dan mendapatkan konseling.
b. Keluarga diharapkan memiliki self respect pada anggota keluarga yang
tuna daksa, yaitu dengan jalan menerima apa adanya kondisi penyandang
tuna daksa dan memberikan kesempatan dalam menyampaikan pendapat
maupun melakukan aktivitas yang bersifat positif (mengasah potensi
individu) sehingga merasa dianggap sebagai seorang pribadi secara utuh.
274
3. Bagi Masyarakat
a. Bagi masyarakat yang mengalami kecelakaan dan menjadi tuna daksa,
diharapkan aktif mencari informasi dan memanfaatkan layanan kesehatan
(melakukan konsultasi dengan ahli), baik medis maupun psikologis
sebagai langkah awal agar mendapatkan penanganan secara maksimal.
b. Bagi masyarakat yang mempunyai anak penyandang tuna daksa,
pertolongan medis (kesehatan) merupakan sebuah keharusan sehingga
dapat diketahui dengan baik kondisi individu secara fisik.
c. Bagi masyarakat yang menjadi penyandang tuna daksa sejak kecil,
diarahkan untuk mengikuti sekolah di SLB D (sekolah khusus penyandang
tuna daksa) sehingga mampu mengasah potensi individu, baik dalam hal
kognitif maupun keterampilan yang dimiliki.
4. Bagi Pemerintah
a. Pemerintah diharapkan mampu berperan secara maksimal dalam
penanganan kondisi penyandang tuna daksa dengan pihak terkait seperti
dinas sosial maupun dinas kesehatan untuk melakukan sosialisasi layanan
kesehatan kepada masyarakat melalui kerja sama dengan kelurahankelurahan maupun pemuda-pemuda (karang taruna) yang ada di desa-desa
agar informasi dapat tersampaikan kepada seluruh masyarakat.
b. Menjadi masukan bagi pemerintah untuk mewujudkan lingkungan yang
ramah bagi penyandang tuna daksa dengan berbagai layanan sarana
prasarana publik yang aksesibel sehingga memberikan ruang bagi individu
dalam mewujudkan eksistensi dirinya.
275
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan maupun sumber referensi bagi penelitian lain yang sejenis.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut mengenai
penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan berkaitan dengan
pemilihan subjek yang lebih luas dan beragam, misalnya pada kriteria
subjek yang sudah menikah. Selain itu, peneliti selanjutnya juga bisa
mengembangkan penelitian berupa pelatihan untuk mewujudkan eksistensi
diri sehingga individu diharapkan mampu memaksimalkan potensi
maupun kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki untuk mencapai
kehidupan yang bermakna.
Download