1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berkembang pola konsumsi tinggi lemak dan tinggi fruktosa di kalangan masyarakat (Basciano, et al., 2005). Fruktosa merupakan monosakarida alami yang saat ini telah menjadi salah satu unsur utama dalam diet modern (Zhang, et al., 2013). Selama beberapa dekade ini konsumsi fruktosa meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan high-fructose-corn-syrup (HFCS) sebagai pemanis yang mengandung 5590% fruktosa (Basciano, et al., 2005; Tappy, et al., 2010). HCSF umum ditemukan pada soft drink, minuman kemasan, serta makanan kemasan seperti sereal sarapan dan makanan siap panggang (Basciano, et al., 2005). Seiring dengan peningkatan konsumsi fruktosa juga terjadi peningkatan konsumsi lemak. Diet tinggi lemak dan tinggi fruktosa menjadi faktor penting penyebab gangguan metabolik (Basciano, et al., 2005). Studi menyatakan bahwa diet tinggi lemak dan fruktosa menyebabkan terjadinya obesitas, dislipidemia, dan resistensi insulin (Axelsen, et al., 2010). Dislipidemia dapat berperan dalam terjadinya komplikasi kardiovaskuler (Kurniawan et al., 2013). Pada gangguan metabolisme ini terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL (Lerman, et al. 2010). Adanya diet tinggi fruktosa menyebabkan partikel LDL menjadi kecil dan padat. (Liu, 2002). Tingginya kadar LDL dalam darah menjadi salah satu faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler (Sorace, et al., 2006). Pengaturan pola makan merupakan salah satu upaya nonfarmakologi yang dapat mengontrol kadar LDL. Konsumsi pangan yang mempunyai kemampuan menurunkan kadar kolesterol penting kaitannya dengan penurunan kadar LDL. Jumlah LDL menurun dengan konsumsi antioksidan, pengurangan asupan lemak jenuh dan mengganti dengan lemak tak jenuh ganda (Zock dan Katan, 1998). Karotenoid merupakan salah satu pigmen warna alami yang terkenal mengandung antioksidan. Karotenoid banyak terdapat pada sayur dan buah yang mempunyai rentang warna kuning hingga orange (Rao dan Rao, 2007). Salah satu buah yang memiliki karotenoid tinggi yaitu labu kuning (Cucurbita moschata) (De Carvalho, et al., 2012). Labu kuning merupakan salah satu tanaman menjalar anggota familia Cucurbitaceae. Sejauh ini telah banyak dilaporkan bahwa pada berbagai spesies labu kuning memiliki kandungan yang memberikan manfaat farmakologis seperti antioksidan, menurunkan kadar lipid, hepatoprotektif, anti karsinogenik, anti mikrobial, dan anti diabetik (Sedigheh et al., 2011). Karotenoid yang terdapat pada labu kuning khususnya yaitu αkaroten, β-karoten, β-criptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin (De Carvalho, et al., 2012). β-karoten yang terdapat pada labu kuning akan diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh (Usha, 2010). Peningkatan LDL dapat diturunkan dengan suplementasi β-karoten (Barona et al., 2012). Studi yang dilakukan oleh Seo, et al (2004) menyatakan bahwa suplementasi β-karoten mampu menurunkan kadar LDL pada tikus diabetes. Kandungan karotenoid pada labu kuning mempunyai aktivitas hipokolesterolemik yang bekerja menghambat sintesis kolesterol, sehingga 2 kadar kolesterol akan mengalami penurunan. Hal ini akan berdampak pada penurunan kadar LDL darah (Agarwal, 2012; Iswari, 2009). Penelitian tentang pemanfaatan labu kuning kaitannya dengan kadar LDL pada diet tinggi lemak dan fruktosa belum banyak dilakukan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian labu kuning yang dibuat tepung terhadap kadar LDL pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa. B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh pemberian tepung labu kuning terhadap kadar LDL tikus Sprague Dawley yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa? C. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh pemberian tepung labu kuning terhadap kadar LDL tikus Sprague Dawley yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan terhadap manfaat labu kuning kaitannya dengan diet tinggi lemak dan fruktosa. 2. Bagi institusi penelitian Menambah kajian ilmu dan sebagai referensi penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan labu kuning bagi kesehatan. 3 3. Bagi masyarakat Menambah pengetahuan tentang labu kuning sebagai pangan lokal yang bermanfaat bagi kesehatan. 4 E. Keaslian penelitian No 1. 2. 3. Penulis, tahun, judul Zhao, et al., 2014. Hypolipidemic effect of the polysaccahrides extracted from pumpkin by cellulase-assisted method on mice. Sedigheh, et al. 2011. Hypoglycaemic and hypolipidemic effects of pumpkin (Cucurbita pepo L.) on alloxan-induced diabetic rats Seo JS, et al., 2004. The effect of dietary supplementation of βcarotene on lipid metabolism in streptozotocin-induced diabetic rats Hasil Pemberian polisakarida labu kuning (PP) mampu menurunkan kadar LDL, trigliserida, total kolesterol, serta meningkatkan kadar HDL (p<0,05). Pemberian tepung labu pada tikus yang diinduksi alloxan mampu menurunkan kadar glukosa, trigliserid, total kolesterol, LDL, dan CRP, serta meningkatkan kadar insulin dan HDL secara signifikan (p<0,05) Suplementasi β-karoten pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin mampu menurunkan kadar trigliserid (p<0,05), total kolesterol, dan indeks aterogenik. Namun suplementasi ini tidak mempengaruhi kadar HDL pada tiap kelompok. Persamaan Variabel bebas yaitu penggunaan labu kuning dan subjek tikus Sprague Dawley jantan. Perbedaan - Penggunaan polisakarida labu. - Variabel terikat yaitu kadar LDL, trigliserida, total kolesterol, dan HDL. - Labu diolah menjadi tepung. - Salah satu variabel terikatnya yaitu LDL. - Subjek pada penelitian ini yaitu tikus Wistar. - Induksi dengan alloxan supaya tikus menjadi diabetes. - Dosis tepung yang diberikan yaitu 1 g/kg BB dan 2 g/kg BB. - Variabel terikat yang diteliti yaitu trigliserida, total kolesterol, indeks aterogenik, dan HDL. - Variabel bebas yang digunakan yaitu β-karoten murni. - Induksi tikus dengan menggunakan streptozotocin - Meneliti tentang peran komponen karotenoid - Menggunakan subjek tikus Sprague Dawley jantan 5