BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Eficacy 1. Pengertian Self

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Self Eficacy
1. Pengertian
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri
individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura.
Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk
mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan
kecakapan tertentu (Bandura, 1994).
Baron dan Byrne (2004) mengemukakan bahwa self efficacy
merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya
untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan
sesuatu.
Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya
untuk memberikan kinerja atau perilaku dengan sukses (Kreitner dan
Kinicki, 2003 dalam Engko, 2006).
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
adalah keyakinan yang ada didalam diri perawat mengenai seberapa besar
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai
hasil tertentu.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
2. Dimensi self efficacy
Menurut Bandura (1997), ada beberapa dimensi dari self-efficacy,
yaitu:
a. Tingkatan (Level)
Level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi.
Keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin
orang hanya terbatas pada tugas yang sederhana, menengah atau sulit.
Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat
kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit
sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian Tingkat
kesulitan tugas dapat mempengaruhi pilihan tindakan yang dilakukan
oleh individu. Individu cenderung akan menolak tugas-tugas yang
dirasa tidak mampu untuk ia selesaikan karena di luar batas
kemampuannya, dan sebaliknya ia akan cenderung memilih tugastugas dimana ia merasa mampu untuk menyelesaikannya.
b. Keadaan umum (Generality)
Generality sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam
berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas
yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan
hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit. Generality
merupakan perasaan dimana kemampuan yang ditunjukkan individu
pada konteks penyelesaian tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui
tingkah laku, kognitif dan afektifnya. Generality ini berhubungan
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
dengan sejauh mana self efficacy yang dimiliki dapat digeneralisasi
untuk
tugas-tugas
atau
situasi-situasi
yang
serupa
sehingga
menimbulkan penguasaan di bidang tertentu.
c. Kekuatan (Strength)
Strength
merupakan
kuatnya
keyakinan
seseorang
mengenai
kemampuan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan
keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki
keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk
mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan dalam usahannya
meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Pengalaman
memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini sesesorang.
Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu
pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap
kemampuan mereka akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan
kesulitan yang dihadapi.
3. Fungsi self efficacy
Bandura (1997) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak dari
penilaian self efficacy antara lain sebagai berikut :
a. Perilaku Memilih
Dalam kehidupan sehari-hari, individu sering dihadapkan dengan
pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan
sosial yang ditentukan dari penilaian efficacy individu. Seseorang
cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi yang diyakini
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan
mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk mereka lakukan.
Self Efficacy yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam
suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan meningkatkan
kompetensi seseorang. Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat
mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan kegiatan
sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.
b. Usaha yang dilakukan dan daya tahan
Penilaian terhadap self efficacy juga menentukan seberapa besar usaha
yang dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam
menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.
Semakin tinggi self efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan
gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika dihadapkan pada kesulitan,
individu yang memiliki self efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha
yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut. Sedangkan orang yang
meragukan kemampuannya akan mengurangi usaha atau bahkan
menyerah sama sekali.
c. Pola berpikir dan reaksi emosi
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola
berpikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan
terantisipasi dengan lingkungan. Individu yang menilai dirinya
memiliki self efficacy rendah, merasa tidak mampu dalam mengatasi
masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataannya.
Sebaliknya, individu yang memilki self efficacy yang tinggi akan lebih
memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar
terhadap situasi yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang muncul
akan mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi.
d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki
Banyak
penelitian
membuktikan
bahwa
self
efficacy
dapat
meningkatkan kualitas dari fungsi psikososial seseorang. Seseorang
yang memandang dirinya sebagai orang yang self efficacy-nya tinggi
akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri
menunjukkan minat dan keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka
akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan mengalami
kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan kegagalan sebagai
pendorong untuk mencapai keberhasilan dan memiliki tingkat stres
yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan.
4. Sumber-sumber self efficacy
Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy terdiri dari empat
sumber yaitu : pengalaman diri sendiri (mastery experience), pengalaman
orang lain (vicarious experience), pendekatan atau kepercayaan sosial
(verbal persuassion) dan keadaan fisik dan emosi (psychological and
emotional states). Keempat sumber tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut :
a.
Pengalaman diri sendiri (mastery experince)
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Pengalaman mengenai keberhasilan dan kegagalan yang dialami
individu dalam suatu bidang dapat menentukan tingkat selfefficacynya. Keberhasilan dapat meningkatkan self-efficacy dan
kegagalan yang terus menerus terjadi akan menurunkan selfefficacy, terutama jika kegagalan terjadi pada awal unjuk kerja dan
tidak dikarenakan usaha yang kurang atau salahnya strategi sebagai
penyebab kegagalan.
b.
Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Melihat realita dari keberhasialan orang lain, akan meningkatkan
keyakinan bahwa individu juga memiliki kemampuan untuk berhasil
dalam melakuakn aktivitas yang sama. Begitu juga dipihak lain,
melihat orang lain yang memiliki kemampuan yang sama mengalami
kegagalan walaupun sudah berusaha maka akan menurunkan
penilaian kemampuan dan usaha individu.
c.
Pendekatan atau kepercayaan sosial (social persuassion)
Pendekatan sosial digunakan untuk menyakinkan individu bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai tujuannya. Individu
yang diyakinkan secara verbal bahwa dirinya sanggup untuk
menghadapi situasi yang rumit akan tetap bertahan daripada individu
yang selalu merasa khawatir akan segala kemampuan dan
kekurangannya ketika berhadapan dengan suatu masalah akan
mendorong individu tersebut untuk mengembangkan kemampuan
serta kepercayaan dirinya.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
d.
Keadaan fisik dan emosi (psychological and emotional states)
Individu juga mengukur self-efficacy berdasarkan keadaan fisik dan
suasana hati (emosi) dalam menilai kemampuannya. Individu
menginterpretasikan segal bentuk tekanan sebagai akibat dari
kurangnya usaha. Informasi mengenai keadaan fisik yang diterima
individu akan mempengaruhi penilaian mengenai kemampuannya
dalam mengerjakan suatu tugas.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
Menurut
Bandura
(1997)
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi tinggi rendahnya self efficacy didalam diri individu, antara
lain:
a. Sifat tugas yang dihadapi individu
Derajat komleksitas dan kesulitan dari tugas yang akan dihadapi akan
mempengaruhi penilaian individu terhadap kemampuannya. Semakin
kompleks dan sulit suatu tugas, maka individu akan semakin rendah
menilai kemampuannya dan begitu pula dalam peran individu dalam
menghadapi tugasnya. Sebaliknya jika dihadapkan pada tugas
sederhana
dan
kemampuannya
mudah,
dan
maka
lebih
individu
tertarik
serta
akan
menilai
tinggi
bersemangat
dalam
mengerjakan tugasnya.
b. Insentif eksternal
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan self efficacy adalah
Competence Contingent Incentif yaitu insentif (reward) yang
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan individu
dalam menguasai atau melaksanakan sesuatu.
c. Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh
derajat kontrol yang lebih besar pula, sehingga dapat diharapkan akan
memiliki self efficacy yang lebih tinggi.
d. Informasi tentang kemampuan diri
Individu akan meningkatkan self efficacynya, jika individu tersebut
mendapat informasi yang positif tentang dirinya, begitu pula
sebaliknya.
B. Komitmen Organisasi
1.
Pengertian
Menurut Luthans (2006) komitmen organisasi adalah keinginan
kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk
berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Djati dan Khusaini (2003) mendefinisikan komitmen organisasi
merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat
menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi yang
dimilikinya.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu
keadaan di mana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan
dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Meyer dan Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai
komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang
merupakan
karakteristik
hubungan
anggota
organisasi
dengan
organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk
melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian dari komitmen organiasi
perawat adalah suatu perasaan yang dirasakan oleh seorang perawat
untuk berkomitmen ataupun berpihak secara positif terhadap rumah sakit
dimana perawat tersebut bekerja.
2. Komponen komitmen organisasi
Menurut Meyer dan Allen (1997) terdapat tiga komponen dalam
komitmen organisasi, yaitu:
a. Komitmen Affective
Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment
to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti,
komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan,
identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi.
Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat
akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want
to) melakukan hal tersebut.
b. Komitmen Continuance
Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs
associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya
pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi.
Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini
bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal
tersebut karena tidak adanya pilihan lain.
c. Komitmen Normative
Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue
employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan
perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti,
karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa
mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi.
3. Hasil komitmen organisasi
Menurut Luthans (2006) ringkasan penelitian dari dulu sampai
sekarang menunjukan hubungan yang positif antara komitmen organisasi
dan hasil yang diinginkan seperti:
a. Kinerja tinggi.
b. Tingkat pergantian perawat yang rendah.
c. Tingkat ketidak hadiran rendah.
d. Persepsi iklim organisasi yang hangat dan mendukung.
e. Menjadi anggota tim yang baik dan siap membantu.
4. Aspek-aspek komitmen organisasi
Menurut Steers (1985) komitmen karyawan terhadap organisasi
memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas
karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
a. Identifikasi,
merupakan
keyakinan
dan
penerimaan
terhadap
serangkaian nilai dan tujuan organisai. Dimensi ini tercermin dalam
beberapa perilaku seperti adanya kesamaan nilai dan tujuan pribadi
dengan nilai dan tujuan organisasi, penerimaan terhadap kebijakan
organisasi serta adanya kebanggan menjadi bagian dari organisasi.
Aspek identifikasi ini dapat dikembangkan dengan memodifikasi
tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para
karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula
kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya
sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para
karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan
membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi
tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan
organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan
pribadi mereka pula.
b. Keterlibatan yaitu keinginan yang kuat untuk berusaha demi
kepentingan organisasi. Hal ini tercermin dari usaha karyawan untuk
menerima dan melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang
dibebankan kepadanya. Karyawan bukan hanya sekedar melaksanakan
tugas-tugasnya melainkan selalu berusaha melebihi standar minimal
yang ditentukan oleh organisasi. Karyawan akan terdorong pula untuk
melakukan pekerjaan diluar tugas dan peran yang dimilikinya apabila
bantuannya dibutuhkan oleh organisasi. bekerja sama baik dengan
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang
dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan
memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan
keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan
bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan
bersama.
c. Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan
seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau
perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya demi mencapai
kesuksesan dan keberhasilan organisasi tersebut. Kesediaan karyawan
untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang
penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi
dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan
merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat
ia bergabung untuk bekerja.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah,
2008) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang
karyawan antara lain :
a. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan
variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi
dengan rekan sekerja.
c. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan
cara
pekerja-pekerja
lain
mengutarakan
dan
membicarakan
perasaannya tentang organisasi
C. Kinerja Perawat
1.
Pengertian kinerja perawat
Kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya dari perawat
dalam bentuk tindakan atau praktek yang mudah diamati atau dinilai.
Kinerja
keperawatan
mencerminkan
kemampuan
perawat
untuk
mengimplementasikan proses asuhan keperawatan (Ilyas, 2002).
Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang
atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu
(Pabundu, 2006).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).
Menurut Potter & Perry (2005) bahwa perawat sebagai salah satu
tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya
mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan
kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat adalah hasil
kerja secara kuantitas dan kualitas seorang perawat selama periode
tertentu di dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan dari
rumah sakit.
2.
Peranan perawat
Efendi (1998), peranan perawat dalam meningkatkan kinerja pada
pelayanan keperawatan yaitu :
a. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider Of Nursing Care)
Peranan yang utama dari perawat adalah sebagaimana pelaksanan
asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai
masalah kesehatan/ keperawatan, puskesmas, panti dan sebagainya
sesuai dengan kebutuhannya.
b. Sebagai Pendidik (Health Educator)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok
dan
masyarakat
secara
terorganisir
dalam
rangka
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku
seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang
optimal.
c. Sebagai Pembaharu (Inovator)
Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah
perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan.
d. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator Of Service)
Mengkoordinir
seluruh
kegiatan
upaya
pelayanan
kesehatan
masyarakat dan mencapai tujuan kesehatan melalui kerja sama dengan
team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem
pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang
diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak
terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.
e. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan
dicontoh oleh masyarakat.
f. Sebagai Tempat Bertanya(Fasilitator)
Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari.
Disamping itu perawat kesehatan diharapkan dapat membantu
memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi.
g. Sebagai Pengelola ( Manager)
Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan
kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas
dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.
3.
Penilaian kerja
Dharma, (2001) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian
kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan
b. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan
c. Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah
direncanakan.
Sedangkan Simamora, (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan
sesungguhnya dinilai atas lima dimensi.
a. Mutu
b. Kuantitas
c. Penyelesaian proyek
d. Kerjasama
e. Kepemimpinan
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
4.
Model dan metode penilaian kerja
Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:
a. Penilaian sendiri
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan
sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya.
Other Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau
konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan
pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian
kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan
dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila personal mampu
melakukan penilaian terhadap proses dan hasil karya yang mereka
laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.Penilaian sendiri atau
dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan
dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian
tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang
patut diperhatikan.
b. Penilaian atasan
Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya
dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang
termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
c. Penilaian mitra
Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai
otonomi
yang
cukup
tinggi.
Dimana
wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh
manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk
personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh
supervisor.
Penilaian
mitra
biasanya
lebih
ditujukan
untuk
pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
d. Penilaian bawahan
Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan
tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila penilaian
ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan
promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan,
program penilaian bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan
dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer
untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas
kemampuan manajemen mereka.
5.
Manfaat penilaian kerja
Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhikebutuhan
aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah
sakit.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia
secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan
balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan
dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan
mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan
pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya
melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat
hubungan antara atasan dan bawahan.
6.
Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat
Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.
a. Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki
oleh setiap individu.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan
dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan
team leader.
c. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan
oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur
yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja
dalam organisasi.
e. Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.
Pabundu (2006) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan, yaitu:
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan kecerdasan,
keterampilan, kestabilan emosi, sifat–sifat seseorang, meliputi sikap,
sifat–sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan
variabel-variabel personal lainnya.
b. Faktor eksternal yaitu faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan
yang
berasal
dari
lingkungan,
meliputi
peraturan
ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, kondisi ekonomi,
kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan–tindakan rekan kerja jenis
latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
D. Kerangka Teori
Faktor kepribadian:
- Pengetahuan
- Self efficacy
- Motivasi
- Komitmen organisasi
Kepemimpinan:
- Kualitas
kepemimpinan
- Jenis kepemimpinan
Kinerja perawat
Faktor tim:
- Keeratan anggota tim
- kepercayaan tim
Faktor sistem:
- Sistem kerja
- fasilitas
Faktor konstektual:
- Perubahan lingkungan
internal dan eksternal
Peranan perawat:
- Pelaksanaan Pelayanan
Keperawatan
- Sebagai pendidik
- Sebagai pembaharu
- Koordinator Pelayanan
Kesehatan
- Sebagai penuntun
- Sebagai tempat bertanya
- Sebagai pengelola
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Mahmud (2005), Bandura (1997), Luthans (2006) dan Efendi (1998)
E. Kerangka Konsep
Self efficacy
Kinerja perawat
Komitmen
Organisasi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
F. Hipotesis
a. Ada hubungan antara self efficacy dengan kinerja perawat di ruang rawat
inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata.
b. Ada hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja perawat di
ruang rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata.
Hubungan Antara Self..., Ulwiyatul Mafrudoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Download