AMOBILISASI ENZIM -AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT ( Skripsi ) Oleh FATHANIAH SEJATI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK AMOBILISASI ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT Oleh Fathaniah Sejati Enzim α-amilase merupakan enzim yang dapat memutus ikatan α-1,4 glikosida pada amilum. Enzim ini banyak dimanfaatkan dalam berbagai proses industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Dalam proses industri enzim harus mampu bekerja pada kondisi pH ekstrim serta mempunyai stabilitas termal yang tinggi. Namun, umumnya enzim tidak stabil pada kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas enzim α-amilase dari isolat bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan amobilisasi menggunakan zeolit. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan proses produksi, isolasi, pemurnian, amobilisasi enzim, dan karakterisasi enzim αamilase sebelum dan sesudah amobilisasi. Aktivitas spesifik enzim hasil pemurnian diperoleh sebesar 24.735,715 U/mg, meningkat 19 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu 1.285,867 U/mg. Enzim hasil pemurnian bekerja optimum pada suhu 65ºC, sedangkan enzim amobil pada suhu 75ºC. Aktivitas sisa yang dihasilkan pada uji stabilitas termal pada suhu 65ºC selama 100 menit terhadap enzim hasil pemurnian adalah sebesar 20%, sedangkan enzim amobil sebesar 40%. Data kinetika enzim hasil pemurnian diperoleh data KM = 7,543 mg mL 1, Vmaks = 147,058 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 30 menit, ki = 0,023 menit-1 dan ΔGi = 103,65 kJ mol-1, sedangkan enzim amobil adalah KM = 6,779 mg mL-1, Vmaks = 97,087 μmol mL-1 menit-1 , t1/2 = 49 menit, ki = 0,014 menit-1 dan ΔGi = 105,03 kJ mol-1. Amobilisasi menggunakan zeolit telah berhasil meningkatkan 1,64 kali stabilitas termal enzim, yang ditunjukkan oleh penurunan nilai ki. Kata kunci : α-Amilase, Bacillus subtilis ITBCCB148, amobilisasi enzim, zeolit. ABSTRACT THE IMMOBILIZATION OF α-AMYLASE FROM Bacillus Subtilis ITBCCB148 USING ZEOLITE By Fathaniah Sejati α-amylase is an enzyme that breaks α-1-4 glycoside bond in amylum. It has been widely used in a number of industrial processes such as food industry and non food industry. In industrial process, this enzyme must be able to work in an extreme pH and temperature. However, an enzyme is not normally stable in these conditions. The objective of this research was to improve the stability of α-amylase enzyme from local bacteria bacillus subtilis ITBCCB148 with immobilization using zeolite. A sequential processes were conducted, such as by production, isolation, purification, immobilization, and characterization the α-amylase before and after immobilization. The specific activity of purified enzyme was obtained 24735.715 U/mg, increased 19 times higher than the crude extract enzyme (1285.867 U/mg). The purified enzyme worked well at 65ºC and the immobilized at 75ºC. From thermal stability test at 65ºC for 100 minutes, residual activity of the purified and the immobilized enzyme were 20% and 40%, respectively. Kinetic data of the purified enzyme were KM value = 7.543 mg mL 1, Vmaks = 147.058 μmol mL-1 minute-1, t1/2 = 30 minutes, ki = 0.023 minute-1, and ΔGi = 103.65 kJ mol-1, while the immobilized were KM = 6.779 mg mL-1, Vmaks = 97.087 μmol mL-1 minute-1, t1/2 = 49 minutes, ki = 0.014 minute-1 dan ΔGi = 105.03 kJ mol-1. Enzyme immobilization using zeolite has succeeded in increasing the thermal stability of the enzyme as much as 1.64 times, which is indicated by decrease of ki value. Keywords : α-amylase, Bacillus subtilis ITBCCB148, enzyme immobilization, zeolite. AMOBILISASI ENZIM -AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT Oleh FATHANIAH SEJATI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Bandar lampung pada tanggal 7 Desember 1995, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, yang merupakan buah hati dari pasangan Bapak Hi. Mursid dan Ibu Hj. Endrawati,S.E. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman KanakKanak di TK Dwi Tunggal di Bandar lampung pada tahun 2001, dan Sekolah Dasar Negeri di SD Negeri 6 Sumberrejo Bandar lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 14 Bandar lampung pada tahun 2010, dan penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui Seleksi Bersama Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Kimia Dasar untuk Fakultas Pertanian Universitas Lampung, serta menjadi aasisten praktikum Biokimia untuk Fakultas Pertanian, Jurusan Kimia, dan Jurusan Biologi Fakultas MIPA, serta menjadi asisten Teknik Penelitian Biokimia untuk Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Kemudian penulis menjadi salah satu Beswan Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak tahun 2014 sampai dengan 2017. Pada tahun 2016 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unila, dan pada tahun 2017, penulis memulai penelitiannya di tempat yang sama. Selama di Universitas, penulis aktif sebagai anggota Biro Usaha Mandiri (BUM) Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) Universitas Lampung. Motto “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” QS Al-Insyirah : 6 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepada mu” QS Ibrahim : 14 “Try not to be a success human but try to be a useful human” (Einstein) “ Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” Dengan segala rasa syukur, kupersembahkan karya ini kepada : Mama dan Papa Kupersembahkan karya kecilku ini untuk kalian, dua sosok malaikat ku didunia, yang senantiasa memberikan semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti untuk keberhasilan ku. Keluarga besarku Kak Mukti Habibi, kak Yogi Rafiqi, Mbak Nabella Aulia, yang telah memberikan keceriaan serta dukungan selama ini. Atreyu Alfarido Denganmu aku belajar bersyukur dan bersabar atas apa yang Allah berikan kepada ku. Almamater yang ku banggakan, Universitas Lampung. SANWACANA Assalamualaikum wr wb Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa.ta’ala, serta sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan umat yaitu Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul : AMOBILISASI ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT Dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis tidak luput dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, Dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yandri A.S., M.S., selaku Pembimbing penelitian yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, gagasan, bimbingan, bantuan, dukungan, arahan, saran dan kritik kepada Penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta penulisan skripsi ini. 2. Bapak Mulyono, Ph.D dan Ibu Dr. Noviany, S.Si.,M.Si., selaku pembahas atas kesediaan memberikan arahan, koreksi, saran dan kritik sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. 3. Ibu Dra. Aspita Laila, selaku Pembimbing akademik atas segala bimbingan, dukungan, motivasi, informasi, saran dan kritik yang bermanfaat kepada Penulis selama ini. 4. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Seluruh Staf Pengajar dan karyawan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 7. Kedua orangtua yang sangat aku cintai, Mama ku tercinta, Hj. Endrawati,S.E serta Ayah ku tersayang, Hi. Mursid yang selalu memberikan kasih sayang, senantiasa mendukungku dalam keadaan apapun, sabar memberikanku nasehat, tak henti memanjatkan do’a demi keberhasilan putra putrinya, memberikan motivasi dan dukungan serta senyum tulus kepada Penulis. Terima kasih dengan sangat tulus dan ikhlas ku ucapkan atas segala hal terbaik yang telah diberikan kepadaku, yang takkan pernah tergantikan dengan apapun. 8. Kedua kakak ku, Mukti Habibi dan Yogi Rafiqi yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, keceriaan serta dukungan untuk keberhasilanku. 9. Seseorang yang selalu menemani ku Atreyu Alfarido. Terimakasih atas kebahagiaan, dukungan, nasehat, bantuan, canda, tawa, saran dan kritik yang telah diberikan. Terimakasih sudah menjadi pendengar yang baik, yang selalu mengingatkanku untuk selalu bersyukur. 10. Keluarga besar ku, Alm.Duladi, Wak Daryono, Wak Tholib, Wak Ali, Wak Hamid, Wak Hasyim, Wak Sulaiman, Wak Maryam dan yang tak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih untuk dukungan dan kasih sayang nya selama ini. 11. Keluarga besar Atreyu Alfarido, Tante Diana, Om Sanian Gunaus, Aviv Alfito dan yang tak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih atas perhatian dan dukunganya selama ini. 12. Partner terbaikku, Ezra Rheinsky Tiarsa, S.Si., Maya Retna Sari, S.Si., dan Khomsatun Khasanah, S.Si. terima kasih atas kerja sama yang sangat baik serta bantuan, dukungan, arahan, saran, canda, tawa dan motivasinya selama penelitian. 13. Yandri’s Research Group Ezra Rheinsky Tiarsa, S.Si., Maya Retna Sari, S.Si., Khomsatun Khasanah, S.Si., Sinta Dewi O, Sri Wahyuni, Fika Putri Aulia, Mia Permatasari, Mbak Putri Amalia, Mbak Fifi, Mbak Putri, Mbak Syathira dan Teh Didi. Terima kasih atas kerja sama, motivasi dan keceriaannya. 14. Teman-teman penghuni Lab Biokimia, Monica, Vyna, Tyas, Melia, Shelta, Ryan, Mbak Meta, dan Mbak Aim. 15. Teman satu grup “we are not best friend”, Della Mita Andini S.Si., Kartika Agus K, S.Si., Ezra Rheinsky Tiarsa, S.Si., Badiatul Niqmah, Vicka Andini, Nurul Fatimah, dan Sri Wahyuni. Terimakasih atas perhatian, keceriaan dan kebersamaan kita selama ini. 16. Saudari-saudari ku, Lindawati, Sinta Dewi O serta Nessia Kurnia, terimakasih untuk kebersamaan, semangat dan bantuannya selama ini, semoga silaturahmi kita tetap terjaga. 17. Teman-teman angkatan 2013, terima kasih atas kebersamaannya dalam menuntut ilmu menggapai impian juga canda-tawa-bahagia yang selalu kita hadirkan, 18. Kakak dan adik tingkat penulis: 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012 , 2014, 2015, dan 2016. 19. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat. Amin. Bandar Lampung, Juli 2017 Penulis, Fathaniah Sejati i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................... i DAFTAR TABEL............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Tujuan Penelitian......................................................................................... 3 C. Manfaat Penelitian....................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5 A. Enzim .......................................................................................................... 5 B. Kinetika Reaksi Enzim ................................................................................ 13 C. Stabilitas Enzim........................................................................................... 14 D. Isolasi dan Pemurnian Enzim...................................................................... 16 E. Bacillus subtilis............................................................................................ 20 F. Zeolit ............................................................................................................ 21 G. Pola Pertumbuhan Bakteri........................................................................... 23 H. Amobilisasi ................................................................................................. 25 METODOLOGI PENELITIAN....................................................................... 32 A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32 B. Alat dan Bahan ............................................................................................ 32 C. Prosedur Penelitian...................................................................................... 33 ii HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 46 A. Produksi dan isolasi enzim α-amilase ......................................................... 46 B. Pemurnian enzim α-amilase ....................................................................... 47 1. Fraksinasi dengan ammonium sulfat....................................................... 47 2. Dialisis ................................................................................................... 49 3. Kromatografi kolom penukar ion CM-selulosa ..................................... 50 C. Karakterisasi enzim α-amilase hasil pemurnian dan amobilisasi ................ 54 1. Penentuan suhu optimum ....................................................................... 54 2. Penentuan stabilitas termal...................................................................... 55 3. Penentuan KM dan Vmaks ........................................................................ 56 4. Pemakaian berulang enzim hasil amobilisasi ......................................... 58 D. Konstanta laju inaktivasi termal (ki), waktu paruh (t1/2), dan perubahan energi akibat denaturasi (ΔGi) enzim hasil pemurnian dan amobilisasi ...... 60 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 62 Kesimpulan ...................................................................................................... 62 Saran................................................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64 LAMPIRAN..................................................................................................... 67 iii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Pemurnian enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148............ 53 2. Nilai konstanta laju inaktivasi termal (nilai ki), waktu paruh (t1/2), dan perubahan energi akibat denaturasi enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi ..................................................................................... 60 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase............................................. 68 4. Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20%) dan (20-90%) ........................................................................... 68 5. Pola protein (A280 nm) dan aktivitas (U/mL) enzim α-amilase terhadap nomor fraksi pada hasil kromatografi kolom CM-selulosa..... 69 6. Hubungan antara suhu dengan aktivitas enzim α-amilase hasil pemurnian dan hasil amobilisasi ............................................................ 70 7. Hubungan antara aktivitas unit (U/mL) enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi selama inaktivasi termal 65oC .................................... 71 8. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk.............................................. 72 9. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim hasil amobilisasi berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk.............................................. 72 iv 10. Absorbansi glukosa pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva standar glukosa........................................................................... 73 11. Hubungan antara pengulangan enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi dengan aktivitas unit (U/mL) ............................................ 74 12. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi pada suhu 65oC ................................ 75 13. Absorbansi serum albumin sapi (BSA) pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva standar protein ................................................ 78 v DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Struktur amilosa ...................................................................................... 7 2. Struktur amilopektin................................................................................ 7 3. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH .................................................. 9 4. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu .................................................. 10 5. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ......................... 11 6. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim....................... 12 7. Diagram Lineweaver-Burk ...................................................................... 14 8. Bacillus subtilis ....................................................................................... 21 9. Kerangka utama zeolit............................................................................. 23 10. Penjebakan teknik kisi........................................................................... 27 11. Penjebakan teknik mikrokapsul............................................................. 28 12. Teknik ikatan non-kovalen .................................................................... 29 13. Teknik ikatan silang .............................................................................. 30 14. Proses fraksinasi enzim dengan ammonium sulfat................................ 38 15. Diagram alir penelitian .......................................................................... 45 vi 16. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat Dengan aktivitas enzim α-amilase......................................................... 48 17. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat Fraksi (0-20%) dan (20-90%) dengan aktivitas enzim α-amilase ......... 49 18. Hubungan antara absorbansi dengan aktivitas enzim α-amilase pada kromatografi kolom ...................................................................... 51 19. Suhu optimum enzim hasil pemurnian dan enzim hasil amobilisasi..... 55 20. Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi pada suhu 65oC terhadap waktu ........................................ 56 21. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase ............................................ 58 22. Pemakaian berulang enzim α-amilase ................................................... 59 23. Kurva standar glukosa ........................................................................... 73 24. Grafik ln (E1/E0) enzim α-amilase hasil pemurnian dan enzim α-amilase hasil amobilisasi.................................................................... 76 25. Kurva standar BSA................................................................................ 78 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan biokatalisator yang mampu mempercepat reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Poedjiadi, 2006). Enzim dapat dihasilkan oleh semua makhluk hidup, baik tanaman, hewan dan mikroorganisme. Tetapi untuk dikembangkan pada skala industri, enzim yang berasal dari mikroorganisme lebih menguntungkan karena mikroorganisme lebih mudah dikembangkan, tidak memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama (Wang, 1979). Pada saat ini terdapat empat jenis enzim yang diproduksi pada skala tinggi, yaitu protease, glukoamilase, α-amilase, dan glukosa isomerase (Suhartono,1989). Enzim α-amilase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis pati menjadi monomer yang lebih sederhana (Winarno, 1986). Enzim α-amilase dimanfaatkan secara luas di bidang industri makanan dan minuman, industri kertas, industri tekstil, industri detergen, bioetanol, serta pengolahan limbah cair. Kebutuhan α-amilase sendiri sangat besar, yaitu sekitar 30% dari produksi enzim dunia. Oleh karena itu meskipun telah banyak diisolasi dan dikristalisasi, eksplorasi sumber α-amilase yang lebih efisien masih dibutuhkan. Penggunaan enzim dalam industri harus memenuhi beberapa 2 kriteria khusus, antara lain memiliki kestabilan pada kondisi suhu yang tinggi dan pH yang ekstrim (Goddette et al., 1993). Enzim α-amilase dapat diproduksi dari beberapa mikroorganisme secara ekstraseluler, misalnya Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, Aspergillus awamon, Bacillus mecentricus, Bacillus subtilis, Bacillus stearothermophilus, dan Bacillus licheniformis. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang berbentuk batang. Mikroorganisme ini bersifat gram positif dan bersifat aerob (Schelege and Schmidt, 1994). Pada penelitian ini digunakan Bacillus subtilis karena sifatnya yang mudah ditumbuhkan pada media sederhana, tidak bersifat patogen, dan dapat tumbuh pada suhu yang sedikit tinggi. Enzim telah banyak dimanfaatkan secara komersil, karena sifatnya sebagai biokatalis yang dapat bekerja secara spesifik dan efisien. Namun enzim memiliki beberapa kelemahan di antaranya harganya yang mahal, ketersediaan yang terbatas dan sifatnya yang hanya dapat digunakan sekali pakai sehingga mengakibatkan penggunaan enzim pada industri sangat terbatas. Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam penggunaan enzim tersebut adalah melalui amobilisasi. Pada saat digunakan, enzim amobil dapat berfungsi sebagai katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat. Setelah proses selesai, enzim amobil dapat dipisahkan dari produk dan diperoleh kembali, sehingga enzim amobil dapat digunakan berulang kali (Darwis dan Sukara, 1990). Tiga cara untuk meningkatkan stabilitas enzim menurut Mozhaev dan Martinek (1984), yaitu amobilisasi, modifikasi kimia, dan mutagenesis terarah. Penggunaan amobilisasi enzim hingga saat ini masih banyak digunakan dalam 3 proses industri karena mempunyai keunggulan tertentu. Menurut Wang et al., (1979), selain dapat digunakan berulangkali, penggunaan enzim amobil dalam industri mempunyai beberapa keuntungan lain, di antaranya adalah pemakaian produknya tidak terkontaminasi oleh enzim, memudahkan proses pengendalian reaksi, dapat digunakan untuk analisis, dan pada proses amobilisasi tertentu dapat meningkatkan stabilitas enzim. Beberapa media pendukung yang dapat digunakan pada proses amobilisasi enzim antara lain zeolit, bentonit, gelatin, kitin dan kitosan. Pada penelitian ini digunakan zeolit sebagai senyawa pengamobilisasi enzim α-amilase. Zeolit digunakan sebagai senyawa pengamobilisasi enzim karena sifat yang dimiliki oleh zeolit memungkinkan untuk dimodifikasi menjadi katalis, adsorben, dan sebagai matrik pengamobil. (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas enzim dan mendapatkan kondisi optimum enzim α-amilase bebas dan amobil, yang meliputi pH optimum, suhu optimum, dan stabilitas termal. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengisolasi enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB 148 2. Melakukan pemurnian enzim α-amilase yang diperoleh dan mengkarakterisasi enzim hasil pemurnian tersebut. 3. Melakukan amobilisasi enzim α-amilase hasil pemurnian dan mengkarakterisasi hasil amobilisasi tersebut. 4 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan zeolit sebagai zat pengamobil enzim α-amilase dalam meningkatkan kestabilan enzim -amilase terhadap suhu dan pH. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia (Wirahadikusumah, 1977) yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis (Poedjiadi, 1994). Enzim memiliki berat molekul mulai dari 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Enzim bersifat spesifik dalam kerja katalitiknya. Kespesifikan ini disebabkan oleh bentuknya yang unik dan adanya gugus-gugus polar atau nonpolar dalam struktur enzim (Fessenden dan Fessenden, 1992). Kestabilan enzim sebagai katalis dibandingkan dengan katalis sintetik antara lain : (1) enzim mempunyai spesifitas tinggi, (2) enzim bekerja secara spesifik (hanya mengkatalisis substrat tertentu), (3) tidak berbentuk produk samping yang tidak diinginkan, (4) mempunyai produktivitas tinggi, (5) produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan mengurangi efek kerusakan terhadap lingkungan (Chaplin dan Bucke, 1990). 6 1. Enzim Amilase Enzim amilase termasuk golongan enzim hidrolase. Enzim amilase merupakan enzim yang mempunyai aktivitas memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa (Poedjadi, 1994). Amilase dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu α-amilase, β-amilase, dan glukoamilase (Rahman, 1992). a. α-Amilase Enzim α-Amilase menghidrolisis ikatan α-1,4 glukosidik amilosa, amilopektin dan glikogen. Struktur amilosa dan amilopektin pada pati ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.Enzim ini bersifat sebagai endoamilase, yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau bagian dalam molekul. Berat molekul α-amilase rata-rata ± 50 kd. Enzim ini mempunyai rantai peptida tunggal pada gugusan proteinnya dan setiap molekul mengandung satu gram atom Ca. Adanya kalsium yang berikatan dengan molekul protein enzim, membuat enzim α-amilase bersifat relatif tahan terhadap suhu, pH, dan senyawa seperti urea (Suhartono,1989). Secara umum α-amilase stabil pada pH 5,5 – 8,0 dan aktivitas optimum secara normal berada pada pH 4,8 – 6,5. Amilase dari Bacillus subtilis mempunyai pH optimum 6,0 dan suhu optimum 60oC (Judoamidjojo,1989). 7 Gambar 1. Struktur amilosa ikatan α-1,4-glikosidik Gambar 2. Struktur amilopektin pada pati (Fessenden dan Fessenden,1982). Hidrolisis amilosa oleh α-amilase terjadi melalui dua tahap, pertama adalah degradasi menjadi dekstrin yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif sangat lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir (Suhartono, 1989). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi yang terbentuk (Judoamidjojo dkk., 1989). Pati 8 bereaksi secara kimiawi dengan iodium, reaksi ini terlihat sebagai warna biru-kehitaman. Warna ini terjadi bila molekul iodium masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul zat pati (amilosa) yang berbentuk spiral. Bila zat pati ini telah diuraikan menjadi maltosa atau glukosa, warna biru tidak terjadi karena tidak adanya bentuk spiral (Lay, 1994). Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur penurunan kadar pati yang larut dengan menggunakan substrat jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1986). b. β-Amilase β-Amilase (β-1,4 glukan malthohidrolase), memecah pati dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung non pereduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan α-1,6 glukosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen, aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 glukosida dan memiliki pH optimum antara 5 – 6. c. Glukoamilase Glukoamilase (α-1,4-D-glukan glukohidrolase) memecah ikatan α-1,4 dalam amilose, amilopektin, dan glikogen dari ujung gula non pereduksi. Enzim ini dapat juga menghidrolisis ikatan α-1,6 dan α-1,3, meskipun pemecahan ikatan tersebut sangat lambat. Enzim ini memiliki pH optimum 4-5 (Judoamidjojo,1989). 9 2. Faktor yang mempengaruhi kerja enzim Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a) pH (Derajat Keasaman) enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 2002). Perubahan pH dapat mempengaruhi asam amino kunci pada sisi aktif, sehingga menghalangi sisi aktif enzim membentuk kompleks dengan substratnya (Page, 1997), ditunjukkan pada Gambar 3 Gambar 3. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Winarno,2002). b) Suhu Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu 10 optimum (Rodwell, 2011). Suhu optimum merupakan suhu pada saat enzim memiliki aktivitas maksimum. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu enzim) akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Bila enzim terdenaturasi, maka bagian aktifnya akan terganggu yang menyebabkan konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan laju reaksi enzimatik menurun (Poedjiadi dan Supriyatin, 2006). Pada suhu 0oC enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay andSugyo, 1992). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 4. Gambar 4. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 2011) c) Konsentrasi enzim Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi dan Supriyatin, 2006). Laju reaksi tersebut meningkat secara linier selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada konsentrasi substrat. Hal ini biasanya terjadi pada kondisi 11 fisiologis (Page, 1997). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar 5. Gambar 5. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Page, 1997). d) Konsentrasi substrat Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 2005). Hubungan antara konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ditunjukkan pada Gambar 6. 12 Gambar 6. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim (Shahib, 2005) e) Aktivator dan inhibitor Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 2006). Menurut Wirahadikusumah (2001), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat dan fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu (Winarno, 2002). 13 B. Kinetika Reaksi Enzim Parameter dalam kinetika reaksi enzim adalah konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks). Berdasarkan postulat Michaelis dan Menten pada suatu reaksi enzimatis terdiri dari beberapa fase yaitu pembentukan kompleks enzim substrat (ES), dimana E adalah enzim dan S adalah substrat, modifikasi dari substrat membentuk produk (P) yang masih terikat dengan enzim (EP) dan pelepasan produk dari molekul enzim (Shahib, 2005). Setiap enzim memiliki sifat dan karakteristik yang spesifik seperti yang ditunjukkan pada sifat spesifisitas interaksi enzim terhadap substrat yang dinyatakan dengan nilai tetapan Michaelis-Menten (KM). Nilai KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Setiap enzim memiliki nilai KM dan Vmaks yang khas dengan substrat spesifik pada suhu dan pH tertentu (Kamelia et al., 2005). Nilai KM yang kecil menunjukkan bahwa kompleks enzim-substrat sangat mantap dengan afinitas tinggi terhadap substrat, sedangkan jika nilai KM suatu enzim besar maka enzim tersebut memiliki afinitas rendah terhadap substrat (Page, 1997). Nilai KM suatu enzim dapat dihitung dengan persamaan Lineweaver-Burk yang diperoleh dari persamaan Michaelis-Menten yang kemudian dihasilkan suatu diagram Lineweaver-Burk yang ditunjukkan pada Gambar 7 (Page, 1997). 14 Gambar 7. Diagram Lineweaver-Burk ( Suhartono, 1989) C. Stabilitas Enzim Menurut Kazan et al (1996), stabilitas enzim dapat diartikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam atau basa), oleh pengaruh suhu dan kondisi-kondisi non fisiologis lainnya. Ada beberapa cara yang digunakan untuk memperoleh stabilitas enzim yang tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas enzim alami dan 15 mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak atau kurang stabil. 1. Stabilitas Termal Enzim Suhu yang tinggi akan menyebabkan laju reaksi meningkat. Demikian halnya dengan reaksi enzimatik, kenaikan suhu akan mempercepat laju reaksi, namun hanya batas tertentu. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan enzim terdenaturasi. Hal ini menyebabkan laju enzimatik menurun. Proses inaktivasi enzim pada suhu tinggi dapat berlangsung melalui dua tahap, yaitu: a. Adanya pembukaan parsial struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul enzim. b. Perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan asam amino tertentu oleh panas (Ahern dan Klibanov, 1987). Biasanya industri menginginkan penggunaan suhu reaksi yang tinggi pada reaksinya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kontaminasi, masalah-masalah viskositas dan meningkatkan laju reaksi. 2. Stabilitas pH Enzim Enzim yang aktif pada pH netral menandakan enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal anionnya. Enzim memiliki aktivitas maksimum pada kisaran pH optimum, yaitu antara pH 4,5-8,0. Di sekitar pH optimum, enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Perubahan pH lingkungan dapat mempengaruhi keaktifan enzim akibat terjadinya 16 perubahan ionisasi enzim, substrat, atau kompleks enzim substrat (Winarno, 1986). D. Isolasi dan Pemurnian Enzim Menurut Judoamidjojo dkk., (1989), tahapan proses pengisolasian dan pemurnian enzim adalah sebagai berikut: 1. Lisis dinding sel Melisis dinding sel dapat dilakukan dengan cara homogenisasi. Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan enzim dari sel. Homogenisasi dapat dilakukan dengan alat homogenisator, contohnya lumpang dan waring blender. 2. Sentrifugasi Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan sel dari enzim ekstraseluler. Hasil yang didapat dari sentrifugasi berupa supernatan dan endapan yang berada di ujung dasar tabung. Pada proses sentrifugasi sebaiknya dilakukan pada suhu 2-4oC. Hal ini dikarenakan pada prosesnya, sentifugasi akan menimbulkan panas yang dapat menyebabkan denaturasi pada enzim (Suhartono, 1989). Prinsip sentrifugasi berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap partikel yang berputar pada laju sudut yang konstan akan memperoleh gaya keluar (F). Besar gaya ini bergantung pada laju sudut ω (radian/detik) dan radius pertukarannya (sentimeter). 17 F = ω2 r Gaya F dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, karena itu dinyatakan sebagai gaya sentrifugal relatif (RCF dengan satuan g (gravitasi)). Dalam praktiknya, alat sentrifugasi dioperasikan dengan laju rpm. Oleh sebab itu, harga rpm dikonversikan kedalam bentuk radian menggunakan persamaan: 3. Fraksinasi dengan ammonium sulfat Fraksinasi merupakan proses pengendapan secara bertahap. Pengendapan ini dapat dilakukan dengan penambahan garam seperti natrium klorida, natrium sulfat, atau ammonium sulfat. Pada umumnya garam yang sering digunakan adalah ammonium sulfat karena kebanyakan enzim tahan terhadap garam ini (tidak terdenaturasi, memiliki kelarutan yang besar, mempunyai daya pengendapan yang besar, dan mempunyai efek penstabil terhadap kebanyakan enzim). Konsentrasi garam dapat mempengaruhi kelarutan enzim. Semakin tinggi konsentrasi garam, maka kelarutan protein enzim akan semakin rendah dalam air. 18 4. Dialisis Dialisis adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan garam dari larutan protein enzim. Tahap awal proses dialisis ini, yaitu memasukkan larutan enzim yang telah di fraksinasi ke dalam membrane (selofan). Jika kantong yang berisi larutan enzim dimasukkan ke dalam buffer, maka molekul kecil yang ada di dalam larutan enzim akan keluar melewati poripori membran. Hal ini disebabkan distribusi ion-ion yang ada di dalam dan di luar kantong dialisis tidak seimbang. Sedangkan molekul protein yang berukuran besar akan tetap berada dalam kantong dialisis. Untuk mencapai keseimbangan maka dapat dilakukan dengan cara mengganti larutan buffer secara kontinu sampai ion-ion dalam kantong dialisis dapat diabaikan (Lehninger, 1982). 5. Kromatografi Pada proses isolasi dan pemurnian enzim dikenal tiga jenis kromatografi, yaitu: a. Kromatografi filtrasi gel Kromatografi filtrasi gel digunakan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul tinggi dengan molekul lain yang memiliki berat yang rendah. Molekul kecil akan masuk ke pori-pori matriks sedangkan molekul besar akan diteruskan. Matriks yang digunakan adalah gel, merupakan media pemisah (Suhartono, 1989). 19 b. Kromatografi penukar ion Prinsip dasar teknik penukar ion adalah memisahkan biomolekul berdasarkan muatan ioniknya. Penukar ion terdiri atas matriks yang tidak larut dan gugus bermuatan yang terikat secara kovalen pada matriks. Gugus-gugus bermuatan berasosiasi dengan “counter ion”. Counter ion dapat digantikan secara reversible oleh ion-ion lain yang bermuatan sama. Penukar ion yang bermuatan positif mempunyai counter ion yang bermuatan negatif, sehingga disebut penukar anion. Sedangkan penukar bermuatan negatif dan mempunyai counter ion yang bermuatan positif. Matriks yang digunakan dapat berupa senyawa organik, resin sintetik, polisakarida, dan sebagainya. Protein yang terikat pada penukar ion dapat dielusi dari kolom dengan mengubah pH atau konsentrasi garam (Suhartono,1989). c. Kromatografi afinitas Pada metode ini, pemisahan terjadi karena adanya interaksi spesifik diantara pasangan senyawa. Matriksnya dapat mengenali dan mengikat protein target secara spesifik, protein target akan terikat secara kovalen pada matriks kolom, yang sebenarnya inert. Protein yang terikat dapat dilepaskan dengan menambahkan larutan mengandung molekul yang telah dikenali dan dapat mengikat protein target. Molekul yang ditambahkan bersaing untuk mencapai sisi pengikatan protein, sehingga melepaskan protein dan matriks (Wolfe,1993). 20 Keuntungan menggunakan teknik ini adalah sifat interaksinya yang spesifik. Jumlah adsorben yang dibutuhkan dapat disesuaikan dengan jumlah zat yang akan diadsorpsi, partikel-partikel yang terserap dapat dilepaskan dengan mudah dan adsorben dapat diregenerasi beberap kali (Suhartono, 1989) E. Bacillus subtilis Bacillus merupakan salah satu mikroba golongan bakteri. Sebagian besar bakteri genus Bacillus pada umumnya hidup di tanah, diantaranya adalah Bacillus subtilis, Bacillus lincheniformis, Bacillus megatarium, Bacillus pumilis, dan kelompok Bacillus spaericus. Selain di tanah, beberapa jenis bacillus juga ditemukan di lumpur dan di muara yaitu Bacillus firmus dan Bacillus lentus. Selain ditemukan di kedua habitat di atas, ada juga beberapa jenis bacillus yang hidup di laut misalnya Bacillus marinus, Bacillus cirroflagelosus, Bacillus epiphytes, dan Bacillus filicolonicus (Priest,1993). Bacillus subtilis merupakan bakteri yang mempunyai spora. Sporanya berbentuk oval atau silinder dan lebarnya tidak melebihi dari sel induknya. Mikroorganisme ini bersifat gram positif dan bersifat aerob (Schelege dan Schmidt, 1994). Bacillus subtilis berbentuk batang lurus gram positif berukuran 1,5 x 4,5 μ, sendiri-sendiri atau tersusun dalam bentuk rantai, bergerak, dan tidak bersimpai (Gupte, 1990) yang ditunjukkan pada Gambar 8. 21 Gambar 8. Bacillus subtilis (Gupta, 1990). F. Zeolit Mineral zeolit banyak ditemukan di alam sebagai batuan sedimen vulkano. Penyusunan utama zeolit adalah mordenit dan klipnotilonit dalam berbagai variasi komposisi. Nama zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu zein yang berarti mendidih dan lithos yang berarti batuan. Disebut demikian karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang apabila dipanaskan. Dimana air dalam rongga-rongga zeolit akan mendidih bila dipanaskan pada suhu 100°C (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Zeolit menurut proses pembentukannya dibagi 2, yaitu : zeolit alam (natural zeolit) dan zeolit sintetis (synthetic zeolit). Zeolit alam biasanya mengandung kation-kation K+ ,Na+, Ca2+ atau Mg2+ sedangkan zeolit sintetik biasanya hanya mengandung kation-kation K+ atau Na+. Pada zeolit alam, adanya molekul air dalam pori dan oksida bebas di permukaan seperti Al2O3, SiO2, 22 CaO, MgO, Na2O, K2O dapat menutupi pori-pori atau situs aktif dari zeolit sehingga dapat menurunkan kapasitas adsorpsi maupun sifat katalisis dari zeolit tersebut. Inilah alasan mengapa zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Secara fisika, aktivasi dapat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 300- 400ºC dengan udara panas atau dengan sistem vakum untuk melepaskan molekul air. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan Na2EDTA atau asam-asam anorganik seperti HF, HCl dan H2SO4 untuk menghilangkan oksida-oksida pengotor yang menutupi permukaan pori (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Zeolit didefenisikan sebagai senyawa aluminosilikat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi dengan rongga didalamnya. Struktur kerangka zeolite tersusun atas unit-unit tetrahedral (AlO4)-5 dan (SiO4)-4 yang saling berikatan melalui atom oksigen membentuk pori-pori zeolit. Ion silikon bervalensi 4, sedangkan aluminium bervalensi 3. Hal ini yang menyebabkan struktur zeolit kelebihan muatan negatif yang diseimbangkan oleh kationkation logam alkali atau alkali tanah seperti Na+, K+, Ca+ atau Sr+ maupun kation-kation lainnya. Kation-kation tersebut terletak diluar tetrahedral, dapat bergerak bebas dalam rongga-rongga zeolit dan bertindak sebagai counter ion yang dapat dipertukarkan dengan kation-kation lainnya, sifat-sifat inilah yang mendasari zeolit sebagai penukar kation. Berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia zeolit tersebut zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penukar ion, penyaring molekuler, adsorben dan katalis (Senda, 2005). 23 Rumus umum zeolit adalah Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].mH2O Mx/n = kation bermuatan [ ] = kerangka aluminosilika X = jumlah AlO4 Y = jumlah SiO4, y>x Z = jumlah H2O Kerangka zeolit berupa rongga yang berisi kation M+ sebagai kation penyumbang muatan AlO4 yang ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Kerangka utama zeolit (Lisley and Elain, 1992) G. Pola Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan dapat diartikan sebagai penambahan semua komponen di dalam sel hidup yang berlangsung secara teratur. Pertumbuhan bakteri merupakan pertambahan jumlah sel dan berat sel (Purwoko, 2007:57). Umumnya pertambahan dan pertumbuhan sel mikroba digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan 24 mikroba menggambarkan fase pertumbuhan secara bertahap sejak awal pertumbuhan hingga kematian sel bakteri ( Suriawiria, 1990:80 ). Fase pertumbuhan mikroba terdiri dari : a. Fase Adaptasi Fase ini merupakan fase penyesuaian bakteri terhadap lingkungan yang baru ( Muslimin, 1996:61). Pada fase ini tidak terjadi pertambahan dan kenaikan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran atau volume sel, peningkatan total protein seluruhnya, DNA ( Lay, 1992:87 ). Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : 1. Umur inokulum Bila mikroba dipindahkan pada fase log, maka akan berbeda bila inokulum berasal dari fase stasioner. 2. Jumlah inokulum Jumlah sel awal yang semakin tinggi maka mempercepat fase adaptasi ( Muslimin,1996:61). 3. Medium dan lingkungan pertumbuhan Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama dengan lingkungan sebelumnya maka bakteri tidak memerlukan waktu adaptasi. Tetapi jika berbeda, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesis enzim-enzim. 25 b. Fase Pertumbuhan Logaritmik Fase ini merupakan fase dimana mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva linier. Pada fase ini bakteri sudah beradaptasi secara baik dengan lingkungan pertumbuhannya sehingga mempunyai waktu penggandaan yang lebih cepat dibandingkan fase sebelumnya (Yuwon, 2002:88 ). c. Fase Pertumbuhan Tetap Fase ini jumlah populasi sel bakteri tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan sel yang mati (Muslimin, 1996:62). Menurut Lay dan Hastowo (1992) hal ini terjadi karena berkurangnya jumlah nutrien serta faktor-faktor yang terkandung di dalam jasad mikroba, sehingga membuat aktivitas pertumbuhan sampai pada titik maksimum. d. Fase Kematian Fase ini merupakan akhir dari pertumbuhan bakteri, dimana jumlah bakteri menurun drastis sehingga grafik akan menuju kembali ketitik awal (Suriawiria,1990 : 81). Penurunan populasi mikroba disebabkan karena autolisis sel dan penurunan energi seluler ( Purwoko, 2007:57 ). H. Amobilisasi Enzim bebas mempunyai sifat tidak stabil terhadap lingkungan, sehingga secara teknik perolehan kembali enzim yang sangat aktif dari campuran reaksi sulit dilakukan sehingga stabilitas enzim perlu ditingkatkan. 26 Terdapat tiga cara untuk meningkatkan stabilitas enzim yaitu amobilisasi, modifikasi kimia dan mutagenesis langsung (Mozhaev, 1988). Keunggulan penggunaan enzim amobil dalam industri menurut Payne et al (1992) dan Wang et al (1979) antara lain: 1. Dapat digunakan berulang 2. Dapat mengurangi biaya 3. Produk tidak dipengaruhi oleh enzim 4. Memudahkan pengendalian enzim 5. Tahan kondisi ekstrim 6. Dapat digunakan untuk uji analisis 7. Meningkatkan daya guna 8. Memungkinkan proses sinambung. Enzim dapat di amobilisasi dengan berbagai cara antara lain : 1. Cara fisik yang meliputi teknik penjebakan mikro kapsul, 2. Cara kimia yang meliputi teknik pengikatan (absorpsi) pada bahan pendukung atau dengan teknik ikatan silang (Wirahadikusumah, 1981). Metode amobilisasi secara fisik memiliki kelebihan yaitu aktivitas dari enzim tetap tinggi (tidak terjadi perubahan konformasi enzim) dan media dapat diregenerasi (Susanto, 2003). 27 1. Cara fisik (penjebakan) a. Teknik matriks Enzim dapat terperangkap dalam gel matriks dengan membentuk gel dalam larutan encer yang mengandung satu macam enzim (Gambar 10). Matriks yang banyak digunakan adalah kalsium alginat, kappakaragenan, resin sintetis dan poliakrilamida. Poliakrilamida terbuat dari akrilamida. Sedangkan serat yang digunakan yaitu selulosa triasetat dan polimerpolimer lainnya. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah secara relatif struktur alami enzim tidak mengalami gangguan fisik. Hal ini karena enzim tidak terikat dengan bahan pendukung, sehingga tidak terjadi perubahan konformasi enzim atau inaktifasi enzim. Akibatnya untuk membentuk kompleks enzim substrat sangat kecil kemungkinannya, karena enzim tidak berada pada permukaan bahan pendukung. Gambar 10. Penjebakan teknik kisi (Crueger, 1984) Teknik 28 Teknik ini merugikan karena (1) terjadi kebocoran yang kontinue karena ukuran pori-pori terlalu besar, (2) interaksi antara substrat dan enzim kurang karena jeratan gel dan (3) kehilangan aktivitas enzim karena terbentuknya zat-zat radikal bebas pada reaksi polimerisas (Judoamidjojo, 1990). b. Teknik mikrokapsul Enzim juga dapat diperangkap dalam mikrokapsul (Gambar 11) yang terbuat dari nilon semipermeabel butiran yang tipis atau membran koloidon. Teknik ini merugikan karena (1) terjadi inaktif enzim selama pembentukan mikrokapsul, (2) mikrokapsul membutuhkan konsentrasi yang besar dan (3) enzim dapat bergabung dengan dinding membran (Crueger, 1984). Gambar 11. Penjebakan teknik mikrokapsul (Crueger, 1984) 29 2. Metode kimia a. Teknik ikatan non-kovalen Enzim dapat diadsorpsi pada bahan pendukung seperti alumina, karbon aktif, silika gel dan lainnya. Teknik ini dapat menyebabkan kehilangan enzim oleh desorpsi, maka adsorben yang baik adalah yang dapat mengikat enzim cukup kuat dengan akibat denaturasi yang cukup kecil. Cara ini sukar dilakukan, tetapi enzim amobil yang terbentuk stabil terhadap konsentrasi substrat dan ion yang tinggi (Wirahadikusumah, 1989). Gambar 12. Gambar 12. Teknik ikatan non-kovalen (Wirahadikusumah, 1989) b. Teknik ikatan silang Dimana enzim terikat secara kovalen satu dengan lainnya oleh pengikatan yang mempunyai gugus aktif NH3, CNBr dan lainnya, yang membentuk struktur tiga dimensi yang tidak larut dalam air. Pembentukan ikatan intramolekuler antar molekul sering terjadi dengan dua atau lebih pereaksi seperti glutaraldehida, turunan isosianat, bisdiazobenzidina, N,N-etilen bismaleimida dan N,N-polimetil 30 bisoodoaseomida. Kerugian cara ini ketika terjadi inaktivasi enzim akibat pembentukan ikatan antara pusat aktif enzim dengan zat pengikat silang (Wiseman, 1985). Gambar 13 Gambar 13. Teknik ikatan silang (Wiseman, 1985) c. Teknik ikatan ion Enzim terikat dengan bahan pendukung yang mengandung residu penukar kation maupun anion dan ikatan yang terbentuk lebih kuat disbanding ikatan non-kovalen. Bahan pendukung yang dapat digunakan adalah dietilaminoetil-selulosa (DEAE-selulosa) dan karboksimetilselulosa (CM-selulosa). Pada proses amobilisasi, jumlah enzim yang teradsorpsi dipengaruhi oleh lama perubahan sifat enzim akibat proses amobilisasi antara lain adalah: 1. Perubahan konformasi molekul enzim, karena adanya reaksi asam amino pada molekul enzim dengan senyawa pengikat atau polimer penyangga. 31 2. Perubahan stereo kimia dan muatan total pada kisi aktif enzim yang mengakibatkan berubahnya daya gabung enzim dengan substrat. 3. Perubahan nilai KM karena kemungkinan adanya interaksi antara substrat dengan molekul penyangga. 4. Perubahan pH optimum dan kurva aktivitas pH, yang bergantung pada muatan polimer penyangga. 5. Perubahan suhu optimum, karena polimer penyangga yang dapat melindungi pengaruh dari luar (Trevan,1980). III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Januari – Mei 2017. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas, jarum ose, mikropipet Eppendroff, neraca analitik, lemari pendingin, pembakar spirtus, sentrifuga, tabung sentrifuga, autoclave model S-90N, oven, laminar air flow CRUMA model 9005-FL, shaker incubator, shaker waterbath incubator, Penangas air, vakum filtrasi dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32. Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung. Bahan-bahan yang digunakan adalah: ekstrak ragi, pati, NA (Nutrient Agar), KH2PO4, HCl 1N, FeSO4, CaCl2, , (NH4)2SO4, Na2CO3, NaOH, CuSO45H2O, I2, KI, NaH2PO4, 33 Na2HPO4, Na2SO3, fenol, Na-K tartrat, reagen Folin Ciocalteu, NaHCO3, asam dinitrosalisilat dan bahan kimia lain dengan derajat proanalisis. Untuk pemisahan dan pemurnian enzim digunakan kromatografi penukar kation CM-selulosa, diperoleh dari E. Merck. Untuk amobilisasi digunakan zeolite diperoleh dari Sigma. Protein standar untuk penentuan kadar protein digunakan bovin serum albumin diperoleh dari E. Merck. C. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan medium Inokulum, Fermentasi dan Larutan Pereaksi a. Pembuatan media inokulum dan fermentasi Medium inokulum digunakan sebagai medium adaptasi awal pertumbuhan dan medium perkembangbiakan bakteri pada medium cair. Media inokulum dibuat dengan cara menimbang bahan-bahan yang terdiri dari 0,5 gr pati, 0,5 gr yeast ekstrak, 0,02 gr MgSO4.7H2O, 0,01 gr CaCl2.5H2O, dan 0,05 gr KH2PO4 yang dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam labu erlenmeyer 250 mL dan disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit kemudian dishaker selama 24 jam (Sternberg, 1976). Sedangkan media fermentasi yang digunakan terdiri dari dari 1,25 gr pati sagu, 1,25 gr yeast ekstrak, 0,05 gr MgSO4.7H2O, 0,025 gr CaCl2.5H2O, dan 0,125 gr KH2PO4 yang dilarutkan dalam 250 mL larutan buffer fosfat pada pH 6,5 dalam labu erlemmeyer 500 mL dan disterilisasi 34 menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit kemudian dishaker selama 68 jam. b. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas α-amilase metode Fuwa Pereaksi Iodin : Kedalam labu takar 100 mL, 2 gram KI dilarutkan dalam 10 ml akuades. Lalu di tambahkan 0,2 gr I2. Kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas. Larutan Pati : 0,1 gr pati dilarutkan dalam 100 ml akuades dan dipanaskan hingga larut. Larutan HCl 1N : Dihitung pengenceran HCl pekat 12 N menjadi 1 N. Sehingga diperoleh 8,3 ml HCl pekat yang ditambah akuades hingga batas miniskus pada labu ukur 100 ml. Larutan Buffer phosfat : Larutan buffer phosfat pH 6,5 dibuat dengan mencampurkan stok A dan stok B pada volume tertentu. Stok A dibuat dengan cara menimbang NaH2PO4 sebanyak 31,970 g kemudian dilarutkan dalam 1000 mL akuades. Stok B dibuat dengan cara menimbang Na2HPO4 sebanyak 14,211 g kemudian dilarutkan dalam 500 mL akuades hingga homogen. Larutan buffer fosfat pH 6,5 dibuat dengan mencampurkan stok A dan stok B dengan 35 perbandingan volume 342,5 mL stok A dan 157,5 mL stok B. c. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas -amilase metode Mandels Dalam labu ukur 100 mL dimasukkan w/v 1% NaOH, 1 mL Na(K) tartarat 40%, 1% DNS (Dinnitrosalisilic acid), 0,2% fenol dan 0,05% Na2SO3 kemudian dilarutkan dengan 100 mL akuades hingga tanda batas (Mandels et al.,1976). d. Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar protein metode Lowry Pereaksi A : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH 0,1 N. Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 5 mL larutan Na(K) tartarat 1%. Pereaksi C : 2 mL pereksi B ditambahkan 100 mL pereaksi A Pereaksi D : reagen folin ciocelteau diencerkan dengan akuades 1:1. Larutan standar : larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan kadar 0, 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 140 ppm. 2. Produksi dan Isolasi Enzim -amilase a. Produksi Enzim -amilase Enzim -Amilase diproduksi pada media fermentasi yang mengandung: pati 0,5%; ekstrak ragi 0,5%; KH2PO4 0,05%; dan CaCl2 2H2O 0,01% dengan pH 6,5. Suhu fermentasi 32C; dan lama waktu fermentasi 68 jam (Yandri et al., 2010). 36 b. Isolasi -amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000 rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al., 2010). 3. Uji aktivitas -amilase dan penentuan kadar protein a. Metode Fuwa Aktivitas -amilase ditentukan dengan metode iodin (Fuwa, 1954). Metode ini berdasarkan pada pengurangan jumlah substrat (pati). Sebanyak 0,25 ml enzim ditambahkan kedalam 0,25 ml larutan pati 0,1% lalu diinkubasi pada suhu 60oC selama 10 menit. Kemudian reaksi dihentikan dengan penambahan 0,25 ml HCl 1 N dan kemudian ditambahkan 0,25 ml pereaksi iodin dan 4 ml akuades. Setelah campuran diaduk rata, serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada λ 600 nm. Kontrol dibuat dengan cara yang sama hanya menggunakan 0,25 ml enzim yang telah diinaktifkan. b. Metode Mandels Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk (Mandels et al.,1976). Sebanyak 0,5 mL enzim, 0,5 mL larutan pati 0,1% dalam buffer sitrat pH 6,0 dicampur, lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60C. Setelah itu ditambahkan 2 mL pereaksi asam dinitrosalisilat (DNS), dididihkan selama 10 menit pada penangas air dan didinginkan. Setelah dingin serapannya diukur pada panjang gelombang 510 nm menggunakan 37 spektrofotometer UV-VIS. Kadar glukosa yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva standar glukosa. Uji ini dilakukan pada tahap penentuan KM dan Vmaks. Pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels et al., 1976) terdiri dari: asam dinitrosalisilat 1%, fenol 0,2%, Na2SO3 0,05%, NaOH 1%, garam Rochel (NaK-tartrat) 40% 1mL. Campurkan semua zat dan cukupkan volume hingga 100 mL. c. Penentuan kadar protein metode Lowry Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al. (1951). Penentuan kadar protein dilakukan sebagai berikut: sebanyak 0,1 mL larutan enzim ditambah 0,9 mL air dan 5 mL pereaksi C, dikocok dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu ditambahkan 0,5 mL pereaksi D, dikocok dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Serapan dibaca pada 750 nm. Untuk menentukan konsentrasi protein enzim digunakan digunakan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumin). 3. Fraksinasi dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4)] Ekstrak kasar enzim yang diproleh dimurnikan dengan cara fraksinasi menggunakan garam ammonium sulfat pada berbagai derajat kejenuhan yaitu w/v (0-20)%; (20-40)%; (40-60)%, (60-80)%, dan (80-100)%. Skema proses pengendapan protein enzim dengan penambahan amonium sulfat ditunjukkan pada Gambar 14. Sejumlah ekstrak kasar enzim yang diperoleh ditambahkan garam amonium sulfat yang telah dihaluskan secara perlahan sambil diaduk dengan magnetik stirrer pada suhu 4oC. Endapan protein enzim yang didapatkan pada tiap fraksi kejenuhan 38 amonium sulfat dipisahkan dari filtratnya dengan sentrifugasi dingin pada kecepatan 5000 rpm selama 20 menit. Kemudian endapan yang diperoleh dilarutkan dengan bufer fosfat 0,1 M pH 6,5 dan diuji aktivitasnya dengan metode Mandels, serta diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry. Selanjutnya, filtrat yang didapat dari fraksi 0-20% digunakan untuk diendapkan kembali dengan fraksi kejenuhan 20-40% dengan prosedur yang sama hingga fraksi kejenuhan 80-100% (Yandri et al., 2010). Gambar 14. Skema proses fraksinasi enzim dengan ammonium sulfat 4. Dialisis Endapan enzim yang telah dilarutkan dari tiap fraksi ammonium sulfat dengan aktivitas spesifik yang tinggi, dimasukkan ke dalam kantong selofan dan didialisis dengan buffer fosfat 0,05 M pH 6,0 selama 24 jam pada suhu dingin. Selama didialisis, dilakukan pergantian buffer selama 4-6 jam agar 39 konsentrasi ion-ion di dalam kantong dialisis dapat dikurangi. Proses ini dilakukan secara kontinyu sampai ion-ion di dalam kantong dialisis dapat diabaikan. Untuk mengetahui bahwa sudah tidak ada lagi ion-ion garam dalam kantong, maka diuji dengan menambahkan larutan Ba(OH)2 atau BaCl2. Bila masih ada ion sulfat dalam kantong, maka akan terbentuk endapan putih BaSO4. Semakin banyak endapan yang terbentuk, maka semakin banyak ion sulfat yang ada dalam kantong. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas dengan metode Fuwa dan diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry. 5. Kromatografi kolom Pada penelitian ini, pemurnian dilakukan dengan kromatografi penukar ion menggunakan CM-selulosa sebagai matriks. Adapun proses yang dilakukan adalah: a. Pengembangan gel dan pencucian CM-selulosa CM-selulosa di suspensikan dalam akuades dan dibiarkan mengembang pada suhu kamar. Partikel halus dibuang dengan cara dekantasi. Setelah itu ditambahkan NaOH 0,5 M dan HCl 0,5 M kemudian distabilkan dengan buffer awal. b. Penentuan buffer awal CM-selulosa yang sudah siap distabilkan menggunakan buffer fosfat 0,1 M dengan variasi pH yaitu 5,0; 5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. Kemudian ke 40 dalam matriks ditambahkan 0,5 mL enzim hasil dialisis dan dielusi dengan buffer yang sesuai, diaduk 5-10 menit. Campuran tersebut selanjutnya, dibiarkan hingga CM-selulosa mengendap. Supernatant selanjutnya didekantasi dan diuji aktivitas enzimnya. Buffer awal yang digunakan adalah buffer fosfat pH 5. c. Penentuan buffer elusi Penentuan buffer elusi dilakukan sama seperti di atas, setelah CMselulosa distabilkan menggunakan buffer fosfat 0,1 M dan kemudian ke dalam masing-masing tabung dielusi dengan buffer fosfat dengan pH yang divariasikan, diaduk 5-10 menit. Campuran tersebut selanjutnya dibiarkan hingga CM-selulosa mengendap. Supernatant selanjutnya didekantasi dan diuji aktivitas enzimnya. Buffer elusi yang digunakan adalah buffer fosfat pH 7+NaCl. d. Penyiapan kolom gel Kolom berukuran 1,5 x 50 cm dibubuhi wol gelas atau kapas di ujung bawah. Kolom dipasang tegak lurus. Bubur gel yang telah mengembang selanjutnya dimasukkan ke dalam kolom dengan kondisi tidak terlalu kental. Untuk mnghindari timbul gelombang udara dalam kolom gel, karena pengatur dibiarkan terbuka. e. Penstabil gel Gel dalam kolom distabilkan dengan mengalirkan akuades sebanyak 2 kali volume matriks, dilanjutkan dengan mengalirkan buffer fosfat pH pengikatan enzim (hasil pemeriksaan) sebanyak 2 kali volume matriks 41 atau sampai kondisi pH pengikatan tercapai. Karena pengatur dibuka sedemikian rupa sehingga kecepatan tetesan 1-2 mL/menit. f. Penempatan cuplikan enzim ke dalam kolom Menggunakan buffer elusi. Elusi ditampung dengan volume 15-30 mL enzim hasil dialisis dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi CM-selulosa. Enzim dielusi dengan buffer awal dan elusi ditampung. Selanjutnya dielusi 20 mL, fraksi pertama dimulai pada saat cuplikan enzim telah dimasukkan. g. Pengukuran protein enzim hasil kromatografi kolom Untuk mengetahui pola protein enzim hasil kromatografi kolom, maka setiap fraksi diukur pada λ 280 nm menggunakan spektrofotometer UVVIS. h. Pengukuran aktivitas enzim Setiap fraksi pada puncak protein yang diperoleh dari pengukuran eluen yang ditentukan aktivitasnya. Pada fraksi yang menunjukkan aktivitas unit tertinggi ditentukan kadar proteinnya untuk mengetahui aktifitas spesifiknya. 6. Amobilisasi enzim hasil pemurnian dengan zeolit a. Penetapan pH untuk proses pengikatan enzim α-amilase pada zeolit Enzim α-amilase diikatkan pada matriks dengan variasi pH 5 ; 5,5 ; 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 dan 8 dengan menggunakan buffer posfat 0,1 M. Kemudian 42 matriks diisi dengan 0,5 mL larutan enzim dan dielusi dengan 2mL buffer yang sesuai, diaduk kemudian disentrifugasi selama 20 menit. Selanjutnya supernatan didekantasi dan diuji aktivitas enzim. b. Amobilisasi enzim α-amilase Sebanyak 0,5 mL larutan enzim α-amilase diamobil dengan zeolit pada pH optimum pengikatan. 0,5 mL enzim α-amilase diikatkan pada 0,25 gram zeolit dan 2mL buffer yang sesuai. Kemudian campuran diaduk hingga rata dan simpan dalam fryzer selama 10 menit. Selanjutnya disentrifugasi selama 20 menit. Selanjutnya supernatan didekantasi sebagai kontrol untuk diuji aktivitas enzimnya. Kemudian endapan yang diperoleh ditambahkan dengan 0,5 mL substrat pati 0,1% kemudian diaduk selanjutnya diinkubasi dan diuji aktivitasnya dengan metode mandels. c. Pemakaian berulang enzim amobilisasi Enzim amobil yang telah dipakai (direaksikan dengan substrat), dipakai kembali untuk direaksikan kembali dengan substrat dengan uji metode mandels. Pemakaian berulang ini dilakukan hingga 7 kali. d. Karakterisasi enzim hasil amobilisasi Karakterisasi enzim hasil amobilisasi meliputi: penentuan pH dan suhu optimum, penentuan data kinetika, dan penentuan kestabilan terhadap suhu dan pH. 43 7. Penentuan suhu optimum enzim hasil amobilisasi Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan memvariasikan suhu, yaitu 55; 60; 65; 70; 75; 80; 85 dan 90oC. Selanjutnya dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode mandels. 8. Penentuan data kinetika enzim hasil amobilisasi Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks) enzim α-amilase ditentukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati) yaitu 0,1;0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 %. Kemudian dilakukan pengukuran dengan metode mandels. Selanjutnya data aktivitas enzim dengan konsentrasi substrat diplotkan ke dalam kurva Lineweaver-Burk untuk penentuan KM dan Vmaks. 9. Uji kestabilan enzim hasil amobilisasi terhadap pH dan suhu (Yang et al., 1996) Penentuan stabilitas termal enzim dilakukan dengan variasi waktu inkubasi. Waktu inkubasi dibutuhkan enzim untuk bereaksi dengan substrat secara optimum. Pada penelitian ini, uji stabilitas termal enzim dilakukan dengan variasi waktu inkubasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 menit. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode mandels. 44 10. Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju inaktivasi (ki), dan perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) Penentuan nilai ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim α-amilase hasil pemurnian dan hasil amobilisasi dilakukan dengan menggunakan persamaan kinetika inaktivasi orde 1 (Kazan et al., 1997) dengan persamaan: ln (Ei/E0) = - ki t (1) Sedangkan untuk perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil pemurnian dan hasil amobilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan persamaan (Kazan et al., 1997): ∆Gi = - RT ln (ki h/kB T) (2) Keterangan : R = konstanta gas (8,315 J K-1 mol-1 ) T = suhu absolut (K) ki = konstanta laju inaktivasi termal h = konstanta Planck (6,63 x 10-34J det) kB= konstanta Boltzmann (1,381-23 x 10-1JK ) Secara keseluruhan, penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang ditunjukkan dalam Gambar 15. 45 Pembuatan Media Inokulum Pembuatan Media Fermentasi Isolasi Enzim α- amilase amilase Produksi Enzim α-amilase Ekstrak Kasar Enzim α-amilase Uji aktivitas enzim α-amilase (metode fuwa) dan protein penentuankadar (metode lowry) Pemurnian Enzim : 1. Fraksinasi dengan ammonium 1. sulfat Fraksinasi dengan 2. Dialisis ammonium sulfat 3. Kromatografi kolom CM-selulose 2. Dialisis Karakterisasi enzim Amobilisasi Enzim hasil amobilisasi Penentuan stabilitas termal Penentuan Km dan Vmaks Gambar 15.. Diagram alir penelitian Penentuan suhu optimum 62 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 19 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1.285,867 U/mg menjadi 24.735,715 U/mg. 2. Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ºC dan enzim α-amilase hasil amobilisasi memiliki suhu optimum 75ºC. 3. Uji stabilitas enzim hasil pemurnian pada suhu 65ºC selama 100 menit masih memiliki aktivitas 20% sedangkan uji stabilitas enzim hasil amobilisasi pada suhu 65ºC selama 100 menit memiliki aktivitas 40%. 4. Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7,543 mg mL 1, Vmaks = 147,058 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 30 menit, ki = 0,023 menit-1 dan ΔGi = 103,65 kJ mol-1, sedangkan enzim hasil amobilisasi memiliki , KM = 6,779 mg mL-1, Vmaks = 97,087 μmol mL-1 menit-1. dan t1/2 = 49,5 menit, ki = 0,014 menit-1 dan ΔGi = 105,03 kJ mol-1. 63 5. Pada penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan nilai ki, t1/2 dan ΔGi enzim hasil amobilisasi menggunakan zeolit lebih stabil dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi pengikatan enzim α-amilase dengan menggunakan CM-Selulosa secara kromatografi penukar ion. 64 DAFTAR PUSTAKA Ahern, T.J. and A.M. Klibanov. 1987. Why do enzyme irreversibly inactive at high temperature. Biotec 1. Microbial Genetic Engineering and Enzyme Technology. Gustav Fischer. Stuttgart. New York. Chaplin, M.F and Bucke. 1990. Enzim Technology. Cambridge University Press. Cambridge. Great Britain. Chibata I. 1978. Immobilized Enzyme. Research and Development. Halsted Press Book. New York.pp 298. Fessenden,R.J. and Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid II. Erlangga. Jakarta. 395-396. Goddettee, D.W., C. Terri, F.L. Beth, L. Maria , R.M. Jonathan, P. Christian, B.R. Robert, S.Y. Shiow, and C.R. Wilson (1993), Strategy and implementation of a system for protein engineering, J. Biotechnol., 28, 41-54 Gupte, S.1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa oleh Dr. Julius E.S. Binarupa Aksara. Jakarta. Judoamidjojo,R.M., Gumbira S.E., dan Hartoto L. 1989. Biokonversi. Depdikbud Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 65 Kazan, D, H. Ertan, A. Erarslan. 1996. Stabilization of Penicillin G Acylase Against pH by Chemical Cross-Linking. Process Biochemistry. Vol 31 (2):135-140. Lay, B. W. and Sugyo,H. 1994. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta. 107-112. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.369 halaman. Mandels, M., A. Raymond., and R. Charles. 1976. Measurement of saccharifying Cellulase. Biotech and Bioeng. Sym. No. 6. John Willey and Sons. New York. Mozhaev, V. V., K. Martinek (1984), Structure-stability relationship in proteins: New approaches to stabilizing enzymes, Enzyme Microb. Technol., 6, 50-59 Mulyono, H. 2001. Kamus Kimia. Ganesindo. Bandung. 96 hlm. Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 465 halaman. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Pohl, T. 1990. Concentration of Protein Removal of Salute Dalam M.P. Deutscher, Methods of Enzymology : Guide to Protein Purification. Vol 182. Academic Press. New York. Priest, F.G. 1993. Biotechnology. VCH Verlag Sgesel Shaft mbH. New York. Schelegel, H.G. and K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. UGM. Yogyakarta. 66 Scopes, R.K. 1982. Protein Purification 3rd ed. Springer Verlag. New York. 308-309. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU IPB. Bogor. Walsh, G., dan D.R. Headon. 1994. Protein Biotechnology. John Willey and Sony. New York. Wang, D.I.C, C.L. Conney, A.L. Demain, P. Dunhill, A.E, Humprey and Lily M.D., 1979, Fermentation and Enzyme Technology, John Willey and Sons, New York, pp: 46. Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 155 halaman. Wirahadikusumah, M. 1977. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB. Press. Bandung. 91 halaman. Wiseman, A. 1985. Handbook of Enzymes Biotechnology 2nd ed. Ellis Harwood Lim. Chicester. Wolfe, Stephen L.1993. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Publishing Company. California.