BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori berisi tentang ulasan teori-teori dari berbagai sumber yang berkaitan dengan marketing secara umum, perilaku konsumen secara umum serta variabel-variabel yang diteliti antara lain salesperson’s expertise, corporate image, consumer trust, dan purchase intention. 2.1.1 Marketing Berbagai definisi pemasaran telah banyak berkembang seiring dengan waktu. Pada awalnya, pemasaran hanya dikenal sebagai proses menjual dan beriklan, atau dengan kata lain hanya sebuah proses transaksi saja. Namun, dewasa ini pemasaran dikenal sebagai proses dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Seorang pemasar yang memahami kebutuhan pelanggan dapat mengembangkan produk atau jasa yang memberikan nilai superior bagi pelanggan, menetapkan harga, mendistribusikan, serta melakukan promosi secara efektif. Dengan demikian, bauran pemasaran berkaitan dengan 4P (product, price, place, promotion). Pemasaran merupakan hal terpenting yang wajib dilakukan karena kunci keberhasilan penjualan dari suatu produk bergantung pada bagaimana cara pemasaran dilakukan oleh sebuah perusahaan. Kotler dan Armstrong (2012) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. AMA (The American Marketing Association) mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi organisasi dan serangkaian proses dalam menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan serta mengelola hubungan dengan pelanggan yang menguntungkan bagi organisasi dan seluruh pemangku Peter, J.Paul, Donelly, & James, (2011) Proses pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya dapat dirangkum kedalam lima tahapan berikut ini: 11 12 Gambar 2.1 Proses Pemasaran Sumber: Kotler dan Armstrong (2012;29) a. Memahami pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan Pasar merupakan kumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk. Para pembeli ini mempunyai kesamaan kebutuhan atau keinginan tertentu yang dapat dipuaskan melalui hubungan pertukaran. Penciptaan hubungan ini memerlukan beberapa usaha mendasar seperti mencari pembeli, kemudian mengenali kebutuhan dan keinginan mereka. Kebutuhan manusia meliputi kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan pribadi, sedangkan keinginan merupakan kebutuhan manusia yang terbentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Dalam memahami pasar, kebutuhan serta keinginan pelanggan, suatu perusahaan perlu melakukan riset terhadap konsumen dan kemudian menganalisisnya. b. Merancang strategi pemasaran yang digerakkan oleh pelanggan Rancangan strategi pemasaran harus dilakukan sesuai dengan pelanggan yang akan dilayani dan cara terbaik dalam melayani pelanggan ini. Sehingga untuk memutuskan siapa pelanggan yang akan dilayani, perusahaan dapat membagi pasar ke dalam beberapa segmen pelanggan dan selanjutnya memilih segmen mana yang akan dikejar. Selanjutnya perusahaan perlu mendiferensiasikan dan memposisikan dirinya di pasar agar mampu bersaing dengan kompetitor. Terdapat lima konsep yang 13 mendasari langkah organisasi dalam merancang dan melaksanakan strategi pemasaran mereka, yaitu konsep produksi, produk, penjualan, pemasaran dan pemasaran berwawasan sosial. c. Membangun program pemasaran terintegrasi yang memberikan nilai yang unggul Membangun program pemasaran terintegrasi harus mencakup bauran pemasaran, yaitu kumpulan sarana pemasaran yang digunakan dalam mengimplementasikan strategi pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi. Dalam memberikan proporsi nilai yang unggul, perusahaan harus menciptakan produk yang memuaskan kebutuhan pelanggan, memberikan penawaran harga bersaing, membuat penawaran tersedia bagi target konsumen (tempat) dan perusahaan harus mampu berkomunikasi dengan target konsumen tentang penawaran kemudian membujuk mereka agar tercipta transaksi (promosi). d. Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasan pelanggan Kunci untuk membangun hubungan pelanggan adalah menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul serta membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. e. Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasan pelanggan Kunci untuk membangun hubungan pelanggan adalah menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul serta membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Kepuasan pelanggan bergantung pada puas akan menjadi pelanggan yang setia dan memberikan pangsa bisnis yang lebih besar bagi perusahaan pada kinerja anggapan produk relatif terhadap ekspektasi pembeli. Pelanggan yang puas akan menjadi pelanggan yang setia dan memberikan peluang bisnis yang besar bagi perusahaan. 14 2.2 Salesperson’s Expertise Menurut Ferdinand (2004) di dalam peningkatkan kinerja pemasaran terdapat juga peningkatan kinerja penjualan dan tenaga penjualan. Selain itu menurutnya ada asumsi bahwa layak tidaknya sebuah bisnis dijalankan diukur dari kinerja tenaga penjualnya. Menurut Kotler (2012) menyatakan bahwa kompetensi tenaga penjual terdiri dari (1) interpersonal skills (kompetensi dalam pendekatan tenaga personal), seperti mengetahui bagaimana untuk mencakup semuanya dan mengatasi konflik; (2) salesmanship skills (kompetensi melakukan aktivitas penjualan), seperti mengetahui bagaimana untuk membuat presentasi dan bagaimana menuntup penjualan; dan (3) technical skills (kompetensi akan pengetahuan produk perusahaan), seperti pengetahuan fitur dan benefit produk,engineering skills, dan prosedur yang dibutuhkan oleh kebijakan perusahaan. Didalam kinerja tenaga penjual terbentuk dari tiga indikator yang saling berhubungan, yaitu: 1. Salesforce nonselling behavioral performance merupakan aktivitas yang dilakukan oleh tenaga penjual pada waktu tidak melakukan aktivitas penjualan secara langsung. Misal menyediakan informasi bagi para outlet. 2. Salesforce selling behavioral performance merupakan aktivitas yang dilakukan oleh tenaga penjual yang dapat berakibat langsung pada penjualan. Misal melakukan presentasi penjualan. Kotler (2012) menjelaskan bahwa dalam melakukan presentasi seorang tenaga penjual sebaiknya mengikuti rumus AIDA guna memperoleh perhatian (attention), menimbulkan minat (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menghasilkan tindakan (action). Selama presentasi berlangsung, tenaga penjual perlu menekankan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dengan memperlihatkan keistimewaan produk yang ditawarkan. 3. Salesforce outcome performance merupakan hasil akhir yang ditunjukkan oleh tenaga penjual sebagai penilaian atas kinerja selama ini. Kinerja tenaga penjual salah satu contohnya ditunjukkan dengan indikator volume penjualan total. Liu dan Leach (2001) mengemukakan bahwa kompetensi tenaga penjualan adalah keahlian tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas penjualan. Keahlian 15 tenaga penjual adalah keyakinan akan adanya pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjualan tersebut yang mendukung hubungan bisnis (Liu dan Leach, 2001). Liu dan Leach (2001) menjelaskan bahwa kompetensi tenaga penjual adalah suatu bentuk pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga penjual yang nantinya akan berpengaruh pada hubungan bisnis. Kompetensi tenaga penjual lebih sering ditunjukkan melalui solusi yang diberikannya dalam melayani pelanggannya. Kompetensi tenaga penjual mengindikasikan adanya nilai tambah yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini berarti semakin tinggi kompetensi tenaga penjual maka semakin tinggi pula nilai tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kompetensi tenaga penjual ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama ini. Liu dan Leach (2001) menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap tenaga penjual merupakan suatu keadaan dimana konsumen dapat mengandalkan tenaga penjual dalam memenuhi kebutuhannya dan menepati janji dalam waktu tertentu. Lebih jauh dari itu, (Foster, D, & W, 2011) menyebutkan semakin tinggi nilai yang ditempatkan konsumen pada suatu hubungan kerja maka konsumen tersebut lebih menyukai untuk menjaga hubungan kepercayaan daripada risiko yang tidak pasti dari suatu proses hubungan baru. Liu dan Leach (2001) menjelaskan bahwa kompetensi dari tenaga penjual adalah dapat diandalkan (dependable), jujur (honest), memiliki keahlian (expert), menyenangkan (likeable), memiliki pengetahuan yang baik mengenai produk, memiliki pengalaman, dan mampu memberikan solusi yang dibutuhkan pelanggan. Selain kompetensi tersebut, disebutkan juga bahwa tenaga penjual yang menyenangkan dan konsisten merupakan kompetensi yang disukai konsumen. Studi Rentz, dkk (2009) mengungkapkan bahwa tenaga penjual dengan tingkat keahlian dan kekuatan referensi yang lebih tinggi dipandang lebih bisa dipercaya oleh pelanggan. Pengetahuan tentang produk atau pasar sebagai elemen keahlian tenaga penjual dalam aktivitas penjualan, sering dicatat diantara kriteria yang paling penting dalam menentukan aktivitas tenaga penjual terhadap pelanggan. 2.2.1 Dimensi Salesperson’s Expertise Menurut Kotler (2012) menyatakan bahwa kelima dimensi pokok pelayanan keahlian tenaga kerja adalah: 16 a) Reability (reabilitas) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang ditepati. b) Responsiveness (daya tanggap) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. c) Assurance (jaminan) Adalah perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai setiap pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. d) Empathy (empati) Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. e) Tangibles (bukti fisik) Berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 2.3 Corporate Image Citra atau image merupakan hal yang penting bagi suatu jasa. Konsep citra pertama kali diutarakan dalam penelitian Martineau (2008) yang menggambarkan citra sebagai bentuk pemikiran dan perasaan yang mempengaruhi perilaku berbelanja konsumen. Frederick (2008) menganggap citra sebagai cerminan manfaat yang diperoleh konsumen dari harga, kualitas jasa dan inovasi suatu jasa. Meskipun demikian, belum ada konsensus tentang definisi citra. Definisi tentang citra yaitu cara sebuah toko didefinisikan dalam benak pembelanja, sebagian oleh kualitas fungsional dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis. 17 Pada tingkatan perusahaan, citra didefinisikan sebagai persepsi-persepsi dari suatu organisasi yang tercermin dan tersimpan dalam memori konsumen. Citra perusahaan (corporate image) menurut Frank Jefkins (2004) dalam bukunya Public Relations adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra atas produk ataupun layanannya. Definisi citra merek perusahaan (corporate image) menurut Keller (2009) adalah asosiasi yang ada pada pikiran konsumen terhadap suatu perusahaan yang menghasilkan barang atau menyediakan jasa untuk konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi corporate image terdiri dari: 1. Cleanliness (kebersihan) Kebersihan dapat menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk berkunjung. Pengelola jasa harus mempunyai rencana yang baik dalam pemeliharaan kebersihan eksterior dan interior, apabila tidak dirawat kebersihannya akan menimbulkan penilaian yang negatif dari konsumen. 2. Layout (tata letak) Tata letak (layout) dapat diartikan sebagai tata letak yang harus dirancang dan dibuat setelah lokasi jasa dipilih. Tata letak mempengaruhi seberapa lama konsumen akan memakai jasa, berapa banyak posisi yang mengalami kontak pandang dengan konsumen, jalur mana yang dalam jasa akan dilalui konsumen. 3. Atmosphere (suasana) Fasilitas fisik harus dapat menciptakan sebuah atmosfir atau suasana yangdapat memproyeksikan citra jasa yang diinginkan. Suasana akan melibatkan afeksi dalam bentuk status emosi dalam jasa yang mungkin tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen. Suasana inilah yang memberikan stimuli pada seorang konsumen untuk mendekat maupun menghindar. 4. Location (lokasi) Lokasi merupakan faktor pengusaha menempatkan basis pemasarannya untuk memasukkan suatu produk. Biasanya konsumen tidak akan pergi terlalu jauh untuk memenuhi kebutuhannya. Mencari dan menentukan lokasi suatu bisnis (location) merupakan tugas yang penting, karena penentuan lokasi yang tepat merupakan salah satu kunci kesuksesan suatu usaha. Lokasi yang baik akan menciptakan tersedianya akses yang cepat, 18 dapat menarik sejumlah besar konsumen dan cukup kuat untuk mengubah pola berbelanja dan pembelian konsumen. 5. Personnel (karyawan) Karyawan yang sopan, ramah dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai produk yang dijual akan menguatkan citra perusahaan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan. 6. Technology (produk) Pengelola jasa harus memutuskan mengenai variasi, ukuran dan kualitas produk yang akan dijual. Mereka harus memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. 7. Pricing (penetapan harga) Dalam situasi strategi pemberian harga dalam pasar, terdapat banyak persaingan dan konsumen cenderung mencari harga yang paling rendah. Dalam beberapa kasus, reaksi pesaing dalam merubah harga menghasilkan perang harga, dimana pengecer-pengecer menurunkan harga dibawah harga standar dan kadang di bawah biaya produksi untuk menarik konsumen. 2.3.1 Dimensi Corporate Image Menurut Keller (2003) menyatakan bahwa dimensi daripada citra perusahaan terdiri dari: a) Quality (kualitas) Berkaitan dengan atribut produk, manfaat dan perilaku secara umum, terkait kualitas dan inovasi. b) Customer Orientation Berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dengan orang, terciptanya relationship, terkait orientasi pada pelanggan. c) Attractiveness (ketertarikan) Kredibilitas perusahaan, terkait dengan keahlian, kepercayaan dan menyenangkan. 2.4 Consumer Trust Menurut Lau dan Lee (2002), kepercayaan terhadap merek adalah keinginan konsumen mempercayai merek dengan segala resikonya, karena adanya harapan 19 yang dijanjikan oleh perusahaan dalam memberikan hasil yang positif bagi konsumen. Dalam membentuk kepercayaan konsumen terhadap mereka, terdapat tiga faktor yang utama, yaitu : 1. Karakteristik merek, termasuk di dalamnya : a. Reputasi merek (brand reputation) b. Sifat predictable merek c. Kompetensi merek 2. Karakteristik perusahaan a. Kepercayaan terhadap perusahaan (corporation trust) b. Reputasi perusahaan (corporate reputation) c. Motif perusahaan yang dirasakan konsumen d. Integritas perusahaan 3. Karakteristik hubungan merek dan konsumen (brand consumer relationship) a. Kesesuaian antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek (brand personality) b. Kepuasan menggunakan sebuah merek (brand satisfaction) c. Kesukaan terhadap merek (liking the brand) d. Pengalaman menggunakan merek e. Pengaruh teman atau lingkungan sosial untuk menggunakan suatu merek f. Pengaruh iklan produk Dari pengertian diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa dalam menciptakan kepercayaan terdapat tiga faktor penting yang dikemukakan oleh Lau dan Lee. Ketiga faktor penting tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan yang membuat merek dan konsumen. Menurut Gurviez dan Korchia (2003) terdapat beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari variabel kepercayaan, yaitu: 1. Kepercayaan dan komitmen merupakan variabel yang terpenting dan strategis untuk menjaga hubungan jangka panjang antar partner industri dan bisnis. 20 2. Penjelasan dari variabel kepercayaan dan komitmen dalam hubungan antara perusahaan dan konsumen memberikan suplemen pada teori ekonomi khusunya mengenai biaya transaksi. 3. Kesulitan terbesar dalam mengkonsepsikan kepercayaan adalah pada dasar kognitif maupun afektif. Penelitian yang dilakukan olehnya membuktikan bahwa kepercayaan, komitmen dan kepuasan akan mempengaruhi hubungan dengan konsumen dan loyalitas. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa trust merupakan suatu respon dari konsumen akibat penggunaan suatu merek dimana konsumen mendapatkan efek kognitif yaitu kepercayaan dari pengalaman. 2.4.1 Dimensi Consumer Trust Terdapat 3 dimensi menurut Dawn Gregg (2010): a. Ability Merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan produk atau jasa yang berkualitas sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumen, dan konsumen dapat terpuaskan dengan adanya produk atau jasa tersebut. b. Integrity Merupakan kemampuan untuk menjalankan perusahaan dan bisnisnya dengan baik dan adil, mau belajar dari kesalahan, memiliki keinginan untuk memperbaiki kesalahan. c. Benevolence Merupakan kepercayaan bahwa penyedia jasa bertindak untuk kepentingan pelanggan dan tidak akan memanfaatkan hubungan yang sudah terbentuk. 2.5 Purchase Intention Menurut Belch (2004) purchase intention adalah penggunaan atau pembelian kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Minat pembeli adalah kecenderungan untuk membeli sebuah merek dan secara umum berdasarkan kesesuaian antara motif pembelian dengan atribut atau karakteristik dari merek yang dapat dipertimbangkan (Belch, 2004) 21 Peter & Olson (2005) menyebutkan bahwa purchase intention adalah keinginan yang kuat gairah kecenderungan hati yang sangat tinggi untuk mendapatkan sesuatu dengan cara pengorbanan, mendapatkan sesuatu dengan membayarkan uang. Dalam setiap transaksi antara penjual dan pembeli, diharapkan tercipta keputusan untuk membeli suatu barang atau jasa. (Peter & Olson, 2005) mendefinisikan keputusan pembelian sebagai proses pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Bentuk proses pengambilan keputusan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: a. Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian yang rendah. Planned purchase, dapat dialihkan dengan taktik pemasaran misalnya pengurangan harga, kupon, atau aktivitas promosi lainnya. b. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh diskon harga, atau display produk. c. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih di tempat pembelian. Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pasangan sebagai pengganti daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat mengingatkan seseorang akan kebutuhan dan memicu pembelian. Dalam membeli suatu produk atau jasa, seorang konsumen harus melewati beberapa proses dalam keputusan pembelian. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:176) terdapat lima proses dalam pengambilan keputusan pembelian, yaitu: Gambar 2.2 Tahapan Pengambilan Keputusan Sumber: Kotler, Philip, 14th edition (2012) Principles of Marketing 22 1. Pengenalan Kebutuhan Proses pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan (need recognition) dimana pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu oeleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang seperti rasa lapar, haus – timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi dorongan. Kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan eksternal seperti iklan pada TV, promosi harga, atau diskusi dengan teman. 2. Pencarian informasi Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen, maka konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi (information search) yang berhubungan dengan kebutuhan. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan), sumber komersial (iklan, wiraniaga, situs web, kemasan, tampilan), sumber publik (media massa, pencarian melalui internet), dan sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk). 3. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternative (alternative evaluation) yaitu bagaimana konsumen memproses informasi untuk sampai pada pilihan merek. Konsumen akan menggunakan informasi yang tersimpan dalam ingatan, ditambah dengan informasi yang diperoleh dari luar untuk membangun suatu kriteria tertentu, evaluasi sering mencerminkan keyakinan dan sikap. Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengauhi perilaku pembelian mereka. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. (1) konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. (2) konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. (3) konsumen memandang masingmasing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang 23 berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan membentuk niat pembelian. Pada umumnya, keputusan pembelian (purchase decision) konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi terdapat dua faktor yang bisa menyebabkan antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, sedangkan faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian aktual. 5. Perilaku pasca pembelian Merupakan tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian, berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Setelah pembelian dan mengkonsumsi produk, konsumen akan mengalami kesesuaian dan ketidaksesuian dengan fitur-fitur tertentu pada produk. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika puas, konsumen akan menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk kembali membeli produk tersebut. Pelanggan yang puas juga cenderung menceritakan hal-hal yang baik tentang merek-merek tersebut kepada orang lain. Pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut, pergi ke pengacara, atau mengadu ke kelompok-kelompok lain (seperti lembaga bisnis, swasta, dan pemerintah). 24 2.5.1 Indikator-indikator Purchase Intention Terdapat beberapa indikator menurut Peter & Olson (2005) yaitu: 1. Transactional Mempertimbangkan perusahaan sebagai pilihan pertama saat membeli produk 2. Refrensial Merekomendasikan teman bisnis atau orang lain untuk membeli produk perusahaan, Memberikan testimoni positif sebagai bentuk promosi kepada orang lain. 3. Prerefrensial Menjadikan perusahaan prefensi utama saat pembelian oleh nasabah. 4. Eksploratif Konsumen mencari data-data dan informasi mengenai perusahaan sebelum melakukan pembelian. 2.6 Kerangka Pemikiran H3 Salesperson’s Expertise (X1) H1 H2 H5 Consumer Trust (Y) Corporate Image (X2) Purchase Intention (Z) H4 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 2.7 Hipotesis o T1: • H1 : Salesperson’s Expertise memiliki pengaruh terhadap Consumer Trust • H2 : Corporate Image memiliki pengaruh terhadap Consumer Trust • H3 : Salesperson’s Expertise dan Corporate Image memiliki pengaruh terhadap Consumer Trust 25 o T2: • H4 : Consumer Trust memiliki pengaruh terhadap Purchase Intention o T3: • H5 : Salesperson’s Expertise memiliki pengaruh terhadap Purchase Intention • H6 : Corporate Image memiliki pengaruh terhadap Purchase Intention 26