Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis daerah yang diselidiki menempati Peta BAKOSURTANAL lembar peta No. 1915-43 dengan skala 1 : 50.000 yang dibatasi oleh koordinat antara 0o 00’-0o 15’ LS dan 107o 00’107o 15’ BT. Lokasi penelitian terletak sekitar 40 km ke arah baratlaut dari Kota Samarinda, ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi ini ditempuh dengan kendaraan darat selama lebih kurang satu jam dari Samarinda. Pencapaian lokasi dari Jakarta adalah dengan penerbangan dari Jakarta ke Balikpapan dilanjutkan dengan perjalanan darat dari Balikpapan ke Samarinda dilanjutkan ke lokasi. Beberapa perusahaan pertambangan swasta sedang melakukan penelitian di daerah tersebut diantaranya adalah pada Kuasa Pertambangan (KP) milik PT Kayan Putra Utama Coal, PT Jembayan, PT Azara, PT Kimco Armindo. Sampai saat ini semua KP tersebut masih dalam tahap eksplorasi. Dipilihnya lokasi penelitian ini karena tersedia banyak data sekunder tentang cekungan ini yang berasal dari perusahaan tambang batubara dan khususnya di daerah ini sedang dilakukan pemboran dalam (350 m), sehingga dapat mendukung penelitian ini. II-1 Muara Wahau KALIMANTAN T K A IM N N Sepinang R Sangkulirang 1° LU Tanah Merah Tanjung Bengalun Sangkinah BONTANG Muara Kaman 0° Muara Badak Tenggarong SAMARINDA R Adas L A T A IM U M A K A SA Pulung T J A W A Penajam BALIK PAPAN A T 1° LS L L A U Muara Payang S E Belimbing Longikis 115° BT 116° BT TANAH GROGOT 117° BT 118° BT Gambar. 1 Peta lokasi daerah penyelidikan Gambar II.1. Peta lokasi daerah penelitian II.2 Geologi Regional II.2.1 Tatanan Geologi Cekungan Kutai telah terbentuk sebelum Eosen Atas. Pada Eosen-Oligosen Bawah terjadi penurunan cekungan sehingga menyebabkan berlangsungnya endapan genang laut dari arah timur ke barat dan selatan, maka terbentuklah endapan batuan-batuan sedimen dari Formasi Mangkupa, Kedango, Maau dan Formasi Lembak, yang diendapkan dalam lingkungan laut transisi hingga laut dalam, sedangkan ditempat lain terbentuk batuan karbonat paparan dari Formasi Tabalar. Pada akhir Oligosen, terjadilah Orogenesa yang menyebabkan wilayah Paparan Sunda mengalami pengangkatan sehingga menimbulkan Tinggian Kucing dan Swaner, maka terbentuklah suatu ketidakselarasan dan endapan batuan sedimen susut II-2 laut pada bagian selatan cekungan yang umumnya diendapkan dalam lingkungan delta sampai neritik, sedangkan pada bagian utara masih terjadi rumpang sedimentasi. Sedimentasi endapan delta pada bagian selatan berlangsung secara terus menerus dari Miosen Bawah sampai Plio-Plistosen, dengan pembentukan endapan delta sampai pada puncaknya hingga Miosen Atas sampai Pliosen. Batuan sedimen endapan delta yang tertua adalah Formasi Pemaluan, kemudian diikuti oleh Formasi Pulaubalang, Balikpapan dan Formasi Kampungbaru. Perkembangan sedimentasi batuan pada Miosen Tengah sampai Plio-plistosen pada belahan utara yaitu di daerah Bengalun bagian utara, Sangkulirang dan Semenanjung Mangkaliat, berbeda fasiesnya dan sumbernya dengan sedimentasi batuan yang terdapat di daerah Bengalun bagian selatan. Batuan sedimen yang menempati daerah Bengalun bagian utara terdiri dari Formasi Maluwi, Tendehhantu, Menumbar dan Formasi Golok, sedangkan didaerah penelitian yang secara stratigrafi hanya tersingkap Formasi Pulaubalang, Maluwi, Balikpapan, Menumbar dan Formasi Kampungbaru. II.2.2 Morfologi Secara umum geologi daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Kutai, yang disusun oleh sedimen Tersier. Morfologi daerah ini memperlihatkan adanya tiga bentuk satuan morfologi, yaitu morfologi dataran rendah, morfologi perbukitan bergelombang sedang dan morfologi endapan aluvium. II-3 DAERAH PENELITIAN Gambar II.2. Peta kerangka tektonik Pulau Kalimantan (R.W van Bemmelen, 1938, Sumber: Agus Subarnas, PMG, 2003) Bentuk morfologi bergelombang sedang, tersebar lebih luas yaitu sekitar 65% dari seluruh luas daerah pemetaan dengan ketinggian antara 45-150 m dari permukaan laut, batuan pada satuan morfologi ini umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir, batulempung, batulempung karbonan atau batugamping dalam Formasi Balikpapan, Pulaubalang, Pamaluan dan Formasi Bebulu. Sedangkan morfologi dataran rendah pada umumnya berada diantara morfologi bergelombang dan sering dimanfaatkan sebagai daerah persawahan atau perkebunan palawija. Aliran sungai umumnya mempunyai pola yang hampir paralel (sub paralel). Sungaisungai di daerah penelitian ini umumnya merupakan sungai intermiten kecil dengan II-4 lebar tidak lebih dari 6 m serta alur-alur yang berair kecil atau hanya berair pada musim hujan. Sungai terbesar di daerah penelitian yaitu Sungai Separi Besar dengan lebar sekitar 13 m, dan sungai tersebut mengalir kearah barat daya daerah penelitian dan selanjutnya bermuara ke sungai Mahakam di sekitar Separi Besar II.2.3 Struktur Geologi Secara umum struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian yaitu sangat sederhana, hanya berupa perlipatan berupa siklin dan antiklin, dengan sumbu lipatan yang berarah hampir timurlaut-baratdaya. Secara umum tektonik yang terjadi di daerah tersebut pada Plio-Plistosen mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan dan pengaktipan kembali struktur geologi yang sudah ada. Struktur sesar yang berkembang terdiri atas tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar normal dan sesar mendatar. Sesar naik kemungkinan terjadi pada Miosen Akhir, sesar-sesar ini kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian, sedangkan sesar normal terjadi lebih muda, yaitu pada kala Pliosen. II.3 Geologi Buana Jaya II.3.1 Morfologi Morfologi daerah penelitian umumnya merupakan perbukitan bergelombang dengan cabang-cabang sungai di sekitarnya, dimana di waktu musim kering sangat sedikit atau bahkan tidak ada aliran air yang melalui sungai tersebut. Hal ini juga berpengaruh terhadap aktivitas pemboran karena suplai air yang kurang memadai. Stadium erosi sungai dewasa hingga tua, dimana terdapat sungai-sungai kecil yang mengalir diantara bukit-bukit dan beberapa muara sungai yang mengalir ke Sungai Mahakam membentuk kikisan pada muara cabang sungai-sungai kecil di atasnya. II-5 Sebagian daerah penelitian sudah dilakukan kegiatan penambangan batubara, sehingga morfologinya sudah terubah, terlihat dari banyaknya kikisan atau singkapan hasil bukaan tambang menggunakan alat berat sehingga banyak tempat menjadi kolam-kolam sisa tambang terbuka. II.3.2 Stratigrafi Secara stratigrafi formasi batuan yang ada di daerah ini berdasarkan urutan dari tua ke muda adalah Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan serta endapan aluvium. Formasi Pamaluan disusun oleh batupasir berwarna abu-abu terang, berbutir halus sampai sedang, berlapis baik dan pada umumnya berstruktur sedimen silang siur, gelembur gelombang. Terdapat sisipan batulempung, serpih, batugamping dan batulanau. Formasi Bebuluh sebagian besar tersusun oleh batugamping masif berwarna kuningkuning terang, bersifat kristalin seringkali bersisipan dengan batugamping pasiran. Formasi Pulaubalang terdiri atas perselingan batupasir greywacke, batupasir kuarsa, batugamping, batulempung dan terkadang lapisan tufa. Formasi Pulaubalang ini diperkirakan berumur Miosen tengah bagian atas-Miosen akhir bagian bawah, diendapkan selaras diatas Formasi Bebuluh dalam lingkungan laut dangkal. Formasi Balikpapan terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan batulanau, batugamping dan batubara. Formasi ini berumur Miosen Tengah-Miosen akhir, terbentuk dalam lingkungan delta atau litoral sampai laut dangkal dan diendapkan selaras diatas Formasi Pulaubalang. Batupasir umumnya kuarsa berbutir halus-sedang, agak keras dengan sisipan oksida besi. Batulempung II-6 umumnya berwarna abu-abu sebagian bersifat karbonan dan setempat menyerpih, bersisipan dengan batugamping. Pada perselingan antara batupasir dan batulempung terdapat lapisan batubara berwarna hitam, sebagian besar mengkilap (terang), keras, belahan konkoidal, mengandung resin dan sedikit mineral sulfida. Ketebalan batubara sangat bervariasi antara 0,10 m sampai mencapai 6,00 m. Tabel II.1. Kolom stratigrafi regional daerah penelitian (Sumber: S. Supriatna, dkk, 1995) II-7 Gambar II.3. Peta Geologi Daerah Buanajaya Provinsi Kalimantan Timur (Agus Subarnas,PMG,2003) II.3.3 Struktur Geologi Ada dua buah sinklin di dalam daerah penelitian yang bisa kita namakan Sinklin Separi terletak di sebelah utara daerah penelitian dan bersifat menunjam, dimana sinklin ini merupakan struktur yang penting, oleh karena pada sayap sinklin tersebut terdapat lapisan batubara pada kedua sayapnya. Kemudian struktur sinklin terletak di bagian selatan daerah penelitian dan terdapat pula penyebaran dari seam batubara. II-8 Struktur sesar kemungkinan lebih intensif terjadi di bagian selatan (di luar) daerah penelitian. Struktur sesar tersebut adalah sesar naik, sesar normal dan sesar mendatar. Sesar naik diperkirakan terjadi pada Miosen Akhir dan kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi setelah periode sesar naik. Sedangkan sesar normal kemungkinan besar terjadi pada Kala Pliosen. Pada sebagian besar Formasi Pamaluan, Bebuluh dan Balikpapan umumnya terlipat kuat dengan kemiringan antara 40°-73°, sedangkan pada batuan yang lebih muda seperti pada Formasi Kampungbaru umumnya terlipat lemah. II.3.4 Geologi Batubara Dalam uraian geologi regional telah disinggung bahwa di dalam Cekungan Kutai, lapisan formasi yang bersifat pembawa batubara adalah Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan, sedangkan pada dua formasi lainnya endapan batubara tidak berkembang dengan baik. Dari hasil inventarisasi batubara bersistem oleh Nanan S.K. (2002) dan Eddy R.S (2002) ditemukan 12 lapisan batubara dalam Formasi Balikpapan, 19 lapisan dalam Formasi Pulubalang dan 7 lapisan dalam Formasi Pamaluan (Peta geologi dan sebaran batubara Daerah Santan-Bontang). Ketebalan lapisan batubara berkisar mulai puluhan centimeter sampai 6 meter lebih dengan sudut kemiringan umumnya berkisar antara 15o dan 30o dan secara lokal mencapai 85o. Kualitas batubara memberikan angka-angka nilai panas 6.600 kal/gr dalam Formasi Pamaluan, 6.680 kal/gr dalam Formasi Pulubalang dan 5924 kal/gr dalam Formasi Balikpapan. Keterdapatan endapan batubara pada cekungan Kutai khususnya pada Formasi Balikpapan telah lama diketahui, diantara data penting yang bersifat regional adalah peta geologi lembar Samarinda, Kaltim, dimana S. Supriatna dkk (1995) menyatakan bahwa terdapat sisipan-sisipan lignit dan batubara pada beberapa formasi yang ada di daerah II-9 penelitian, yaitu pada Formasi Kampungbaru, Formasi Balikpapan dan Formasi Pulaubalang. Pada beberapa tempat dalam cekungan Kutai PT. Kaltim Prima Coal telah melakukan Eksplorasi besar-besaran pada pertengahan tahun 1990an dimana hasilnya sangat kuat mengindikasikan bahwa batubara terakumulasi pada Cekungan Kutai. Dari beberapa titik pemboran yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal. Dalam beberapa titik pemboran di wilayah ini PT. Kaltim Prima Coal telah menggambarkan terdapat suatu korelasi yang cukup baik pada batubara formasi Balikpapan dimana batubara hasil pemboran mempunyai ketebalan mulai dari beberapa cm sampai sekitar 12 m. Kesimpulan awal dari hasil eksplorasi PT. Kaltim Prima Coal bahwa endapan batubara di daerah yang akan diteliti kemungkinan terakumulasi dalam suatu sub cekungan atau terakumulasi pada sayap sinklin yang memanjang dengan arah sumbu utara timur laut-selatan barat daya yang dikenal dengan nama Sinklin Separi ke arah selatan sinklin ini menerus sampai di luar lembar peta daerah penelitian sampai ke daerah Ambalut, di daerah ini PT Kitadin-Banfu sampai saat ini masih beroperasi. II.3.5 Indikasi Kandungan Gas Batubara Hasil inventarisasi batubara bersistem dari tim Pusat Sumber Daya Geologi (Eko Budi Cahyono, dkk, 2006) di wilayah sebelah Barat dari daerah penelitian Buanajaya ini, menunjukkan adanya indikasi kandungan gas pada Formasi Balikpapan ini, namun dengan ketebalan batubara yang relatif tipis mengakibatkan kandungan gas yang diukur kurang representatif. Menurut ARI (2003) untuk cekungan Kutai secara umum data sorption isotherm 5-10 m3/ton sedangkan kandungan gas (gas content) 0.7 m3/ton. II-10