13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan intensifikasi budi daya dan industri akuakultur di Indonesia sudah maju sedemikian pesat, namun menghadapi berbagai kendala seperti tingginya angka mortalitas yang disebabkan oleh masalah penyakit. Salah satu bakteri patogen penyebab penyakit pada ikan ialah Aeromonas salmonicida. Pada tahun 1890, Emmerich dan Weibel pertama kali menemukan A. salmonicida pada ikan trout di Jerman. Strain dari A. salmonicida dapat menimbulkan gejala furunculosis dan carp erytrodermatitis yaitu pembengakakan dibawah kulit yang biasanya menjadi infeksi sistemik pada seluruh tubuh ikan (Holt et al., 1994). Wabah A. salmonicida pernah terjadi pada bulan Oktober 1980, terutama di daerah Jawa Barat mengakibatkan rendahnya konversi pakan atau menghasilkan produk yang tidak bermutu, bahkan kematian ikan yang berarti hilangnya pendapatan. Kerugian yang ditimbulkannya kira-kira mencapai 4 milyar rupiah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang tepat (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Bakteri obligat A. salmonicida dapat menginfeksi ikan salmon maupun non salmon diperairan laut maupun tawar seperti ikan mas, koi dan lele (Austin dan Austin, 2007). Bakteri patogen cenderung menempel pada permukaan padat dan apabila kondisi memungkinkan, bakteri planktonik dalam perairan akan cenderung membentuk biofilm di berbagai permukaan baik biotik maupun abiotik (Characklis and Marshall, 1990). Pada saat sekarang ini, penelitian mengenai biofilm di bidang industri pangan semakin meluas. Hal ini terjadi karena potensinya yang besar sebagai sumber kontaminan yang berperan terhadap kerusakan pangan dan penyebaran penyakit. Beberapa penelitian terdahulu juga 14 menunjukkan bahwa jika mikroba dapat membentuk biofilm pada proses pertumbuhannya, daya tahan terhadap kondisi-kondisi buruk lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhannya sebagai sel planktonik (Donlan, 2002). Penyakit pada ikan biasanya diatasi dengan antibiotik dan desinfektan. Akan tetapi, penggunaan antibiotik berdampak negatif yaitu dapat menyebabkan timbulnya bakteri yang resisten terhadap jenis antibiotik tertentu, penumpukan residu jenis antibiotik tertentu pada daging ikan dan udang, dan pencemaran lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengatasi penyakit bakterial pada organisme akuakultur adalah penggunaan bakteri probiotik. Penggunaan probiotik dianggap mampu memperbaiki kondisi perairan sehingga menjadi alternatif pembudidaya ikan saat ini. Menurut Verschuere et al., (2000), probiotik adalah agen mikroba hidup yang mampu memberikan keuntungan bagi inang dengan memodifikasi komunitas mikroba atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan, meningkatkan respon inang terhadap penyakit, menghalangi mikroorganismse patogen dalam usus dan lingkungan dengan melepas enzim-enzim yang membantu proses pencernaan makanan sehingga dapat meningatkan laju pertumbuhan dan memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya. Probiotik yang telah banyak diteliti dari organisme perairan untuk digunakan dalam akuakultur adalah dari kelompok bakteri asam laktat. Misalnya L. acidophilus, Streptococcus cremoris, L. bulgaricus-56 dan L. bulgaricus-57 menekan pertumbuhan V. alginolyticus secara in vitro dan secara in vivo pada udang Penaeus indicus (Ajitha et al., 2004). L. plantarum 44a yang mempunyai mekanisme penghambatan berdasarkan produksi asam, dan L.brevis 18f sebagai produser H2O2, diisolasi dari intestin ikan air tawar (Bream, Abramis barma dan African catfish, Clarias gariepinis), menghambat A. hydrophila secara kuat pada pH 6 (Bucio et al., 2004). Lactobacillus agilis yang potensial dalam menghambat patogen Micobacterium fortuitum pada ikan (Sitepu et al., 2013), Lactobacillus acidophilus potensial menghambat bakteri Aeromonas hydrophila (Harahap et al., 2013), dan Lactobacillus plantarum potensial dalam menghambat petumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae (Mayasari et al., 2013). 15 1.1 Rumusan Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: 1. Jenis BAL yang manakah yang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen A. salmonicida penyebab penyakit pada ikan perairan tawar. 2. Apakah isolat A. salmonicida mampu membentuk biofilm pada permukaan PVC dan sisik ikan. 3. Apakah senyawa antimikrob BAL terplih mampu mengendalkan biofilm A. salmonicida. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah: 1. Penapisan isolat BAL yang potensial dalam menghanbat pertumbuhan A. salmonicida yang bersifat patogen pada ikan. 2. Mengetahui aktivitas antimikrob BAL potensial dalam menghambat pertumbuhan A. salmonicida yang bersifat patogen pada ikan. 3. Mengetahui kemampuan bakteri patogen A. salmonicida dalam membentuk biofilm dan kemampuan senyawa antimikrob BAL terpilih dalam pengendaliaan biofilm A. salmonicida. 1.5 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini didapatkan isolat BAL perairan tawar yang memiliki kemampuan mengendalikan A. salmonicida yang bersifat patogen pada ikan. Penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat sebagai informasi dengan memanfaatkan potensi aktivitas antimikroba bakteri asam laktat yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pemecahan masalah serangan patogen pada perikanan perairan.