BAB II DASAR TEORI 2.1 Radiasi Surya 2.1.1 Konstanta Surya

advertisement
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Radiasi Surya
2.1.1 Konstanta Surya
Matahari merupakan sebuah bola gas yang berdiameter 1,39 × 109 m,
mempunyai massa sebesar 2 × 1030 Kg. Lapisan luar matahari disebut fotosfer
memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinu dengan temperatur permukaan
efektif sebesar 5762 K sedangkan intinya mencapai temperatur 8 × 106 K dan
densitasnya 105 Kg/m3. Keseluruhan energi ditimbulkan karena adanya reaksi fusi
pada inti matahari, dan energi ditransimisikan secara radial sebagai radiasi
elektromagnetik dan disebut sebagai energi surya. Jarak rata-rata antara matahari
bumi adalah 1,495 × 1011 m, jarak terpendek dan terjauh adalah 1,471 × 1011 m
dan 1,521 × 1011 m, yang masing-masing terjadi pada 21 Desember dan 21 Juni
(Goswami and Kreith, 2008).
Ecliptic axis
Sep. 21
Polar Axis
89.83 million miles
95.9 million miles
1.521 X 1011 m
1.471 X 1011 m
June 21
Dec. 21
March 21
Ecliptic plane
Gambar 2.1 Hubungan Bumi dan Matahari
Sumber: (Goswami and Kreith, 2008 halaman 5-3)
6
Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan
hasil perkalian konstanta Stefan-Boltzmann σ, temperatur absolute pangkat empat
𝑇𝑠4 , dan luas permukaan πœ‹π‘‘π‘ 2 , (Arismunandar, 1995).
𝐸𝑠 = πœŽπœ‹π‘‘π‘ 2 𝑇𝑠4 (π‘€π‘Žπ‘‘π‘‘) ................................................................................ (2.1)
Di mana ds adalah diameter matahari (m).
Konstanta surya didefinisikan sebagai energi dari matahari persatuan waktu
yang diterima oleh suatu unit luasan permukaan tegak lurus arah rambatan radiasi,
pada jarak rata-rata bumi dengan matahari diluar atmosfir bumi yang besarnya adalah
(Arismunandar, 1995):
𝐺𝑠𝑐 =
πœŽπ‘‘π‘ 2 𝑇𝑠4
4𝑅 2
(π‘Š ⁄π‘š2 ) ............................................................................... (2.2)
Di mana R adalah jarak rata-rata antara matahari ke bumi.
Dari persamaan di atas, maka diperoleh fluks radiasi per satuan luas dalam arah
yang tegak lurus pada radiasi tepat di luar atmosfer bumi adalah (Arismunandar,
1995):
5,67 × 10−8 π‘Š ⁄(π‘š2 . 𝐾 2 ) × (1,39 × 109 )π‘š2 × (5,762 × 103 )4 𝐾 4
𝐺𝑠𝑐 =
4 × (1,5 × 1011 )2 π‘š2
= 1353 π‘Š ⁄π‘š2 .................................................................................... (2.3)
Pada kenyataanya intensitas pancaran radiasi surya diluar atmosfir bumi
besarnya berubah-ubah, berbanding terbalik dengan kwadrat jarak pusat bumi dan
matahari. Untuk menghitung besarnya intensitas radiasi surya diluar atmosfir bumi
setiap saat dipergunakan persamaan berikut :
360 𝑁
πΊπ‘œ = 𝐺𝑠𝑐 [1 + 0,003 cos (
365
) ] cos πœƒπ‘§ .................................................. (2.4)
Di mana:
πΊπ‘œ
= Intensitas radiasi surya diluar atmosfir bumi, W/m2
𝐺𝑠𝑐
= Konstanta surya, 1353 W/m2
𝑁
= Hari ke-n dalam satu tahun, dan n sama dengan satu untuk 1 Januari
7
2.1.2 Radiasi Surya Pada Permukaan Bumi
Radiasi surya yang mencapai permukaan bumi terdiri dari dua bentuk radiasi
yang ditransmisikan secara langsung tanpa direfleksikan oleh objek disebut radiasi
langsung (direct/beam radiation), Ib. Radiasi langsung mempunyai sifat spekular,
menimpa permukaan pada sudut yang ditentukan oleh garis yang menghubungkan
pusat bumi dengan pusat surya. Apabila arah permukaan berubah, harga radiasi
langsung dapat bertambah atau berkurang.
Sebagian radiasi surya dihamburkan, dipantulkan kembali ke angkasa dan
diserap oleh atmosfir bumi. Namun sebagian dari radiasi ini diradiasikan kembali
dan mencapai permukaan bumi dari semua arah secara seragam. Radiasi tersebut
disebut radiasi hambur (diffuse radiation), Id.
Radiasi Langsung
Radiasi Hambur
Gambar 2.2 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran
Sumber: (Arismunandar, 1995 halaman 18)
Penjumlahan radiasi sorotan atau beam (Ib), dan radiasi sebaran atau diffuse
(Id) merupakan radiasi total (I), pada permukaan horizontal per jam yang dapat
dirumuskan (Arismunandar, 1995):
I = Ib + Id (W/m2)....................................................................................... (2.5)
Selain dengan persamaan tersebut, harga I juga dapat diukur dengan
menggunakan solarimeter.
2.1.3 Sifat-sifat Radiasi
Bila energi radiasi menimpa suatu permukaan bahan, maka sebagian dari
radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi
diteruskan (transmisi), seperti digambarkan dalam gambar 2.3.
8
Gambar 2.3 Pengaruh Radiasi Datang
Sumber: (Bejan, 1993 halaman 507)
Fraksi yang dipantulkan dinamakan reflektivitas 𝜌, fraksi yang diserap
absorptivitas 𝛼, dan yang diteruskan transmisivitas 𝜏, maka didapatkan persamaan
(Holman, 1997):
𝜌 + 𝛼 + 𝜏 = 1 ......................................................................................
(2.6)
Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal sehingga
transmisivitas dapat dianggap nol (Holman, 1997):
𝜌 + 𝛼 = 1 .............................................................................................
(2.7)
Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu
permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksinya, maka dikatakan
refleksi itu spekular (specular). Dilain pihak, apabila berkas yang jatuh itu tersebar
secara merata ke segala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut baur
(diffuse). Refleksi spekular dan baur dapat dilihat pada gambar 2.4
(a)
(b)
Gambar 2.4 Fenomena refleksi (a) spekular dan (b) refleksi baur
Sumber: (Holman, 1997 halaman 344)
9
Energi yang dipancarkan suatu benda per satuan luas per satuan waktu disebut
dengan daya emisi, sedangkan perbandingan daya emisi suatu benda dengan daya
emisi benda hitam pada suhu yang sama disebut dengan emisivitas. Permukaan yang
dapat menyerap seluruh energi yang datang merupakan permukaan yang
memancarkan radiasi paling baik. Permukaan seperti ini tidak akan memancarkan
energi radian dan disebut permukaan hitam sempurna, sebagaimana diukur dari
emisivitas bahan. Pada kenyataannya, emisivitas bahan berubah menurut suhu dan
panjang gelombang radiasi.
2.2 Kolektor Surya
Kolektor surya merupakan suatu peralatan penerima radiasi surya sekaligus
merubahnya menjadi energi berbentuk panas, yang untuk kemudian digunakan
secara langsung maupun disimpan terlebih dahulu pada suatu unit penyimpanan
panas. Secara umum, kolektor surya bila ditinjau dari panas yang diinginkan dapat
dibagi menjadi dua yaitu kolektor konsentrasi dan kolektor non konsentrasi.
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Surya di Bumi
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi surya pada suatu
permukaan bumi adalah:
a.
Posisi matahari
b.
Lokasi dan kemiringan permukaan
c.
Waktu matahari
d.
Keadaan cuaca
a. Posisi matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk
elips, yang biasanya disebut dengan bidang “Ekliptika”. Bidang ini membentuk sudut
23,5o terhadap bidang equator. Akibat dari peredaran bumi mengelilingi matahari
menimbulkan perubahan-perubahan musim. Untuk Indonesia terjadi dua perubahan
yakni musim kemarau dan musim penghujan.
10
b. Lokasi dan kemiringan permukaan
Lokasi dan kemiringan menentukan besarnya sudut datang radiasi pada
permukaan tersebut. Hubungan geometrik antara sebuah permukaan dengan radiasi
surya yang datang dapat dinyatakan dalam beberapa sudut seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Orientasi letak suatu permukaan
Sumber: (Duffie and Beckman, 1980 halaman 11)
Ø
= Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap
equator, dimana arah utara – selatan, - −90 ≤ ∅ ≤ 90 dengan utara positif.
θ
= sudut datang berkas sinar (angel of incident) sudut yang dibentuk antar
radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan
tersebut.
θz
= sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis
normal bidang horizontal
β
= sudut kemiringan, yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud
terhadap horizontal: 0π‘œ ≤ 𝛽 ≤ 180π‘œ .
α
= sudut ketinggian matahari, sudut antara radiasi langsung dari matahari
dengan bidang horizontal
ω
= sudut jam (hour of angel), sudut antara bidang yang dimaksud dengan
horizontal berharaga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara
dengan 15o, kea rah pagi negative dan kearah sore positif.
γ
= sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang
horizontal dengan meridian, titik nol diselatan negative timur, positif barat.
11
γs
= sudut azimuth surya, adalah pergeseran angular proyeksi radiasi langsung
pada bidang datar terhadap arah selatan
δ
= deklinasi, posisi angular matahari dibidang equator pada saat jam 12.00
waktu matahari. sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan rumus:
𝛿 = 23,45 sin (360
284 + 𝑛
)
365
Di mana n adalah nomor urut hari dalam satu tahun di mulai 1 januari
(Cooper, P. I., 1969)
c. Waktu matahari
Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada
waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang
didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan
persamaan (Duffie and Becman, 1980) sebagai berikut:
𝑑𝑠 = π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ + 𝐸 + 4(𝐿𝑠𝑑 − πΏπ‘™π‘œπ‘ )
Di mana: 𝐸
.........................................
= 9,87 sin 2𝐡 − 7 cos 𝐡 − 1,5 sin 𝐡 ⟢ 𝐡 =
(2.8)
360(𝑛−81)
364
Lloc = garis bujur lokasi
Lst
= garis bujur waktu standar
n
= jumlah hari dalam 1 tahun
d. Keadaan Cuaca
Jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi diengaruhi oleh
factor transmisi kandungan atmosfer. Di atmosfer radiasi matahari diserap oleh
unsur-unsur ozon, uap air dan karbondioksida. Disamping diserap, radiasi matahari
juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air dan debu. pada
kenyataannya radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe awan.
Masing-masing tipe awan mempunyai koefisien transmisi sendiri-sendiri.
2.3 Kolektor Surya Terkonsentrasi
Kolektor surya merupakan suatu peralatan penerima radiasi surya sekaligus
merubahnya menjadi energi berbentuk panas, yang untuk kemudian digunakan
secara langsung maupun disimpan terlebih dahulu pada suatu media penyimpanan
12
panas. Secara umum diklasifikasikan menjadi kolektor konsentrasi dan nonkonsentrasi. Kolektor non-konsentrasi merupakan kolektor dimana luas bidang
penyerapan sama dengan bidang penyinaran seperti misalnya kolektor pelat datar.
Kolektor surya terkonsentrasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
dengan temperatur lebih tinggi dari pada kolektor plat datar. Banyak macam tipe
consentrator untuk meningkatkan fluks radiasi pada penerima, misalnya tipe
pemantulan, dapat juga berbentuk silinder yang berfokus garis atau bentuk lingkaran
berfokus titik, penerima dapat juga berbentuk cembung atau cekung seperti pada
gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Kolektor Konsentrasi
Sumber: http://www.volker-quaschning.de/index.php
2.4 Perbandingan Konsentrasi Maksimum
Perbandingan
konsentrasi
maksimum
dianalisis
berdasarkan
prinsip
keseimbangan energi, yaitu energi yang diterima receiver semuanya dipancarkan
kembali ke matahari. Radiasi matahari adalah radiasi termal, sehingga temperatur
maksimum yang dapat dicapai absorber adalah sama dengan temperatur permukaan
matahari.
13
Gambar 2.7 Konsentrator dan Absorber
Sumber: (Duffie and Beckman, 1980 halaman 287)
Pada gambar 2.7 ditunjukkan sebuah konsentrator dengan luas Aa dan absorber
dengan luas Ar, pada jarak dengan matahari R dan jari-jari matahari r. Setengah sudut
yang dibentuk antara diameter matahari dengan titik tengah konsentrator adalah s .
Dengan asumsi bahwa matahari sebagai benda hitam dan konsentrator dan receiver
bekerja sempurna, maka energi yang diterima konsentrator dari matahari (Duffie, and
Beckman, 1980):
𝑄𝑠−π‘Ÿ = π΄π‘Ž
π‘Ÿ2
𝑅
πœŽπ‘‡π‘Ž4 .....................................................................................
(2.9)
Dimana:
Qs-r = energi yang diterima konsentrator (W)
Aa
= luas optic penerima radiasi (m2)
r
= jari-jari matahari (m)
R
= jarak matahari dengan absorber (m)
𝜎
= konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmant
yang nilainya 5,67 x 10-8 (W/(m2.K4)
Apabila receiver adalah benda hitam sempurna maka semua energi yang
diserap akan dipancarkan kembali dan bagian yang sampai di matahari (Duffie, and
Beckman, 1980):
4
Qe-s = Ar  T r Er-s .............................................................................. (2.10)
Dimana:
Qe-s = energi yang diserap absorber (W)
Ar
= luas penerima radiasi (m2)
𝜎
= konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmant
yang nilainya 5,67 x 10-8 (W/(m2.K4)
Tr
= temperatur permukaan absorber (K)
Er-s
= emisivitas permukaan absorber
14
Dengan Tr = Ts dan semua energi dari receiver diterima matahari (Er-s = 1),
(Duffie and Beckman, 1980), maka :
r2
Aa
1
= 2 =
Ar
R
sin 2 s
........................................................................... (2.11)
Nilai ini adalah perbandingan konsentrasi maksimum, yaitu bentuk
konsentrator lingkaran dengan konsentrasi radiasi menuju titik.
Untuk bentuk konsentrator linier, dengan konsentrasi radiasi berupa garis, maka
perbandingan konsentrasi maksimumnya adalah :
Aa
1
=
Ar
sin s
......................................................................................... (2.12)
Semakin besar perbandingan konsentrasi, maka semakin tinggi temperatur
yang dicapai. Namun dalam prakteknya temperatur absorber tergantung pada
ketelitian optik (konsentrator dan receiver) dan orientasi receiver terhadap
konsentrator (intercept faktor). Sehingga dalam praktek tidak mungkin dicapai
perbandingan konsentrasi maksimum.
2.5 Kolektor Tubular
2.5.1 Beberapa Studi Kolektor Tubular
U. Ortabasit dan W.M Buehl (1980), meneliti kolektor tubular dengan cups
reflektor untuk pipa panas. Penelitian ini meliputi analisa optikal dari konsentrasi
cups reflektor simetris didalam gelas tubular yang melingkupi sebuah silender pipa
panas yang berfungsi sebagai absorber menggunakan metode simulasi.
Saltiel and Sokolov (1982) telah melakukan penelitian pada kolektor
konsentrasi silinder tubular dengan menggunakan analisis ray-tracking. Teknik raytracking digunakan untuk menghitung efisiensi optikal dan kerugian radiasi termal
kolektor yang mana setiap sinar yang jatuh pada permukaan kolektor dihitung,
kemudian energi keseluruhann sinar diintegrasikan. Letak pipa penyerap optimum
didapat dengan merubah-rubah posisi pipa. Dalam penelitian tersebut juga dianalisa
efek dari sudut dating dan ketebalan penutup terhadap efisiensi. Hasil penelitian
menunjukkan unjuk kerja kolektor sangat dipengaruhi pada perpindahan radiasi
termal antara pipa penyerap dan penutup kolektor. Penggunaan pelapis termal
15
dengan reflektivitas tinggi pada permukaan dalam penutup juga dihitung, dan
ditemuukan bahwa pelapisan tersebut meningkatkan performance dari kolektor.
Ida Bagus Alit (2000) telah melakukan eksperimen pada kolektor tubular
dengan memanfaatkan lampu neon bekas sebagai kaca penutup, dan meneliti
pengaruh eksentrisitas vertical sumbu pipa penyerap terhadap sumbu kaca penutup,
rasio antara diameter kaca penutup dan diameter pipa penyerap, serta temperatur
fluida masuk terhadap effisiensi sesaat dari kolektor. Dari eksperimental yang telah
dilakukan, didapatkan eksentrisitas pipa penyerap yang menghasilkan temperatur
tertinggi adalah dengan meletakkan pipa penyerap dibawah sumbu simetri kaca
penutup (negative eksentrisitas). Meningkatkan temperatur fluida masuk dan/atau
menambah jumlah pipa penyerap yang digunakan akan meningkatkan temperatur
fluida keluar, namun effisiensi kolektor menurun. Gradient penurunan effisiensi akan
lebih besar, bila rasio antara diameter kaca penutup dengan pipa penyerap mengecil.
Gede Hadiyanto (2010) meneliti tentang performansi kolektor surya
terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk persegi panjang dengan variasi
temperatur air masuk, dimana dalam plat penyerap terdapat minyak goreng sebagai
media penyimpanan panas. Dari penelitian tersebut diperoleh, bahwa semakin tinggi
temperatur air masuk maka efiensi sesaat dari kolektor surya akan mengalami
penurunan, dan operasi terbaik dari kolektor surya yang didapatkan adalah pada
temperatur 350C yaitu mencapai 57,49% dengan efisiensi rata-rata harian pada
kolektor yang tertinggi adalah pada temperatur 350C yaitu 40,61%.
Sudarma Putra (2010), meneliti tentang performansi kolektor surya
terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk persegi panjang dengan variasi laju
aliran volume. Pada penelitian ini menggunakan laju aliran volume yang divariasikan
yaitu 0,0026 liter/sekon, 0,0032 liter/sekon dan 0,0044 liter/sekon dengan temperatur
masuk 40 ˚C dengan tetap dijaga konstan. Dari penelitian tersebut didapat nilai
efisiensi sesaat yang tertinggi pada laju aliran volume 0,0026 liter/sekon sebesar
149,59 %, efisiensi rata-rata harian tertinggi sebesar 43,65 %, dan Penurunan
temperatur keluar yang terjadi pada sore hari tidak terlalu signifikan karena adanya
media penyimpan panas.
16
2.5.2 Jenis Kolektor Tubular
Kolektor tubular menggunakan penutup berbentuk tabung, dimana penyerap
berada di dalam tabung penutup. Berbagai desain kolektor tubular diperlihatkan pada
gambar 2.8.
Selective coating
Selective coating
Selective surface
Inflow
Inflow
Outflow
Evacuated annulus
Out flow
(a) Three concentric glass tube
(b) Metal fin with U tube
Evacuated
Glass tube
Outflow
Evacuated
Inner glass with coating
Absorber tube
Metal fin
Mirror
Inflow
(d) Half silvered outer glass
(c) Cylindrical metal fin
Gambar 2.8 Kolektor Tubular
Sumber: (Jhon R. Hoell, Richard B. Bannerot and Gary C. Vliet, 1982 halaman 98)
Penggunaan
kaca
transparan
sebagai
tabung
penutup
karena
kaca
memungkinkan lewatnya radiasi panjang gelombang matahari, tetapi tidak tembus
radiasi pada daerah panjang gelombang yang dipancarkan oleh isi bagian dalamnya
(Frank Kreith, 1986). Untuk mengurangi daya pantul bahan transparan dapat
dilakukan dengan mengetsa permukaan bahan transparan tersebut. kaca adalah salah
satu penutup transparan yang banyak digunakan. karakteristik kaca memiliki
transmisivitas yang tinggi pada daerah ultraviolet sampai dengan panjang gelombang
2,7 μm. Pada daerah inframerah jauh kaca akan menjadi reflektor yang baik terhadap
panjang gelombang radiasi panas. perubahan sifat ini sangat diharapkan, sebab
dengan demikian kaca akan menjadi pengahalang radiasi antara penyerap yang
dipanaskan dengan lingkungan yang lebih dingin, sementara masih meneruskan
radiasi surya. Bahan penutup yang baik akan memantulkan radiasi panas dengan
sempurna namun masih memiliki transmisivitas yang tinggi terhadap radiasi surya
17
yang datang. Pipa penyerap akan menerima berkas radiasi surya dan mengubah
menjadi bentuk energi panas yang berguna. Pipa penyerap yang ideal memiliki
permukaan dengan absorpsivitas yang tinggi guna menyerap radiasi surya sebanyak
mungkin, tetapi memiliki emisivitas rendah agar kerugian karena radiasi balik sekecil
mungkin.
2.5.3 Keseimbangan Energi Kolektor
Energi yang diterima kolektor akan diserap oleh pipa penyerap, dan akan
memanaskan pipa sepanjang arah aliran fluida hingga temperatur TP. Energi berguna
yang dihasilkan dapat dinyatakan dengan energi
yang diserap fluida dikurangi
dengan kerugian panas yang terjadi.
Proses perpindahan panas radiasi matahari sampai ke fluida ditunjukkan
seperti pada gambar 2.9.
(a) Dengan pasir
(b) Tanpa pasir
Gambar 2.9 Perpindahan panas pada kolektor dengan pasir.
18
ο‚·
Rangkaian Termal Kolektor Tubular
Ta
1
1
hw,c Ac
hr ,c ο€­ s Ac
ln rco rci 
2 k L
T co
T ci
1
hr A p
1
hr , p ο€­c A p
Tpo
S
ln rpo rpi 
2 k L
Tpi
ln r pi r po " 
2 k L
Tpo "
ln  r po " r pi " 
2 k L
Tpi "
1
h
Tf
f
 d
pi
" L
Qu
Gambar 2.10 Rangkaian Termal kolektor surya dengan pasir sebagai media
penyimpan panas.
2.6 Perpindahan Panas
Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah
alat pemanas cairan energi matahari, panas mengalir secara konduksi sepanjang pelat
19
penyerap, pasir, dan pipa fluida. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam
saluran dengan cara konveksi, apabila sirkulasi dilakukan dengan bantuan peralatan
luar seperti pompa disebut konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas akan
melepaskan panas ke kaca penutup secara konveksi alami dan radiasi.
Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor
dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih
rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini
berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.
2.6.1 Perpindahan Panas Konduksi
Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke
daerah yang pada bertemperatur rendah. Proses perpindahan kalor secara konduksi
bila dilihat secara atomic merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom),
dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel
dengan energi yang lebih tinggi.
Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi
setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron
bergetar dengan amplitude yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan
atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini
berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi
terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.
Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna
(logam) merupakan pengahantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya.
Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu
ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan bagaimana kalor
dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin, energi ini akan
memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan
tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan
menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses
pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan
penting.
20
Besarnya kalor yang berpindah pada perpindahan kalor secara konduksi akan
berbanding lurus dengan gradient temperatur pada benda tersebut. Persamaan
perpindahan panas konduksi dikenal sebagai Hukum Fourier (Fourir Low)
(Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) yaitu:
𝑑𝑇
π‘žπ‘˜ = −π‘˜π΄ 𝑑π‘₯ ........................................................................................ (2.13)
Di mana:
π‘˜
= Konduktivitas termal bahan (W/moK)
𝐴
= Luas permukaan perpindahan panas (m2)
𝑑𝑇
𝑑π‘₯
= gradient temperature (K/m)
Tanda negatif (-) pada Hukum Fourier adalah menyatakan bahwa perpindahan
panas terjadi dari temperatur yang lebih tinggi menuju temperatur yang lebih rendah.
Konduktivitas termal dari beberapa logam dan non-logam yang biasa digunakan
dalam konstruksi kolektor surya dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu
Bahan
Konduktivitas termal (k), W/(m.K)
Tembaga
385.0
Aluminium
211.0
Timah Putih
66.0
Baja, 1% karbon
45.0
Baja tahan karat
16.0
Kaca
1.05
ABS (Akrilonitril-Butadien-Stiren)
0.27
Polikarbonat
0.2
Karet alam 30 durometer
0.14
Karet alam 70 durometer
0.17
Isolasi papan kaca serat
0.043
Sumber: (Arismunandar, Wiranto., 1995 halaman 45)
2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara
permukaan benda dengan fluida yang bergerak, atau sebaliknya dimana diantara
keduanya terjadi perbedaan temperatur.
Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menurut aliran fluidanya
menjadi dua, yaitu konvoksi paksa (forced convection) dan konveksi alami (natural
21
convection). Konveksi paksa terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar,
seperti fan, blower, pompa dan lain-lain. sebaliknya untuk konveksi alamiah aliran
fluidanya disebabkan oleh gaya apungnya (buoyancy forced), di mana timbul dari
perbedaan density yang disebabkan oleh variasi temperatur pada fluida.
Persamaan
perpindahan
panas
konveksi
dinyatakan
sebagai
hukum
pendinginan Newton (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai
berikut:
π‘žπ‘π‘œπ‘›π‘£ = β„Ž. 𝐴𝑠. (𝑇𝑠 − 𝑇∞ ) ....................................................................... (2.14)
Di mana:
π‘žπ‘π‘œπ‘›π‘£ = laju perpindahan panas konveksi (W)
β„Ž
= Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
𝐴𝑠
= Luas permukaan perpindahan panas (m2)
𝑇𝑠
= Temperatur permukaan (K)
𝑇∞
= Temperature fluida (K)
Umumnya koefisien konveksi h dinyatakan dengan parameter tanpa dimensi
yang disebut bilangan Nusselt, (menurut nama dari Wilhem Nusselt), Nu = hdi/k, di
mana k adalah konduktivitas panas.
Perpindahan panas konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu perpindahan
energi sebagai akibat dari pergerakan molekular acak dan pergerakan secara
mikroskopis dari fluida.
2.6.3 Perpindahan Panas Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, di mana perpindahan
energi melalui bahan perantara. pada radiasi, kalor berpindah melalui daerah-daerah
hampa, mekanismenya disini adalah sinaran atau radiasi elektromagnetik.
Sebuah radiator ideal, atau benda hitam (black body), memancarkan energi
dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolute benda itu, dan
berbanding langsung dengan luas permukaannya maka dapat dilihat pada rumus
((Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai berikut:
π‘žπ‘π‘Žπ‘›π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘› = πœŽπ΄π‘‡ 4 ................................................................................. (2.15)
22
Di mana:
𝜎 = konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzman yang
nilainya 5,67 x 10-8 W/m2K4.
A = luas bidang, m2, dan T adalah temperatur absolute, K
Persamaan (2.3) di atas disebut Hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi
termal, dan berlaku untuk benda hitam. Pertukaran radiasi netto antara dua
permukaan berbanding dengan perbedaan suhu absolutnya pangkat empat (Incropera,
Frank P. and DeWitt, David P., 1996) yang artinya:
π‘„π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘›π‘’π‘‘π‘‘π‘œ
𝐴𝑠
= 𝜎(𝑇1 4 − 𝑇2 4 ) .............................................................. (2.16)
2.7 Perpindahan Panas Kolektor Tubular
ο‚·
Konveksi dan radiasi dari jendela penutup ke lingkungan
Perpindahan panas konveksi yang terjadi pada penutup didasarkan pada
hembusan angin yang melintasi penutup. Koefisien perpindahan panas
konveksinya dapat dihitung dengan persamaan:
β„Žπ‘€ = 5,7 + 3,8𝑉𝑀 ................................................................................. (2.17)
Koefisien perpindahan panas radiasi pada penutup dihitung dari pertukaran
radiasi yang terjadi dengan langit pada temperatur Ts. Dimana hubungan
temperatur langit dengan temperatur udara adalah:
𝑇𝑠 = 0.0552π‘‡π‘Ž1.5
β„Žπ‘Ÿ,𝑐−π‘Ž = πœ€π‘ 𝜎
ο‚·
(𝑇𝑐4 −𝑇𝑠4 )
𝑇𝑐 −𝑇𝑠
............................................................................. (2.18)
Konduksi dari kaca penutup bagian luar ke bagian dalam
Kaca penutup dalam bentuk tabung, sehingga luas bidang aliran kalor dalam
system silinder ini adalah
π΄π‘Ÿ = 2πœ‹π‘ŸπΏ
Sehingga hukum Fourier menjadi
𝑑𝑇
𝑑𝑇
π‘žπ‘˜ = −π‘˜π΄π‘Ÿ π‘‘π‘Ÿ = −π‘˜2πœ‹π‘ŸπΏ π‘‘π‘Ÿ ............................................................... (2.19)
Dengan kondisi batas
T = Ti
pada r = ri
T = To
pada r = ro
23
Penyelesaian Persamaan (2.15) adalah
π‘žπ‘˜ =
2πœ‹π‘˜πΏ(𝑇𝑖 −π‘‡π‘œ )
ln(π‘Ÿπ‘œ ⁄π‘Ÿπ‘– )
................................................................................... (2.20)
Dan tahanan termal adalah
π‘…π‘‘β„Ž =
ο‚·
ln(π‘Ÿπ‘œ ⁄π‘Ÿπ‘– )
........................................................................................ (2.21)
2πœ‹π‘˜πΏ
Konveksi alami dan radiasi dari kaca penutup ke pelat penyerap
Karena letak pipa penyerap didalam cover yang tertutup maka akan terjadi
perpindahan panas konveksi alamiah, yang analisa perpindahan panasnya
dikaitkan dengan parameter-parameter tak berdimensi seperti bilangan Prandtl
(Pr), Rayleigh (Ra) dan Nusselt (Nu). T.H. Kuehn dan R.J. Goldstein
memberikan persamaan perpindahan panas konveksi alamiah antara dua buah
silinder horizontal kosentris atau non kosentris.
β„Žπ‘ =
𝑁𝑒𝐷 π‘˜
𝐷𝑃
............................................................................................. (2.22)
2
Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…
π‘π‘’π·π‘π‘œπ‘›π‘£ =
2
1+
[(0,518π‘…π‘Žπ·π‘ƒ
1⁄4
⁄
ln
2
1−
[
1⁄15
15
15
0,559 3 5
. [1 + (
) ] ) + (0,1π‘…π‘Žπ·π‘ƒ 1⁄3 ) ]
Pr
5⁄3
2
⁄ 5⁄3
{([(
)
+ (0,587πΊπ‘…π‘Žπ·πΆ 1 4 ) ]
1 − 𝑒 −0,25
0,6
𝐺 = [(1 + Pr0,7 )
−5
1⁄15
3⁄5 15
)
+ (0,1π‘…π‘Žπ·πΆ
1⁄3 15
) }
]
−1⁄5
+ (0,4 + 2,6Pr
2
Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…
π‘π‘’π·π‘π‘œπ‘›π‘‘ = cosh−1[(𝐷2 +𝐷2−4𝐸2 )⁄2𝐷
𝑃
𝐢
0,7 )−5
𝑃 𝐷𝐢 ]
]
.................................... (2.23)
.................................................. (2.24)
15
15
Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…
Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…
Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…
𝑁𝑒𝐷 = [(𝑁𝑒
+ (𝑁𝑒
π·π‘π‘œπ‘›π‘£ )
π·π‘π‘œπ‘›π‘‘ ) ] ................................................. (2.25)
Dimana:
π‘…π‘Žπ· =
𝑔𝛽(𝑇𝑃 − 𝑇𝐢 )𝐷𝑃3
π‘£π‘Ž
E
= jarak pipa penyerap yang digerakkan dari posisi konsentrisnya
g
= konstanta gravitasi bumi
k
= konduktivitas panas fluida
v
= viskositas kinematis fluida
𝛽
= koefisien ekspansi volumetric
24
𝜎(𝑇 2 +𝑇𝐢2 )(𝑇𝑃 +𝑇𝐢 )
β„Žπ‘Ÿ,𝑝−𝑐 = 1−πœ€ 𝑃
𝑃 + 1 +(1−πœ€πΆ )𝐴𝑃
πœ€π‘ƒ
𝐹12
πœ€πΆ 𝐴𝐢
..................................................................... (2.26)
Sehingga perpindahan panas total dari kaca penutup ke pipa penyerap menjadi
𝑄𝑃−𝑐 = 𝐴𝑃 (β„Žπ‘ + β„Žπ‘ƒ−𝑐 )(𝑇𝑃 − 𝑇𝑐 ) ......................................................... (2.27)
Di mana:
ο‚·
hr,p-c
= koefisien perpindahan panas radiasi pipa penyerap ke penutup
hc
= koefesien perpindahan panas konveksi
πœ€π‘ƒ
= emisivitas pipa penyerap
πœ€π‘ƒ
= emisivitas kaca penutup
𝜎
= Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2K4
F12
= factor bentuk
TP
= temperatur penyerap
TC
= temperatur penutup
Perpindahan panas yang terjadi dari pipa penyerap ke pasir
Mengingat ketebalan pipa penyerap sangat tipis, sehingga panas bagian luar dan
bagian dalam diasumsikan sama, selanjutnya pasir yang mengisi rongga diantara
pelat penyerap dan pipa tempat mengalirnya fluida dianggap sebagai sebuah pipa
pasir di mana panas bagian luarnya mendekati suhu pelat penyerap, sehingga
persamaan yang digunakan adalah perpindahan panas secara konduksi. Di mana
berbentuk silinder sehingga luas permukaannya menjadi:
π΄π‘π‘Žπ‘ π‘–π‘Ÿ = 2πœ‹π‘ŸπΏ
Sehingga hukum Fourier menjadi
𝑑𝑇
𝑑𝑇
π‘žπ‘˜ = −π‘˜π΄π‘π‘Žπ‘ π‘–π‘Ÿ π‘‘π‘Ÿ = −π‘˜2πœ‹π‘ŸπΏ π‘‘π‘Ÿ .......................................................... (2.28)
Dengan kondisi batas
T = Ti
pada r = ri
T = To”
pada r = ro”
Penyelesaian Persamaan (2.24) adalah
π‘žπ‘˜ =
2πœ‹π‘˜πΏ(𝑇𝑖 −π‘‡π‘œ" )
ln(π‘Ÿπ‘œ" ⁄π‘Ÿπ‘– )
................................................................................... (2.29)
25
Dan tahanan termal adalah
π‘…π‘‘β„Ž =
ο‚·
ln(π‘Ÿπ‘œ" ⁄π‘Ÿπ‘– )
2πœ‹π‘˜πΏ
...................................................................................... (2.30)
Perpindahan Panas dari Pipa Tembaga kedua ke fluida (air)
Di dalam pipa tembaga terjadi perpindahan panas konveksi paksa, yang
disebabkan adanya perbedaan ketinggan antara fluida masuk dan keluar yang
menyebabkan fluida bergerak. Anilisa perpindahan panas melibatkan aliran dalam
pipa tertutup (internal flow) menggunakan konsep bulk temperatur, karena sifat-sifat
fluida yang berubah terhadap temperatur.
Gambar 2.11 Perpindahan Panas Menyeluruh dinyatakan dengan beda suhu limbak
Untuk aliran tabung seperti pada gambar 2.11 energi total yang ditambahkan
dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak.
π‘ž = π‘šΜ‡π‘π‘ (π‘‡π‘“π‘œ − 𝑇𝑓𝑖 ) ............................................................................. (2.31)
dengan syarat cp sepanjang aliran itu tetap. Kalor dq yang ditambahkan dalam
panjang diferensial dx dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak atau koefisien
perpindahan panas
π‘‘π‘ž = π‘šΜ‡π‘π‘ 𝑑𝑇𝑏 = β„Ž(2πœ‹π‘Ÿ)𝑑π‘₯(𝑇𝑃 − 𝑇𝑓 ) ................................................. (2.32)
di mana Tp dan Tf masing-masing adalah suhu dinding dan suhu limbak pada posisi
x tertentu. Perpindahan kalor total (J.P. Holman, 1988 halaman 252) dinyatakan
sebagai
π‘ž = β„Žπ΄(𝑇𝑃 − 𝑇𝑓 )
π‘Žπ‘£
............................................................................... (2.33)
Di mana A ialah luas permukaan perpindahan panas. Oleh karena TP dan Tf
mungkin berubah sepanjang tabung, maka kita harus menggunakan suatu proses
perata-rataan yang tepat untuk digunakan dalam persamaan 2.33.
26
2.8 Media Penyimpan Panas
Masukan energi dari matahari berubah terhadap waktu dan pada umumnya
tidak seirama dengan kebutuhan sehinggga diperlukan semacam media penyimpan
panas. Dalam penerapan yang pasif penyimpan panas dapat juga bertemperatur
sangat tinggi.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Siswantoro pada tahun 2008
diperoleh sifat fisik dan termis pasir kali dan pasir besi seperti pada tabel 2.2 di
bawah ini.
Tabel 2.2 Sifat fisik dan termis pasir besi dan pasir kali
Sifat Fisik dan Termis
Diameter Pasir Besi
Diameter Pasir Kali
(mm)
(mm)
0,15
0,3
0,35
0,75
1,5
Massa Jenis (kg/m3)
2373
2148
1477
1434
1395
Panas Jenis (J/kgK)
794
807
886
890
988
Konduktivitas Panas (J/dt.m.C)
0,443
0,422
0,362
0,349
0,311
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian, (2008)
Sedangakan Cengel (2003) memberikan nilai 𝜌, π‘˜, 𝑐𝑃 , untuk pasir secara umum
dimana secara berturut-turut 1515 kg/m3, 0,2-1,0 W/mK dan 0,8 kJ/kgK. Sedangkan
Arici (2003) memberikan nilai 𝜌 dan π‘˜ pasir berturut-turut 1750 kg/m3 dan 0,93
W/mK. Dimana nilai konduktivitas termal dan panas jenis mempengaruhi proses
perpindahan panas pada pasir.
Jika ditinjau dari segi kapasitas penyimpanan panas pada perubahan temperatur
60 Co, dimana pasir dikelompokkan kedalam batuan (arismunandar, 1995), diberikan
nilai untuk massa jenis batuan 2400, panas spesifik batuan (cp) 0,84 kJ/kgK, basis
massa 50,4 kJ/kg dan basis volume 121,0 MJ/m3. Dimana kapasitas penyimpanan
panas suatu material mempengaruhi seberapa besar kemampuan suatu material untuk
menimpan kalor atau panas.
2.9 Energi Berguna dan Efisiensi Kolektor Tubular
Energi yang berguna dipakai untuk menghitung seberapa besar panas yang
berguna yang ditimbulkan kolektor tubular. Sedangkan efisiensi digunakan untuk
menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor tubular.
27
2.9.1 Energi Berguna Kolektor Tubular
Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi yang berguna untuk
kolektor alat pemanas air tenaga surya dapat digunakan persamaan:
π‘„π‘ˆ = π‘šΜ‡. 𝐢𝑃 . (π‘‡π‘œ − 𝑇𝑖 ) watt ..................................................................... (2.30)
Di mana: π‘„π‘ˆ = panas berguna (W)
π‘šΜ‡ = laju alir massa fluida (kg/s)
𝐢𝑃 = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.oC)
π‘‡π‘œ = temperatur fluida keluar (oC)
𝑇𝑖 = temperatur fluida masuk (oC)
2.9.2 Analisa Performansi
Effisiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida
atau energi berguna dan intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi
dari kolektor dapat dinyatakan dengan effisiensi termalnya. Akan tetapi, intensitas
radiasi matahari berubah terhadap waktu, oleh karena itu effisiensi termal kolektor
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Instantaneous efficiency/ effisiensi sesaat adalah effisiensi keadaan steady untuk
selang waktu tertentu.
2. Long term/all-day efficiency adalah effisiensi yang dihitung dalam jangka waktu
yang relative lama (biasanya per hari atau perbulan)
Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari
kolektor. Oleh sebab itu, ada dua cara pengujian sistem pemanas air surya yaitu:
1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor
2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan
Dalam penelitian ini pengujian dilakukan hanya untuk menentukan
performansi dari kolektornya saja. Metode yang digunakan adalah Instantaneous
efficiency/ effisiensi sesaat. Sehingga effisiensi dari kolektor dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut:
π‘„π‘ˆ
πœ‚=𝐴
π‘Ž 𝐼𝑇
=
π‘šΜ‡.𝐢𝑃 .(π‘‡π‘œ −𝑇𝑖 )
π΄π‘Ž 𝐼𝑇
.......................................................................... (2.31)
Di mana: πœ‚ = effisiensi kolektor
π΄π‘Ž = luas bidang penyerapan kolektor (m2)
𝐼𝑇 = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m2)
Download