BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur kinerja, perusahaan akan disebut berkinerja baik apabila perusahaan masih mendapatkan hasil positif dari perhitungan penjualan bersih dikurangkan dengan biaya-biaya atau disebut juga dengan laba, sebaliknya perusahaan akan disebut berkinerja buruk apabila hasil penjualan bersih dikurangkan dengan biaya adalah negatif, atau biasanya disebut rugi Selain menjadi tolak ukur kinerja, laba juga menjadi dasar dalam menghitung jumlah pajak terutang, dan kerugian akan menjadi dasar untuk menentukan fasilitas kompensasi kerugian yang bisa dinikmati oleh wajib pajak Agar layak dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan pajak, maka dalam menghitung keuntungan dan kerugian ini harus berdasarkan pada peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku, namun sayangnya pada saat menyusun laporan keuangan PT. KIA tidak menggunakan peraturan perpajakan yang berlaku, tetapi berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, sehingga tidak bisa begitu saja keuntungan atau kerugian tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menentukan pajak terutang atau kompensasi kerugian Dalam menyusun laporan keuangan secara komersial, PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk telah melakukan pembukuan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum dan telah melakukan audit terhadap laporan keuangan tersebut, oleh sebab itu disimpulkan laporan keuangan tersebut telah bebas dari salah saji 57 Keuntungan maupun kerugian usaha dapat ditemukan di dalam laporan laba rugi PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk, berikut ini adalah perhitungan laba rugi yang dimiliki oleh PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk selama tahun 2005, 2006, dan 2007: Pada periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk mengalami kerugian usaha sebesar Rp 115,475,954,978, dengan rincian sebagai berikut: Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Laba Kotor Beban Usaha Rp189,568,730,290 (Rp163,673,167,393) Rp25,895,562,897 (Rp27,501,509,778) Pendapatan (Beban) Lain-Lain (Rp113,870,008,097) Rugi Sebelum Pajak (Rp115,475,954,978) Untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2006 PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk mengalami keuntungan sebesar Rp 152,192,300,337 dengan rincian sebagai berikut: Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Laba Kotor Beban Usaha Rp160,364,371,890 (Rp130,802,697,175) Rp29,561,674,715 (Rp31,341,943,872) 58 Pendapatan (Beban) Lain-lain Rp153,972,569,494 Laba Bersih Sebelum Pajak Rp152,192,300,337 Pada periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2007 PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk kembali mengalami kerugian yaitu sebesar Rp77,521,897,077 dengan rincian sebagai berikut: Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Laba Kotor Beban Usaha Pendapatan (Beban) Lain-Lain Rugi Sebelum Pajak Rp257,615,282,302 (Rp209,018,024,243) Rp48,597,258,059 (Rp25,380,756,532) (Rp100,738,398,604) (Rp77,521,897,077) IV.2 Laba Rugi Secara Fiskal Perhitungan Laba atau Rugi secara fiskal memiliki sedikit perbedaan apabila dibandingkan dengan komersial, hal ini disebabkan karena pada fiskal ada beberapa biaya yang tidak boleh dikurangkan kepada penjualan bersih dan ada penghasilan yang tidak boleh diakui Karena PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk tidak melakukan pembukuan ganda maka untuk mencari keuntungan atau kerugian fiskal perlu dilakukan rekonsiliasi 59 fiskal, yaitu suatu proses untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal Menyusun laporan keuangan fiskal sendiri memberikan banyak keuntungan bagi wajib pajak, antara lain; 1. Mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)nya. 2. Mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak. 3. Penyajian informasi tentang posisi finansial dan hasil usaha untuk bahan analisis maupun pengambilan keputusan ekonomis perusahaan; Seperti yang diatur dalam SE-50/PJ.71/1989 IV.2.1 Rekonsiliasi Fiskal Untuk bisa melakukan rekonsiliasi fiskal terlebih dahulu harus dipahami mengenai Undang-Undang perpajakan yang mengatur prinsip-prinsip mengenai penyusunan laporan laba rugi fiskal, sehingga dengan memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut, laporan keuangan komersial kemudian dapat disesuaikan menjadi laporan keuangan fiskal Perbedaan pertimbangan yang mendasari penyusunan laporan keuangan komersial dan dengan kebijaksanaan perpajakan akan menghasilkan jumlah angka laba atau rugi yang berbeda. Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan seperangkat standar akuntansi yang memberikan toleransi fleksibilitas aplikasi dengan mengutamakan pendekatan kewajaran penyajian, sedangkan laporan keuangan fiskal sering diwarnai dengan pertimbangan sosial, politis, dan ekonomi baik nasional, regional 60 bahkan internasional, pertimbangan tersebut misalnya pemerataan beban pajak, azas keadilan, stimulasi, relokasi investasi. Beberapa penyebab perbedaan antara laporan keuangan fiskal dan komersial itu antara lain sebagai berikut ini: 1. Perbedaan apa yang dianggap penghasilan atau biaya menurut ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya natura, pembebasan utang, dll. 2. Ketidaksamaan pendekatan dalam penghitungan penghasilan atau biaya, misalnya metode depresiasi, penerapan norma perhitungan, dll. 3. Pemberian keringanan yang lain, misalnya penyusutan dipercepat, kompensasi kerugian, dll. 4. Perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara, atau harta yang tidak dipakai dalam usaha Perbedaan-perbedaan itu kemudian akan menyebabkan perbedaan angka antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal, untuk dapat menyesuaikan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal maka perlu dilakukan koreksi. Terdapat dua macam koreksi fiskal yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Fiskal positif terjadi apabila biaya yang diakui secara komersial lebih kecil atau tidak diakui secara fiskal sehingga akan menyebabkan jumlah pajak yang terutang akan bertambah karena terjadi pengurangan biaya, sebaliknya fiskal negatif terjadi apabila biaya yang diakui komersial lebih besar dari pada biaya secara fiskal, sehingga akan menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar menjadi lebih kecil karena terjadi penambahan biaya 61 Perbedaan-perbedaan yang ada antara laporan keuangan komersial dan fiskal juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan angka yang bersifat permanen dan temporer. Perbedaan permanen terjadi karena administrasi pajak menghitung penghasilan atau biaya fiskal berbeda dengan penghasilan atau biaya pada pembukuan (standar akuntansi) yang disebabkan karena perbedaan prinsip-prinsip yang dianut, tanpa ada koreksi di kemudian hari. Perbedaan permanen positif terjadi apabila laba komersial lebih besar dari laba fiskal. Sedangkan perbedaan permanen negatif terjadi apabila penghasilan komersial lebih rendah daripada penghasilan fiskal Perbedaan temporer adalah perbedaan yang bersifat sementara, terjadi karena adanya ketidaksamaan saat pengakuan penghasilan atau biaya oleh fiskal dan komersial. Perbedaan waktu positif terjadi karena apabila pengakuan beban untuk tujuan perpajakan lebih cepat dari pengakuan beban komersial. Berikut ini adalah rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh PT. KIA Rekonsiliasi fiskal untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 Rugi sebelum pajak menurut laporan (Rp115,475,954,978) laba rugi Dikurangi rugi anak perusahaan Rp76,366,039,913 Rugi sebelum pajak perusahaan (Rp39,109,915,065) Perbedaan Temporer Penyusutan aktiva tetap Beban imbalan paska kerja Beban sewa guna usaha Rp25,845,562,358 Rp945,875,172 Rp76,622,536 62 Jumlah Rp26,868,060,066 Perbedaan Permanen Penyesuaian penurunan nilai mesin Rp1,021,861,766 dan bahan baku Jamuan, sumbangan dan representasi Kesejahteraan karyawan Penghasilan bunga deposito berjangka Rp212,049,303 Rp1,185,318,669 (Rp88,354,986) dan jasa giro Jumlah Laba (rugi) fiskal tahun berjalan Rp2,330,874,752 (Rp9,910,980,247) Rekonsiliasi fiskal untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2006 Laba (rugi) sebelum pajak menurut laporan laba rugi konsolidasi Rp152,192,300,337 Ditambah atau dikurangi laba (rugi) sebelum pajak anak perusahaan Laba (rugi) sebelum pajak anak perusahaan (Rp98,657,308,362) Rp53,534,991,975 Perbedaan Temporer Penyusutan aktiva tetap Imbalan paska kerja - bersih Pengurangan piutang ragu-ragu (Rp15,842,215,308) Rp133,102,028 (Rp1,049,285,204) 63 Penyisihan penurunan nilai aktiva yang tidak digunakan dalam operasi perusahaan Jumlah (Rp428,568,714) (Rp17,186.967,198) Perbedaan Permanen Jamuan, sumbangan, dan representasi Kesejahteraan karyawan Penghasilan bunga Pendapatan (beban) lain-lain Beban produksi ditangguhkan Jumlah Laba (rugi) Fiskal Tahun berjalan Rp625,301,192 Rp1,361,801,108 (Rp70,709,376) (Rp17,757,566,488) (Rp15,841,173,564) Rp20,506,851,213 Rekonsiliasi fiskal untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2006 Laba (rugi) sebelum pajak menurut akuntansi (Rp77,521,897,077) Dikurangi rugi sebelum pajak - Anak perusahaan (Rp67,181,376,781) Laba (rugi) sebelum pajak anak perusahaan (Rp10,340,520,296) Perbedaan Temporer Penyusutan aktiva tetap Imbalan pasca kerja - bersih Pengurangan piutang ragu-ragu (Rp12,276,282,468) Rp1,776,054,631 Rp15,365,000 64 Amortisasi beban ditangguhkan Rp4,126,438,298 Penyisihan penurunan nilai aktiva tetap yang tidak digunakan dalam operasi Jumlah Rp428,568,298 (Rp5,929,855,825) Perbedaan Permanen Jamuan, sumbangan, dan representasi Kesejahteraan karyawan Penghasilan bunga Beban pokok produksi ditangguhkan Jumlah Rp403,798,867 Rp1,011,279,091 (Rp51,095,581) Rp1,363,982,377 Laba (rugi) fiskal tahun berjalan (Rp14,906,393,744) IV.2.2 Perbedaan Temporer Berikut ini adalah koreksi fiskal yang disebabkan karena adanya perbedaan temporer yang ditemukan pada laporan laba/rugi PT. KIA: 1. Imbalan Pasca Kerja Yang dimaksudkan dengan imbalan pasca kerja adalah program-program seperti program pensiun, asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja, yang mana sejumlah uang akan dibayarkan setelah karyawan telah berhenti bekerja, PT. KIA setiap tahun menyisihkan sejumlah dana untuk membiayai program-program ini, namun pada pasal 9 ayat (1) Undang- 65 undang pajak penghasilan tidak memperbolehkan adanya pembentukan dana cadangan, sehingga menyebabkan akun ini harus dikoreksi. Koreksi yang dilakukan pada tahun 2005 adalah sebesar Rp945,875,172 karena biaya imbalan pasca kerja yang dicadangkan oleh wajib pajak adalah sebesar Rp1,081,436,669, tapi imbalan pasca kerja yang aktual di tahun 2005 hanya sebesar Rp135,561,497. Biaya Imbalan Pasca Kerja di tahun 2006 dikoreksi positif sebesar Rp1,331,020,281, dari sebelumnya secara komersial Rp2,382,253,715, hal ini terjadi karena pada tahun 2006 imbalan pasca kerja aktual yang dibayarkan kepada karyawan yang berhenti bekerja adalah sebesar Rp1,051,233,434 Sedangkan biaya imbalan pasca kerja pada tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp1,776,054,631 dari total Rp1,776,054,631, hal ini disebabkan karena pada tahun 2007 tidak ada pemutusan hubungan kerja dengan karyawan, maka seluruh angka pada akun imbalan pasca kerja adalah pemupukan dana cadangan yang harus dikoreksi 2. Penyusutan Aktiva Tetap Peraturan yang mengatur mengenai penyusutan terdapat pada pasal 11 dan pasal 11 A Undang-undang pajak penghasilan, yang menjelaskan secara rinci mengenai metode, dan kelompok-kelompok harta berwujud, yang menyebabkan terjadinya koreksi terhadap akun ini adalah karena PT. KIA menggunakan masa manfaat yang berbeda dengan masa manfaat yang 66 ditentukan oleh Undang-undang pajak penghasilan, maka akun ini akan dilakukan koreksi. Masa manfaat yang digunakan oleh perusahaan adalah MASA MANFAAT AKTIVA TETAP Tanah Bangunan dan Prasarana Mesin dan Peralatan Kendaran Bermotor Peralatan Kantor Perabotan Tidak disusutkan 10 - 30 5 - 15 5 5 5 Metode Penyusutan yang digunakan oleh wajib pajak adalah metode penyusutan garis lurus, yang diperboleh menurut peraturan perpajakan Biaya Penyusutan pada wajib pajak termasuk dalam dua akun, yaitu pada akun harga pokok penjualan dan akun penyusutan pada kelompok biaya umum dan administrasi Penyusutan pada tahun 2005 berdasarkan komersial adalah sebesar Rp28,857,439,960 yang terbagi ke dalam harga pokok perolehan sebesar Rp27,786,169,769, sekitar 96,29% dan biaya umum dan administrasi Rp1,071,270,191, sekitar 3,71%. Sedangkan penyusutan secara fiskal adalah sebesar Rp6,589,938,374. Selisihnya yaitu Rp22,267,501,586 yang terdiri dari Rp21,440,868,638 pada harga pokok penjualan dan Rp826,632,948 pada biaya umum dan administrasi akan dikoreksi positif. 67 Sedangkan pada tahun 2006 Penyusutan yang diakui oleh komersial adalah sebesar Rp12,783,500,672 yang terbagi ke dalam harga pokok perolehan sebesar Rp11,590,410,150, sekitar 90,67% dan biaya umum dan administrasi Rp1,193,090,522, sekitar 9,33%. Jika dihitung dengan menggunakan secara fiskal didapatkan penyusutan sebesar Rp32,827,337,616. Selisihnya yaitu Rp20,043,836,944 akan dikoreksi negatif, yaitu Rp18,173,135,600 dikoreksi dari harga pokok penjualan dan Rp1,870,701,344 dikoreksi dari biaya umum dan administrasi Penyusutan secara fiskal tahun 2007 didapatkan sebesar Rp13,236,101,697 dan penyusutan berdasarkan komersial didapatkan sebesar Rp959,819,229, maka untuk mengharmonisasikan penyusutan dilakukan koreksi negatif sebesar Rp12,276,282,468 yang terbagi atas penyusutan Rp11,350,610,812 dikoreksi dari harga pokok penjualan dan Rp925,671,655 dikoreksi dari biaya umum dan administrasi Pada tahun 2005 dan 2006 perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh PT. KIA memiliki beberapa kesalahan yang disebabkan karena kesalahan pengelompokan kelompok aktiva. PT. KIA memasukan AC, mobil, dan mesin-mesin produksi sederhana ke dalam kelompok 1 yang akan disusutkan selama 4 tahun. Seharusnya aktiva-aktiva tersebut harus dimasukan ke dalam kelompok 2 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:138/KMK.03/2002. Penyusutan tahun 2007 telah sesuai dengan peraturan perpajakan. 3. Penyisihan Piutang Ragu-Ragu 68 Berdasarkan pada penjelasan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, pemupukan atau pembentukan dana cadangan kecuali piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadang1an biaya reklamasi untuk usaha pertambangan tidak diperbolehkan, PT. KIA adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi dengan bahan dasar keramik, maka akun piutang ragu-ragu ini akan dilakukan koreksi sebab tidak termasuk dalam bidang usaha yang diperbolehkan untuk membentuk dana cadangan Piutang ragu-ragu yang ada pada tahun 2005 adalah sebesar Rp76,622,536, pada tahun 2007 adalah Rp15,365,000, terhadap penyisihan piutang ragu-ragu ini akan dikoreksi positif 4. Penyisihan Penurunan Nilai Aktiva yang Tidak Digunakan dalam Operasi Akan dilakukan koreksi terhadap biaya ini karena aktiva yang tidak digunakan dalam operasi tidak seharusnya dijadikan sebagai pengurang penghasilan, karena biaya ini tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan, dan juga adalah salah satu bentuk pemupukan dana cadangan yang tidak diijinkan didalam peraturan pajak. Di tahun 2006 dan 2007 masing –masing adalah sebesar Rp428,568,714 , angka ini perlu dikoreksi positif seluruhnya. PT. KIA melakukan kesalahan koreksi terhadap akun ini pada tahun 2006 dimana akun ini dikoreksi negatif. 5. Pengurangan Piutang Ragu-ragu 69 Akun ini adalah akun pembebanan piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih, wajib pajak telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perpajakan (Pasal 6 ayat (1) ). Karena sebelumnya piutang raguragu dikoreksi, maka ketika piutang ragu-ragu tersebut benar-benar tidak dapat ditagih, maka akan dilakukan koreksi negatif yaitu sebesar Rp1,049,285,204 pada tahun 2006 6. Amortisasi beban produksi ditangguhkan Amortisasi secara komersial diakui sebesar Rp4,126,438,298, namun secara fiskal amortisasi biaya tangguhan telah dibebankan seluruhnya pada tahun 2006 maka amortisasi secara fiskal terhitung sebesar Rp 0. Selisihnya akan dikoreksi positif IV.2.3 Perbedaan Permanen Sedangkan koreksi fiskal yang disebabkan karena adanya perbedaan permanen yang sering ditemukan pada laporan laba/rugi PT. KIA adalah: 1. Jamuan, Sumbangan dan Representasi Akun ini adalah merupakan gray area, yang artinya akun ini bisa dikreditkan apabila sesuai dengan peraturan perpajakan yaitu terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-27/PJ.22/1986, sayangnya PT. KIA masih harus melakukan koreksi atas akun ini sebab, pada akun jamuan PT. KIA tidak membuat daftar nominatif dan sumbangan tersebut diberikan kepada yayasan sosial dan masyarakat disekitar tempat perusahaan berada. 70 Biaya jamuan yang diberikan kepada mitra-mitra bisnis yang penting, oleh wajib pajak biaya tersebut dimasukan ke dalam harga pokok penjualan Pada tahun 2005 akun ini berjumlah Rp212,049,303 yang terdiri dari Rp204,842,283 di biaya umum dan administrasi dan Rp7,207,020 di harga pokok penjualan. Pada tahun 2006 terdapat jamuan, sumbangan dan representasi sebesar Rp625,301,192 yang terdiri dari Rp618,080,010 di biaya umum dan administrasi dan Rp7,221,182 terdapat dalam harga pokok penjualan Terakhir pada tahun 2007 jamuan, sumbangan dan representasi sebesar Rp403,798,867 yang terdiri dari Rp362,951,972 pada biaya umum dan administrasi dan Rp40,846,895 pada harga pokok penjualan. Atas semua biaya jamuan, sumbangan, dan representasi ini akan dilakukan koreksi positif 2. Keuntungan/Kerugian Anak Perusahaan Kerugian atau keuntungan dari anak perusahaan apabila ditinjau secara fiskal maka tidak seharusnya diperhitungkan ke dalam laporan laba rugi milik PT. KIA karena keuntungan maupun kerugian anak perusahaan akan dikenakan pajak secara terpisah sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku, maka perlu dilakukan koreksi terhadap akun keuntungan/kerugian anak perusahaan di perusahaan induk. Tahun 2005 didapatkan kerugian anak perusahaan adalah sebesar Rp76,366,039,913, Tahun 2006 anak perusahaan mendapatkan keuntungan 71 sebesar Rp98,657,308,363, terakhir tahun 2007 anak perusahaan mengalami kerugian kembali sebesar Rp70,779,620,483 Terjadi kesalahan penggunaan nilai nominal dalam koreksi fiskal yang dilakukan oleh PT. KIA karena angka yang digunakan adalah Rp67,181,376,78, yang seharusnya sebesar Rp70,779,620,483 seperti yang tercatat dalam laporan keuangan 3. Kesejahteraan Karyawan Kesejahteraan karyawan (Natura) yang dimiliki wajib pajak termasuk penyediaan makanan dan minuman, penyediaan seragam, transportasi bagi karyawan, dan biaya pengobatan bagi karyawan. Sesuai dengan Keputusan Mentri Keuangan dan Keputusan Direktur Jendral Pajak yang diatur dalam nomor 466/KMK.04/2000 dan nomor Kep.231/PJ./2001 maka atas akun ini akan dilakukan koreksi Pada tahun 2005 akun ini berjumlah Rp1,185,318,669, Rp 1,361,801,108 pada tahun 2006, serta Rp1,011,279,091 pada tahun 2007, kesejahteraan karyawan akan dikoreksi positif. 4. Pos dan Telekomunikasi Di dalam akun Pos dan Telekomunikasi ditemukan sejumlah biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk voucher pulsa handphone yang diberikan kepada karyawan untuk keperluan perkerjaan. Berdasarkan pada Keputusan Dirjen Pajak KEP-220/PJ./2002 tanggal 18 April 2002 Pasal 1 ayat (2); biaya 72 berlangganan atau pengisian pulsa dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% Pada tahun 2005 ditemukan sebesar Rp12,800,000 adalah merupakan biaya pembelian voucher, yang kemudian akan dikoreksi positif sebesar 50% nya yaitu Rp6,400,000 Di tahun 2006 Rp13,900,000 adalah biaya yang digunakan untuk pembelian voucher pulsa, yang akan dikoreksi positif sebesar 50%nya yaitu Rp6,950,000. Terakhir tahun 2007 ditemukan Rp14,600,000 adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian voucher pulsa, akan dikoreksi positif 50%nya yaitu Rp7,300,000. PT. KIA tidak melakukan koreksi fiskal sebesar 50% terhadap akun pos dan telekomunikasi ini. Hal ini mungkin disebabkan karena PT. KIA tidak melakukan update peraturan perpajakan. 5. Penyesuaian Penurunan Nilai Mesin dan Bahan Baku Alasan dilakukan koreksi terhadap akun penyesuaian penurunan nilai mesin dan bahan baku adalah karena adalah beban yang dikeluarkan wajib pajak tidak untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Sehingga pada tahun 2005 Rp777,479,733 akan dikoreksi 6. Penghasilan Bunga Harus dilakukan koreksi terhadap akun ini, karena sesuai dengan UndangUndang pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang diperjelas dengan 73 PPNo.31/2000 penghasilan bunga termasuk sebagai penghasilan final dengan tarif sebesar 20% Pada tahun 2005 penghasilan bunga tercatat sebesar Rp883,543,986, Rp70,709,376 pada tahun 2006, dan Rp51,095,581 di tahun 2007 7. Beban Produksi yang Ditangguhkan Pada tahun 2006 terdapat beban-beban produksi yang ditangguhkan oleh PT. KIA, beban pokok produksi yang ditangguhkan ini terdiri dari : i. Biaya bahan baku ii. Tenaga kerja langsung iii. Tenaga kerja tidak langsung iv. Gas v. PLN vi. Beban-beban pabrikasi lainnya Yaitu sebesar Rp17,757,566,488 yang terdiri dari beban produksi ditangguhkan yang berasal dari Jakarta sebesar Rp8,705,008,516 dan dari Karawang sebesar Rp9,052,567,148. Alasan munculnya beban produksi yang ditangguhkan adalah karena pabrik tidak berjalan penuh. Selain akun-akun diatas PT. KIA juga memiliki akun-akun yang tidak perlu untuk dilakukan koreksi, antara lain: 1. Penjualan Bersih 74 Penjualan bersih PT. KIA berasal dari penjualan dari dalam negeri, luar negeri dan penjualan kepada pihak hubungan istimewa. Akun penjualan bersih ini tidak perlu dikoreksi karena sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa penghasilan dari kegiatan usaha adalah objek Pajak Penghasilan. 2. Biaya-biaya yang tidak perlu dilakukan koreksi, antara lain sbb: • Beban Pokok Penjualan Beban pokok penjualan PT. KIA terdiri dari; i. Biaya Bahan Baku ii. Tenaga Kerja Langsung iii. Biaya Pabrikasi • Beban Penjualan Yang terdiri dari: i. Pengangkutan Penjualan Lokal ii. Pengangkutan Penjualan Ekspor iii. Pemasaran dan Promosi iv. Perjalanan dan Transportasi • Beban Umum dan Administrasi Yang terdiri dari: i. Gaji dan Upah 75 ii. Listrik iii. PAM iv. Perbaikan dan Pemeliharaan v. Beban Sewa vi. Alat-alat Tulis dan Keperluan Kantor vii. Jasa Profesional viii. Lain-lain • Pendapatan/(Beban) Lain-lain i. Beban bunga dan keuangan ii. Rugi Penurunan Nilai Aktiva iii. Keuntungan penjualan aktiva tetap iv. Keuntungan/kerugian selisih kurs Tidak perlu dilakukan koreksi untuk biaya-biaya di atas dikarenakan biaya-biaya tersebut adalah biaya yang lazim atau biaya yang dikeluarkan sehari-hari untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha, seperti yang dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang pajak penghasilan. 76 IV.3 Rekonsiliasi Laporan Laba/Rugi Komersial Menjadi Laporan Laba/Rugi Fiskal Setelah mempelajari laporan laba rugi PT. KIA dan melakukan analisis atas biaya-biaya dan penghasilan yang terdapat dalam laporan laba rugi PT. KIA, maka dapat diketahui koreksi fiskal pada PT. KIA, sehingga dapat dihitung laba kena pajak Untuk mencari laba kena pajak, bisa dilakukan dengan membuat laporan rekonsiliasi perhitungan laba/rugi fiskal. Sampai saat ini belum ada ketentuan fiskal yang mengharus wajib pajak untuk membuat laporan rekonsiliasi perhitungan laba/rugi fiskal dengan format tertentu maka penulis akan membuat rekonsiliasi dengan format yang umum dilakukan, yaitu dengan cara menulis laporan laba/rugi komersial dan kemudian dibuat kolom koreksi fiskal disebelahnya, pada kolom fiskal ini, koreksikoreksi yang ada akan dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu koreksi fiskal akibat perbedaan temporer dan koreksi fiskal akibat perbedaan tetap, kemudian angka dari laporan keuangan komersial akan dibandingkan dengan angka pada kolom koreksi dan dipindahkan ke kolom terakhir, yaitu kolom perhitungan laba/rugi fiskal Berikut ini adalah rekonsiliasi laporan laba/rugi fiskal yang menunjukan koreksikoreksi perbedaan temporer dan perbedaan permanen PT. KIA : 77 TABEL IV.I PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. TBK REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA/RUGI FISKAL UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2005 (dalam Rupiah) Uraian Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan: Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Biaya Pabrikasi Persediaan Barang WIP Persediaan Awal Persediaan Akhir Persediaan Barang Jadi Persediaan Awal Persediaan Akhir JUMLAH HPP LABA KOTOR Beban Usaha Pengangkutan Penjualan Lokal Pengangkutan Penjualan Ekspor Perjalanan dan Transportasi Jumlah Beban Usaha Perhitungan Laba/Rugi Komersial Koreksi Fiskal Positif (Negatif) Perbedaan Perbedaan Temporer Permanen Perhitungan Laba/Rugi Fiskal 189,568,730,290 189,568,730,290 96,123,682,310 11,617,031,548 92,313,400,527 96,123,682,310 11,617,031,548 92,313,400,527 4,201,552,117 (4,041,308,699) 4,201,552,117 (4,041,308,699) 16,328,301,743 (52,869,492,153) 163,673,167,393 25,895,562,897 16,328,301,743 (52,869,492,153) 142,225,091,135 47,343,638,555 10,204,666,843 1,741,261,054 108,933,990 12,054,861,887 21,440,868,638 7,207,020 10,204,666,843 1,741,261,054 108,933,990 12,054,861,887 78 Beban Umum dan Administrasi Gaji dan upah Kesejahteraan Karyawan Beban Imbalan pasca kerja Jamuan, Sumbangan, dan Representasi Penyusutan Pos dan Telekomunikasi Listrik PAM Perbaikan dan pemeliharaan Asuransi Beban Sewa Alat-alat tulis dan keperluan kantor Penyisihan piutang ragu-ragu Jasa profesional Lain-lain (dibawah 100 juta) Jumlah Beban Administrasi Beban Lain-lain Kerugian Selisih Kurs Laba Rugi Anak Perusahaan Beban Bunga dan Keuangan Penyesuaian Penurunan Nilai Mesin dan Bahan Baku Rugi Penurunan Nilai Aktiva Jumlah Beban Lain-lain 9,364,456,724 1,185,318,669 1,081,436,669 204,842,283 1,071,648,227 42,716,858 126,116,438 34,580,315 327,040,076 393,496,741 447,381,102 28,590,055 76,622,536 286,669,441 775,701,757 15,446,617,891 1,185,318,669 945,875,172 204,842,283 826,632,948 6,400,000 76,622,536 9,364,456,724 135,561,497 245,015,279 36,316,858 126,116,438 34,580,315 327,040,076 393,496,741 447,381,102 28,590,055 286,669,441 775,701,757 12,200,926,283 37,382,365,117 76,366,039,913 14,740,500 76,366,039,913 37,382,365,117 14,740,500 777,479,733 777,479,733 - 244,382,033 114,785,007,296 244,382,033 37,641,487,650 79 Pendapatan Lain-lain Penghasilan Bunga Penghasilan lain-lain bersih Jumlah Pendapatan Lain-Lain Jumlah Koreksi Laba (Rugi) Usaha Sebelum Pajak Sumber : Penulis 883,543,986 31,455,213 914,999,199 (883,543,986) 23,289,999,294 (115,475,924,978) 31,455,213 31,455,213 77,663,743,632 (14,522,182,052) 80 TABEL IV.II PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. TBK REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA/RUGI FISKAL UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2006 (dalam Rupiah) Uraian Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan: Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Biaya Pabrikasi Persediaan Barang WIP Persediaan Awal Persediaan Akhir Persediaan Barang Jadi Persediaan Awal Persediaan Akhir JUMLAH HPP LABA KOTOR Beban Usaha Pengangkutan Penjualan Lokal Pengangkutan Penjualan Ekspor Pemasaran dan Promosi Perjalanan dan Transportasi Perhitungan Laba/Rugi Komersial 160,364,371,890 Koreksi Fiskal Positif (Negatif) Perbedaan Perbedaan Temporer Permanen Perhitungan Laba/Rugi Fiskal 160,364,371,890 53,746,344,644 8,952,287,819 62,845,842,026 53,746,344,644 8,952,287,819 62,845,842,026 4,041,308,699 (2,814,588,262) 4,041,308,699 (2,814,588,262) 52,869,492,153 (48,837,989,904) 130,802,697,175 29,561,674,715 52,869,492,153 (48,837,989,904) 166,726,178,081 (6,361,806,191) 8,699,220,517 1,744,896,800 2,590,029,530 765,057 (18,173,135,600) (17,750,345,306) 8,699,220,517 1,744,896,800 2,590,029,530 765,057 81 Jumlah Beban Usaha 13,034,911,904 Beban Umum dan Administrasi Gaji dan upah Kesejahteraan Karyawan Beban Imbalan pasca kerja Jamuan, Sumbangan, dan Representasi Penyusutan Pos dan Telekomunikasi Listrik PAM Perbaikan dan pemeliharaan Asuransi Beban Sewa Alat-alat tulis dan keperluan kantor Piutang Ragu-Ragu Jasa profesional Lain-lain (dibawah 100 juta) Jumlah Beban Administrasi 9,345,568,347 1,361,801,108 2,382,253,715 618,080,010 1,193,090,522 46,358,182 135,504,159 27,174,833 408,779,049 590,556,356 746,703,497 108,057,489 639,449,223 703,655,478 18,307,031,968 Beban Lain-lain Beban Bunga dan Keuangan Penyisihan Penurunan Nilai Aktiva yang tidak digunakan dalam operasi Jumlah Beban Lain-lain 13,034,911,904 1,361,801,108 1,331,020,281 618,080,010 (1,870,701,344) 6,950,000 (1,049,285,204) 46,083,567 428,568,714 474,652,281 9,345,568,347 0 1,051,233,434 0 3,063,791,866 39,408,182 135,504,159 27,174,833 408,779,049 590,556,356 746,703,497 108,057,489 1,049,285,204 639,449,223 703,655,478 17,909,167,117 46,083,567 428,568,714 46,083,567 Pendapatan Lain-lain 82 Keuntungan Anak Perusahaan Keuntungan Selisih Kurs Keuntungan Penjualan Aktiva Tetap Penghasilan Bunga Lain-Lain Bersih Jumlah Pendapatan Lain-Lain Jumlah Koreksi Laba (Rugi) Usaha Sebelum Pajak Sumber : Penulis 98,657,308,363 55,254,023,435 321,693,964 70,709,376 143,486,637 154,447,221,775 (98,657,308,363) (70,709,376) (19,333,533,153) 152,192,300,337 55,254,023,435 321,693,964 143,486,637 55,719,204,036 (114,498,481,927) 18,367,235,257 83 TABEL IV.III PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. TBK REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA/RUGI FISKAL UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 (dalam Rupiah) Uraian Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan: Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Biaya Pabrikasi Pembelian dari KSM Persediaan Barang WIP Persediaan Awal Persediaan Akhir Persediaan Barang Jadi Persediaan Awal Persediaan Akhir JUMLAH HPP Laba Kotor Beban Usaha Pengangkutan Penjualan Lokal Perhitungan Laba/Rugi Komersial Koreksi Fiskal Positif (Negatif) Perbedaan Perbedaan Temporer Permanen Perhitungan Laba/Rugi Fiskal 257,615,282,302 257,615,282,302 83,247,770,061 13,548,409,201 91,608,915,932 1,614,223,085 83,247,770,061 13,548,409,201 91,608,915,932 1,614,223,085 2,814,588,262 (3,179,774,508) 2,814,588,262 (3,179,774,508) 48,837,989,904 (29,474,097,694) 209,018,024,243 48,597,258,059 48,837,989,904 (29,474,097,694) 220,327,788,160 37,287,494,142 523,438,215 (11,350,610,812) 40,846,895 523,438,215 84 Pengangkutan Penjualan Ekspor Pemasaran dan Promosi Perjalanan dan Transportasi Jumlah Beban Usaha Beban Umum dan Administrasi Gaji, upah, Kesejahteraan Karyawan Amortisasi Biaya Tangguhan Beban Imbalan pasca kerja Jamuan, Sumbangan, dan Representasi Penyusutan Pos dan Telekomunikasi Listrik PAM Perbaikan dan pemeliharaan Asuransi Beban Sewa Alat-alat tulis dan keperluan kantor Penyisihan Piutang Ragu-Ragu Jasa profesional Lain-lain (dibawah 100 juta) Jumlah Beban Administrasi Beban Lain-lain 2,126,749,092 2,227,415,535 70,834 4,877,673,676 2,126,749,092 2,227,415,535 70,834 4,877,673,676 9,671,093,291 1,011,279,091 4,126,438,298 1,776,054,631 9,671,093,291 0 0 0 362,951,972 959,819,229 48,654,251 98,321,524 25,247,098 317,239,252 495,766,668 729,696,089 105,537,694 15,365,000 376,923,333 382.695.435 20,503,082,856 1,011,279,091 4,126,438,298 1,776,054,631 362,951,972 (925,671,655) 7,300,000 15,365,000 0 1,885,490,884 41,354,251 98,321,524 25,247,098 317,239,252 495,766,668 729,696,089 105,537,694 0 376,923,333 382,695,435 14,129,365,519 0 0 85 Kerugian Selisih Kurs Laba (Rugi) Anak Perusahaan Beban Bunga dan Keuangan Penyisihan Penurunan Nilai Aktiva yang tidak digunakan dalam operasi Lain-Lain Bersih Jumlah Beban Lain-lain Pendapatan Lain-lain Penghasilan Bunga Jumlah Pendapatan Lain-Lain Jumlah Koreksi Laba (Rugi) Usaha Sebelum Pajak Sumber: Penulis 29,354,860,038 70,779,620,483 187,680,447 428,568,714 70,779,620,483 428,568,714 29,354,860,038 0 187,680,447 0 38,764,503 100,789,494,185 38,764,503 29,581,304,988 51,095,581 51,095,581 0 0 0 (51,095,581) (5,929,855,824) (77,521,897,077) 72,150,902,860 (11,300,850,041) 86 IV.4 Perhitungan Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar Proses menentukan kewajiban pajak pada suatu tahun pajak adalah lebih bayar atau kurang bayar adalah dengan mengurangkan kewajiban pajak dengan kredit pajak. Jika didapatkan angka negatif maka pada tahun pajak tersebut terjadi pajak lebih bayar, sebaliknya apabila angka positif berarti ada kekurangan bayar, berikut ini adalah perhitungan pajak lebih bayar atau kurang bayar untuk tahun 2005, 2006, 2007 IV.4.1 Perhitungan Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar tahun 2005 PT. KIA mengalami kerugian sebesar Rp14,522,182,052 pada tahun 2005, karena mengalami kerugian maka PT. KIA tidak memiliki utang pajak, namun selain pajak penghasilan Pasal 21, PT. KIA pada tahun yang sama juga memiliki beberapa kegiatan usaha yang dikenakan pajak, misalnya PPh Pasal 22 Kegiatan-kegiatan usaha PT. KIA yang dikenakan PPh Pasal 22 antara lain adalah kegiatan impor pembelian bahan baku dari luar negeri yang pajaknya dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai serta pembelian migas dari Pertamina yang totalnya sebesar Rp849,507,694. PPh Pasal 22 ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak yang artinya dapat digunakan untuk mengurangkan pajak PPh 21 Badan, karena pada tahun 2005 PT. KIA tidak memiliki utang pajak, dengan kredit pajak sebesar Rp849,507,694. maka menghasilkan pajak yang lebih bayar sebesar Rp849,507,694 Kerugian PT. KIA pada tahun berjalan inipun bisa dijadikan sebagai kompensasi kerugian untuk lima tahun mendatang. IV.4.2.Perhitungan Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar tahun 2006 87 Dari hasil rekonsiliasi ditemukan laba bersih fiskal adalah sebesar Rp18,367,235,257, maka untuk mencari jumlah pajak yang terutang cukup dikalikan tarif dengan laba bersih tersebut : 10% x Rp50,000,000 = Rp5,000,000 15% x Rp50,000,000 = Rp7,500,000 30% x Rp18,267,235,000 = Rp5,480,170,500 Rp5,492,670,500 Jumlah Pajak Terutang adalah sebesar Rp5,492,670,500, namun karena disebabkan wajib pajak memiliki kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya maka menyebabkan pajak yang harus dibayar wajib pajak menjadi berkurang Data kompensasi kerugian yang dimiliki oleh wajib pajak sesuai dengan hasil observasi penulis adalah sebagai berikut ini: • Tahun 2001 Wajib Pajak memiliki sisa kompensasi kerugian sebesar Rp23,396,188,299 • Tahun 2004 Wajib Pajak memiliki kompensasi kerugian sebesar Rp8,023,764,397 • Tahun 2005 Wajib Pajak memiliki kompensasi kerugian sebesar Rp14,522,182,052 Untuk mengkompensasikan pajak penghasilan tahun 2006, maka digunakan kompensasi tahun 2001 yaitu sebesar Rp23,396,188,299, kompensasi tersebut sudah cukup untuk menutup seluruh laba bersih yang dimiliki oleh wajib pajak pada tahun 2006 ini yaitu sebesar Rp18,367,235,257, maka pada tahun 2006 ini wajib pajak tidak perlu membayar pajak penghasilan. 88 Kredit pajak dalam negeri yang dimiliki oleh wajib pajak adalah sebesar Rp706,789,526 yang terdiri dari kegiatan impor dan pembelian migas dari pertamina serta memiliki Rp38,000,000 kredit fiskal luar negeri. Maka untuk tahun 2006 ini PPh lebih dibayar PT. KIA adalah sebesar Rp744,789,526. IV.4.3 Perhitungan Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar tahun 2007 Karena wajib pajak menderita kerugian sebesar Rp11,300,850,041, maka untuk tahun 2007 ini tidak ada kewajiban pajak penghasilan yang perlu dilunasi Kredit pajak dalam negeri yang dimiliki oleh wajib pajak adalah sebesar Rp546,063,484 yang seluruhnya terdiri dari pemungutan dari kegiatan import oleh Ditjen Bea dan Cukai, kemudian di tahun 2007 ini tidak ada catatan mengenai fiskal luar negeri yang ditanggung oleh perusahaan maka untuk tahun 2007 ini jumlah pajak lebih dibayar oleh wajib pajak adalah sebesar Rp546,063,484 Kerugian Rp11,300,850,041 ini dapat digunakan sebagai kompensasi kerugian untuk lima tahun mendatang. IV.5 Penyampaian SPT Tahunan oleh PT. Keramika Indonesia Assosiasi. Tbk Indonesia menganut sistem pemungutan pajak self assesment yang berarti wajib pajak berkewajiban mengurus sendiri kewajiban pajaknya, kewajiban pajak termasuk menyampaikan SPT Tahunan Surat Pemberitahuan atau SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 89 SPT berfungsi sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian tahun pajak 2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak 3. Harta Kewajiban 4. Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak Batas waktu paling lambat untuk menyampaikan SPT Tahunan adalah selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Jika terlambat menyampaikan SPT Tahunan maka akan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp100,000 (Pasal 7 UU KUP) Wajib Pajak sering terlambat dalam menyampaikan SPT Tahunan, terlihat dari untuk SPT Tahunan 2005 disampaikan oleh wajib pajak pada tanggal 7 Juni 2006, dan SPT Tahunan 2007 disampaikan pada tanggal 30 Juni 2008, tetapi untuk SPT Tahunan tahun 2006 disampaikan tepat waktu yaitu pada tanggal 30 Maret 2007, Atas keterlambatan ini wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda. IV.6 Pajak Tangguhan Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya 1. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan 90 2. Sisa kompensasi kerugian Apabila pajak tangguhan timbul karena beda waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi positif, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut aturan perpajakan, maka akan disebut dengan asset pajak tangguhan, sebaliknya apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negative sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, maka akan disebut dengan kewajiban pajak tangguhan. Pengakuan asset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku, tarif maksimum PPh 30% Jurnal yang digunakan untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah: Asset Pajak Tangguhan xxxx Pendapatan pajak tangguhan xxxx Sedangkan jurnal yang digunakan untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah : Beban Pajak Tangguhan xxxx Kewajiban pajak tangguhan xxxx Berikut ini adalah perhitungan pajak tangguhan yang dialami oleh PT. KIA selama 3 periode yaitu periode 2005, 2006 dan 2007: 91 Pajak Tangguhan pada tahun 2005 adalah sebagai berikut ini: Rugi menurut Laporan Laba Rugi (115,475,954,978) Dikeluarkan kerugian Anak Perusahaan 76,366,039,913 Laba Sebelum Pajak Perusahaan (39,109,915,065) Pajak dengan Tarif 30% (11,732,974,520) Pengaruh pajak atas perbedaan permanen Jamuan, Sumbangan dan Representasi 63,614,791 Kesejahteraan Karyawan 355,595,601 Penghasilan Bunga (265,063,196) Pos dan Telekomunikasi 1,920,000 Penyesuaian penurunan nilai mesin dan bahan baku 306,558,530 Jumlah 462,625,726 Rugi Fiskal Tahun Berjalan 4,356,654,616 Pajak Tangguhan (6,913,694,178) Ayat Jurnal untuk mencatat Pajak Tangguhan tahun 2005 adalah : Aset Pajak Tangguhan Rp. 6,913,694,178 Pendapatan Penghasilan Tangguhan Rp. 6,913,694,178 Pajak tangguhan tahun 2006 adalah sebagai berikut ini : Laba menurut Laporan Laba Rugi 152,192,300,337 92 Dikeluarkan keuntungan anak perusahaan (98,657,308,362) Laba Sebelum Pajak Perusahaan 53,534,991,975 Pajak dengan Tarif 30% 16,060,497,593 Pengaruh pajak atas perbedaan permanen Jamuan, Sumbangan dan Representasi 187,590,358 Kesejahteraan Karyawan 408,540,332 Pos dan Telekomunikasi 2,085,000 Penghasilan Bunga (21,212,813) Beban produksi ditangguhkan (5,327,269,946) Jumlah (4,750,267,069) Laba Fiskal Tahun Berjalan (5,510,170,577) 5,800,059,947 Pajak Tangguhan Ayat jurnal untuk mencatat pajak tangguhan tahun 2006 adalah Beban Pajak Tangguhan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 5,800,059,947 Rp. 5,800,059,947 Pajak Tangguhan tahun 2007 adalah sebagai berikut ini: Rugi menurut Laporan Laba Rugi (77,521,897,077) Dikeluarkan kerugian anak perusahaan (70,779,620,483) 93 Laba Sebelum Pajak Perusahaan (6,742,276,594) Pajak dengan Tarif 30% (2,022,682,978) Pengaruh pajak atas perbedaan permanen Jamuan, Sumbangan dan Representasi 121,139,660 Kesejahteraan Karyawan 303,383,727 Pos dan Telekomunikasi 2,190,000 Penghasilan Bunga (15,328,727) Jumlah 411,384,660 Rugi Fiskal Tahun Berjalan 3,390,255,012 Pajak Tangguhan 1,367,572,034 Ayat Jurnal untuk mencatat pajak tangguhan tahun 2007 adalah: Beban Pajak Tangguhan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 1,367,572,034 Rp1,367,572,034 94