ISBN 978-602-73435-1-1 C-02 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 Perbandingan Kualitas Yogurt yang Dibuat dengan Kultur Dua dan Tiga Bakteri Agus Safari, Saadah D. Rachman, Dian S. Kamara, O. Suprijana, Sadiah Djajasoepena, Roni Sutrisna, Safri Ishmayana* Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363 *Penulis koresponden: [email protected] ABSTRAK Pada proses pembuatan yogurt, terjadi konversi gula susu (laktosa) menjadi asam laktat melalui proses fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL). Yogurt umumnya dibuat dengan menambahkan kultur bakteri yang mengandung 2 jenis bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus bulgaricus (L. bulgaricus) dan Streptococcus thermophilus (S. thermophillus). Pada penelitian ini dilakukan penambahan BAL lain, yaitu Lactobacillus acidophilus (L. acidophilus) untuk membandingkan kualitas yogurt yang dihasilkan. Variasi perbandingan konsentrasi bakteri yang digunakan adalah 1:1, 1:4 dan 4:1 untuk kultur dua bakteri (L. bulgaricus : S. thermophilus) dan 1:1:1, 1:4:1 dan 4:1:1 untuk kultur tiga bakteri (L. bulgaricus : S. thermophilus : L. acidophilus). Susu murni di pasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 menit dan inkubasi dilakukan selama 8 dan 10 jam pada suhu 42°C. Parameter yang diuji diantaranya adalah pH, kadar asam laktat, kadar protein dan kadar laktosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan L. acidophilus dengan perbandingan (L. bulgaricus : S. thermophilus : L. acidophilus = 1:4:1) memberikan hasil terbaik pada jam ke 10 dengan pH terendah sebesar 4,56, kadar asam laktat sebesar 1,12% (b/v), kadar protein 0,30% (b/v) dan kadar laktosa 1,09% (b/v). Kata Kunci: yogurt, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus ABSTRACT In yogurt manufacture process, lactose is converted to lactic acid through fermentation by lactic acid bacteria (LAB). Yogurt is usually made by adding bacterial culture that contains two bacteria, which are Lactobacillus bulgaricus (L. bulgaricus) and Streptococcus thermophilis (S. thermophilus). In the present study, we add one more bacteria, which is Lactobacilus acidophilus (L. acidophilus) to compare the quality of the yogurts. The ratio of bacteria used in the present study was 1:1, 1:4 and 4:1 for two bacterial culture (L. bulgaricus : S. thermophilus), and 1:1:1, 1:4:1, 4:1:1 for three bacterial culture (. bulgaricus : S. thermophilus : L. acidophilus). Cow milk was pasteurized at 85°C for 15 minutes and incubated for 8 and 10 hours at 42°C. The determined parameters were pH, lactic acid content, protein content and lactose content. The results of the present study showed that addition of L. acidophilus at 1:4:1 ratio (L. bulgaricus : S. thermophilus : L. acidophilus) gave the best result at 10 h incubation with pH value of 4.56, lactic acid content of 1.12% (w/v), protein content of 0.30% (w/v) and lactose content of 1.09% (w/v). Keywords: yogurt, riboflavin, high performance liquid chromatography, antibacterial compounds I. PENDAHULUAN Pada proses fermentasi yogurt dapat digunakan kultur tunggal atau campuran dari bakteri asam laktat (BAL). Rajagopal & Sandine (1988) mempelajari simbiosis dua kultur bakteri asam laktat yang sering digunakan pada proses fermentasi yogurt, yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Mereka menemukan bahwa L. bulgaricus menghasilkan asam-asam amino untuk pertumbuhan S. thermophillus, sedangkan S. thermophillus menghasilkan asam formiat yang digunakan untuk pertumbuhan L. bulgaricus. 95 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence ISBN 978-602-73435-1-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bakteri probiotik dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan setelah dikonsumsi. Sayangnya, meskipun L. bulgaricus dan S. thermophilus termasuk bakteri probiotik, namun kedua bakteri ini tidak dapat lolos dari berbagai kondisi dalam saluran pencernaan sehingga tidak dapat mencapai usus dalam keadaan masih hidup (Ray, 2001). Menurut Goldin et al. (1992) L. bulgaricus tidak dapat bertahan dalam usus namun dapat bertahan sekitar tiga jam setelah masuk ke dalam usus bersama yogurt yang diminum. Sedangkan S. thermophilus sama sekali tidak tahan hidup dalam usus manusia. Oleh karena itu, untuk menambah efek fungsional bagi kesehatan, produk-produk yogurt biasanya ditambahkan dengan L. acidophilus dan Bifidobacterium bifidum atau salah satu dari kedua bakteri tersebut. Kedua bakteri ini merupakan bakteri probiotik yang memiliki sifat lebih baik (Tannock, 1997; Gomes & Malcata, 1999). Kualitas yogurt yang baik umumnya dilihat dari kadar laktosa yang rendah karena telah diubah menjadi asam laktat, sehingga nilai pH yogurt menjadi rendah pula. Untuk mendapatkan kualitas yogurt yang baik, sangat tergantung pada kultur starter yang digunakan untuk membuat yogurt. Pada penelitian kali ini, dilakukan penambahan bakteri L. acidophilus pada kultur starter dua bakteri untuk menentukan pengaruhnya terhadap kualitas yogurt yang dihasilkan. II. METODE PENELITIAN Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator, spektrofotometer Jenway 6350, sentrifugasi, laminar flow cabinet (Forma Scientific), mikroskop (Nikon), pH meter (Mettler Toledo MP220), termometer, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan antara lain adalah susu skim, susu murni, air suling, natrium hidroksida, asam sulfat, fenolftalein, glukosa, laktosa, bovine serum albumin (BSA), tembaga sulfat pentahidrat, nutrient broth, pereaksi Folin-Ciocalteu, pereaksi fosfomolibdat, kultur bakteri L. bulgaricus, S. thermophilus dan L. acidophilus. Pembuatan kultur starter tunggal Ke dalam 5 mL susu skim yang telah dipasteurisasi dalam tiga botol vial steril dimasukkan masingmasing satu ose L. bulgaricus pada botol vial pertama, S. thermophilis pada botol vial kedua dan L. acidophilus pada botol vial ketiga. Ketiga botol ini kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Susu hasil fermentasi tersebut kemudian dipindahkan ke dalam 50 mL susu murni yang telah dipasterisasi pada suhu 85°C selama 15 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Susu hasil fermentasi merupakan kultur yang siap digunakan. Jika tidak langsung digunakan dapat disimpan pada suhu 4°C. Fermentasi susu Susu murni yang akan difermentasi dipasteurisasi terlebih dahulu pada suhu 85°C selama 15 menit, kemudian sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam enam labu Erlenmeyer 250 mL steril. Setelah itu ke dalam labu Erlemeyer yang berbeda dimasukkan kultur starter dengan perbandingan volume kultur tunggal 1:1, 1:4 dan 4:1 untuk kultur dua bakteri (L. bulgaricus: S. thermophilus) dan 1:1:1, 1:4:1 dan 1:1:4 untuk kultur tiga bakteri (L. bulgaricus: S. thermophilus: L. acidophilus). Campuran kemudian diinkubasi pada suhu 40°C. Sampel diambil pada waktu inkubasi 8 dan 10 jam. Hasil fermentasi ini kemudian dianalisis untuk nilai pH, kadar asam total, kadar protein dan kadar laktosa. Pengukuran pH Sampel produk yogurt yang dihasilkan diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter. Penentuan Kadar Asam Sebanyak 10 mL yogurt dimasukkan ke dalam labu Erlenemeyer dan ditambahkan 2-3 tetes larutan fenolftalein 1% sebagai indicator. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N. Larutan yogurt kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi kemerahan. 96 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence ISBN 978-602-73435-1-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 Penentuan kadar protein Sebanyak 0,1 mL larutan standar BSA (0,00; 0,05; 0,10; 0,20; 0,30; 0,40 dan 0,50 mg/mL) atau sampel yang akan ditentukan kadar proteinnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan sebanya 5 mL pereaksi Lowry C (50 mL 2% natrium karbonat dalam 0,1 N natrium hidroksida : 1 mL 0,5% tembaga sulfat pentahidrat dalam 1% natrium tartrat) dan didiamkan selama 10 menit. Sebanyak 0,5 mL larutan FolinCiocalteu kemudian ditambahkan, dikocok dan didiamkan selama 30 menit. Serapan diukur pada panjang gelombang 750 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan kadar laktosa Sebanyak1 mL sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan dengan 2 mL larutan natrium tungstat dan 2 mL asam sulfat 0,3 M sambil dikocok perlahan. Kemudian ditambahkan air suling sampai tanda batas dan dibiarkan selama 5 menit lalu disentrifugasi. Supernatant yang diperoleh diambil sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 1 mL air suling. Selanjutnya ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan pereaksi tembaga alkalis dan dipanaskan pada penangas air selama 8 menit lalu didinginkan dan ditambah dengan 4 mL larutan fosfomolibdat sambil dikocok. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan larutan fosfomolibdat encer (1:4). Serapan kemudian diukur pada panjang gelombang 630 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Larutan standar laktosa dibuat dengan menimbang 1 g laktosa lalu dilarutkan dalam labu ukur 100 mL dengan larutan asam benzoat 0,2% b/v. Sebanyak 3 mL larutan kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan menggunakan larutan asam benzoat 0,2%. Larutan standar tersebut kemudian diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air suling. Langkah kerja berikutnya sama dengan langkah kerja yang dijelaskan sebelumnya. Untuk blanko digunakan air suling sebnayak 2 mL dan ditambahkan dengan reagen yang sama. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kualitas susu skim dan susu murni Kultur starter dibuat dengan menggunakan susu skim sebagai media pertumbuhan BAL, sedangkan pada pembuatan yogurt digunakan susu murni. Untuk mengetahui kualitas bahan baku pada proses pembuatan yogurt, maka dilakukan analisis kualitas susu skim dan susu murni yang mencakup nilai pH, kadar protein dan kadar laktosa. Hasil analisis susu skim dan susu murni disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai pH, kadar protein, dan kadar laktosa susu skim 10% (b/v) dan susu murni Kadar Protein Kadar Laktosa Jenis susu pH (%b/v) (%b/v) Skim 8,32 0,76 7,21 Murni 8,22 0,79 7,94 Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa susu skim memiliki kadar protein dan kadar laktosa yang lebih rendah dan memiliki nilai pH yang lebih tinggi dari pada susu murni. Kadar protein dan kadar laktosa menunjukkan kandungan padatan yang terdapat dalam susu. Dalam hal ini, kedua jenis susu termasuk jenus susu dengan kandungan padatan yang rendah. Hal ini memengaruhi tekstur yang dihasilkan karena terjadinya pemisahan padatan akibat adanya asam laktat. Analisis pH Menurut Tamime & Robinson (1999) dan Askar & Sugiarto (2005) produk yogurt yang baik memiliki pH diantara 3,8-4,6. Pada penelitian ini nilai pH diukur pada dua waktu inkubasi yang berbeda, yaitu pada 8 dan 10 jam. Hasil pengukuran pH disajikan pada Tabel 2. 97 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence ISBN 978-602-73435-1-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 Tabel 2 Nilai pH yogurt dengan variasi perbandingan antara kultur starter campuran dua bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus:L. acidophilus) pada dua waktu inkubasi 8 dan 10 jam. Perbandingan kultur starter (Lb:St) atau (Lb:St:La) 1:1 8 jam 4,89 pH 10 jam 4,71 1:4 5,01 4,86 4:1 4,88 4,73 1:1:1 5,17 4,66 1:4:1 5,33 4,56 4:1:1 4,73 4,72 Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada waktu inkubasi 8 jam, nilai pH yogurt yang menggunakan kultur L. bulgaricus lebih banyak (4:1 = Lb:St dan 4:1:1 = Lb:St:La) memiliki nilai pH yang relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sampai waktu inkubasi 8 jam, L. bulgaricus lebih aktif menghasilkan asam laktat. Sedangkan pada waktu inkubasi 10 jam pH yogurt yang difermentasi dengan menggunakan tiga kultur bakteri memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan yogurt dengan kultur dua bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa L. acidophilus menjadi lebih aktif setelah 8 jam inkubasi, pH terendah diperoleh pada yogurt dengan kultur tiga bakteri dengan perbandingan kultur starter 1:4:1 (Lb:St:La). Kadar Asam Laktat Kadar asam laktat ditentukan dengan metode titrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein. Hasil penentuan kadar asam laktat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kadar asam laktat yogurt dengan variasi perbandingan kultur starter campuran dua bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus:L. acidophilus) pada dua waktu inkubasi 8 dan 10 jam. Perbandingan kultur starter (Lb:St) atau (Lb:St:La) 1:1 Kadar Asam Laktat (%b/v) 8 jam 10 jam 0,84 0,98 1:4 0,77 0,96 4:1 0,85 1,06 1:1:1 0,71 1,11 1:4:1 0,68 1,12 4:1:1 0,95 1,07 Data pada Tabel 3 menunjukkan hasil sesuai dengan analisis nilai pH. Pada perbandingan 4:1:1 (Lb:St:La) pada waktu inkubasi 8 jam menunjukkan pH terendah dan kadar asam laktat tertinggi. Sedangkan pada waktu inkubasi 10 jam, nilai pH terendah ditunjukkan pada perbandingan 1:4:1 (Lb:St:La), sesuai dengan kadar asam laktat tertinggi yaitu sebesar 1,12% (b/v). Secara umum, data nilai pH sesuai dengan kadar asam lakat, semakin rendah pH maka kadar asam laktat semakin tinggi. Pada waktu inkubasi 10 jam, tampak jelas bahwa L. acidophilus memiliki peranan penting dalam meningkatkan kadar asam laktat. Hal ini ditunjukkan dengan kadar asam laktat yang lebih tinggi pada yogurt dengan kultur starter tiga bakteri. Kadar Protein Kadar protein sampel ditentukan dengan menggunakan metode Lowry et al. (1951), dan hasil analisis kadar protein ditampilkan pada Tabel 4. Dari data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa pada waktu inkubasi 8 jam, yogurt yang dibuat dengan dua kultur starter memilki kadar protein yang relatif lebih rendah 98 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence ISBN 978-602-73435-1-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 dibandingkan produk yogurt yang dibuat dengan tiga kultur starter. Jika dibandingkan secara keseluruhan, tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti antara satu sampel dengan yang lainnya. Hasil pengukuran kadar protein menunjukkan penambahan L. acidophilus tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap kadar protein yogurt yang dihasilkan. Tabel 4 Kadar protein yogurt dengan variasi perbandingan kultur starter campuran dua bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus:L. acidophilus) pada dua waktu inkubasi 8 dan 10 jam. Perbandingan kultur starter (Lb:St) atau (Lb:St:La) 1:1 Kadar protein (%b/v) 8 jam 10 jam 0,24 0,29 1:4 0,28 0,30 4:1 0,26 0,32 1:1:1 0,27 0,25 1:4:1 0,29 0,30 4:1:1 0,30 0,25 Kadar Laktosa Kadar laktosa ditentukan dengan mengukur kadar gula pereduksi dalam sampel menggunakan metode Somogyi-Nelson (Somogyi 1951; Nelson 1944). Hasil pengukuran kadar laktosa disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kadar laktosa yogurt dengan variasi perbandingan kultur starter campuran dua bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus:S. thermophilus:L. acidophilus) pada dua waktu inkubasi 8 dan 10 jam. Perbandingan kultur starter (Lb:St) atau (Lb:St:La) 1:1 Kadar laktosa (%b/v) 8 jam 10 jam 2,10 1,55 1:4 3,09 1,92 4:1 3,83 3,19 1:1:1 2,26 1,30 1:4:1 2,72 1,09 4:1:1 2,87 1,39 Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan L. acidophilus mempengaruhi kadar laktosa pada produk yogurt. Produk yogurt yang menggunakan L. acidophilus memiliki nilai kadar laktosa yang relatif lebih rendah, yang menunjukkan bahwa L. acidophilus pada kultur bakteri yang digunakan meningkatkan kemampuan kultur untuk mengonversi laktosa menjadi asam laktat. Hasil ini sesuai dengan hasil pengukuran kadar asam laktat, dimana yoghut yang ditambahkan dengan L. acidophilus memiliki kadar asam laktat yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yogurt tanpa penambahan L. acidophilus. IV. KESIMPULAN Pada waktu inkubasi 10 jam, penambahan L. acidophilus memberikan pengaruh yang teramati dalam hal pH, kadar asam laktat, kadar protein dan kadar laktosa. Hasil terbaik ditunjukkan dengan menggunakan kultur starter dengan perbandingan 1:4:1 (L. bulgaricus : S. thermophilus : L. acidophilus) dengan nilai pH, kadar asam laktat, kadar protein dan kadar laktosa masing-masing sebesar 4,56; 1,12% (b/v); 0,30% (b/v) dan 1,09% (b/v). 99 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence ISBN 978-602-73435-1-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016 V. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada U. Juharia dan Maman Tardi sebagai teknisi Laboratorium Biokimia FMIPA Unpad yang telah membantu terlaksananya penelitan ini. VI. DAFTAR PUSTAKA Askar, S. & Sugiarto. 2005. Uji kimiawi dan organoleptik sebagai uji mutu yogurt. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 13-14 September 2005. 108-113. Goldin, B.R., Gorbach, S.L., Saxelin, M., Barakat, S., Gualtieri, L. & Salminen, S. 1992. Survival of Lactobacillus species (strain GG) in human gastrointestinal tract. Digestive Diseases and Sciences. 37(1): 121-128. Gomes, A.M.P. & Malcata, F.X. 1999. Bifidobacterium spp. and Lactobacillus acidophilus: biological, technological and therapeutical properties relevant for use as probiotics. Trends in Food Science and Technology. 10: 139-157. Lowry, O.H., Rosebrough, N.J., Farr, A.L. & Randall, R.J. 1951. Protein Measurement with the Folin phenol reagent. Journal of Biological Chemistry. 193: 25-275. Nelson, N. 1944. A photometric adaptation of the Somogyi method for the determination of glucose. Journal of Biological Chemistry. 153: 375-380. Rajagopal, S.N. & Sandine, W.E. 1988. Associative growth and proteolysis of Streptococcus thermophillus and Lactobacillus bulgaricus in skim milk. Journal of Dairy Science. 73: 894 – 899. Ray, B.R. 2001. Fundamental food microbiology. 2nd ed. CRC Press, London. Somogyi, M. 1952. Notes on sugar determination. Journal of Biological Chemistry. 195: 19–23 Tamine, A.Y. & Robinson, R.K. 1999. Yogurt: Science and Technology. 2nd ed. CRC Press: New York. Tannock, G.W. 1997. Probiotic properties of lactic acid bacteria: plenty of scope for fundamental R&D. Trends in Biotechnology. 15: 270-274. 100 v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence