Budaya Organisasi dan PR - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Komunikasi
Organisasi
Budaya Organisasi
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
42008
Drs.Gufroni Sakaril, MM
Abstract
Kompetensi
Mempelajari budaya organisasi
meliputi: organisasi sebagai
budaya, konsep budaya organisasi,
budaya organisasi dan public
relations
Mahasiswa memiliki pengetahuan
dan pemahaman tentang berbagai
pandangan dan perkembangan teori
budaya, serta berbagai implikasinya
131
Pengantar
Pembahasan dalam modul ini berisi uraian tentang organisasi sebagai budaya,
konsep budaya organisasi, dan budaya organisasi dan PR.
Pendekatan Organisasi sebagai Kultur
Dikemukakan oleh Michael Paconowsky dan Nock o’Donnel Trujillo yang
memandang organisasi sebagai suatu kultur, dalam arti bahwa komunikasi organisasi
merupakan pandangan hidup (way of life) bagi para anggotanya. Menurut Pacanowsky dan
Trujillo ada lima bentuk penampilan organisasi, yaitu:
a) Ritual yaitu merupakan bentuk penampilan yang diulang-ulang secara teratur,
suatu aktuvutas yang
dianggap oleh suatu kelompok sebagai sesuatu yang
sudah biasa dan rutin.
Ritual merupakan bentuk penampilan yang penting
karena secara tetap akan memperbarui pemahaman kita mengenai pengalaman
bersama dan memberikan legitimasi terhadap sesuatu yang kita pikirkan,
rasakan dan kita lakukan.
b) Hasrat yaitu bagaimana para karyawan dapat mengubah pekerjaan-pekerjaan
rutin dan membosankan menjadi menarik dan merangsang minat. Cara yang
biasa digunakan adalah dengan penuturan pengalaman pribadi, rekan sekerja
ataupun pengalaman yang diorganisasi ataupun perusahaan tempat ia bekerja.
c) Sosialitas yaitu bentuk penampilan yang memperkuat suatu pengertian bersama
mengeni kebenaran ataupun norma-norma dan penggunaan aturan-aturan dalam
organisasi, seperti kata susila dan sopan santun. Aspek lain dari sosialitas
adalah ’privacy’, yaitu penampilan sosialitas yang dikomunikasikan dengan
penuh perasaan dan bersifat sangat pribadi seperti pengakuan, memberi nasihat
dan penyampaian kritik.
d) Politik organisasi yaitu merupakan bentuk penampilan yang menciptakan dan
memperkuat minat terhadap kekuasaan dan pengaruh, seperti memperlihatkan
kakuatan diri, kekuatan untuk mengadakan proses tawar menawar (bargaining
power) dan sebagainya.
e) Enkulturasi yaitu proses mengajarkan budaya kepada para anggota organisasi.
Contoh bentuk penampilan ini adalah ’learning theropes’ yang terdiri dari uruturutan penampilan ketika orang mengajarkan kepada orang lain tentang
bagaimana mengerjakan sesuatu.
2016
132
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Konsep Budaya Organisasi
Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan,
yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), dan
Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan
hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan,
binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu
philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa
itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan
atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahanperubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang
bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang
bisa didengar (Schein, 1991: 14).
Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari
untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk
diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan
bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan
oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut dibangun oleh 7
karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik adalah:
1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana
para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan
diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian
kepada rincian.
3. Orientasi
hasil
(Outcome
orientation).
Tingkatan
dimana
manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–orang anggota
organisasi itu.
5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja
diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota
organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
2016
133
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di
pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Realitas (dan budaya) organisasi juga sebagiannya ditentukan oleh simbol-simbol.
simbol merupakan representasi untuk makna. Anggota-anggota organisasi menciptakan,
menggunakan dan menginterpretasikan simbol setiap hari. Simbol-simbol ini, karenanya,
sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan
nonverbal di dalam organisasi. Sering kali, simbol-simbol ini mengomunikasikan nilai-nilai
organisasi.
Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Contohnya, perusahaanperusahaan memiliki slogan—di masa lalu maupun di masa kini—yang menyimbolkan nilainilai mereka, termasuk Motorola ("Intelligence Everywhere"), The New York Times ("AH News
That's Fit to Print"), dan Disneyland ("The Happiest Place on Earth"). Sejauh mana simbolsimbol ini efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi pada bagaimana karyawan
perusahaan mempraktikkannya. Misalnya, keyakinan Disneyland bahwa ia adalah tempat
paling bahagia di seluruh dunia akan menjadi aneh jika karyawannya tidak tersenyum, atau
apabila mereka kasar dan tidak sopan.
Simbol-simbol Budaya Organisasi
Katagori Umum
Tipe/Contoh Spesifik
seni/desain/logo
Simbol Fisik
bangunan/dekorasi
pakaian/penampilan benda material
upacara/ritual
Simbol Perilaku
tradisi/kebiasaan penghargaan/hukuman
anekdot/lelucon/jargon/nama/nam
Simbol Verbal
sebutan penjelasan
kisah/mitos/sejarah metafora
Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) menyatakan bahwa anggota organisasi
melakukan performa komunikasi tertentu yang berakibat pada munculnya budaya
organisasi yang unik. Performa (performance) adalah metafora yang menggambarkan
proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa
2016
134
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
organisasi sering kali memiliki unsur teatrikal, di mana baik supervisor maupun karyawan
memilih untuk mengambil peranan atau bagian tertentu dalam organisasi mereka.
Tabel Performa Budaya dalam Organisasi
Performa Ritual
ritual personal—;mengecek pesan suara dan e-mail; ritual tugasmengeluarkan tiket, menerima pembayaran; ritual social-acara kumpul
karyawan; ritual organisasi—rapat departemen, piknik perusahaan___
Performa
Hasrat
penceritaan kisah, metafora, dan pembicaraan yang berlebihan—"ini adalah
perusahaan yang paling tidak menghargai karyawan," "ikuti mata rantai
perintah yang diberikan, jika tidak perintah itu akan membelit lehermu"
Performa Sosiat
tindakan santun dan sopan; perpanjangan etiket—mengucapkan tarima kasih
pada pelanggan, obrolan di dekat pendingin air, menjaga "muka" orang lain
Performa Politis
menjalankan kontrol, kekuasaan, dan pengaruh—bos yang galak, ritual
intimidasi, penggunaan informan, tawar-menawar
Performa
Enkulturasi
Kompetensi yang didapat dari karir dalam organisasi-peranan belajar/mengajar,
orientasi, wawancara
1. Performa Ritual
Semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang disebut performa
ritual (ritualperformance). Ritual terdiri atas empat jenis: personal, tugas, sosial, dan organisasi.
Ritual personal (personal ritual) mencakup sernua hal yang Anda lakukan secara rutin di tempat
kerja. Misalnya, banyak anggota organisasi secara teratur mengecek pesan suara atau e-mail
mereka ketika mereka bekerja tiap hari. Ritual tugas (task ritual) adalah perilaku rutin yang
dikaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan.
Misalnya, ritual tugas seorang karyawan di Departemen Kendaraan Bermotor termasuk
mengeluarkan ujian mata dan tertulis, mengambil foto dari calon pengemudi, melaksanakan
ujian mengemudi, memverifikasi asuransi mobil, dan menerima pembayaran. Ritual sosial
(social ritual) adalah rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interaksi
dengan orang lain. Misalnya, beberapa anggota organisasi berkumpul bersama untuk
menghabiskan waktu bersama di bar pada hari Jumat, merayakan akhir pekan. Mengenai ritual
sosial Anda sendiri, ingatlah kembali rutinitas sosial di kelas Anda. Banyak dari Anda datang
lebih awal untuk bertemu dengan teman sekelas dan bercerita mengenai apa yang telah terjadi
2016
135
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
selama Anda tidak bertemu dan kemudian Anda akan meneruskan ritual sosial ini baik selama
waktu istirahat atau setelah kelas usai. Ritual sosial juga dapat mencakup perilaku nonverbal di
dalam organisasi, termasuk Jumat kasual dan penghargaan karyawan terbaik bulan ini. Yang
terakhir, yaitu ritual organisasi (organizational ritual) adalah kegiatan perusahaan yang sering
dilakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, dan bahkan piknik perusahaan.
2. Performa Hasrat
Kisah-kisah mengenai organisasi yang sering kali diceritakan secara antusias oleh para
anggota organisasi dengan orang lain disebut performa hasrat (passion performance).
Sering kali, orang dalam organisasi menjadi begitu menggebu-gebu dalam bercerita.
3. Performa Sosial
Jika performa hasrat memiliki sedikit kepedulian mengenai orang yang menjadi inti
cerita, performa sosial (socialperformance) merupakan perpanjangan sikap santun dan
kesopanan untuk mendorong kerja sama di antara anggota organisasi. Pepatah yang
mengakatan "hal kecil memulai hal yang besar" berhubungan langsung dengan performa ini.
Baik dengan senyuman atau sapaan "selamat pagi," menciptakan suatu rasa kekeluargaan
sering kali merupakan bagian dari budaya organisasi. Akan tetapi, sering kali sangat sulit untuk
bersikap sopan. Ketika suasana sedang tegang, sungguh merupakan hal yang sulit dan
terkadang menjadi tidak tulus untuk tersenyum dan mengucapkan "selamat pagi" pada
orang lain. Kebanyakan organisasi menginginkan untuk mempertahankan perilaku yang
profesional, bahkan di masa yang sulit, dan performa sosial membantu tercapainya hal ini.
4. Performa Politis
Ketika budaya organisasi mengomunikasikan performa politis (political performance),
budaya ini sedang menjalankan kekuasaan atau kontrol. Mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan dan kontrol merupakan ciri dari kehidupan korporat di Amerika Serikat. Walaupun
demikian, karena kebanyak organisasi bersifat hierarkis: Harus ada seseorang dengan
kekuasaan
untuk
mencapai
segala
sesuatu
dan
memiliki
cukup
kontrol
untuk
mempertahankan dasar-dasar yang ada.
5. Performa Enkulturasi
Tipe performa yang kelima yang diidentifikasi oleh Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo
disebut sebagai performa enkulturasi. Performa enkulturasi (enculturation performance)
merujukpada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat
menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Peforma-performa ini dapat berupa
2016
136
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sesuatu yang berani maupun hati-hati, dan performa ini mendemonstrasikan kompetensi
seorang anggota dalam sebuah organisasi.
Budaya Organisasi dan PR
Berkaitan dengan dimensi komunikasi dalam kegiatan Public Relations (selanjutnya
disebut PR), Ruslan (1997:15-16) mengatakan bahwa kegiatan komunikasi secara
sederhana tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengandung unsur persuasi,
yakni agar orang lain bersedia menerima suatu pemahaman dan pengaruh, mau melakukan
suatu perintah, bujukan, dan sebagainya. PR dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
selalu berusaha memenuhi keinginan perusahaan, lembaga maupun individu yang
diwakilinya, apa dan bagaimana aktivitas komunikasi tersebut harus diinformasikan,
temanya apa, untuk berapa lama, sejauhmana dukungan dana, manajemen dan fasilitas,
serta dapatkah memenuhi keinginan dan mencapai target?
Dalam konteks yang lebih umum, Kasali (1992:190) mendefinisikan PR adalah
bentuk komunikasi persuasif dan terencana yang ditujukan untuk mempengaruhi publik yang
berarti. Kata kuncinya adalah “terencana”, artinya, PR bukan hanya dilakukan sewaktuwaktu saat dibutuhkan saja, dan “persuasif”, karena dalam hal ini satu pihak menginginkan
satu pihak lain untuk melakukan atau mempercayai sesuatu. Dan itu dilakukan lewat
komunikasi. Sedang pihak lain tadi adalah “publik yang berarti”, yaitu orang-orang yang
terlibat dan berkepentingan terhadap aktivitas pihak lainnya.
PR harus mahir dalam berkomunikasi untuk tercapainya komunikasi yang efektif,
efisien, dan tepat sasaran. Pada dasarnya kegiatan PR merupakan bagian dari teknik
berkomunikasi dengan ciri khas komunikasi dua arah (two way traffic communication). PR
dalam hal ini berperan sebagai jembatan (bridge of communication) antara perusahaan atau
organisasi yang diwakilinya dengan publiknya, demikian pula sebaliknya. Artinya, PR dapat
dikatakan berfungsi sebagai media. Bila kita ingin agar terlihat sebagai perusahaan atau
organisasi yang inovatif, maka aliran informasi mengenai keinovatifan tersebut harus terus
berjalan sesuai perkembangan perusahaan atau organisasi beserta produk atau jasa yang
dihasilkannya. Selain itu, membidik publik yang lebih spesifik dengan program yang
terencana akan mengangkat nilai aktivitas ke-PR-annya.
Kasali (1993:191) menegaskan bahwa PR lebih ditekankan sebagai komunikasi dua
arah bagi kepentingan bersama, dengan membentuk suatu saling pengertian atas konflik
kepentingan yang timbul. Berdasarkan saling pengertian itu, hubungan antara perusahaan
dan publiknya diharapkan akan dapat selalu dipelihara sehingga kedua belah pihak dapat
mengambil manfaatnya. Namun begitu, Ruslan (1997:16) mengutip pernyataan Newton dan
2016
137
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Siegried, yaitu “apapun bentuk pesan yang disampaikannya, yang terpenting dia harus tahu
apa dan mengapa dari kata-kata serta kalimat yang akan diucapkannya”.
Dalam menjalankan peran PR tersebut, menurut Mahmudi (Desember 1999) PR
perlu menyusun strategi PR baik ditujukan ke dalam (internal public) maupun ke luar
(external public) organisasi/perusahaan. Dalam memberdayakan publik internal bahwa
mereka dapat memberi pengaruh dan kontribusi terhadap citra positif atau pun citra negatif
organisasi, PR mesti menanamkan budaya untuk menjunjung citra yang baik pada setiap
anggota organisasi. Tiap anggota organisasi harus menyadari bahwa mereka merupakan
“PR tidak resmi” organisasi di mana sikap, tingkah laku, perbuatan dan ucapannya akan
selalu mendapat sorotan pihak luar yang dapat mempengaruhi organisasi.
Menciptakan budaya organisasi bahwa tiap anggota organisasi adalah “PR tidak
resmi” organisasi tidaklah mudah. Namun demikian, PR dapat memberikan perannya
sebagai berikut:
1. Menumbuhkan perasaan committed pada diri tiap anggota bahwa mereka dapat
memberikan sumbangan terbaiknya baik organisasi.
2. Menumbuhkan rasa percaya diri pada tiap anggota bahwa mereka dapat
mewujudkan tujuan organisasi yang berkualitas.
3. Menumbuhkan rasa bangga pada tiap anggota bahwa mereka memiliki andil
yang besar dalam mencapai tujuan organisasi.
4. Menumbuhkan rasa turut memiliki bahwa tiap anggota organisasi adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari organisasi.
5. Menumbuhkan rasa loyalitas yang tinggi pada tiap anggota bahwa mereka
memperoleh perhatian yang layak dari pihak manajemen organisasi.
Untuk keperluan tersebut, PR harus secara terus menerus melakukan pembinaan
hubungan komunikasi yang harmonis dengan publik internalnya. Pembinaan hubungan
komunikasi ini dapat dilakukan melalui pemberian informasi yang jujur dan terbuka dengan
memandang publik internal sebagai bagian dari tujuan organisasi bukan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Pola hubungan komunikasi ini berarti komunikasi yang dilakukan PR
bersifat informatif dan persuasif.
2016
138
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Oemi, 1990, Dasar-Dasar Public Relations, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu,. Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Remadja
Rosdakarya.
Jefkins, Frank, 1988, Public Relations Techniques, London: Heinemann Professional
Publishing Ltd
Mahmudi, Marwan, “Penerapan Marketing Public Relations”, Jurnal Kampus Tercinta, IISIP
Jakarta, No. 10 Tahun III, April – Agustus 1999.
--------------, “Peranan Public Relations dalam Menciptakan Citra Positif Organisasi”,
Majalah Ilmiah WIDYA, Kopertis Wilayah III – Jakarta, No. 171 Tahun XVI,
Desember 1999
Pace, R. Wayne & Don F. Faules, 2006, Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, cetakan keenam, penerjemah: Deddy Mulyana, Bandung:
Remadja Rosdakarya.
2016
139
Komunikasi Organisasi
Drs. Gufroni Sakaril,M.M
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download