DARI REHABILITASI MENUJU REKONSILIASI (KASUS KELOMPOK RENTAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM) M Ali Zaidan Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta JL RS Fatmawati Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450 Telp 021 7656971 Ext 139/193 E-mail: [email protected] ABSTRAK Terjadinya kasus-kasus kelompok rentan yang berhadapan dengan hukum telah menarik perhatian publik. Kelompok tersebut secara hukum formal telah melakukan tindak pidana, akan tetapi tidak menimbulkan kerugian sosial yang meluas. Sebagai negara yang menganut prinsip negara hukum, adalah kewajiban negara untuk menuntut perbuatan tersebut. Akan tetapi ketika yang menjadi pelaku adalah kelompok rentan seyogyanya filsafah pemidanaan dilakukan reorientasi. Melalui konsep rekonsialisi diperkenalkan cara penyelesaian yang tidak berujung kepada penjatuhan pidana khususnya pidana penjara. Pelaku tetap harus bertanggung jawab, namun tanggung jawab tersebut dibatasi untuk mengembalikan kerugian yang telah ditimbulkan atau setidak-tidaknya mengakui secara jujur perbuatannya. Mengingat sifat perbuatan, hakim dapat menjatuhkan putusan berupa pemaafan, jika syarat umum yang ditentukan, hukuman terdahulu harus diperhitungkan dengan tindak pidana yang baru dilakukan. Kata-kata kunci : Kelompok rentan, Rekonsiliasi, Tindak Pidana. ABSTRACT The occurrence of cases of vulnerable groups in conflict with the law has attracted public attention. The group as a formal law has committed the crime, but did not cause widespread social disadvantage. As a country that adheres to the rule of law, is the state's obligation to prosecute such actions. But when the perpetrator is a vulnerable group, philosophy of punishment should be done reorientation. Through the concept of reconciliation was introduced way that does not lead to the completion of sentences, especially imprisonment. Perpetrators should still be responsible, but responsibility is limited to losses that have been incurred to restore or at least honestly acknowledge his actions. Given the nature of the acts, the judge can make a decision in the form of forgiveness, if the general conditions specified, previous penalties must be taken into account with the new offenses do. Key words: Crime, Reconciliation, Vulnerable Groups. Pendahuluan Hukum merupakan tujuannya sebagai sarana pengendalian sosial, pada norma hakikatnya sosial adalah sarana perubahan yang maupun untuk untuk interaksi memperlancar sosial. Fungsi-fungsi menciptakan ketertiban dan jangka primer panjang melindungi kepentingan manusia, untuk mewujudkan hukum masyrakat keadilan. Hukum dirancang untuk harta benda, memenuhi kebutuhan manusia baik kehormatan ditujukan nyawa yang untuk maupun merupakan 1 kepentingan hukum, dengan demikian tidak boleh dilanggar. apabila sanksi jenis hukum yang lain Pelanggaran atas kepentingan tidak efektif proporsional atau untuk tidak menjaga hukum tersebut diancam dengan kepentingan hukum yang dilindugi sanksi, salah satunya adalah sanksi tersebut. Namun pada fihak lain, pidana. penggunaan Sanksi pidana memiliki hukum sering kali karakteristik yang khas oleh karena menampakkan ciri yang otoriter, itu masyarakat orang tersebut mengibaratkan laksana menilai bahwa bermata penerapan hukum lebih tajam ke dua, artinya masing-masing dapat bawah akan tetapi tumpul ke atas. digunakan untuk mengiris kedua Beberapa arah, melukai kepentingan hukum menunjukkan fihak lain dan sekaligus melukai pernyataan tersebut, kepentingan pisau sanksi hukum contoh telah kebenaran sendiri. Ketajaman mata hukum telah Tegasnya di satu pihak, sanksi menimbulkan gejolak di masyarakat tersebut digunakan sebagai alat --- untuk cara beberapa tahun terakhir kita telah hukum mencatat, seorang perempuan tua menghukum dengan setidak-tidaknya dalam melanggar kepentingan orang padahal kepentingan di Jawa Tengah diajukan ke sidang sendiri hakikatnya pengadilan karena dituduh mencuri lain hukum itu dilindungi oleh hukum.1 Oleh ambivalen sanksinya tiga karena sifatnya maka penggunaannya harus hati-hati yang butir kakao perkebunan swasta dari milik nasional. sebuah perusahaan Seorang sesuai perempuan di Tangerang dituduh dengan prinsip ultimum remidium. dan diajukan ke sidang pengadilan Sanksi pidana hanya dipergunakan atas dugaan mencuri beberapa potong iga sapi dan piring milik 1 Asas hukum yang terkenal adalah asas atau prinsip ultimum remidium, sanksi pidana baru digunakan apabila jensis sanksi lain seperti sanksi keperdataan maupun administrasi dianggap tidak mencukupi, baru sanksi pidana dipergunakan. majikannya. Dua orang warga yang tengah kehausan ketika melintasi kebun semangka dan mengambil satu butir dan dimakan bersama, 2 berurusan dengan pengadilan dan AS dan membawanya kepada S masih banyak yang lain. sebagai tukang kayu. Dalam waktu Beberapa kasus dikemukakan, merupakan yang secara normatif pelanggaran hukum yang hampir bersamaan, Polsek Jatibanteng karena melakukan adanya razia laporan dari sebagaimana ditentukan Pasal 362 Perhutani tentang pencurian kayu KUHP, masyarakat jati. Kayu milik terdakwa kemudian menilai apa yang dialami oleh para disita dari S. Tindak lanjutnya pelaku Asyani akan tetapi terlalu berat sehingga dinyatakan sebagai memunculkan simpati publik yang tersangka dan ditahan sejak tahun meluas dan menjadi bahan kajian 15 secara persangkaan ilmiah di lingkungan pendidikan tinggi. Desember undang dengan melanggar Undang- Nomor tentang Pembahasan 2014 Tahun Pencegahan Pemberantasan Kasus yang menimpa Asyani 18 2013 dan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana 5 tahun. secara singkat dapat dikemukakan Selain sebagai terlibat juga dijadikan tersangka berikut mengambil kayu : terdakwa untuk dibuat datang karena yang fihak lain yang seperti R, AS dan S. sebagai tempat tidur bagi orang yang Asyani, Kasus Asyani merupakan salah satu contoh di antara banyak kasus bersangkutan sebagai tukang pijat. yang Kayu tersebut ditebang bersama bekerjanyanya hukum dalam suatu dengan suaminya (alm) lima tahun tatanan yang lalu di lahan milik sendiri. Masyarakat Selama begitu lima tahun kayu-kayu memperlihatkan sosial yang timpang. memperbandingkan, mudahnya orang-orang tersebut disimpan baru pada ahir lemah berhadapan dengan hukum tahun sementara lalu direncanakan untuk dimanfaatkan. Terdakwa kemudian menyuruh menantunya R menyewa mobil milik hampir tidak orang-orang kuat, tersentuh hukum. Ambillah contoh Komjen BG yang dinyatakan oleh KPK sebagai 3 tersangka akan tetapi sidang praperadilan melalui kontroversial hukum berhadapan rentan dengan yang kelompok (vulnerable telah group) maka hukum menunjukkan memenangkannya, sehingga keperkasaannya, pengadilan tindakan berhadapan dengan kelompok kuat, menyatakan namun penyidikan KPK terhadap tersangka hukum (pemohon) tidak sah, oleh karena Fenomena itu menimbulkan kesan itu penyidikan harus dihentikan. di masyarakat bahwa hukum ibarat Kasus tersebut terus bergulir dan pisau, hanya tajam ke bawah akan membawa harus tetapi tumpul ke atas. Bahkan dugaan ketika pisau yang tajam tadi dicoba menjadi pimpinan tersangka penyalahgunaan KPK atas wewenang. seperti tidak ketika berdaya. Tak diarahkan ke atas, pimpinan KPK kurang hakim praperadilan yang justru yang menjadi tersangka atas memutus tuduhan kasus kriminal ketika yang perkara tersebut menempuh jalur hukum dengan bersangkutan melaporkan pimpinan KPK. fihak-fihak menghujatnya ke yang kepolisian. Seorang hakim agung dinyatakan oleh Komisi Yudisial pernah belum menjabat A. Fungsi Hukum Pidana Tujuan hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bertemu dengan seorang tersangka, kemasyarakatan berbalik melaporkan lembaga itu menyelenggarakan atas tuduhan pencemaran nama masyarakat.2 baik dan seterusnya. “tata” dimaksudkan bahwa agar Gambaran sebagaimana harmonisasi atau tata Hakikat dalam dalam ungkapan masyarakat dikemukakan di atas ---meskipun tetap terjaga. Adanya pelanggaran masih hukum sumir --- sudah cukup seperti pencurian telah mengesankan bahwa hukum bekerja menimbulkan dalam tata pergaulan dalam masyarakat, sehingga struktur out yang put timpang ketidakseimbangan yang ditimbulkannya tidak selalu linear dengan yang diharapkan. Ketika 2 Soedarto, 1990. Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, hlm 11. 4 fihak yang kehilangan, akan resah terjadinya karena hak miliknya diganggu oleh masyarakat/negara. orang lain. kehadiran hukum ketertiban Fungsi hukum dalam pidana dimaksudkan untuk mengembalikan Soedarto keresahan sosial tersebut. yang umum dan khusus. Fungsi Fungsi khusus hukum pidana adalah untuk melindungi dibedakan atas oleh fungsi umum hukum pidana adalah sama dengan hukum pada umumnya yaitu kepentingan hukum dari perbuatan mengatur hukum yang hendak merusaknya.3 atau menyelenggarakan tata tertib Kepentingan dalam masyarakat. Sementara itu hukum kepentingan merupakan manusia yang hidup kemasyarakatan fungsi khusus hukum pidana adalah dilindungi oleh hukum dan tidak melindungi boleh dilanggar. terhadap perbuatan yang hendak hukum meliputi benda, tubuh, Kepentingan nyawa, harta kehormatan. kepentingan hukum memperkosanya dengan sanksi berupa pidana.4 Sejalan dengan Kepentingan hukum dibedakan atas pandangan Soedarto di atas, Eddy kepentingan OS hukum negara, Hieriej menyatakan bahwa kepentingan hukum masyarakat dan fungsi umum hukum pidana adalah kepentingan individu. Dalam negara untuk menjaga ketertiban umum, hukum antara sedangkan hukum pidana Pancasila, kepentingan-kepentingan fungsi adalah khusus hukum selain menjaga tersebut tidak terdapat pemisahan kepentingan hukum juga memberi yang keabsahan tegas, artinya apa yang dimaksud dengan kepentingan rangka individu, pasti menyangkut melindungi bagi negara menjalankan kepentingan hukum. Fungsi tataran merupakan menurut Eddy Hiariej adalah untuk kepentingan hukum negara yakni keabsahan kepada negara dalam Muhammad Taufiq, Keadilan Substansial Memangkas Rantai Birokrasi Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm 83. 3 hukum fungsi kepentigan masyarakat dan dalam tertinggi khusus dalam pidana 4 Eddy OS, Hiariej, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2014, hlm 29. 5 rangka menjalankan melindungi fungsi kepentingan hukum. oleh kepentingan melalui undang- undang. apabila terjadi pelanggaran hukum terhadap negara Teori pembalasan ini oleh Vos hukum dibedakan atas teori pembalasan negara, masyarakat atau individu, subjektif yakni pembalasan atas maka dalam batas-batas yang telah kesalahan pelaku atas perbuatan ditentukan undang-undang, tercela yang telah dilakukannya negara dapat menjalankan alat-alat dan teori pembalasan objektif yakni kekuasaannya untuk memberikan pembalasan atas perbuatan, yakni perlindungan terhadap kepentingan perbuatan yang telah hukum yang dilanggar. oleh pelaku. Teori pembalasan ini oleh telah B. Pergeseran Paradigma Pemidanaan Guna zaman dikembangkan kuno, dilakukan semenjak Seneca yang menunjuk kepada pendapat Plato mencapai tujuan menyatakan bahwa nemo prudens tersebut, maka diperlukan sandaran punit, penjatuhan pidana yang dikenal peccetur yang artinya seorang bijak dengan teori-teori pidana. Dalam tidak menghukum karena dilakukan rangka mencapai tujuannya, maka dosa, melainkan agar tidak terjadi dikenal tiga macam teori pidana dosa). Upaya mencegah kejahatan yakni dengan membuat takut sehingga teori absolut yang quia peccatum,sed menyatakan bahwa tujuan pidana hukum adalah memberikan mengembangkan sanksi pidana yang pembalasan terhadap pelakunya. begitu kejam dan pelaksanaannya Negara memiliki legitimasi untuk di muka umum dengan memberi menjatuhkan kepada peringatan kepada masyarakat luas. adalah disebabkan Teori klasi ini lazim juga disebut perbuatan tersebut untuk pelanggarnya karena menyerang hukuman atau dengan pidana ne teori kuno pembalasan memperkosa (Vergelding, Bld atau Vergeltung, kepentingan hukum yang dilindungi Jerm) yang lazim juga disebut dengan teori retributif. Pidana 6 dijatuhkan sebagai pembalasan ketertiban masyarakat dan tujuan terhadap perbuatan pidana yang pidana adalah dilakukan kejahatan. Pencegahan oleh seseorang (lex talionis). mencegah terhadap kejahatan pada umumnya dibagi Teori pembalasan yang menjadi pencegahan umum dan merupakan ciri dari aliran klasik pencegahan ditandai oleh 3 pilar utama yakni : khusus 1. Asas legalitas yang khusus. yakni pernah agar pencegahan orang melakukan yang kejahatan menyatakan bahwa tanpa menglangi lagi undang-undang, tiada Sedangkan pencegahan tindak tanpa adalah untuk mencegah terjadinya pidana perbuatannya. undang-undang dan tiada kejahatan penuntutan tanpa undang- lain/masyarakat tidak melakukan undang; kejahatan. teori pencegahan umum 2. Asas kesalahan, bahwa artinya umum agar orang ini oleh Anselm von Feuerbach orang hanya dapat dipidana dikenal untuk tindak pidana yang psikologis (psychologishe zwang). dilakukan Dengan dengansengaja atau karena kealpaan; 3. Asas dengan adanya paksaan pidana yang dijatuhkan terhadap seseorang yang pengimbalan melakukan kejahatan (Pembalasan) yang sekuler, memberikan pidana secara konkrit tidak orang dikenakan dengan maksud kejahatan. untuk mencapai suatu hasil Teori yang teori bermanfaat, rasa lain untuk ketiga gabungan takut yang akan kepada melakukan yakni teori merupakan melainkan setimpal dengan perpaduan antara kedua teori di berat ringannya perbuatan atas. yang dilakukan, diilhami Teori kedua oleh ini salah pandangan satunya Hugo teori Grotius, yang menyatakan bahwa relatif. Di mana yang menjadi dasar penderitaan adalah sesuatu yang pemidanaan sewajarnya ditanggung oleh pelaku, adalah yakni Teori penegakan 7 namun dalam batasan apa yang kembali ke masyarakat ia dapat layak ditanggung pelaku tersebut, diterima oleh komunitasnya dan kemanfaatan akan tidak lagi mengulangi perbuatan menetapkan berat ringannya derita jahat. Tujuan pidana adalah juga yang layak dijatuhkan. Pernyataan sebagai sarana pengendalian sosial ini sejalan dengan adagium siapa artinya pelaku kejahatan diisolasi yang berbuat kejahatan, maka akan agar terkena derita. Akan tetapi tidak dilakukannya hanya penderitaan semata sebagai masyarakat. suatu sosial pembalasan tetapi juga ketertiban masyarakat. tindakan tidak yang merugikan Salah satu pandangan yang menonjol Teori keempat adalah teori berbahaya Ancel dikemukakan oleh Marc yang menyatakan bahwa Kontemporer. Menurut Eddy Hiariej tujuan pidana adalah melindungi sama dengan teori sebelumnya, tatanan maka teori keempat ini merupakan tekanan perpaduan pemasyarakatan antara sebelumnya modifikasi. ketiga dengan Menurut teori beberapa pada penegakan dengan sosialisasi kembali hukum atau dengan yang tidak R menitikberatkan hanya pada yuridis Lafave, salah satu tujuan pidana formal tetapi juga bernuansa sosial. adalah sebagai deterrent effect Di atau individualisasi efek jera Wayne masyarakat agar pelaku sini ditekankan pentingnya pidana dalam kejahatan tidak lagi mengulangi penjatuhannya dengan fokus pada perbuatannya. juga tanggung jawab manusia sebagai pidana bertujuan sebagai edukasi individu yang juga adalah mahluk kepada masyarakat mengenai mana sosial. Demikian perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Dalam teori keempat ini, muncul gagasan tentang keadilan Di samping itu tujuan pidana restoratif atau restorative justice adalah rehabilitasi artinya pelaku yang kejahatan harus diperbaiki ke arah bentuk penyelesaian perkara yang menurut hukum dengan lebih baik, agar ketika menurut Lafave pidana sebagai 8 melibatkan korban pelaku dan kejahatan, atau sebagai pelaku atau fihak lain yang terkait perkara untuk mencari penyelesaian yang melibatkan adil dengan menekankan kepada keluarga pelaku/korban, dan pihak pemulihan kembali pada keadaan lain yang terkait untuk bersama- semula pembalasan. sama mencari penyelesaian yang Konsep ini digagas pada tahun 1977 adil dengan menekankan pemulihan yang pada prinsipnya adalah prinsip kiembali pada keadaan semula dan restitusi dengan cara melibatkan bukan korban dan pelaku dalam proses Justice (RJ) oleh Burt Galaway dan yang Joe Hudson sebagai berikut : dan keluarganya Keadilan restoratif dipahami bukan bertujuan untuk mengamankan reparasi bagi korban dan rehabilitasi terhadap pelaku. Keadilan restoratif dapat dipandang dari dua sudut yakni keadilan restoratif sebagai konsep proses yang mempertemukan para pihak yang terlibat dalam sebuah kejahatan untuk penderitaan yang mengutarakan telah mereka alami dalam sebuah kejahatan dan menentukan dilakukan apa yang untuk harus memulihkan keadaan. Kedua, keadilan restoratif sebagai konsep mengandung nilai yang nilai-nilai yang berbeda dari keadilan biasa karena menitikberatkan pada dan bukan penghukuman. pemulihan bentuk tindak penyelesaian pidana pelaku, pembalasan. dengan korban, (Restorative Definisi keadilan restoratif termasuk elemen dasar berikut: pertama, kejahatan terutama dipandang sebagai konflik antara individu yang menghasilkan (luka-luka) korban, masyarakat dan pelaku sendiri; Kedua, tujuan dari proses peradilan pidana harus menciptakan kedamaian masyarakat dengan mendamaikan para pihak dan memperbaiki luka yang disebabkan oleh sengketa; ketiga, proses peradilan pidana harus memfasilitasi partisipasi aktif oleh korban, pelaku, dan masyarakat guna menemukan solusi atas konflik tersebut.5 Restorative Justice oleh Howard Zehr dan Ali Gohar juga 5 Eva Achyani Zulfa, Konsep Dasar Restorative Justice, makalah pada Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi : “Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangannya Dewasa Ini”Universitas Gajahmada, Yogyakarta, 23 – 27 Februari 2014, hlm 1. 9 mendefinisikan sebagai berikut : Restorative Justice is a process to involve , to the extent possible, those who have a stake in a specific offense to collectively identify and address harms, needs and obligations in order to heal and put things as right as possible6. Dalam buku Handbook on Restorative Justice Programmes, dikatakan bahwa sasaran RJ adalah sebagai berikut : a. mendukung korban, memberikan mereka hak untuk mengemukakan pendapat, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam proses penyelesaian dan menawarkan bantuan untuk mereka. b. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan kejahatan yang sampai kepada upaya konsensus tentang cara terbaik untuk merespon hal itu c. mencela perilaku kriminal sebagai hal yang tidak dapat diterima dan meneguhkan kembali nilainilai kemasyarakatan d. membangkitkan tanggung jawab semua fihak yang perduli, khususnya pelaku. e. mengindentikasi restorasi yang berorientasi hasilnya ke depan f. mengurangi residivisme dengan mendorong perubahan perilaku individu dan memfasilitasi reintegrasi mereka ke tengah masyarakat g. mengindentifikasi faktorfaktor yang menyebabkan kejahatan dan memberikan informasi kepada aparat yang bertanggung jawab dalam strategi pengurangan kejahatan.7 Dalam konteks keindonesiaan, teori pemidanaan ini telah digagas oleh Mantan Menteri Kehakiman Indonesia, Sahardjo dengan Prinsip Pengayoman. Menurut Sahardjo,”kalau kita telah menerima Pancasila sebagai dasar negara, maka segala usaha di segala bidang yang bersifat nasional harus melaksanakan atau mencerminkan Pancasila. Dengan demikian, hukum, politik, sosial dan kebudayaan, ekonomi haruslah sesuai satu sama lainnya karena semuanya Semuanya adalah adalah Pancasila. satu dengan 6 Howard Zehr dan Ali Gohar, The Little Book of Restorative Justice, Published by Good Books, Intercourse, Pennsylvania, USA. 2003 hlm 40. United Nations Office on Drugs and Crime, 2006,hlm 10. 7 10 masyarakat dan semuanya harus berkepribadian nasional”. Menurut 8 Sahardjo, masyarakat Indonesia yang berguna. sebagai Gagasan Pemasyarakatan yang alat pengayoman maka hukum itu diajukan melindungi masyarakat dan individu dikembangkan lebih lanjut oleh terhadap Bambang Poernomo dalam sebuah yang perbuatan-perbuatan mengganggu tata oleh Sahardjo tertib penelitian Disertasi dengan judul masyarakat, yang dilakukan oleh Pelaksanaan Pidana Penjara dengan individu-individu lain, pemerintah Sistem sendiri (penyalahgunaan wewenang Universitas Gajahmada Yogyakarta yang dilakukan oleh para petugas tahun negara). Di bawah pohon beringin Poernomo, pengayoman, maka tujuan hukum tidak pidana ialah mengayomi aspek pembalasan, oleh karena itu masyarakat terhadap perbuatan- perlu Pemasyarakatan 1985. Menurut suatu mungkin di Bambang pemenjaraan dilepaskan dilakukan usaha dari untuk perbuatan yang mengganggu tertib memperbaiki masyarakat dengan berorientasi pada sistem dengan tindakan-tindakan pengganggu mengancam terhadap dengan si maksud pelanggar hukum pemasyarakatan. Dalam hal pidana penjara yang merampas mencegah penggangguan. Konsepsi kemerdekaan manusia patut sekali pengayoman mendapat perhatian. Di satu pihak menimbulkan terpidana di samping rasa karena derita dihilangkannya kemerdekaan membimbing bertobat, menjadi pada bergerak, terpidana mendidik seorang agar supaya ia anggota terdapat prosentasi yang tinggi dari putusan hakim menjatuhkan Sahardjo, dalam Konsepsi SAHARDJO tentang Fungsi Hukum Indonesia dalam alam Pancasila.Manipo/Usdek dan Gagasan Pemasyarakatan, hlm 1. pidana yang penjara kepada terdakwa, di lain fihak dalam pelaksanaannya hal itu menyangkut martabat manusia yang menjadi 8 pengadilan narapidana kedudukannya negara atau serta sebagai warga penduduk negara 11 Republik Indonesia.9 pelaksanaan Ketika itu pidana penjara kepentingan. Kepentingan- kepentingan itu adalah kepentingan dijalankan sesuai dengan instruksi negara, atau surat-surat edaran dari pucuk dan kepentingan individu ditinjau pimpinan dari lembaga nasional kekuatannya hukumnya diragukan maupun internasional.10 Dengan dan demikian dapat dikatakan bahwa untuk dijalankan di daerah. Dalam konsepsi tentang sudut masyarakat kehidupan sukar yang kepentingan pelbagai kepentingan berkaitan dengan tersebut usaha untuk pemasyarakatan dinyatakan bahwa menciptakan ketertiban negara dan : “proses pembinaan narapidana ketertiban umum (public ordery) berdasarkan asas dan memandang narapidana mahluk Pancasila Tuhan, dan sebagai individu dan kepentingan (individual right) keseimbangan, individu dalam keserasian dan anggota masyarakat sekaligus, yang keselarasan. usaha orientasi hukum pidana tidak dapat pembinaanya diselenggarakan Muladi dinamis- dilepaskan dari ideologi nasional, progresif sesuai dengan kemajuan kondisi manusia, alam serta tradisi narapidana dan tanpa melepaskan bangsa maupun dari perkembangan hubungannya dengan masyarakat. internasional Bekaitan pemidanaan secara Menurut suatu dengan perlu pendekatan sebagaimana oleh masyarakat yang beradab. Teori ini dikembangkan disebut dengan Asas Perimbangan yang integratif dikemukakan oleh Kepentingan hukum pidana Indonesia saat ini (AHPN). berlangsung yang Berwawasan Pancasila sebagai pengejawantahan Asas memperhatikan diakui teori Muladi bahwa usaha pembaharuan terus yang Hukum Pidana Nasional dengan pelbagai 10 9 Poernomo, Bambang. 1985. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Penerbit Liberty Yogyakarta, hlm 15. Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hlm 143. 12 Teori keseimbangan kepentingaan yang Pancasila ini gagasan Romli meskipun dalam berwawasan sejalan dengan Atmasasmita, konteks 2. teori hukum umum (general theory of law) yang mencoba mengharmoniskan dua pandangan 3. besar dalam teori hukum Indonesia yang digagas Kusumaatmadja oleh Mochtar dengan teori Hukum sebagai sarana Perubahan Masyarakat/Teori Hukum Pembangunan (law as a tool of social engineering) dan Satjipto Rahardjo dengan progresifnya. mencoba teori Romli untuk 4. hukum Atmasasmita mensintesiskan kedua pandangan tersebut melalui konsep yang dinamakannya dengan Bureuchratic and Social Engineering (BSE). Konsepsi BSE tersebut hanya akan berjalan masyarakat hukum peranan efektif dan penyelenggara memahami hukum apabila fungsi yakni dan sebagai berikut : 1. Hukum sepatutnya dipandang bukan hanya sebagai perangkat norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat melainkan juga 5. harus dipandang sebagai sarana hukum yang membatasi wewenang dan perilaku aparat hukum dan pejabat publik. Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana pembaharuan masyarakat semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembaharuan birokrasi. Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya dilihat dari kacamata kepentingan pemegang kekuasaan (negara) melainkan juga harus dilihat dari kacamata kepentingan pemangku kepentingan(stakeholder) dan kepentingan korbankorban (victims). Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang rentan (vulnerable) dan dalam masa peralihan (transisional) baik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, tidak dapat dilaksanakan secara optimal hanya dengan menggunakan pendekatan preventif dan represif semata, melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif dan rehabilitatif. Agar fungsi dan peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal dalam pembangunan nasional, maka hukum tidak sematamata dipandang sebagai wujud dari komitment politik melainkan harus dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara berfikir (mindset) berperilaku (behavior) 13 aparatur birokrasi dan masyarakat bersamasama.11 6. Hukum progresif sebagaimana digagas oleh Satjipto Rahardjo 7. berangkat dari 9 gagasan pokok yakni : 1. Menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek dan berbagi faham dengan aliran seperti legal realism, freirechtslehre, sociological jurisprudence, interessenjurisprudence di Jerman, teori hukum alam dan critical legal studies. 2. Hukum menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui institusi-institusi kenegaraan. 3. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum. 4. Hukum menolak status quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan institusi yang bermoral. 5. Hukum adalah suatu insitusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil 8. 9. dan sejahtera dan membuat manusia bahagia. Hukum progresif adalah “hukum yang pro rakyat” dan “hukum yang pro keadilan”. Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa “hukum adalah untuk manusia” bukan sebaliknya. Hukum bukan suatu institusi yang absolut dan final melainkan sangat tergantung kepada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya, manusialah yang merupakan penentu. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the making).12 Hukum sesungguhnya tidak berhenti, itulah watak asli yang melekat padanya. Hukum adalah institusi yang dinamika. penuh Hukum dengan hanya bisa bertahan (survive) untuk mengatur, apabila hukum progresif. dinamis Menurut dan Satjipto Rahardjo, tipe dan sistem hukum berkembang dan demikian pula dengan peraturan-peraturan yang mengatur suatu substansi tertentu. 11 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta. 2012, hlm 83. Hukum ternyata berubah, 12 supaya memang tidak perlu sekedar Ibid. 14 menjadi monumen sejarah yang sebetulnya akhirnya gagal mengatur dengan mufakat adalah efektif. Hukum berhenti menjadi Alternatif Penyelesaian hukum pada saat tidak lagi mampu (APS). melayani dan memandu kehidupan sangat efektif dan merupakan suatu manusia. kesalahan jika sengketa itu dibuka dengan demikian, musyawarah APS embrio dari Sengketa tradisionil tengah untuk dianggap menurut Satjipto bahwa watak asli di masyarakat. hukum itu adalah progresif.13 banyak sengketa, orang lebih suka mengusahakan C. Dari Rehabilitasi menuju Rekonsiliasi Hartono Penyelesaian Ringan dengan Kasus dengan Alternatif Despute Judul Pencurian Despute Resolusion lama digunakan rangka Resolution.14 di (ADR) telah masyarakat Indonesia menyelesaikan dalam sengketa diantara mereka. Mereka lazimnya menempuh musyawarah untuk mufakat dalam berbagai sengketa. Mereka dialog (musyawarah) dan biasanya minta tidak atau suku, untuk bertindak sebagai mediator (perantara), rekonsiliator atau malahan arbiter. Metode Menggunakan Menurut Rudi Hartono, Alternatif tradisional suatu kepada fihak ketiga, kepala desa Penelitian yang dilakukan oleh Rudi Dalam menyadari bahwa Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm 58. 14 http//masroed.wordpress.com/.../penyel esaian-kasus-pencurian-ringan, diakses 16 Maret 2016 jam 21:55 tradisional biasanya dapat mencarikan suatu keputusan yang dianggap adil dan dapat diterima oleh semua fihak yang terlibat dalam sengketa. Pada perkembangannya alternaif penyelesaian tersebut tidak sengketa hanya menyelesaikan dipakai untuk masalah perdata, namun juga sering dipakai untuk menyelesaikan Aparat 13 APS perkara penegak menggunakan pidana. hukum diskresi dapat sebagai mediator dalam menyelesaikannya. Kelemahan dari penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan ini adalah tidak ada landasan 15 hukum formalnya, sehingga sebuah Kasus Pencurian 15 Sisa Panen kasus yang sudah selesai secara Randu. musyawarah randu sisa panen tersebut, terjadi aparat dengan penegak mediator hukum Dalam kasus pencurian maka perselisihan antara hukum modern apabila terjadi pergantian pejabat dengan hukum adat. Hukum positif penegak sebagai refleksi hukum modern, hukum, maka kasus tersebut bisa diproses kembali. Wacana penggunaan mediasi bagaimanapun lengkapnya saja terutama terbatas tetap terlihat dalam masalah pidana dikemukakan dalam “hard cases”. Kedua hukum oleh Barda Nawawi Arief yakni secara eksis bersama-sama dalam untuk pembaharuan hukum (legal konstelasi hukum Indonesia yang reform) ide sarat dengan pluralisme. Apa yang ide dilakukan oleh masyarakat tersebut antara perlindungan lain korban, harmonisasi, ide restoratif justice, merupakan ide mengatasi formalitas berlaku, khususnya kekakuan atau bagi mereka yang berlahan sempit sistem yang atau sama sekali tidak mempunyai menghindari efek tanah untuk melakukan apa yang dalam ide kelaziman negatif dari sistem peradilan pidana mereka sebut dengan dan sistem pemidanaan yang ada gresek/ngasak. Ada kesepakatan saat ini khususnya dalam mencari tidak tertulis dalam masyarakat alternatif lain dari pidana penjara Jawa terutama di pedesaan bahwa (alternative to mengambil sisa hasil panen bukan imprisonment/alternative to pencurian. custody). Di samping itu juga untuk Dalam kasus tersebut terjadi mengurangi penumpukan perkara pertentangan antara hukum positif dan dengan living law. Warner Zips penyederhanaan proses peradilan. Kedua, menyatakan penelitian bahwa antara dua yang dilakukan oleh Widodo Dwi Putro dengan Judul Perselisihan Hukum Modern dan Hukum Adat dalam Widodo Dwi Putro, Perselisihan Hukum Modern dan Hukum Adat dalam Kasus Pencurian Sisa Panen Randu, Jurnal Yudisial, Vol IV/No-02/Agustus 2011 hlm 113. 15 16 sistem hukum tersebut tidak boleh Begitu banyak dampak yang saling bertentangan, dan apabila dirasakan terjadi pertentangan maka harus di hukum ekslusi. Zips menyatakan bahwa berpikiran positivistis yaitu suatu “State agents and (quite few) masalah academic lawyers tend to deny the hukum atau sumber hukumnya lebih validity of “traditional” law (folk dahulu law ar customary law) by desputing Belum lagi prosedur yang juga its consideration of the rule of diatur dalam hukum positif. Suatu law.... position “traditional law” kasus at the bottom ledder”. diselesaikan cepat melalui cara di penelitian yang Ketiga, dilakukan bila dan semua penegak sarjana hukum selalu untuk yang dicari kepastian menyelesaikannya. seharusnya dapat oleh luar pengadilan akhirnya menjadi Muhammad Taufiq dengan Judul lama dengan hukum positif. Belum Keadilan Memangkas lagi tidak terjaminnya harmonisasi Rantai Birokrasi Hukum Taufik16 sosial melalui proses seperti ini juga menyoroti kasus-kasus yang padahal yang ingin dicapai dalam menimpa orang-orang kecil dan proses hukum ialah tercapainya bekerjanya hukum secara legalistik. harmonisasi sosial. Jika harmonisasi Menurut Taufiq, Sistem hukum di itu Indonesia saat ini secara umum penyelesaian secara kekeluargaan belum tidak Substansial sesuai dengan yang diharapkan. Sistem hukum yang mengedepankan kepastian hukum dalam bentuk aturan normatif sudah tercapai seharusnya proses melalui hukum merusak keadilan sesungguhnya. Tidak kurangnya dikemukakan penelitian perlu yang semata mempengaruhi pemikiran dilakukan oleh penulis dengan judul para Sarjana Hukum menjadi salah Prinsip satu penyebab belum berhasilnya Penetapan penegakan hukum. Perampasan Kemerdekaan,17 yang Muhammad Taufiq, Keadilan Substansial Memangkas Rantai Birokrasi Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014. M Ali Zaidan, Prinsip Integralistik dalam Penetapan Sanksi Pidana Perampasan Kemerdekaan, Disertasi 16 Integaralistik Sanksi dalam Pidana 17 17 juga berangkat dari keprihatinan sarana dan prasarana.18 Kapasitas yang rumah-rumah sama dengan penelitian penjara tidak Muhammad Taufiq di atas. Peneliti proporsional lagi untuk membina memfokuskan kepada kasus yang narapidana sesuai dengan tujuan dialami oleh Minah yang dituduh yang mencuri milik Pemasyarakatan atau perusahaan perkebunan di Jawa Pemasyarakatan akhir-akhir Tengah. Kecelakaan lalu lintas yang telah dialami oleh Lanjar Sriyanto dan menakutkan, kasus pencemaran nama baik yang kejahatan dilakukan oleh sehingga upaya terhadap Rumah terhadap narapidana 3 butir kakao Prita Mulyasari Sakit Omni digariskan undang-undang. menampilkan Lembaga sosok di mana terjadi di ini yang berbagai dalamnya, pembinaan selalu Tangerang. Sifat positivistik hukum mendapat sorotan. Keberhasilan LP dan untuk legisme yang dianut oleh mencapai penegak hukum telah menimbulkan digariskan reaksi dari kalangan masyarakat bernuansa yang menilai terjadi ketidak adilan realitas.19 dalam proses hukum itu. oleh tujuan yang undang-undang lebih utopis ketimbang Berangkat dari pemikiran yang karena itu perlu diharmonisasikan demikian antara pelbagai kepentingan yang rekonstruksi saling agar tatanan hukum khususnya berkaitan terciptanya harmoni/keseimbangan dengan mereka yang melakukan dalam masyarakat. tindak pidana yang tergolong tindak bertentangan Gagasan ideal pemasyarakatan sebagaimana undang ditentukan membutuhkan undangdukungan Universitas Jayabaya, Jakarta, 2012 (tidak dipublikasikan) Juga buku penulis, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015. itu perlu kembali dilakukan tentang 18 Keadaan itu semakin diperparah dengan banyaknya undang-undang yang pelanggaran atasnya diancam dengan pidana penjara, di samping itu ada kecendrungan bahwa penegak hukum masih berorientasi kepada usaha untuk memenjarakan. Kompas, Pemidanaan, “Penegak Hukum Masih Berorientasi Memenjarakan” Jum’at 29 April 2016, hlm 3. 19 Fakta ini terlihat dari beruntunnya kerusuhan di Lapas Bengkulu, maupun Banceui, Bandung beberapa waktu lalu. 18 pidana ringan. Sistem hukum stigmatisasi dan prisonisasi yang Indonesia yang sudah out of date menimbulkan trauma bagi mantan diduga penyebab narapidana dan kesediaan hukum masyarakat untuk menerima sebagai ketimpangan penegakan yang terjadi selama ini. Pencurian yang dilakukan rentan pada oleh kembali mantan terpidana. kelompok hakikatnya telah Oleh dicarikan karena itu perlu alternatif lain berupa melanggar undang-undang, dengan alternative to imprisontment yakni demikian secara legalitas formal berupa pidana kerja sosial, pidana telah memenuhi unsur delik. Akan pengawasan maupun pembayaran tetapi perkembagan hukum pidana ganti kerugian atas barang-barang kontemporer khususnya berkaitan yang telah dicuri, atau memberikan dengan kewenangan kepada hakim untuk tujuan pidana. Maka gugatan agar dihadirkannya keadilan dalam menyelesaikan (rechterlijke pardon). Di samping kasus-kasus remeh temeh menguat dengan menggunakan pendekatan (kembali). keadilan Gagasan pengayoman yang memberikan pemaafan restoratif, juga perlu dilakukan pendekatan rekonsiliatif. menjadi prinsip pelaksanaan pidana Reconsiliasi penjara sistem diartikan oleh John M Echols dan pemasyarakatan adalah bertujuan Hasan Shadily sebagai perdamaian, agar terpidana menjadi orang yang perukunan kembali. Sementara itu baik dan berguna (rehabilitation of Oxford offenders) menghapuskan Dictionary, reconciliation diartikan karakteristik pidana sebagai sarana sebagai a) an end to disagreement pembalasan and melalui dengan belum dengan sistem pelunakan Pemasyarakatan (reconciliation) Advanced the strart Learner’s of a good relationship agian (suatu ahir dari sebagaimana sistem Rumah Penjara kesepakatan di Pidana hubungan yang baik kembali atau b) memiliki the process of making it possible berupa for two diffrent ideas, facts, etc to zaman pemasyarakat dampak kolonial. tetap negatif yang dan memulai 19 exist together without being mata ditujukan kepada pelaku, opposed to each other (proses namun juga akibat perbuatan harus untuk membuatnya mungkin untuk diprioritaskan dua pemikiran yang berbeda, atau Pidana fakta-fakta untuk kemudian muncul alternatif terakhir apabila keadaan bersama-sama tanpa harus menjadi pelaku sedemikian rupa sehingga lawan pidana penjara satu-satunya yang satu dengan lainnya. sementara itu dalam Black Law Dictionary, Garner reconsiliation : mengartikan restoration of untuk dipulihkan. penjara merupakan cocok untuk dijatuhkan. Pendekatan rekonsiliatif lebih berorientasi ke depan dengan harmony between person or thing memulihkan kerugian materiil yang that ditimbulkan, pemulihan hubungan- had been reconciliation in conflict, between a plaintiff hubungan kemasyarakatan dan and the defendand is in likely even harmoni dalam masyarakat. Tujuan if the lawsuit settles before trial pemidanaan (Rekonsiliasi: pemulihan harmoni menghukum antara orang atau hal yang telah untuk membangkitkan rasa bersalah terjadi konflik, suatu rekonsiliasi pelaku antara mengganti/memulihkan penggugat dan tergugat bukan pelaku untuk akan tetapi dengan keadaan berada dalam kemungkinan bahkan semula. Pada pihak lain, tindakan jika gugatan dihentikan sebelum pelaku tidak menimbulkan pelukaan sidang). sosial Dengan kemungkinan dialami oleh dihindarkan, buruk (social injuries) yang rekonsiliasi, berkepanjangan yang menimbulkan yang dendam atau stigma buruk kepada pelaku sementara akan dapat pelaku. itu Pendekatan rekonsiliatif tetap terhadap korban dapat diberikan menggunakan jalur formal yakni kompensasi oleh pelaku (apabila sistem peradilan pidana terutama memungkinkan) sehingga kerugian pengadilan. Pengadilan materiil dapat dipulihkan. Tujuan menjatuhkan hukuman penghukuman tidak hanya semata- kepada pelaku dengan alternatif dapat tertentu 20 untuk mengganti kerugian yang artinya yang bersangkutan tidak telah ditimbulkan. Apabila pelaku perlu menjalani penjara kecuali di bersedia untuk mengganti kerugian belakang maka dia dapat dibebaskan dari perbuatannya. ancaman pidana yang seharusnya terdahulu dijalani. dengan Penerapan rekonsiliatif pendekatan ditujukan hari baru Penyelesaian perkara secara tidak menimbulkan kerugian yang pencurian besar menimbulkan juga yang dilakukan. terhadap lain hukuman diperhitungkan perbuatan rekonsiliatif fihak Maka dapat kasus-kasus yang secara ekonomis pada mengulangi khususnya ringan terhadap yang dampak tidak kepada memperhatikan aspek kemampuan korban dan masyarakat keseluruhan pelaku untuk memulihkan kerugian dimungkinkan. yang telah ditimbulkannya. Apabila dipergunakan pendekatan keadilan pelaku bersedia untuk memenuhi rekonsiliatif adalah dalam rangka kewajiban yang ditetapkan oleh mewujudkan keadilan substansial pengadilan, maka pidana penjara (substantive justice) yang tidak dapat dikesampingkan dengan suatu hanya batasan apabila yang bersangkutan prosedural, akan tetapi keadilan mengulangi yang perbuatannya, maka Tujuan bertumpu pada hakiki keadilan sebagaimana pidana penjara harus dijalankan terkandung dalam Pancasila yakni tanpa Keadilan Sosial (social justice) yang ada kemungkinan diselesaikan secara rekonsiliatif. Apabila sebaliknya, terpidana tidak mampu kewajibannya, pemaafan atau Keadilan proses hukum agar tidak semata- hakim mata berujung pada penghukuman hukuman terhadap pelakunya. Konsep ideal memberikan dalam teori rehabilitasi bertumpu (rechterlijke pardon) kepada diwujudkan itulah sosial maka harus substansial yang memberikan percobaan keadilan tetapi kepentingan dapat dengan substansial. memenuhi akan membutuhkannya, identik pembinaan melalui terhadap 21 narapidana/offender oriented akan penegakan tetapi berkeadilan. secara ditujukan objektif untuk tidak ditimbulkan menghapuskan yang mengembalikan atau memulihkan kerugian yang telah hukum juga untuk pelukaan sosial Penutup Pergeseran paradigma pemidaan dari Retributif menuju (social injuries) kepada masyarakat Rehabilitasi sehingga pelaku dapat melanjutkan perkembangan kehidupannya memperlihatkan kemajuan dalam secara normal merupakan yang dengan tetap menekankan kepada memperlakukan aspek tetap manusiawi. Fungsi hukum individual bersangkutan bahwa telah yang (pernah) tidak hanya narapidana bertujuan agar untuk melakukan pelanggaran hukum oleh membalas perbuatan sebagaimana karena lagi aliran klasik, atau memperbaiki mengulanginya di masa mendatang. pelaku dan melindungi masyarakat Apabila di belakang hari yang dalam aliran modern. Akan tetapi itu tidak bersangkutan boleh mengulangi lagi untuk mengembalikan perbuatannya, maka pidana yang keseimbangan pernah dijatuhkan terdahulu harus akibat terjadinya tindak pidana. dipertimbangkan Filsafat pemidanaan yang demikian menjatuhkan dalam pidana kemudian, itu selaras yang terganggu dengan Pancasila kepada yang bersangkutan tidak sebagai acuan dalam kehidupan diberi hukum kalinya kesempatan melakukan untuk kedua penyelesaian dan peradilan. penyelenggaraan Rekonsiliasi tidak secara rekonsiliatif sebagai bentuk mengakibatkan pelaku diasingkan penghukuman. keadilan dari masyarakat, akan tetapi tetap rekonsiliatif merupakan sisi lain bersama-sama masyarakat dengan dari membangkitkan rasa bersalah dan keadilan Konsep restoratif yang berorientasi korban, pelaku dan rasa masyarakat bersangkutan. agar diperoleh bertanggung jawab Negara yang dalam tingkat tertinggi akan mengambil 22 alih tanggung jawab itu dalam hal perbuatan tersebut tidak menimbulkan kerugian dan keresahan sosial yang pemidanaan yang berkepanjangan. Teori bersifat rekonsiliatif, perpaduan merupakan antara pembinaan filsafat juga merupakan penerapan dari restoratif justice dengan mendahulukan penyelesaian secara individual di mana negara berfungsi sebagai Penyelesaian dengan fasilitator. secara rekonsiliatif memperhatikan dampak tindak pidana kepada masyarakat, keadaan pribadi pelaku dan kepentingan korban. Korban tidak boleh menentukan kehendaknya secara sepihak, akan tetapi melalui perantaraan menggungah jawab dan negara pelaku untuk bertanggung sedapat mungkin memulihkan kerugian yang terjadi. Hakim pun dapat menjatuhkan putusan berupa pemaafan, sehingga tercapai harmoni sosial. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Achyani Zulfa, Eva, Konsep Dasar Restorative Justice, makalah pada Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi : “Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangannya Dewasa Ini”Universitas Gajahmada, Yogyakarta, 23 – 27 Februari 2014.. Atmasasmita, Romli, 2012. Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta. Hiariej, Eddy OS, 2014. Prinsipprinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta Moelyatno, 2001. Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), Bina Aksara, Jakarta. Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997. Poernomo, Bambang. 1985. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Penerbit Liberty Yogyakarta. Rahardjo, Satjipto 2009. Hukum Progresif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta. 23 Soedarto, 1990. Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang. Taufiq, Muhammad, 2014. Keadilan Substansial, Memangkas Rantai Birokrasi Hukum, Pustaka Pelajar, bekerjasama dengan Muhammad Taufiq & Partner, Yogyakarta. Zaidan, M Ali, 2012, Prinsip Integralistik dalam Penetapan Sanksi Pidana Perampasan Kemerdekaan, Dissertasi Universitas Jayabaya (tidak dipublikasikan), Jakarta. --------------------, 2015. Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Zehr, Howard dan Ali Gohar, 2003. The Little Book of Restorative Justice, Published by Good Books, Intercourse, Pennsylvania, USA. Undang-Undang Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 77. http//masroed.wordpress.com/.../ penyelesaian-kasuspencurian-ringan, diakses 16 Maret 2015 jam 21:55. Harian Umum Kompas, Pemidanaan, “Penegak Hukum Masih Berorientasi Memenjarakan” Jum’at 29 April 2016. United Nations Office on Drugs and Crime, Handbook on Restorative Justice Programmes, Criminal Justice Handbook Series, United Nations, 2006, hal 10. Sahardjo, dalam Konsepsi SAHARDJO tentang Fungsi Hukum Indonesia dalam alam Pancasila.Manipol/Usdek dan Gagasan Pemasyarakatan. Kamus Echols, John M dan Hassan Shadily, 1990. Kamus InggrisIndonesia, An EnglishIndonesian Dictionary, PT Gramedia Jakarta, Garner, Bryan A, 2004. Black Law Dictionary, Eighth Edition. Thomson & West, USA. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 2003. Oxford University Press. Jurnal, dokumen, media online dan surat kabar Jurnal Yudisial, Vol IV/No02/Agustus 2011 hal 113 24