REHABILITASI CANCER-RELATED FATIGUE Andrea Cheville, MD

advertisement
REHABILITASI CANCER-RELATED FATIGUE
Andrea Cheville, MD, and Lora Beth Packel, PT, MS
PENDAHULUAN
Kanker diketahui bervariasi secara luas dalam prognosis, riwayat
perjalanan penyakit, manajemen, respon pengobatan, sekuele, serta perburukan
penyakit yang berhubungan. Sebagai konsekuensinya, rehabilitasi kanker tidak
diterima dalam algoritma terapeutik reduktif. Kondisi perburukan akibat kanker
tergantung dengan lokasi dan stadium serta jenis dari terapi antikanker itu sendiri.
Contohnya, kanker di area kepala dan leher mungkin membutuhkan pemotongan
radiks di area leher diikuti dengan radioterapi yang berkelanjutan. Sekuele banyak
ditemukan termasuk disfungsi bahu dan fibrosis pada jaringan servikal.
Sedangkan, pengobatan utama kanker payudara dapat menyebabkan nyeri
myofasial dan pembengkakan ekstremitas atas.
Pendekatan yang lebih seragam dapat diaplikasikan pada manajemen dari
cancer fatigue yang mempengaruhi 80% pasien. Mayoritas dari pasien kanker
akan mengalami fatigue selama perjalanan penyakitnya terlepas dari manajemen
penyakit yang tidak konsisten maupun klinisnya. Pada kebanyakan pasien, fatigue
akan menjadi masalah tetap bahkan setelah terapi. Pada literatur dijelaskan
bagaimana fatigue yang berlangsung terus menerus akan mengganggu pasien
dalam kegiatan sehari – hari dan kualitas hidup pasien itu sendiri. Banyaknya
variasi dari gejala dan tanda – tanda, termasuk kelemahan motorik, disfungsi
kognitif, gangguan keseimbangan, dispnea setelah melakukan aktivitas berat, dan
myalgia dapat berkontribusi dalam keluhan –keluhan pasien terhadap fatigue yang
dialaminya. Deconditioning merupakan faktor penting yang memiliki kontribusi
dalam timbul dan menetapnya fatigue tersebut. Deconditioning juga berasal dari
berbagai sumber misalnya kaheksia akibat kanker, inaktivitas, nutrisi yang buruk,
paparan steroid kronik, serta efek langsung dari terapi kanker.
GEJALA
Sebelum evaluasi resmi dilakukan, sangat penting untuk mengetahui
perjalanan penyakit pasien yang bervariasi dari pengobatan aktif, pengobatan
1
kuratif, hingga stadium akhir dengan perbaikan. Semua elemen riwayat dan
pemeriksaan fisik tentu saja akan berpengaruh oleh hal ini. Tiga hal penting yang
harus diketahui :
1. Apakah pasien menjalani pengobatan aktif?
2. Apakah pasien telah mengetahui tentang kanker yang dialaminya?
3. Apakah pasien dinyatakan dapat disembuhkan?
Kemauan dan kemampuan pasien untuk ikut serta dalam proses rehabilitasi
akan sangat berpengaruh pada jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.
Seperti yang telah ditekankan sebelumnya, pasien dengan neoplasma maligna,
regimen pengobatan, dan perjalanan penyakit sangatlah bervariasi. Cancer-related
fatigue mungkin timbul berbeda, karena merupakan kesatuan dari bagian – bagian
unik tertentu dari tiap kasus. Pemilihan kata oleh pasien dalam menjelaskan
kelelahan yang mereka alami mungkin tidak konsisten, dan terkadang
membingungkan bagi klinisi. Keluhan - keluhan yang disebutkan pasien yang
harus diperhatikan terkait dengan cancer-related fatigue diantaranya: kelemahan
(seluruh tubuh atau tubuh bagian atas), dispnea setelah melakukan aktivitas berat,
hipotensi ortostatik, sedasi, hipersomnolen, intoleransi terhadap pekerjaan berat,
atau gangguan kognitif (misalnya berkurangnya atensi dan konsentrasi, disfungsi
memori jangka pendek). Pasien mungkin melaporkan bahwa mereka merasakan
sensasi pada kakinya terasa berkurang atau seperti berjalan di air. Skala fatigue
dalam beberapa pelaporan (mis. Brief Fatigue Inventory, Functional Assesment of
Cancer Treatment-Fatigue, Profile of Mood States) dapat sangat bermanfaat untuk
mengetahui tingkat keparahan dan untuk memonitor respon dari pengobatan.
Skrining singkat untuk depresi atau gangguan mood lainnya dibutuhkan dan alat
skrining yang tervalidasi sudah banyak tersedia.
Riwayat kanker pasien harus dikumpulkan secara detail, termasuk terapi
radiasi utama dan yang sedang dijalani serta kemoterapi dan prosedur
pembedahan yang telah dilakukan. Pengetahuan mengenai kanker pada pasien
akan memfokuskan pada suatu penyebab tertentu. Contohnya, kanker pankreas
kebanyakan akan mengalami kaheksia, sedangkan kanker payudara dan kanker
paru paru berhubungan dengan tingginya insidensi hiperkalsemia dan gangguan
2
neurologis. Harus diperhatikan pula apakah radiasi dapat terpapar ke daerah tiroid,
paru, kelenjar adrenal, atau jaringan jantung. Apabila dicurigai adanya disfungsi
kelenjar maupun organ, pemeriksaan serologis dan fisiologis mungkin di
indikasikan. Pemakaian obat dan status nutrisi juga harus dipantau secara hatihati.
Informasi terkait riwayat nyeri harus diperoleh untuk fatigue: onset fatigue
yang tepat, aktivitas atau pengobatan yang cepat, fluktuasi diurnal, gejala yang
berhubungan (mis. nyeri, nausea), perburukan atau perbaikan progresif, faktor
yang memperburuk dan yang meringankan, pengobatan utama dan derajat respon.
Pertanyaan mengenai pola tidur, sleep hygiene, dan tidur siang sangat bermanfaat.
Sebuah laporan mengatakan bahwa frekuensi tidur siang yang sering dapat
memperburuk fatigue.
Sejauh mana fatigue dapat mempengaruhi pekerjaan, aktivitas sehari-hari, dan
lingkungan sosial serta perawatan diri sendiri harus ditinjau secara keseluruhan
karena fatigue biasanya mengganggu aktivitas yang membutuhkan stamina serta
toleransi kerja berat, perubahan pada jarak nyaman untuk berjalan, durasi aktivitas
fisik, keinginan untuk menaiki tangga, dan sejenisnya sehingga tinjauan tersebut
dapat membantu menggambarkan dampak dari fatigue. Sangat penting untuk
mengetahui apakah pasien memiliki riwayat aktivitas fisik premorbid yang dapat
membantu dalam upaya rehabilitasi.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan khusus jarang diindikasikan pada pemeriksaan fisik untuk
fatigue. Sebaliknya, klinisi harus mengevaluasi secara komprehensif pada elemen
muskuloskeletal dan neurologis. Pemeriksaan ROM, gait, keseimbangan statis dan
dinamis,
dan
kemampuan
untuk
berjongkok
berulang
–
ulang
dapat
mengidentifikasi faktor yang berpotensi dan dapat diterima dalam terapi.
Pemeriksaan fisik juga dapat menemukan gangguan seperti gagal jantung
kongestif atau gangguan paru. Stigmata hipotiroidisme dapat nampak, terutama
pada pasien dengan kanker di kepala maupun leher. Kelemahan pada otot – otot
pinggang bagian atas dan bahu menunjukkan adanya myopati akibat steroid.
3
Identifikasi dari defisit neurologis memicu dilakukannya evaluasi untuk
mengetahui adanya progresi suatu keganasan atau toksisitas dari terapi.
Pemeriksaan status mental dapat menunjukkan adanya gangguan atensi, memori,
atau konsentrasi, terutama pada pasien yang telah mendapat terapi radiasi pada
otak atau kemoterapi intratekal.
BATASAN FUNGSIONAL
Meskipun fatigue jarang sekali parah, fatigue dapat mengurangi mobilitas
dan mengganggu aktivitas sehari – hari terlepas dari konteks paliatifnya,
peninjauan area fungsional ini penting untuk evaluasi secara komprehensif.
Gangguan fungsional yang parah mungkin merupakan kesatuan dari klinis yang
memicu untuk evaluasi faktor komorbid. Ambulasi jarak sedang dapat
menimbulkan dispnea pada pasien dengan gangguan jantung atau paru. Pasien
dengan myopati akibat steroid atau kelemahan otot seluruh tubuh mungkin akan
sulit untuk bangun dari tempat yang landai seperti toilet, sofa, atau kursi mobil.
Pasien – pasien ini juga mungkin menunjukkan berkurangnya kemampuan untuk
menyelesaikan aktivitasnya sehari – hari dengan tepat waktu. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, kebanyakan pasien mengeluh merasa berat pada anggota
gerak dan pengurangan tingkat aktivitas tanpa adanya batasan fungsional yang
jelas.
Disfungsi pada sosial, pekerjaan, psikologis dan seksual dapat terjadi.
Pasien harus ditanyakan mengenai interaksi dan keakraban sosial, serta masalah
pekerjaan maupun waktu luang. Kebanyakan pasien meninggalkan aktivitas sehari
– hari sebagai konsekuensi dari fatigue yang berpotensi terjadinya isolasi dan
depresi sekunder. Pasien dengan defisit kognitif akibat radioterapi maupun
kemoterapi mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari – hari
secara produktif. Kemampuan finansial dan manajemen juga dapat terganggu.
STUDI DIAGNOSTIK
Tes diagnostik bervariasi sesuai dengan klinis pasien. Dispnea dapat
diperiksa menggunakan pulse oxymetry selama aktivitas, radiografi dada, dan
EKG juga diperlukan. Pasien yang mengalami dispnea yang parah dengan
4
aktivitas minimal mungkin mengalami fibrosis pulmonal. Diagnosis definitif
dapat dipastikan dengan menggunakan CT Scan. Positron emission tomography
mungkin dapat membantu dalam membedakan fibrosis dengan kanker yang
menyerang parenkim paru. Pasien dengan kanker berisiko untuk mengalami
trombosis vena, namun, studi mengenai vena dan kemungkinan scanning perfusi
dan ventilasi pada pasien dengan sesak nafas persisten dapat dilakukan. Pasien
yang mendapat doxorubicin (Adriamycin) atau trastuzumab (Herceptin) sebaiknya
dievaluasi dengan multigated acuisition scan untuk menyingkirkan kemungkinan
toksisitas jantung akibat kemoterapi. Hampir seluruh pasien akan melakukan
skrining dengan multigated acuisition sebelum kemoterapi. Hasil dari test baseline
dapat dibandingkan dengan evaluasi baru sebagai bukti adanya deteriorasi. Efusi
perikardial mungkin merupakan akibat dari penyebaran suatu keganasan atau
iritasi akibat radiasi atau terjadi sebagai fenomena neoplastik. Echocardiogram
harus dilakukan pada pasien dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang
mendukung.
Evaluasi serologis mungkin termasuk pemeriksaan konsentrasi TSH
(sebagai skrining untuk myopati tiroid pada pasien yang mendapat terapi radiasi
pada area leher anterior), konsentrasi kalsium, nilai elektrolit, (penyakit Addison
mungkin terjadi dengan metastasi adrenal atau radiasi), konsentrasi HB dan Ht.
Hiperkalsemia atau nyeri mekanik persisten harus dievaluasi dengan scan tulang
atau foto polos. Kadar darah pada konsumsi obat – obat sentral (antidepresan
trisiklik, antikonvulsan) harus dievaluasi pada pasien yang mengeluh fatigue
dengan gangguan kognitif.
Pada pasien dengan defisit neurologis fokal, pencitraan dari aksis neural
yang terlibat pada pemeriksaan fisik harus dilakukan. MRI harus dilakukan
dengan gadolinium. Steroid yang diberikan berhubungan dengan kemoterapi
dapat menyebabkan myopati.
Pasien yang mengeluh dengan disfungsi kognitif mungkin dapat dievaluasi
melalui evaluasi neuropsikologis. Defisit kognitif yang ringan baru dapat
terdeteksi setelah kemoterapi. Metastase multifokal pada otak mungkin terjadi
dengan pengurangan ketajaman mental dan atensi. CT Scan kepala dapat
5
dilakukan jika besar kemungkinan adanya metastase otak(mis. pada pasien dengan
melanoma atau kanker payudara/paru).
PENGOBATAN
INISIAL
Penting untuk mengetahui adanya kelainan pada endokrin, hematologi,
metabolik, atau kelainan fisik lainnya sebelum memulai suatu program latihan.
Nyeri yang tidak terkontrol membutuhkan inisiasi atau modifikasi dari regimen
analgesik. Farmakoterapi dengan opioid telah muncul sebagai landasan
manajemen nyeri pada kanker. Infeksi sekunder terkait neutropenia akibat terapi
kanker harus diobati sebelum aerobic conditioning bisa dimulai. Leukopenia
dapat diterapi lebih cepat dengan granulocyte colony-stimulating factor.
Penemuan dari perjalanan penyakit yang progresif mungkin membutuhkan
regimen antineoplatik atau radioterapi. Toksisitas jantung dapat membaik setelah
inisiasi dari digoxin atau obat lain yang dapat mengurangi afterload. Anemia
biasanya respon terhadap terapi dengan eritropoietin rekombinan yang kemudian
berhubungan dengan kualitas hidup pasien itu sendiri. Pasien dengan fibrosis
pulmonal dapat diinduksi dengan terapi radiasi atau kemoterapi dan bagi yang
telah menjalani lobektomi atau pneumonektomi mungkin membutuhkan oksigen
suplemental saat menjalani upaya rehabilitasi. Evaluasi nutrisi dibutuhkan pada
pasien dengan kaheksia atau hipoproteinemia.
Konsultasi psikiatri dapat diindikasikan jika depresi timbul selama
evaluasi. Segala obat – obatan yang bekerja sentral harus dieliminasikan terlebih
dahulu. Obat nyeri harus benar – benar dipilih untuk meminimalisir toksisitas
neuropsikologis. Diantara obat opioid, hydromorphone, fentanyl, dan oxycodone
memiliki metabolit aktif yang lebih sedikit dibanding morphine sulfate.
Kegunaanya mungkin berhubungan dengan efek samping yang lebih dapat
ditoleransi pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pendekatan farmakologis untuk cancer fatigue didominasi oleh psikostimulan.
Kegunaan dari agen psikostimulan ini didukung oleh beberapa studi terhadap
methylphenidate dan pemoline.
6
REHABILITASI
Bukti yang berkembang mendukung penggunaaan latihan aerobik dan
resistif untuk menanggulangi cancer-related fatigue. Faktanya, percobaan aerobik
pada populasi pasien dengan kanker telah dilakukan untuk menggambarkan efek
pada fatigue. Pasien dengan kanker payudara yang mendapat kemoterapi adjuvan
merupakan mayoritas penelitian kohort, meski Dimeo telah menunjukkan manfaat
aerobik segera setelah transplantasi sumsum tulang. Tanpa terkecuali, beberapa
studi menunjukkan latihan dapat ditoleransi dengan baik dan bebas dari sekuele.
Beberapa percobaan terkait pasien kanker payudara dalam pengobatan
aktif dilaporkan mengalami perbaikan dari berbagai gejala fatigue, insomnia,
nausea, dan tekanan emosional. Intervensi latihan bervariasi pada durasi, tingkat
supervisi, intensitas, dan frekuensi latihan. Program yang sangat terstruktur dan
ketat (lebih dari 3 sesi latihan dalam seminggu pada 60% - 85% HR maksimum
selama 6 minggu atau lebih) memberikan berbagai manfaat termasuk
meningkatnya massa otot, konsumsi oksigen maksimum, dan kekuatan. Pada
intensitas 50% - 60% oksigen konsumsi maksimum, manfaat yang signifikan
didapatkan secara fisik dan psikologik.
Program latihan gabungan aerobik dan resistif telah menunjukkan
kemajuan pada kualitas hidup. Tidak spesifik pada fatigue. Namun, adanya
perbaikan yang signifikan terhadap fatigue didapat dari program ketahanan tubuh,
dapat diasumsikan bahwa program gabungan aerobik dan resistif akan
memperbaiki keadaan fatigue ditambah dengan beberapa manfaat untuk
kebugaran tubuh.
Berdasarkan tinjauan literatur yang ada, rekomendasi klinis termasuk
interval latihan pada 50% - 70% HR atau saat bekerja pada eksersi 11 – 14 pada
skala eksersi 6 hingga 20. Intensitas program latihan tergantung pada tingkat
kebugaran., intensitas pengobatan kanker, dan stadium pengobatan kanker. Ketika
pasien sedang dalam pengobatan, kebanyakan studi menyarankan untuk
menurunkan intensitas HR ke intensitas rendah. Setelah terapi pengobatan selesai,
program latihan kemudian ditingkatkan ke batasan yang lebih tinggi. Intensitas
7
tersebut juga harus mempertimbangkan nilai laboratorium harian serta tingkat
fatigue yang berhubungan dengan pengobatan. Contohnya, fatigue dirasakan
memuncak diantara pertengahan hingga akhir dari siklus radioterapi, sehingga
program latihan harus mempertimbangkan pola ini. Terakhir, durasi dan frekuensi
latihan berdasarkan pedoman dari The American College of Sports Medicine
adalah latihan untuk pasien dilakukan selama 20 – 30 menit, 3 sampai 5 kali per
minggu
Latihan tindakan pencegahan untuk pasien kanker jarang berdasarkan
bukti yang kuat. Pendapat bervariasi mulai dari institusi hingga klinisi. Latihan
aerobik dan resistif sebaiknya dipantau secara hati – hati atau dihentikan bila
kadar platelet menurun hingga dibawah 10.000/µl. Latihan ringan diperbolehkan
bila kadar Hb kurang dari 8 g/dL, dengan pemantauan ketat. Olahraga yang berat
harus dihindari bila kadar platelet menurun dibawah 50.000/µl atau pada pasien
dengan metastase tulang. Latihan harus ditunda bila pasien demam atau suhu
tubuh diatas 101.50F. Aktivitas terapeutik harus dibatasi pada aktivitas ruangan
untuk pasien dengan kadar neutrofil dibawah 500/µl.
Sebagai tambahan untuk aerobic conditioning, ditujukan pada terapi
okupasi dan terapi fisik untuk pelatihan dalam konservasi energi, penggunaan
peralatan adaptif, dan latihan resistif yang progresif akan bermanfaat bagi pasien.
Peralatan adaptif seperti tongkat, crutches, dan walker dapat meningkatkan
mobilitas; penyediaan perangkat adaptif seperti long-handled shoehorns dan
reacher dapat memfasilitasi pasien dalam aktivitas perawatan diri. Intervensi
untuk mobilitas dan aktivitas sehari – hari pasien sangat bermanfaat bahkan untuk
pasien kanker stadium akhir. Untuk pasien seperti ini, edukasi dan pemberdayaan
caretaker mungkin timbul sebagai fokus utama proses terapeutik.
PROSEDURAL
Pasien dengan efusi pleura atau perikardial akan mendapatkan banyak
manfaat dari drainase cairan perkutan. Pleurosentesis atau perikardiosentesis
mungkin dibutuhkan untuk mencegah akumulasi cairan efusi. Prosedur
percutaneous stenting telah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan jika kompresi
8
tumor membuat lumen ureter menjadi sempit, saluran empedu, bronkus, atau
pembuluh darah dengan sekuele yang memperburuk keadaan fisiologis. Ketika
nyeri kanker tidak dapat di manajemen dengan terapi sistemik atau jika efek
samping sudah tak tertahankan, neuraxial delivery mungkin dapat mengembalikan
energi dan kognisi. Terapi radiasi dapat digunakan sebagai terapi paliatif untuk
mengobati nyeri atau untuk mengurangi benjolan tumor yang mengkompresi
struktur saraf.
PEMBEDAHAN
Pasien kanker dengan deconditioning dan fatigue mungkin mendapatkan
banyak manfaat dari pembedahan tumor, atau reseksi metastase paru, hati, tulang
atau otak. Namun fatigue bukan merupakan indikasi untuk dilakukannya prosedur
pembedahan. Jika defisit motorik maupun sensorik fokal berasal dari kompresi
tumor, reseksi darurat mungkin dibutuhkan.
KOMPLIKASI PENYAKIT
Pasien biasanya mengalami perburukan secara fungsional akibat
meningkatnya morbiditas dari kankernya itu sendiri. Konsekuensi dari suatu
keganasan progresif mungkin dapat menyebabkan atau memperburuk defisit
neurologis, dispnea, perburukan kognitif akibat metastase intrakranial atau terapi
radiasi yang menyebabkan perubahan, fraktur patologis, obstruksi viseral, dan
sindrom nyeri somatik.
KOMPLIKASI PENGOBATAN
Komplikasi dari modalitas antikanker sangat luas. Terapi radiasi dapat
menyebabkan fibrosis, gangguan neurologis, dan memperburuk fatigue.
Kemoterapi dapat pula memperburuk keadaan fatigue. Berbagai macam agen
kemoterapi memiliki kapasitas untuk merusak kemampuan kognitif, fungsi ginjal,
paru, jantung dan saraf. Agen farmakologi yang tak terhitung untuk
mengendalikan gejala dan nyeri kanker dapat mempengaruhi sistem saraf,
gastrointestinal, dan urinaria serta memperburuk edema perifer.
9
Komplikasi yang berhubungan dengan intervensi rehabilitatif sedikit bila
digunakan secara strategis. Pasien dengan bone-avid cancer (mis. paru, prostat,
payudara, tiroid, myeloma multiple, dan ginjal) berisiko untuk mengalami fraktur
patologis, terutama pasien dengan metastase litik. Scan tulang atau bone survey
harus ditinjau sebelum program latihan dimulai.
Pasien kanker dianggap lebih rentan untuk mengalami komplikasi akibat
latihan. Aerobik yang berlebihan atau latihan kekuatan tubuh mungkin malah
dapat memperburuk fatigue. Melakukan pekerjaan yang memeras tenaga dapat
memperburuk
keadaan
ketidakseimbangan
elektrolit
dan
cairan
secara
kemoterapeutik. Regimen terapeutik untuk pasien kanker harus diadaptasi dan
diteliti dengan cermat.
10
Download