Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus - al

advertisement
Islam dan Sekularisme
Mukaddimah
Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan
keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme
pula bermakna faham, doktrin atau pendirian yang menolak nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan sosial manusia
Beragama merupakan salah satu fitrah manusia. Sepanjang sejarah,
manusia tidak bisa dipisahkan dengan fitrah tersebut. Meskipun
artikulasi dari kepercayaan terhadap kekuatan supranatural, yang
menjadi inti agama, sangat beragam, tetapi ia tetap memiliki fungsi
universalnya, yaitu memberikan petunjuk kepada sekalian manusia dan
alam untuk mencapai kebahagiaan hidup, dan menjadi sumber
moralitas manusia secara individu maupun sosial.
Islam, sebagai salah satu agama terbesar di dunia, telah ikut
menyumbangkan kemajuan peradaban manusia dengan ajaranajarannya yang universal dan komprehensif. Tetapi, pada
perjalanannya, agama Islam khususnya dan agama-agama lain pada
umumnya, mengalami berbagai perubahan atau perkembangan dalam
hal pemahaman dan interpretasi. Sebagian kalangan Islam
menginterpretasikan Islam dengan pola pikir fundamentalistik, sebagian
yang lain justru menggunakan pola pikir liberalistik. Banyak
permasalahan yang menjadi sumber konflik antar kedua kelompok
pemikiran tersebut, salah satunya adalah isu sekularisme.
Sebenarnya,
banyak
kerancuan
seputar
penggunaan
kata
“sekularisme” tersebut. Diantaranya, kerancuan tentang wacana
sekularisme dan sekularisasi—khususnya dalam konteks Indonesia--.
Ada juga beberapa pertanyaan mendasar berkaitan dengan tataran
praktis sekularisme di beberapa negara, misalnya: apakah sekularisme
benar-benar bisa diterapkan sebagai ideologi suatu masyarakat atau
negara? Artinya, dengan melihat sample negara-negara tersebut,
benarkan mereka menerapkan paham sekularisme secara murni?
Untuk lebih memahami kerancuan dan pertanyaan dasar di atas,
penulis ingin mencoba memaparkan lebih lanjut tentang wacana
sekularisme dan sekularisasi, adakah perbedaan diantara keduanya?
Dan apakah paham sekularisme menjadi paham yang realistis untuk
diterapkan dalam negara?
Arkeologi Konsep Sekularisme
Dalam sejarahnya, wacana sekularisme muncul pertama kali di Barat
pada Abad Pertengahan. Ketika itu, agama (Gereja) dikuasai oleh para
pendeta yang memiliki kekuasaan absolut, sehingga apapun yang
bertentangan dengan kebijaksanaan pendeta, dianggap bertentangan
dengan agama (Tuhan).
Penafsiran-penafsiran teks Injil dan Bible dimonopoli oleh mereka, dan
penafsiran lain di luar itu, dianggap telah menyimpang. Tekanantekanan ideologis ini, tentunya berimplikasi negatif terhadap seluruh
aspek kehidupan sosial, termasuk juga perkembangan ilmu
pengetahuan. Agama pada akhirnya menjadi penghalang bagi
penemuan-penemuan ilmiah.
Beberapa ilmuwan, diantaranya Galileo, harus mengakhiri hidupnya
dengan naas di tiang gantungan, hanya karena ia berani
mengemukakan teori yang bertentangan dengan Injil..
Secara global, kondisi sosial itu dapat kita gambarkan ke dalam
beberapa poin di bawah ini:
1. Pemikiran zuhud, anti profan.
2. Kekuasaan absolut di tangan Pendeta. Mereka adalah orangorang suci, dimana perkataannya dianggap sebagai titah Tuhan
yang harus dilaksanakan. Sehingga, bentuk pemerintahan yang
berlangsung adalah pemerintahan teokratis.
3. Gereja yang selalu bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
Keadaan ini benar-benar meresahkan masyarakat, khususnya kaum
intelekual. Pada akhirnya mereka terdorong untuk melakukan
pembaharuan (al-ishlâh al-dîniy). Konsep yang diusung oleh para
pembaharu tersebut adalah bagaimana membatasi kekuasaan Gereja
(pendeta) pada hal-hal yang bersifat religius saja, tidak pada hal-hal
yang bersifat keduniawian (profan). Agama terbatas pada hal-hal yang
berdimensi ritual saja, sedangkan urusan-urusan di luar itu, termasuk
urusan kenegaraan, ditangani sendiri oleh masyarakat, tanpa campur
tangan agama ataupun pendeta. Salah satu slogan utama yang
diteriakkan para pembaharu itu adalah: “berikanlah untuk Tuhan apa
yang yang menjadi urusannya, dan berikanlah untuk kaisar apa yang
menjadi urursannya”. Konsep inilah yang selanjutnya kita kenal dengan
sekularisme.
Sikap Islam terhadap Sekularisme
Sekularisme, sesuai dengan akar sejarahnya, dipahami sebagai usaha
pemisahan antara agama (akhirat) dan negara (dunia), ‘fasl al-dîn wa
al-daulah. Agama sebagai wilayah privat, tidak dapat dipadukan
dengan negara atau kekuasaan yang berada di wilayah publik. Dari
makna ini, seakan-akan dunia hendak ‘dipisahranjangkan’ dari agama;
agama tidak berhak masuk ke dalam ruang-ruang publik, yaitu ruang
sosial, masyakarat, bangsa dan negara.
Dalam tataran ini, jelas bahwa agama kemudian kehilangan fungsinya
sebagai salah satu unsur perubahan sosial atau transformasi sosial.
Agama yang menjadi sumber moralitas masyarakat, tentu saja akan
menyempit pada praktek-praktek ritual; berhubungan dengan Tuhan
saja tanpa berkaitan dengan sesama manusia. Negara sekular
tentunya akan membentuk sumber daya manusia yang hanya sholeh
secara pribadi, tidak sholeh secara sosial.
Dengan pengertian di atas, secara nyata kita ketahui bahwa konsep ini
bertentangan dengan Islam sebagai agama sosial dan kemanusiaan. Ia
menginginkan balance antara kedua aspek, dunai dan akhirat.4 Islam
juga tidak mengenal konsep kekuasaan mutlak dan absolut para ulama
sebagai rijâl al-dîn (pendeta). Perintah ketaatan yang ada hanyalah
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta para pemimpin. Perintah
ketiga ini pun diikuti dengan catatan bahwa, masyarakat sebagai
kontrol sosial, tidak wajib mentaatinya jika mereka menyimpang dari
ketaatan Allah dan Rasul. Intinya, dalam Islam, para penguasa tidak
memilki kedaulatan mutlak seperti keadaan Gereja pada Abad
Pertengahan tersebut. Hal ini berimplikasi positif terhadap pertumbuhan
ilmu pengetahuan maupun perubahan sosial lainnya, ditambah dengan
konsep kebebasan berpikir dan berbuat yang sangat ditekankan dalam
ajaran Islam.
Inilah beberapa alasan mengapa Islam, mengambil sikap bertentangan
dengan paham sekularisme—sesuai dengan pemahaman historis
Barat--. Lalu, apakah benar agama –baik Islam maupun agama lainnya-yang mengandung unsur kemanusiaan dan sosial, menjadi sumber
moralitas masyarakat dan mencakup seluruh aspek kehidupan, dapat
begitu saja dipisahkan dari pemeluknya? Artinya, benarkah negara
Turki, misalnya, yang mengaku mempraktekkan paham sekularisme,
secara total dapat memisahkan urusan negara dari agama dan ajaranajarannya?
Penulis sendiri memiliki asumsi yang memperkuat argumen bahwa,
sampai saat ini, negara-negara sekular itu tidak benar-benar bisa
memisahkan agama dari negara secara mutlak.
Contohnya, dalam bidang pendidikan. Negara sekular beranggapan
bahwa, pendidikan merupakan salah satu urusan negara, agama tidak
boleh ikut campur, sampai-sampai, mata pelajaran agama tidak
dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan formal, sebab itu dianggap
sebagai tindak kriminal.
Tetapi, apakah dengan begitu, berarti agama, dalam ajaran-ajarannya,
tidak mendukung pendidikan? Penulis rasa, agama apapun dan agama
manapun sepakat dengan orientasi pendidikan. Walaupun secara
implisit ajaran agama tidak mengatur detail metode pendidikan, tetapi
semangat itu adalah salah satu substansi ajaran agama. Begitu juga
dalam bidang politik, budaya, ekonomi dan lainnya. Jadi, ada
kerancuan dalam pemisahan agama dan negara; tidak bisa memilah
secara tegas mana yang agama (al-dîniy) dan mana yang bukan
agama (allâ dîniy).
Dan sekaligus ini menunjukkan bahwa Islam menolak sekularisme.
Sampai di sini, sekularisme menemukan konotasi negatifnya, karena ia
menjadikan agama sebagai lawan negara.
Penutup
Salah satu solusi yang ditawarkan sebagai terapi atas kemunduran dan
keterbelakangan umat Islam, adalah kembali kepada Qur’an dan
Sunnah. Secara eksplisit hal ini berarti bahwa, yang harus kita perbaiki
adalah pemahaman kita kepada nash-nash tersebut. Pemahaman yang
benar, bagi penulis, bukan dengan usaha meniru apa yang telah
dipraktekkan masyarakat muslim (salaf shâlih) pada abad pertama itu,
tanpa koreksi dan penyesuaian terhadap tuntutan realita. Sebab
pemahaman bersifat dinamis (mutaghayyir), yang statis (tsâbit) adalah
keterkaitan wahyu dengan Tuhan dan disampaikan lewat orang
tertentu, yaitu Rasul.
Download