5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait
dengan kelainan pada karbohidrat, metabolisme lemak dan protein
(Palaian et al, 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik
DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti
mata, ginjal, saraf, dan sistem vaskular (Cavallerano, 2009).
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (2008),
terbagi 4 bagian yaitu:
a. Diabetes Melitus tipe 1
DM ini disebabkan kerusakan sekresi produksi insulin sel-sel
beta pankreas, sehingga penurunan insulin sangat cepat sampai
akhirnya tidak ada lagi yang disekresi. Oleh karena itu dalam
penatalaksanaannya substitusi insulin tidak dapat dielakkan (disebut
diabetes yang tergantung insulin).
b. Diabetes Melitus tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang lebih umum,
penderitanya lebih banyak dibandingkan DM tipe 1. Penderita DM
tipe 2 mencapai 90-99 % dari keseluruhan populasi penderita
5
6
diabetes. DM tipe 2 sering terjadi pada usia di atas 45 tahun, tetapi
akhir-akhir ini di kalangan remaja dan anak-anak populasi penderita
DM tipe 2 meningkat.
Berbeda dengan DM tipe 1, pada DM tipe 2 terutama
penderita DM tipe 2 pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi
jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, selain kadar glukosa
yang juga tinggi. DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak
mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut
resistensi insulin. Obesitas atau kegemukan sering dikaitkan dengan
penderita DM tipe 2.
c. Diabetes Gestational
DM ini adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau
mulai diketahui selama pasien hamil. Karena terjadi peningkatan
sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metaboliknya terhadap
toleransi
glukosa,
maka
kehamilan
merupakan
keadaan
diabetogenik.
d. Diabetes Spesifik
DM ini disebabkan defekasi genetik fungsi sel-sel beta,
defekasi genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, DM karena obat, DM karena infeksi, DM imunologi
dan sindrom genetik.
7
2. Komplikasi Diabetes Melitus
Menurut Depkes RI (2005), diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut
ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus
diwaspadai.
a.
Hipoglikemia
Keadaan yang ditandai kadar glukosa plasma penderita
kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang
sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa
plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih
sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1-2
kali per minggu.
b.
Hiperglikemia
Keadaan yang ditandai kadar gula darah melonjak secara
tiba-tiba. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat
dicegah sehingga tidak menjadi parah. Hiperglikemia dapat
memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,
disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia
yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan HHS, yang keduanya dapat
8
berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat
dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
c.
Komplikasi Makrovaskular
Ada 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum
berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung
koroner (CHD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh
darah
perifer
(PVD).
Walaupun
komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang
lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
hiperlipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakitpenyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,
Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya
pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap
jantung sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan
darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes
sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80
mmHg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya
hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan
gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok,
mengurangi stres dan lain sebagainya.
9
d.
Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita
diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan
protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah
yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler,
antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Selain karena
kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh
faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang
memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda resiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat
untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi)
dan tingkat keparahan diabetes.
3. Terapi Diabetes Melitus
1. Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita
DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar
pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi
10
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin
selain terapi hipoglikemik oral (Depkes RI, 2005).
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas
dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh
sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui
vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat
dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau
terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan
meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber
energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana
seharusnya (Depkes RI, 2005).
2. Terapi Hipoglikemik Oral
a. Golongan Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin
di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel
β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan
kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawasenyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi
insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda
dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat
glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi
11
insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan
sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea
sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar
pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena
sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan
kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, pemberian
obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak
bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat
degradasi insulin oleh hati. Obat yang termasuk dalam golongan
ini adalah Glibenklamide, Glipizid, Gliklazid, Glimepirid, dan
Glikuidon (Depkes RI, 2005).
b. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin
Obat-obat
hipoglikemik
oral
golongan
glinida
ini
merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya
mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa
hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi
insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat
hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini
dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik
oral lainnya. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
Repaglinida dan Nateglinida (Depkes RI, 2005).
12
c. Golongan Biguanida
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja
langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati.
Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi
insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai
obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin
masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia,
karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asalkan
dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan
fungsi ginjal dan hati (Depkes RI, 2005).
d. Golongan Tiazolidindion (TZD)
Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan
kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan
PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di
otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi
insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan
glikoneogenesis. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
Rosiglitazone dan Pioglitazone (Depkes RI, 2005).
e. Golongan Inhibitor α-Glukosidase
Senyawa-senyawa
inhibitor
α-glukosidase
bekerja
menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding
13
usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase,
glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis
oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini
secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat
kompleks
dan
absorbsinya,
sehingga
dapat
mengurangi
peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita
diabetes. Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat
enzim
α-amilase
pankreas
yang
bekerja
menghidrolisis
polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan
obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600
mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180
mg/dl. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Acarbose
dan Miglitol ( Depkes RI, 2005).
Terapi hipoglikemik oral biasanya ditujukan kepada
penderita DM tipe 2, tetapi penderita DM tipe 2 juga dapat
menggunakan terapi insulin, dimana algoritma penatalaksanaan
DM tipe 2 dapat dilihat pada Gambar I.
14
Gambar I. Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2
Sumber : Dipiro et al (2005)
4. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan yang ditandai terjadi
peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar
trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia
termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam darah atau lebih
dikenal dengan hiperlipidemia. Pada hiperlipidemia terdapat kenaikan
15
kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar High
Density Lipoprotein (HDL) (Malloy et al, 2002).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,
prevalensi hiperlipidemia di Indonesia pada usia 25 sampai usia 34
tahun sebesar 9,3% dan pada usia 55 sampai usia 64 tahun sekitar
15,5%. Jumlah kolesterol LDL dan HDL serum masih menjadi marker
yang penting dalam kejadian PJK dan merupakan alat standar untuk
evaluasi faktor resiko insidensi PJK (Erawan, 2001).
Pada pasien hiperlipidemia, kadar kolesterol LDL yang ikut
beredar dalam darah sangat tinggi. Bila terjadi defek pada dinding
pembuluh darah terutama pembuluh arteri maka LDL akan mudah
menempel dan mengendap membentuk gumpalan lipid. Gumpalan
inilah yang akan menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskuler
seperti penyakit jantung koroner (Bustan, 2000).
Ada beberapa jenis Lipoprotein, antara lain : Kilomikron, VLDL
(Very
Low
Density
Lipoprotein),
IDL
(Intermediate
Density
Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density
Lipoprotein) (Katzung, 2003). Klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL,
dan trigliserida dapat dilihat pada Tabel I.
16
Tabel 1. Klasifikasi Kolesterol Total, LDL, HDL, dan Trigliserida
PROFIL LIPID
Kolesterol Total
<200
200-239
≥240
Kolesterol LDL
<100
100-129
130-159
160-189
≥190
Kolesterol HDL
<40
≥60
Trigliserida
<150
150-199
200-499
≥500
KATEGORI
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Sumber : Murray (2003)
5. Kilomikron
Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80%
komponennya terdiri dari trigliserida yang berasal dari makanan dan
kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserida dari
makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol
makanan ke hati. Kilomikronemia pasca makan mereda 8-10 jam
sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa
dianggap abnormal (Katzung, 2003).
6. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida dan 10-15%
kolesterol. Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati.
17
Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat,
maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL.
Kadar trigliserida juga mungkin berubah oleh pengaruh berat badan,
minum alkohol, stres dan latihan fisik. Efek aterogenik VLDL belum
begitu jelas, tetapi hipertrigliseridemia mungkin merupakan tanda
bahwa kadar HDL kolesterol rendah dan sering dihubungkan dengan
kegemukan, intoleransi glukosa dan hiperurisemi (Katzung, 2003).
7. Intermediate Density Lipoprotein (IDL)
Lipoprotein ini kurang mengandung tigliserida (30%), lebih
banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih banyak mengandung
apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu
VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang
besar
kecuali
bila
terjadi
hambatan
konversi
lebih
lanjut
(Katzung, 2003).
8. Low Density Lipoprotein (LDL)
Lipoprotein ini merupakan pengangkut kolesterol terbesar pada
manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak
10% dan kolesterol 50%. LDL merupakan metaboli VLDL, fungsinya
membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran
plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyak
factor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh,
kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL (Katzung, 2003).
18
9. High Density Lipoprotein (HDL)
Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5%
trigliserida dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama pada laki-laki
dan perempuan sampai pubertas, kemudian pada laki-laki terjadi
penurunan sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan.
Pada individu dengan nilai lipid yang normal, kadar HDL relatif
menetap sesudah dewasa. HDL penting untuk kebersihan trigliserida
dan kolesterol, dan untuk transport serta metabolisme ester kolesterol
dalam plasma. HDL biasanya membawa 20-25% kolesterol darah. HDL
berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga
penimbunan kolesterol di perifer berkurang (Katzung, 2003).
10. Trigliserida
Trigliserida merupakan jenis lemak yang dapat ditemukan dalam
darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang
mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke
tubuh serta juga dibentuk di hati. Setelah mengalami proses di dalam
tubuh, trigliserida ini akan diserap usus dan masuk ke dalam plasma
darah yang kemudian akan disalurkan ke seluruh jaringan tubuh dalam
bentuk kilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein)
(Fridewald et al, 2001).
19
Trigliserida dalam bentuk kilomikron berasal dari penyerapan
usus setelah konsumsi makanan berlemak. Sebagai VLDL, trigliserida
dibentuk oleh hati dengan bantuan insulin dari dalam tubuh. Sementara
itu, trigliserida yang berada di luar hati dan berada dalam jaringan
misalnya jaringan pembuluh darah, otot, jaringan lemak akan
dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Sisa hidrolisis kemudian akan
dimetabolisme oleh hati menjadi kolesterol LDL. Kalori yang
didapatkan tubuh dari makanan yang dikonsumsi tidak akan langsung
digunakan oleh tubuh melainkan disimpan dalam bentuk trigliserida
dalam sel-sel lemak di dalam tubuh yang berfungsi sebagai energi
cadangan tubuh (Malloy et al, 2002).
Asupan makanan yang mengandung kadar lemak jenuh yang
tinggi dapat meningkatkan efek trigliserida di dalam tubuh seseorang.
Jika kadar trigliserida meningkat, maka kadar kolesterol juga akan
meningkat. Trigliserida yang berlebih dalam tubuh akan disimpan di
dalam jaringan kulit sehingga tubuh terlihat gemuk. Seperti halnya
kolesterol, kadar trigliserida yang terlalu berlebih dalam tubuh dapat
membahayakan kesehatan. Namun, trigliserida dalam batas normal
sebenarnya sangat dibutuhkan tubuh. Asam lemak yang dimilikinya
bermanfaat bagi metabolisme tubuh. Selain itu, trigliserida memberikan
energi bagi tubuh, melindungi tulang, dan organ-organ penting lainnya
dalam tubuh dari cedera (Bustan, 2000).
20
11.
Terapi Hiperlipidemia
Pengaturan diet makanan saja sebenarnya sangat bermanfaat
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Namun, pada
sebagian orang diperlukan strategi farmakologis menggunakan obat
untuk dapat mencapai kadar kolesterol yang ditargetkan. Pada pasien
yang secara genetik cenderung mempunyai kadar kolesterol tinggi
bahkan diperlukan pengobatan yang lebih agresif. Terdapat beberapa
obat pilihan untuk menurunkan kadar lipid/kolesterol. Pemilihan obat
yang tepat tergantung pada faktor/mekanisme yang menyebabkan
abnormalitas lipid/kolesterol tersebut (Williams, 2005). Berikut adalah
penggolongan obat-obat untuk mengatasi hiperlipidemia :
a. Statin
Obat golongan statin atau inhibitor HMG-CoA reduktase
adalah kelompok obat penurun lipid yang digunakan untuk
menurunkan level kolesterol dengan menghambat kerja enzim
HMG-CoA reduktase. Mekanisme penghambatan kerja enzim HMGCoA reduktase dapat dilihat pada Gambar II. Gangguan pada
aktivitas enzim ini akan menyebabkan penurunan jumlah asam
mevalonat yang merupakan prekursor kolesterol. Hambatan enzim
HMG-CoA di hati akan menstimulasi LDL reseptor sehingga
meningkatkan pembersihan LDL dari aliran darah dan menurunkan
level kolesterol darah. Penurunan level kolesterol darah ini terlihat
21
setelah seminggu pemakaian dan efek maksimal terlihat setelah 4 – 6
minggu penggunaan. Sesudah penyerapan, statin akan ditransport ke
hati melalui sirkulasi portal (Dalimartha, 2000).
Dalam golongan statin terdapat beberapa macam obat yaitu
Simvastatin, Lovastatin, Atorvastatin, Cerivastatin, Fluvastatin,
Mevastatin, Pitavastatin, Pravastatin, dan Rosuvastatin (Tjay dan
Kirana, 2007). Berikut adalah mekanisme dari masing-masing
golongan obat statin :
1. Simvastatin
Simvastatin adalah obat penurun kolesterol yang bekerja
dengan menghambat produksi kolesterol di hati, di usus,
menurunkan kolesterol darah secara keseluruhan dan menurunkan
kadar LDL-kolesterol darah. Indikasi penggunaan simvastatin
adalah untuk penderita hiperkolesterolemia primer, pasien yang
tidak cukup memberikan respon terhadap diet, mengurangi
kejadian klinis, memperlambat progresif atherosklerosis koroner
pada pasien penyakit jantung koroner dan penderita kadar
kolesterol 5,5 mmol/L atau lebih. Kontra indikasi dari obat ini
adalah untuk wanita hamil, menyusui, pasien dengan penyakit
hati aktif atau peningkatan serum transaminase yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya (Witztum, 1996).
Dosis tunggal awal adalah 10 mg/hari. Dalam interval
kurang dari 4 minggu dosis dapat menyesuaikan dalam kisaran
22
lazim 10 – 40 mg/hari. Penderita penyakit jantung koroner awal
20 mg/hari. Efek samping dari penggunaan simvastatin adalah
pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam
kulit, nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan, hepatitis
dan anemia. Pemakaian simvastatin dalam jangka waktu yang
lama menyebabkan gangguan fungsi kognitif seperti amnesia,
transient global amnesia, aphasia dan gangguan memori jangka
pendek (Witztum, 1996).
Simvastatin merupakan produk dalam bentuk lakton yang
harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi bentuk aktifnya yaitu
asam β – hidroksi di hati, lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan
berikatan dengan protein plasma. Konsentrasi obat bebas di
sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan
memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan diekskresi
melalui hati. Pemberian obat dilakukan pada malam hari
(Witztum, 1996).
2. Lovastatin
Lovastatin merupakan salah satu obat penurun kolesterol
golongan statin. Lovastatin sebagai agen hipokolesterolemik
mampu menurunkan kadar serum kolesterol, LDL, trigliserol dan
VLDL dalam darah (Albert, 1989). Obat golongan ini sangat
efektif untuk mengobati hiperlipidemia karena merupakan
inhibitor kompetitif dari 3 – hidroksi – 3 – metilglutaril –
23
koenzim – A (HMG-CoA) reduktase (Goodman dan Gilmans,
2001).
Obat golongan statin ini dapat menurunkan biosintesis
kolesterol dengan cara menghambat secara kompetitif enzim
HMG-CoA reduktase. Enzim ini merupakan enzim yang
mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi mevalonat, suatu
prekursor sterol, termasuk kolesterol. Efek tersebut dapat
meningkatkan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi
prekursor LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL
plasma. Oleh sebab itu, ekstraksi lintas pertama oleh hati dari obat
tersebut cukup besar, maka efek utamanya terjadi di hati
(Katzung, 2002).
Lovastatin dimetabolisme oleh hidroksilasi dan diekskresi
melalui empedu, sedangkan sekitar 80% suatu dosis oral muncul
dalam tinja, ini menggambarkan ekskresi obat dalam empedu
sebaik obat yang tidak diabsorpsi. Efek samping akut lovastatin
rendah (Raharjo, 2009).
3. Atorvastatin
Atorvastatin merupakan salah satu zat aktif penurun
kolesterol darah golongan statin atau penghambat/inhibitor HMGCoA reduktase, yaitu senyawa yang dapat menghambat konversi
enzim HMG-CoA reduktase menjadi mevalonat sehingga
menghambat pembentukan kolesterol endogen. Berbeda dengan
24
produk lakton simvastatin dan lovastatin, atorvastatin memiliki 3
asam hidroksil aktif dan tidak memerlukan hidrolisis in vivo.
Atorvastatin dan metabolit aktifnya yang secara struktur serupa
dengan HMG-CoA berkompetisi untuk menempati sisi aktif
HMG-CoA reduktase (Suyatna, 2007).
Penurunan kolesterol total dan LDL dihasilkan oleh dosis
biasa
atorvastatin
yang
secara
substansial
menghasilkan
penurunan lebih besar dibandingkan dengan monoterapi dengan
antihiperlipidemia lainnya. Atorvastatin menghasilkan penurunan
konsentrasi kolesterol total LDL lebih besar bila dibandingkan
dengan statin lainnya (fluvastatin, lovastatin, simvastatin dan
pravastatin) (McEvoy, 2008). Efek samping yang sering terjadi
diantaranya adalah sembelit sehingga menurunkan tingkat
kepatuhan pasien. Waktu paruh atorvastatin adalah 14 jam
(Suyatna, 2007).
4. Cerivastatin
Cerivastatin adalah salah satu golongan sintetis dari kelas
statin yang digunakan untuk menurunkan kolesterol dan
mencegah penyakit kardiovaskular. Namun cerivastatin ditarik
dari pasar di seluruh dunia pada tahun 2001, dikarenakan adanya
laporan yang fatal terkait efek samping rhabdomyolysis.
Sebanyak
52
kematian
dilaporkan
pada
pasien
yang
menggunakan cerivastatin, terutama akibat rhabdomyolysis dan
25
gagal ginjal. Frekuensi kasus mematikan dari rhabdomyolysis
dengan cerivastatin adalah 16 sampai 80 kali lebih tinggi
dibandingkan
dengan
statin
lainnya.
Cerivastatin
juga
menyebabkan terjadinya miopati ketika diberikan sebagai
monoterapi (Saito et al, 2005).
5. Fluvastatin
Fluvastatin
merupakan
obat
golongan
statin
yang
mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan golongan statin
lainnya yaitu menurunkan level kolesterol dengan menghambat
kerja enzim HMG-CoA reduktase, sehingga menghambat
terbentuknya mevalonat. Mevalonat merupakan prekursor sterol,
termasuk kolesterol (Suyatna, 2007).
6. Mevastatin
Mevastatin adalah obat penurun kolesterol yang diisolasi
dari Penicillium citinium. Mevastatin adalah inhibitor kompetitif
HMG – Coenzyme A (HMG -CoA) reduktase dengan afinitas
pengikatan 10.000 kali lebih besar dari HMG-CoA substrat itu
sendiri. Mevastatin adalah pro-obat yang diaktifkan oleh
hidrolisis in vivo dari cincin lakton (Suyatna, 2007).
Efek samping dari penggunaan mevastatin adalah myalgia,
nyeri abdomen, dan mual. Tetapi, mevastatin juga mempunyai
efek samping yang lebih berat dibandingkan dengan statin lainnya
yaitu myotoksisitas (miopati, myositis, rhabdomyolysis), dan
26
hepatotoksisitas. Karena efek samping inilah, mevastatin tidak
dapat diberikan sebagai terapi untuk penderita hiperlipidemia
(McEvoy, 2008).
7. Pitavastatin
Pitavastatin adalah obat generasi terbaru dari golongan obat
inhibitor HMG-CoA reduktase, atau lebih dikenal dengan sebutan
golongan statin yang termasuk dalam kelompok aksi kuat.
Pitavastatin memiliki efektivitas yang relatif sama dengan
atorvastatin
dalam
memperbaiki
profil
kolesterol
darah.
Pitavastatin juga terbukti memiliki efek pleitropik dalam
mencegah aterosklerosis. Dari segi keamanannya, pitavastatin
juga cenderung lebih aman dan dapat ditoleransi dibanding obatobat golongan statin kelompok aksi kuat lainnya. Efektivitasnya
terhadap progresivitas gangguan jantung dan ginjal serta dalam
mencegah diabetes melitus tipe 2 masih dalam tahap penelitian.
Dari segi biaya, pitavastatin relatif lebih murah dibanding
golongan statin kelompok aksi kuat lainnya (Medikamen, 2012).
8. Pravastatin
Pravastatin termasuk dalam kelompok obat HMG-CoA
reductase inhibitors, atau statin. Mekanisme kerjanya dengan
mengurangi kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) dan
trigliserida dalam darah, sekaligus meningkatkan kadar kolesterol
HDL (high-density lipoprotein). Pravastatin digunakan untuk
27
menurunkan kolesterol dan trigliserida dalam darah. Pravastatin
juga digunakan untuk menurunkan resiko stroke, serangan
jantung, dan komplikasi jantung lainnya pada penderita diabetes,
penyakit jantung koroner, atau faktor risiko lain. Pravastatin
digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia
minimal 8 tahun (Suyatna, 2007).
9. Rosuvastatin
Rosuvastatin adalah obat oral untuk menurunkan kadar
kolesterol darah. Ini termasuk dalam kelas obat yang disebut
HMG-CoA reduktase inhibitor (statin). Obat ini mengurangi
kadar kolesterol dengan menghambat HMG-CoA reduktase,
enzim yang memproduksi kolesterol dalam hati. Rosuvastatin
dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan memperlambat
perkembangan penyakit arteri koroner (Suyatna, 2007).
28
Gambar II. Mekanisme penghambatan HMG-CoA Reduktase oleh Statin
Sumber : Dalimartha (2000)
b. Fibrat
Turunan asam fibrat (fibrate) banyak diresepkan pada
1980‐1990‐an,
tetapi
kemudian
menurun
ketika
data
yang
mendukung penggunaan statin mulai banyak. Efek utama fibrat
adalah penurunan kadar trigliserida, juga penurunan kolesterol LDL
yang moderat pada pasien yang kadarnya meningkat dan
meningkatkan kolesterol HDL (Williams, 2005).
29
c. Bile acid sequestrant
Penangkap asam empedu (bile acid sequestrant) telah dipakai
lebih dari 30 tahun. Mekanisme kerjanya ada dua, meningkatkan
bersihan (klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam
empedu. Mula‐mula obat ini mengikat asam empedu pada usus halus
sehingga mencegah resirkulasinya ke dalam sistem enterohepatik.
Dengan demikian ekskresi asam empedu meningkat hingga 10 kali
lipat, dan karena asam empedu berkurang, hati merespon
meningkatkan produksi asam empedu dengan cara memecah
kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk mengikat
kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam sirkulasi darah
semakin menurun (Williams, 2005).
d. Ezetimib
Diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003, ezetimib
merupakan obat pertama dalam kelasnya yang bekerja memblok
absorpsi kolesterol pada usus halus dengan cara menghambat secara
selektif mekanisme transpor pada sel epitel usus halus. Karena
jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun, maka hati
meningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga
kadar kolesterol serum akan turun. Sebagai terapi tunggal, efek
utama ezetimib adalah menurunkan kadar kolesterol LDL sampai
18%,
dengan
(Williams, 2005).
sedikit
efek
pada
trigliserida
dan
HDL
30
B. Kerangka Pemikiran
Pada penderita diabetes melitus, hormon insulin tidak bekerja,
oleh karena itu hormon glukagon yang bekerja. Glukosa tidak bisa diubah
menjadi energi sehingga untuk mendapatkan energi dilakukan pemecahan
lemak melalui mekanisme lipolisis. Hasil akhir dari pemecahan lemak
adalah asam lemak yang banyak dalam darah. Asam lemak tersebut
kemudian dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida dan kolesterol.
Jumlah trigliserida yang berlebihan dalam darah akan mengakibatkan
terjadinya hipertrigliseridemia. Hipertrigliseridemia merupakan penyebab
hiperlipidemia sekunder.
Untuk mengatasi hiperlipidemia, statin menjadi obat yang paling
banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar lipid. Statin menurunkan
kadar low‐density lipoprotein (LDL), yang berkaitan dengan resiko
kardiovaskuler. Selain itu, statin juga menurunkan kadar trigliserida dan
kadar kolesterol total dalam serum. Statin meningkatkan kadar
high‐density lipoprotein (HDL) yang bersifat melindungi kardiovaskular.
Salah satu golongan statin yang banyak beredar di pasaran adalah
simvastatin.
Penelitian menunjukkan bahwa statin mengurangi kadar serum
kolesterol dan tingkat morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Namun,
efek statin pada metabolisme glukosa tidak jelas. Penggunaan statin
dikaitkan dengan meningkatnya gula darah puasa pasien. Beberapa studi
telah menunjukkan bahwa statin dapat menyebabkan hiperglikemia
31
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium dalam sel islet yang
menyebabkan
penurunan
pelepasan
insulin.
Pengobatan
statin
berhubungan dengan terjadinya DM onset baru. Studi metaanalisis dari 13
studi
dengan
91140
partisipan
menunjukkan
pengobatan
statin
meningkatkan insiden DM sebesar 9% dalam 4 tahun.
Manfaat statin dalam mencegah penyakit kardiovaskuler,
terutama hiperlipidemia, sudah terbukti efektif dan tidak diragukan lagi.
Tetapi pemilihan terapi statin harus dilakukan dengan hati-hati dan
mengetahui efek samping yang dihasilkan. Sebuah peningkatan resiko
kenaikan kadar gula darah dan perkembangan diabetes tipe 2 telah
dilaporkan dengan penggunaan statin. Walaupun manfaat statin lebih besar
jika dibandingkan dengan peningkatan resiko tersebut, tetapi perlu
dilakukan pengkajian terhadap kadar gula darah pasien setelah pasien
menggunakan terapi statin. Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian
untuk melihat pengaruh penggunaan simvastatin terhadap kadar gula darah
puasa pada pasien DM dengan penyakit penyerta hiperlipidemia.
C. Hipotesis
Penggunaan simvastatin berpengaruh terhadap kenaikan kadar gula darah
puasa.
Download