BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Radiasi sinar X dapat memberikan efek terhadap sistem kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi dalam waktu 10-13 detik setelah pemaparan sinar X. Interaksi tersebut berupa reaksi ionisasi dan pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan perubahan dan kerusakan sel (White dan Pharoah, 2009; Whaites, 2003). Kerusakan sel yang disebabkan oleh sinar X dapat terjadi pada tingkat somatik maupun genetik. Kerusakan tingkat somatik terbagi menjadi efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik terjadi dan tampak beberapa saat setelah pemaparan (Whaites, 2003). Efek deterministik pada sel dapat terjadi pada struktur intraseluler dan tahap replikasi sel. Perubahan pada intraseluler sel oleh sinar X akan menyebabkan perubahan struktur sel, fungsi sel dan kematian sel sedangkan efek stokastik tampak setelah melewati periode laten sekitar 20 tahun atau lebih, sebagai contoh leukemia (White dan Pharoah, 2009; Whaites, 2003). Kerusakan sel oleh sinar X dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah radiosensitivitas sel. Semakin tinggi laju mitosis sebuah sel maka semakin sensitif sel tersebut terhadap radiasi sinar X. Salah satu contoh sel yang radiosensitif adalah sel – sel pada pembuluh darah (White dan Pharoah, 2009). Sel endotel merupakan sel yang paling radiosensitif pada pembuluh darah. Perubahan sel endotel sesaat setelah pemaparan merupakan tanda paling awal toksisitas radiasi terhadap jaringan. Permeabilitas vaskuler meningkat dalam waktu 1 2 beberapa menit atau jam setelah pemaparan radiasi sehingga meningkatkan aliran darah (Rubin, 1998). Peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pada area krevikuler dapat meningkatkan volume cairan sulkus gingiva (CSG). Cairan sulkus gingiva adalah transudat atau eksudat yang berupa plasma darah dan cairan intersisial yang bermigrasi dari pleksus pembuluh darah krevikuler ke sulkus gingiva melalui gerakan osmosis (Berkovitz dkk., 2011; Tsatala dkk., 2002 sit. Mardiyah, 2010). Volume CSG dapat dipengaruhi oleh inflamasi, stimulasi mekanis, hormon seksual, kebiasaan merokok dan terapi periodontal (Newman dkk., 2010). Volume CSG juga dapat dipengaruhi oleh aliran saliva. Penurunan curah saliva akan meningkatkan akumulasi plak sehingga menyebabkan inflamasi gingiva (Carpenter, 2015). Inflamasi pada gingiva dapat pula meningkatkan volume CSG (Bickel dan Cimansoni, 1985; Tsatala dkk., 2002 sit. Mardiyah, 2010). Volume CSG juga diketahui meningkat sesaat setelah pemaparan radiasi pada pasien yang menjalani radioterapi kanker leher dan kepala. Hasil penelitian pada pasien radioterapi leher dan kepala menunjukkan rerata volume CSG pada pasien yang telah dipapar dosis akumulatif 10 Gy adalah 0.15583 µL, sedangkan rerata volume CSG pada pasien sebelum pemaparan adalah 0.08708 µL. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa radiasi radioterapi dapat menjadi faktor penyebab peningkatan volume CSG (Mardiyah, 2010). Radiasi untuk keperluan terapi umumnya menggunakan dosis yang besar, sedangkan radiasi di kedokteran gigi umumnya menggunakan dosis yang kecil (Whaites, 2003). Dosis kecil pada radiasi kedokteran gigi diketahui dapat 3 menyebabkan kerusakan DNA dan sitotoksisitas pada sel-sel mukosa oral (Ribeiro, 2012). Radiografi di kedokteran gigi yang dewasa ini sering digunakan sebagai alat penunjang untuk mendiagnosis penyakit pada rahang dan gigi adalah radiografi panoramik (Arora dkk., 2014). Radiografi panoramik juga merupakan prosedur rutin pada pasien yang dirawat ortodontik cekat untuk mengevaluasi resorpsi eksternal pada gigi (Dudic dkk., 2009). Radiografi panoramik merupakan teknik radiografi dengan dosis efektif paling besar dibanding teknik-teknik radiografi lain yang sering digunakan di kedokteran gigi (Ludlow dkk., 2008). Dosis efektif radiografi panoramik adalah sebesar 9 – 26 µSv. Dosis tersebut setara dengan pemaparan radiasi alami yang diterima setiap individu selama 1 – 3 hari yaitu sebesar 8µSv per hari (White dan Pharoah, 2009). Dosis radiasi panoramik telah dibuktikan dapat menginduksi sitotoksisitas sel yang kemudian menyebabkan apoptosis (Angilerie dkk., 2007; Cerqueira dkk., 2008; Pai dkk., 2012). Sitotoksik radiasi panoramik menyebabkan karioreksis dan piknosis pada gingiva bukal yang merupakan tanda-tanda apoptosis sel (Diba, 2012; Rozaq, 2012). Sitotoksik radiasi radiografi panoramik pada mukosa oral terjadi terutama pada gingiva dan mukosa bukal karena merupakan mukosa oral yang terpapar langsung oleh sinar X (Arora dkk., 2014). Hubungan antara dosis radiasi terhadap efek merupakan hubungan tanpa ambang batas. Banyak penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat dosis aman. Hal tersebut menunjukan bahwa semua dosis radiasi dapat memberikan efek kerusakan biologis. Besar dosis radiasi yang dipapar tidak mempengaruhi keparahan kerusakan tersebut. The International Commission on Radiological 4 Protection (ICRP) menyatakan tidak terdapat dosis ambang untuk kerusakan biologis. Kerusakan biologis jangka panjang seperti kanker umumnya terjadi karena pemaparan radiasi dalam jangka panjang pula tanpa memperhatikan besar dosis pemaparan, sehingga dapat disimpulkan dosis pemaparan baik yang besar maupun kecil selalu dianggap membahayakan. Oleh karena itu, Kerusakan biologis akibat penggunaan radiasi sinar X di kedokteran gigi dapat terjadi meskipun dosis radiasi yang digunakan kecil (Whaites, 2003 ;Iannucci dan Howerton, 2012 ; UNSCEAR, 2012 sit. Lee dkk., 2014). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncul permasalahan : Apakah terdapat efek paparan radiografi panoramik terhadap volume CSG? C. Keaslian Penelitian Penelitian efek pemaparan radiasi panoramik terhadap sel epitel gingiva pasien telah dilakukan oleh Pai dkk. (2012) dan menunjukan bahwa radiasi panoramik tidak menyebabkan genotoksik tetapi sitotoksik pada epitel gingiva. Mardiyah (2010) meneliti tentang perubahan CSG pada penderita kanker dan leher kepala yang menjalani radioterapi dan menunjukan peningkatan volume CSG yang signifikan pada pasien setelah menerima paparan radiasi radioterapi. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang efek radiasi panoramik terhadap CSG belum dilakukan. Oleh karena itu, Penulis hendak meneliti tentang 5 perubahan volume CSG pasien setelah dilakukan pengambilan radiografi panoramik untuk keperluan diagnosis. D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat efek paparan radiografi panoramik terhadap volume CSG. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai efek paparan radiografi panoramik terhadap peningkatan volume CSG. 2. Mengetahui apakah dosis radiasi radiografi panoramik dapat menginduksi perubahan fisiologis pada volume CSG.