KASUS KELOMPOK RENTAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM

advertisement
DARI REHABILITASI MENUJU REKONSILIASI
(KASUS KELOMPOK RENTAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM)
M Ali Zaidan
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta
JL RS Fatmawati Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450
Telp 021 7656971 Ext 139/193
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Terjadinya kasus-kasus kelompok rentan yang berhadapan dengan hukum telah menarik
perhatian publik. Kelompok tersebut secara hukum formal telah melakukan tindak pidana,
akan tetapi tidak menimbulkan kerugian sosial yang meluas. Sebagai negara yang menganut
prinsip negara hukum, adalah kewajiban negara untuk menuntut perbuatan tersebut. Akan
tetapi ketika yang menjadi pelaku adalah kelompok rentan seyogyanya filsafah pemidanaan
dilakukan reorientasi. Melalui konsep rekonsialisi diperkenalkan cara penyelesaian yang tidak
berujung kepada penjatuhan pidana khususnya pidana penjara. Pelaku tetap harus
bertanggung jawab, namun tanggung jawab tersebut dibatasi untuk mengembalikan kerugian
yang telah ditimbulkan atau setidak-tidaknya mengakui secara jujur perbuatannya. Mengingat
sifat perbuatan, hakim dapat menjatuhkan putusan berupa pemaafan, jika syarat umum yang
ditentukan, hukuman terdahulu harus diperhitungkan dengan tindak pidana yang baru
dilakukan.
Kata-kata kunci : Kelompok rentan, Rekonsiliasi, Tindak Pidana.
ABSTRACT
The occurrence of cases of vulnerable groups in conflict with the law has attracted public
attention. The group as a formal law has committed the crime, but did not cause widespread
social disadvantage. As a country that adheres to the rule of law, is the state's obligation to
prosecute such actions. But when the perpetrator is a vulnerable group, philosophy of
punishment should be done reorientation. Through the concept of reconciliation was
introduced way that does not lead to the completion of sentences, especially imprisonment.
Perpetrators should still be responsible, but responsibility is limited to losses that have been
incurred to restore or at least honestly acknowledge his actions. Given the nature of the acts,
the judge can make a decision in the form of forgiveness, if the general conditions specified,
previous penalties must be taken into account with the new offenses do.
Key words: Crime, Reconciliation, Vulnerable Groups.
Pendahuluan
Hukum
merupakan
tujuannya
sebagai sarana pengendalian sosial,
pada
norma
hakikatnya
sosial
adalah
sarana
perubahan
yang
maupun
untuk
untuk
interaksi
memperlancar
sosial.
Fungsi-fungsi
menciptakan ketertiban dan jangka
primer
panjang
melindungi kepentingan manusia,
untuk
mewujudkan
hukum
masyrakat
keadilan. Hukum dirancang untuk
harta
benda,
memenuhi kebutuhan manusia baik
kehormatan
ditujukan
nyawa
yang
untuk
maupun
merupakan
1
kepentingan
hukum,
dengan
demikian tidak boleh dilanggar.
apabila sanksi jenis hukum yang
lain
Pelanggaran atas kepentingan
tidak
efektif
proporsional
atau
untuk
tidak
menjaga
hukum tersebut diancam dengan
kepentingan hukum yang dilindugi
sanksi, salah satunya adalah sanksi
tersebut. Namun pada fihak lain,
pidana.
penggunaan
Sanksi
pidana
memiliki
hukum
sering
kali
karakteristik yang khas oleh karena
menampakkan ciri yang otoriter,
itu
masyarakat
orang
tersebut
mengibaratkan
laksana
menilai
bahwa
bermata
penerapan hukum lebih tajam ke
dua, artinya masing-masing dapat
bawah akan tetapi tumpul ke atas.
digunakan untuk mengiris kedua
Beberapa
arah, melukai kepentingan hukum
menunjukkan
fihak lain dan sekaligus melukai
pernyataan tersebut,
kepentingan
pisau
sanksi
hukum
contoh
telah
kebenaran
sendiri.
Ketajaman mata hukum telah
Tegasnya di satu pihak, sanksi
menimbulkan gejolak di masyarakat
tersebut digunakan sebagai alat
---
untuk
cara
beberapa tahun terakhir kita telah
hukum
mencatat, seorang perempuan tua
menghukum
dengan
setidak-tidaknya
dalam
melanggar
kepentingan
orang
padahal
kepentingan
di Jawa Tengah diajukan ke sidang
sendiri
hakikatnya
pengadilan karena dituduh mencuri
lain
hukum
itu
dilindungi oleh hukum.1
Oleh
ambivalen
sanksinya
tiga
karena
sifatnya
maka
penggunaannya
harus hati-hati
yang
butir
kakao
perkebunan
swasta
dari
milik
nasional.
sebuah
perusahaan
Seorang
sesuai
perempuan di Tangerang dituduh
dengan prinsip ultimum remidium.
dan diajukan ke sidang pengadilan
Sanksi pidana hanya dipergunakan
atas
dugaan
mencuri
beberapa
potong iga sapi dan piring milik
1
Asas hukum yang terkenal adalah
asas atau prinsip ultimum remidium, sanksi
pidana baru digunakan apabila jensis
sanksi lain seperti sanksi keperdataan
maupun administrasi dianggap tidak
mencukupi,
baru
sanksi
pidana
dipergunakan.
majikannya. Dua orang warga yang
tengah kehausan ketika melintasi
kebun semangka dan mengambil
satu butir dan dimakan bersama,
2
berurusan dengan pengadilan dan
AS dan membawanya kepada S
masih banyak yang lain.
sebagai tukang kayu. Dalam waktu
Beberapa
kasus
dikemukakan,
merupakan
yang
secara
normatif
pelanggaran
hukum
yang hampir bersamaan, Polsek
Jatibanteng
karena
melakukan
adanya
razia
laporan
dari
sebagaimana ditentukan Pasal 362
Perhutani tentang pencurian kayu
KUHP,
masyarakat
jati. Kayu milik terdakwa kemudian
menilai apa yang dialami oleh para
disita dari S. Tindak lanjutnya
pelaku
Asyani
akan
tetapi
terlalu
berat
sehingga
dinyatakan
sebagai
memunculkan simpati publik yang
tersangka dan ditahan sejak tahun
meluas dan menjadi bahan kajian
15
secara
persangkaan
ilmiah
di
lingkungan
pendidikan tinggi.
Desember
undang
dengan
melanggar
Undang-
Nomor
tentang
Pembahasan
2014
Tahun
Pencegahan
Pemberantasan
Kasus yang menimpa Asyani
18
2013
dan
Perusakan
Hutan
dengan ancaman pidana 5 tahun.
secara singkat dapat dikemukakan
Selain
sebagai
terlibat juga dijadikan tersangka
berikut
mengambil
kayu
:
terdakwa
untuk
dibuat
datang
karena
yang
fihak
lain
yang
seperti R, AS dan S.
sebagai tempat tidur bagi orang
yang
Asyani,
Kasus Asyani merupakan salah
satu contoh di antara banyak kasus
bersangkutan sebagai tukang pijat.
yang
Kayu tersebut ditebang bersama
bekerjanyanya hukum dalam suatu
dengan suaminya (alm) lima tahun
tatanan
yang lalu di lahan milik sendiri.
Masyarakat
Selama
begitu
lima
tahun
kayu-kayu
memperlihatkan
sosial
yang
timpang.
memperbandingkan,
mudahnya
orang-orang
tersebut disimpan baru pada ahir
lemah berhadapan dengan hukum
tahun
sementara
lalu
direncanakan
untuk
dimanfaatkan.
Terdakwa kemudian menyuruh
menantunya R menyewa mobil milik
hampir
tidak
orang-orang
kuat,
tersentuh
hukum.
Ambillah contoh Komjen BG yang
dinyatakan
oleh
KPK
sebagai
3
tersangka
akan
tetapi
sidang
praperadilan
melalui
kontroversial
hukum
berhadapan
rentan
dengan
yang
kelompok
(vulnerable
telah
group) maka hukum menunjukkan
memenangkannya,
sehingga
keperkasaannya,
pengadilan
tindakan
berhadapan dengan kelompok kuat,
menyatakan
namun
penyidikan KPK terhadap tersangka
hukum
(pemohon) tidak sah, oleh karena
Fenomena itu menimbulkan kesan
itu penyidikan harus dihentikan.
di masyarakat bahwa hukum ibarat
Kasus tersebut terus bergulir dan
pisau, hanya tajam ke bawah akan
membawa
harus
tetapi tumpul ke atas. Bahkan
dugaan
ketika pisau yang tajam tadi dicoba
menjadi
pimpinan
tersangka
penyalahgunaan
KPK
atas
wewenang.
seperti
tidak
ketika
berdaya.
Tak
diarahkan ke atas, pimpinan KPK
kurang hakim praperadilan yang
justru yang menjadi tersangka atas
memutus
tuduhan kasus kriminal ketika yang
perkara
tersebut
menempuh jalur hukum dengan
bersangkutan
melaporkan
pimpinan KPK.
fihak-fihak
menghujatnya
ke
yang
kepolisian.
Seorang hakim agung dinyatakan
oleh
Komisi
Yudisial
pernah
belum
menjabat
A. Fungsi Hukum Pidana
Tujuan hukum pidana adalah
untuk
mengatur
hidup
bertemu dengan seorang tersangka,
kemasyarakatan
berbalik melaporkan lembaga itu
menyelenggarakan
atas tuduhan pencemaran nama
masyarakat.2
baik dan seterusnya.
“tata” dimaksudkan bahwa agar
Gambaran
sebagaimana
harmonisasi
atau
tata
Hakikat
dalam
dalam
ungkapan
masyarakat
dikemukakan di atas ---meskipun
tetap terjaga. Adanya pelanggaran
masih
hukum
sumir
---
sudah
cukup
seperti
pencurian
telah
mengesankan bahwa hukum bekerja
menimbulkan
dalam
tata pergaulan dalam masyarakat,
sehingga
struktur
out
yang
put
timpang
ketidakseimbangan
yang
ditimbulkannya tidak selalu linear
dengan yang diharapkan. Ketika
2
Soedarto, 1990. Hukum Pidana I,
Yayasan Soedarto, Semarang,
hlm 11.
4
fihak yang kehilangan, akan resah
terjadinya
karena hak miliknya diganggu oleh
masyarakat/negara.
orang
lain.
kehadiran
hukum
ketertiban
Fungsi
hukum
dalam
pidana
dimaksudkan untuk mengembalikan
Soedarto
keresahan sosial tersebut.
yang umum dan khusus. Fungsi
Fungsi khusus hukum pidana
adalah
untuk
melindungi
dibedakan
atas
oleh
fungsi
umum hukum pidana adalah sama
dengan hukum pada umumnya yaitu
kepentingan hukum dari perbuatan
mengatur
hukum yang hendak merusaknya.3
atau menyelenggarakan tata tertib
Kepentingan
dalam masyarakat. Sementara itu
hukum
kepentingan
merupakan
manusia
yang
hidup
kemasyarakatan
fungsi khusus hukum pidana adalah
dilindungi oleh hukum dan tidak
melindungi
boleh
dilanggar.
terhadap perbuatan yang hendak
hukum
meliputi
benda,
tubuh,
Kepentingan
nyawa,
harta
kehormatan.
kepentingan
hukum
memperkosanya
dengan
sanksi
berupa pidana.4
Sejalan dengan
Kepentingan hukum dibedakan atas
pandangan Soedarto di atas, Eddy
kepentingan
OS
hukum
negara,
Hieriej
menyatakan
bahwa
kepentingan hukum masyarakat dan
fungsi umum hukum pidana adalah
kepentingan individu. Dalam negara
untuk menjaga ketertiban umum,
hukum
antara
sedangkan
hukum
pidana
Pancasila,
kepentingan-kepentingan
fungsi
adalah
khusus hukum
selain
menjaga
tersebut tidak terdapat pemisahan
kepentingan hukum juga memberi
yang
keabsahan
tegas,
artinya
apa
yang
dimaksud
dengan
kepentingan
rangka
individu,
pasti
menyangkut
melindungi
bagi
negara
menjalankan
kepentingan
hukum.
Fungsi
tataran
merupakan
menurut Eddy Hiariej adalah untuk
kepentingan hukum negara yakni
keabsahan kepada negara dalam
Muhammad Taufiq, Keadilan
Substansial Memangkas Rantai Birokrasi
Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014,
hlm 83.
3
hukum
fungsi
kepentigan masyarakat dan dalam
tertinggi
khusus
dalam
pidana
4
Eddy OS, Hiariej, Prinsip-prinsip
Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2014, hlm 29.
5
rangka
menjalankan
melindungi
fungsi
kepentingan
hukum.
oleh
kepentingan
melalui
undang-
undang.
apabila terjadi pelanggaran hukum
terhadap
negara
Teori pembalasan ini oleh Vos
hukum
dibedakan atas teori pembalasan
negara, masyarakat atau individu,
subjektif yakni pembalasan atas
maka dalam batas-batas yang telah
kesalahan pelaku atas perbuatan
ditentukan
undang-undang,
tercela yang telah dilakukannya
negara dapat menjalankan alat-alat
dan teori pembalasan objektif yakni
kekuasaannya untuk memberikan
pembalasan atas perbuatan, yakni
perlindungan terhadap kepentingan
perbuatan yang telah
hukum yang dilanggar.
oleh pelaku. Teori pembalasan ini
oleh
telah
B.
Pergeseran
Paradigma
Pemidanaan
Guna
zaman
dikembangkan
kuno,
dilakukan
semenjak
Seneca
yang
menunjuk kepada pendapat Plato
mencapai
tujuan
menyatakan bahwa nemo prudens
tersebut, maka diperlukan sandaran
punit,
penjatuhan pidana yang dikenal
peccetur yang artinya seorang bijak
dengan teori-teori pidana. Dalam
tidak menghukum karena dilakukan
rangka mencapai tujuannya, maka
dosa, melainkan agar tidak terjadi
dikenal tiga macam teori pidana
dosa). Upaya mencegah kejahatan
yakni
dengan membuat takut sehingga
teori
absolut
yang
quia
peccatum,sed
menyatakan bahwa tujuan pidana
hukum
adalah
memberikan
mengembangkan sanksi pidana yang
pembalasan terhadap pelakunya.
begitu kejam dan pelaksanaannya
Negara memiliki legitimasi untuk
di muka umum dengan memberi
menjatuhkan
kepada
peringatan kepada masyarakat luas.
adalah
disebabkan
Teori klasi ini lazim juga disebut
perbuatan
tersebut
untuk
pelanggarnya
karena
menyerang
hukuman
atau
dengan
pidana
ne
teori
kuno
pembalasan
memperkosa
(Vergelding, Bld atau Vergeltung,
kepentingan hukum yang dilindungi
Jerm) yang lazim juga disebut
dengan
teori
retributif.
Pidana
6
dijatuhkan
sebagai
pembalasan
ketertiban masyarakat dan tujuan
terhadap perbuatan pidana yang
pidana
adalah
dilakukan
kejahatan.
Pencegahan
oleh
seseorang
(lex
talionis).
mencegah
terhadap
kejahatan pada umumnya dibagi
Teori
pembalasan
yang
menjadi pencegahan umum dan
merupakan ciri dari aliran klasik
pencegahan
ditandai oleh 3 pilar utama yakni :
khusus
1. Asas
legalitas
yang
khusus.
yakni
pernah
agar
pencegahan
orang
melakukan
yang
kejahatan
menyatakan bahwa tanpa
menglangi
lagi
undang-undang,
tiada
Sedangkan
pencegahan
tindak
tanpa
adalah untuk mencegah terjadinya
pidana
perbuatannya.
undang-undang dan tiada
kejahatan
penuntutan tanpa undang-
lain/masyarakat tidak melakukan
undang;
kejahatan. teori pencegahan umum
2. Asas
kesalahan,
bahwa
artinya
umum
agar
orang
ini oleh Anselm von Feuerbach
orang hanya dapat dipidana
dikenal
untuk tindak pidana yang
psikologis (psychologishe zwang).
dilakukan
Dengan
dengansengaja
atau karena kealpaan;
3. Asas
dengan
adanya
paksaan
pidana
yang
dijatuhkan terhadap seseorang yang
pengimbalan
melakukan
kejahatan
(Pembalasan) yang sekuler,
memberikan
pidana secara konkrit tidak
orang
dikenakan dengan maksud
kejahatan.
untuk mencapai suatu hasil
Teori
yang
teori
bermanfaat,
rasa
lain
untuk
ketiga
gabungan
takut
yang
akan
kepada
melakukan
yakni
teori
merupakan
melainkan setimpal dengan
perpaduan antara kedua teori di
berat ringannya perbuatan
atas.
yang dilakukan,
diilhami
Teori
kedua
oleh
ini
salah
pandangan
satunya
Hugo
teori
Grotius, yang menyatakan bahwa
relatif. Di mana yang menjadi dasar
penderitaan adalah sesuatu yang
pemidanaan
sewajarnya ditanggung oleh pelaku,
adalah
yakni
Teori
penegakan
7
namun dalam batasan apa yang
kembali ke masyarakat ia dapat
layak ditanggung pelaku tersebut,
diterima oleh komunitasnya dan
kemanfaatan
akan
tidak lagi mengulangi perbuatan
menetapkan berat ringannya derita
jahat. Tujuan pidana adalah juga
yang layak dijatuhkan. Pernyataan
sebagai sarana pengendalian sosial
ini sejalan dengan adagium siapa
artinya pelaku kejahatan diisolasi
yang berbuat kejahatan, maka akan
agar
terkena derita. Akan tetapi tidak
dilakukannya
hanya penderitaan semata sebagai
masyarakat.
suatu
sosial
pembalasan
tetapi
juga
ketertiban masyarakat.
tindakan
tidak
yang
merugikan
Salah satu pandangan yang
menonjol
Teori keempat adalah teori
berbahaya
Ancel
dikemukakan oleh Marc
yang
menyatakan
bahwa
Kontemporer. Menurut Eddy Hiariej
tujuan pidana adalah melindungi
sama dengan teori sebelumnya,
tatanan
maka teori keempat ini merupakan
tekanan
perpaduan
pemasyarakatan
antara
sebelumnya
modifikasi.
ketiga
dengan
Menurut
teori
beberapa
pada
penegakan
dengan
sosialisasi
kembali
hukum
atau
dengan
yang
tidak
R
menitikberatkan hanya pada yuridis
Lafave, salah satu tujuan pidana
formal tetapi juga bernuansa sosial.
adalah sebagai deterrent effect
Di
atau
individualisasi
efek
jera
Wayne
masyarakat
agar
pelaku
sini
ditekankan
pentingnya
pidana
dalam
kejahatan tidak lagi mengulangi
penjatuhannya dengan fokus pada
perbuatannya.
juga
tanggung jawab manusia sebagai
pidana bertujuan sebagai edukasi
individu yang juga adalah mahluk
kepada masyarakat mengenai mana
sosial.
Demikian
perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk.
Dalam
teori
keempat
ini,
muncul gagasan tentang keadilan
Di samping itu tujuan pidana
restoratif atau restorative justice
adalah rehabilitasi artinya pelaku
yang
kejahatan harus diperbaiki ke arah
bentuk
penyelesaian
perkara
yang
menurut
hukum
dengan
lebih
baik,
agar
ketika
menurut
Lafave
pidana
sebagai
8
melibatkan
korban
pelaku
dan
kejahatan,
atau
sebagai
pelaku atau fihak lain yang terkait
perkara
untuk mencari penyelesaian yang
melibatkan
adil dengan menekankan kepada
keluarga pelaku/korban, dan pihak
pemulihan kembali pada keadaan
lain yang terkait untuk bersama-
semula
pembalasan.
sama mencari penyelesaian yang
Konsep ini digagas pada tahun 1977
adil dengan menekankan pemulihan
yang pada prinsipnya adalah prinsip
kiembali pada keadaan semula dan
restitusi dengan cara melibatkan
bukan
korban dan pelaku dalam proses
Justice (RJ) oleh Burt Galaway dan
yang
Joe Hudson sebagai berikut :
dan
keluarganya
Keadilan restoratif dipahami
bukan
bertujuan
untuk
mengamankan reparasi bagi korban
dan rehabilitasi terhadap pelaku.
Keadilan
restoratif
dapat
dipandang dari dua sudut yakni
keadilan restoratif sebagai konsep
proses yang mempertemukan para
pihak yang terlibat dalam sebuah
kejahatan
untuk
penderitaan
yang
mengutarakan
telah
mereka
alami dalam sebuah kejahatan dan
menentukan
dilakukan
apa
yang
untuk
harus
memulihkan
keadaan. Kedua, keadilan restoratif
sebagai
konsep
mengandung
nilai
yang
nilai-nilai
yang
berbeda dari keadilan biasa karena
menitikberatkan
pada
dan bukan penghukuman.
pemulihan
bentuk
tindak
penyelesaian
pidana
pelaku,
pembalasan.
dengan
korban,
(Restorative
Definisi keadilan restoratif
termasuk elemen dasar berikut:
pertama, kejahatan terutama
dipandang sebagai konflik antara
individu
yang
menghasilkan
(luka-luka) korban, masyarakat
dan pelaku sendiri; Kedua,
tujuan dari proses peradilan
pidana
harus
menciptakan
kedamaian masyarakat dengan
mendamaikan para pihak dan
memperbaiki
luka
yang
disebabkan
oleh
sengketa;
ketiga, proses peradilan pidana
harus memfasilitasi partisipasi
aktif oleh korban, pelaku, dan
masyarakat guna menemukan
solusi atas konflik tersebut.5
Restorative
Justice
oleh
Howard Zehr dan Ali Gohar juga
5
Eva Achyani Zulfa, Konsep Dasar
Restorative
Justice,
makalah
pada
Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi :
“Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi
serta
Perkembangannya
Dewasa
Ini”Universitas Gajahmada, Yogyakarta, 23
– 27 Februari 2014, hlm 1.
9
mendefinisikan sebagai berikut :
Restorative Justice is a process to
involve , to the extent possible,
those who have a stake in a specific
offense to collectively identify and
address
harms,
needs
and
obligations in order to heal and put
things as right as possible6.
Dalam
buku
Handbook
on
Restorative Justice Programmes,
dikatakan bahwa sasaran RJ adalah
sebagai berikut :
a. mendukung
korban,
memberikan mereka hak
untuk
mengemukakan
pendapat, memungkinkan
mereka untuk berpartisipasi
dalam proses penyelesaian
dan menawarkan bantuan
untuk mereka.
b. memperbaiki
kerusakan
yang ditimbulkan kejahatan
yang sampai kepada upaya
konsensus tentang cara
terbaik untuk merespon hal
itu
c. mencela perilaku kriminal
sebagai hal yang tidak
dapat
diterima
dan
meneguhkan kembali nilainilai kemasyarakatan
d. membangkitkan
tanggung
jawab semua fihak yang
perduli, khususnya pelaku.
e. mengindentikasi
restorasi
yang berorientasi hasilnya
ke depan
f. mengurangi
residivisme
dengan
mendorong
perubahan perilaku individu
dan
memfasilitasi
reintegrasi
mereka
ke
tengah masyarakat
g. mengindentifikasi
faktorfaktor yang menyebabkan
kejahatan dan memberikan
informasi kepada aparat
yang bertanggung jawab
dalam strategi pengurangan
kejahatan.7
Dalam konteks keindonesiaan,
teori pemidanaan ini telah digagas
oleh Mantan Menteri Kehakiman
Indonesia, Sahardjo dengan Prinsip
Pengayoman.
Menurut
Sahardjo,”kalau
kita
telah
menerima Pancasila sebagai dasar
negara,
maka
segala
usaha
di
segala bidang yang bersifat nasional
harus
melaksanakan
atau
mencerminkan Pancasila. Dengan
demikian, hukum, politik, sosial
dan kebudayaan, ekonomi haruslah
sesuai satu sama lainnya karena
semuanya
Semuanya
adalah
adalah
Pancasila.
satu
dengan
6
Howard Zehr dan Ali Gohar, The
Little Book of Restorative Justice,
Published by Good Books, Intercourse,
Pennsylvania, USA. 2003 hlm 40.
United Nations Office on Drugs and
Crime, 2006,hlm 10.
7
10
masyarakat dan semuanya harus
berkepribadian nasional”.
Menurut
8
Sahardjo,
masyarakat
Indonesia
yang
berguna.
sebagai
Gagasan Pemasyarakatan yang
alat pengayoman maka hukum itu
diajukan
melindungi masyarakat dan individu
dikembangkan lebih lanjut oleh
terhadap
Bambang Poernomo dalam sebuah
yang
perbuatan-perbuatan
mengganggu
tata
oleh
Sahardjo
tertib
penelitian Disertasi dengan judul
masyarakat, yang dilakukan oleh
Pelaksanaan Pidana Penjara dengan
individu-individu lain, pemerintah
Sistem
sendiri (penyalahgunaan wewenang
Universitas Gajahmada Yogyakarta
yang dilakukan oleh para petugas
tahun
negara). Di bawah pohon beringin
Poernomo,
pengayoman, maka tujuan hukum
tidak
pidana
ialah
mengayomi
aspek pembalasan, oleh karena itu
masyarakat
terhadap
perbuatan-
perlu
Pemasyarakatan
1985.
Menurut
suatu
mungkin
di
Bambang
pemenjaraan
dilepaskan
dilakukan
usaha
dari
untuk
perbuatan yang mengganggu tertib
memperbaiki
masyarakat
dengan berorientasi pada sistem
dengan
tindakan-tindakan
pengganggu
mengancam
terhadap
dengan
si
maksud
pelanggar
hukum
pemasyarakatan. Dalam hal pidana
penjara
yang
merampas
mencegah penggangguan. Konsepsi
kemerdekaan manusia patut sekali
pengayoman
mendapat perhatian. Di satu pihak
menimbulkan
terpidana
di
samping
rasa
karena
derita
dihilangkannya
kemerdekaan
membimbing
bertobat,
menjadi
pada
bergerak,
terpidana
mendidik
seorang
agar
supaya
ia
anggota
terdapat prosentasi yang tinggi dari
putusan
hakim
menjatuhkan
Sahardjo,
dalam
Konsepsi
SAHARDJO tentang Fungsi Hukum Indonesia
dalam alam Pancasila.Manipo/Usdek dan
Gagasan Pemasyarakatan, hlm 1.
pidana
yang
penjara
kepada terdakwa, di lain fihak
dalam
pelaksanaannya
hal
itu
menyangkut martabat manusia yang
menjadi
8
pengadilan
narapidana
kedudukannya
negara
atau
serta
sebagai
warga
penduduk
negara
11
Republik Indonesia.9
pelaksanaan
Ketika itu
pidana
penjara
kepentingan.
Kepentingan-
kepentingan itu adalah kepentingan
dijalankan sesuai dengan instruksi
negara,
atau surat-surat edaran dari pucuk
dan kepentingan individu ditinjau
pimpinan
dari
lembaga
nasional
kekuatannya hukumnya diragukan
maupun internasional.10
Dengan
dan
demikian dapat dikatakan bahwa
untuk
dijalankan
di
daerah.
Dalam
konsepsi
tentang
sudut
masyarakat
kehidupan
sukar
yang
kepentingan
pelbagai
kepentingan
berkaitan
dengan
tersebut
usaha
untuk
pemasyarakatan dinyatakan bahwa
menciptakan ketertiban negara dan
: “proses pembinaan narapidana
ketertiban umum (public ordery)
berdasarkan
asas
dan
memandang
narapidana
mahluk
Pancasila
Tuhan,
dan
sebagai
individu
dan
kepentingan
(individual
right)
keseimbangan,
individu
dalam
keserasian
dan
anggota masyarakat sekaligus, yang
keselarasan.
usaha
orientasi hukum pidana tidak dapat
pembinaanya
diselenggarakan
Muladi
dinamis-
dilepaskan dari ideologi nasional,
progresif sesuai dengan kemajuan
kondisi manusia, alam serta tradisi
narapidana dan tanpa melepaskan
bangsa maupun dari perkembangan
hubungannya dengan masyarakat.
internasional
Bekaitan
pemidanaan
secara
Menurut
suatu
dengan
perlu
pendekatan
sebagaimana
oleh
masyarakat yang beradab. Teori ini
dikembangkan
disebut dengan Asas Perimbangan
yang
integratif
dikemukakan
oleh
Kepentingan
hukum pidana Indonesia saat ini
(AHPN).
berlangsung
yang
Berwawasan
Pancasila sebagai pengejawantahan
Asas
memperhatikan
diakui
teori
Muladi bahwa usaha pembaharuan
terus
yang
Hukum
Pidana
Nasional
dengan
pelbagai
10
9
Poernomo, Bambang.
1985.
Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem
Pemasyarakatan,
Penerbit
Liberty
Yogyakarta, hlm 15.
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik
dan Sistem Peradilan Pidana, Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro,
Semarang, 1997, hlm 143.
12
Teori
keseimbangan
kepentingaan
yang
Pancasila
ini
gagasan
Romli
meskipun
dalam
berwawasan
sejalan
dengan
Atmasasmita,
konteks
2.
teori
hukum umum (general theory of
law)
yang
mencoba
mengharmoniskan dua pandangan
3.
besar dalam teori hukum Indonesia
yang
digagas
Kusumaatmadja
oleh
Mochtar
dengan
teori
Hukum sebagai sarana Perubahan
Masyarakat/Teori
Hukum
Pembangunan (law as a tool of
social engineering) dan Satjipto
Rahardjo
dengan
progresifnya.
mencoba
teori
Romli
untuk
4.
hukum
Atmasasmita
mensintesiskan
kedua pandangan tersebut melalui
konsep yang dinamakannya dengan
Bureuchratic and Social Engineering
(BSE). Konsepsi BSE tersebut hanya
akan
berjalan
masyarakat
hukum
peranan
efektif
dan
penyelenggara
memahami
hukum
apabila
fungsi
yakni
dan
sebagai
berikut :
1. Hukum
sepatutnya
dipandang bukan hanya
sebagai perangkat norma
yang harus dipatuhi oleh
masyarakat melainkan juga
5.
harus dipandang sebagai
sarana
hukum
yang
membatasi wewenang dan
perilaku aparat hukum dan
pejabat publik.
Hukum bukan hanya diakui
sebagai
sarana
pembaharuan masyarakat
semata-mata, akan tetapi
juga
sebagai
sarana
pembaharuan birokrasi.
Kegunaan dan kemanfaatan
hukum tidak hanya dilihat
dari kacamata kepentingan
pemegang
kekuasaan
(negara) melainkan juga
harus dilihat dari kacamata
kepentingan
pemangku
kepentingan(stakeholder)
dan kepentingan korbankorban (victims).
Fungsi hukum dalam kondisi
masyarakat yang rentan
(vulnerable) dan dalam
masa
peralihan
(transisional) baik dalam
bidang sosial, ekonomi dan
politik,
tidak
dapat
dilaksanakan secara optimal
hanya dengan menggunakan
pendekatan preventif dan
represif semata, melainkan
juga diperlukan pendekatan
restoratif dan rehabilitatif.
Agar fungsi dan peranan
hukum dapat dilaksanakan
secara
optimal
dalam
pembangunan
nasional,
maka hukum tidak sematamata dipandang sebagai
wujud
dari
komitment
politik melainkan harus
dipandang sebagai sarana
untuk mengubah sikap dan
cara
berfikir
(mindset)
berperilaku
(behavior)
13
aparatur
birokrasi
dan
masyarakat
bersamasama.11
6.
Hukum progresif sebagaimana
digagas
oleh
Satjipto
Rahardjo
7.
berangkat dari 9 gagasan pokok
yakni :
1. Menolak tradisi analytical
jurisprudence
atau
rechtsdogmatiek
dan
berbagi
faham
dengan
aliran seperti legal realism,
freirechtslehre,
sociological jurisprudence,
interessenjurisprudence di
Jerman, teori hukum alam
dan critical legal studies.
2. Hukum menolak pendapat
bahwa ketertiban (order)
hanya
bekerja
melalui
institusi-institusi
kenegaraan.
3. Hukum progresif ditujukan
untuk melindungi rakyat
menuju
kepada
ideal
hukum.
4. Hukum menolak status quo
serta
tidak
ingin
menjadikan hukum sebagai
teknologi
yang
tidak
bernurani,
melainkan
institusi yang bermoral.
5. Hukum adalah suatu insitusi
yang
bertujuan
mengantarkan
manusia
kepada kehidupan yang adil
8.
9.
dan sejahtera dan membuat
manusia bahagia.
Hukum progresif adalah
“hukum yang pro rakyat”
dan “hukum yang pro
keadilan”.
Asumsi
dasar
hukum
progresif adalah bahwa
“hukum
adalah
untuk
manusia” bukan sebaliknya.
Hukum bukan suatu institusi
yang absolut dan final
melainkan
sangat
tergantung
kepada
bagaimana manusia melihat
dan
menggunakannya,
manusialah yang merupakan
penentu.
Hukum selalu berada dalam
proses untuk terus menjadi
(law as a process, law in
the making).12
Hukum
sesungguhnya
tidak
berhenti, itulah watak asli yang
melekat padanya. Hukum adalah
institusi
yang
dinamika.
penuh
Hukum
dengan
hanya
bisa
bertahan (survive) untuk mengatur,
apabila
hukum
progresif.
dinamis
Menurut
dan
Satjipto
Rahardjo, tipe dan sistem hukum
berkembang
dan
demikian
pula
dengan peraturan-peraturan yang
mengatur suatu substansi tertentu.
11
Romli Atmasasmita, Teori Hukum
Integratif, Rekonstruksi terhadap Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum
Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta.
2012, hlm 83.
Hukum
ternyata
berubah,
12
supaya
memang
tidak
perlu
sekedar
Ibid.
14
menjadi monumen sejarah yang
sebetulnya
akhirnya gagal mengatur dengan
mufakat
adalah
efektif. Hukum berhenti menjadi
Alternatif
Penyelesaian
hukum pada saat tidak lagi mampu
(APS).
melayani dan memandu kehidupan
sangat efektif dan merupakan suatu
manusia.
kesalahan jika sengketa itu dibuka
dengan
demikian,
musyawarah
APS
embrio
dari
Sengketa
tradisionil
tengah
untuk
dianggap
menurut Satjipto bahwa watak asli
di
masyarakat.
hukum itu adalah progresif.13
banyak sengketa, orang lebih suka
mengusahakan
C.
Dari
Rehabilitasi
menuju
Rekonsiliasi
Hartono
Penyelesaian
Ringan
dengan
Kasus
dengan
Alternatif
Despute
Judul
Pencurian
Despute
Resolusion
lama
digunakan
rangka
Resolution.14
di
(ADR)
telah
masyarakat
Indonesia
menyelesaikan
dalam
sengketa
diantara mereka. Mereka lazimnya
menempuh
musyawarah
untuk
mufakat dalam berbagai sengketa.
Mereka
dialog
(musyawarah) dan biasanya minta
tidak
atau suku, untuk bertindak sebagai
mediator (perantara), rekonsiliator
atau malahan arbiter.
Metode
Menggunakan
Menurut Rudi Hartono, Alternatif
tradisional
suatu
kepada fihak ketiga, kepala desa
Penelitian yang dilakukan oleh
Rudi
Dalam
menyadari
bahwa
Satjipto
Rahardjo,
Hukum
Progresif,
Sebuah
Sintesa
Hukum
Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta,
2009, hlm 58.
14
http//masroed.wordpress.com/.../penyel
esaian-kasus-pencurian-ringan, diakses 16
Maret 2016 jam 21:55
tradisional
biasanya dapat mencarikan suatu
keputusan yang dianggap adil dan
dapat diterima oleh semua fihak
yang terlibat dalam sengketa. Pada
perkembangannya
alternaif
penyelesaian
tersebut
tidak
sengketa
hanya
menyelesaikan
dipakai
untuk
masalah
perdata,
namun juga sering dipakai untuk
menyelesaikan
Aparat
13
APS
perkara
penegak
menggunakan
pidana.
hukum
diskresi
dapat
sebagai
mediator dalam menyelesaikannya.
Kelemahan
dari
penyelesaian
perkara pidana di luar pengadilan
ini
adalah
tidak
ada
landasan
15
hukum formalnya, sehingga sebuah
Kasus
Pencurian
15
Sisa
Panen
kasus yang sudah selesai secara
Randu.
musyawarah
randu sisa panen tersebut, terjadi
aparat
dengan
penegak
mediator
hukum
Dalam kasus pencurian
maka
perselisihan antara hukum modern
apabila terjadi pergantian pejabat
dengan hukum adat. Hukum positif
penegak
sebagai refleksi hukum modern,
hukum,
maka
kasus
tersebut bisa diproses kembali.
Wacana penggunaan mediasi
bagaimanapun
lengkapnya
saja
terutama
terbatas
tetap
terlihat
dalam masalah pidana dikemukakan
dalam “hard cases”. Kedua hukum
oleh Barda Nawawi Arief yakni
secara eksis bersama-sama dalam
untuk pembaharuan hukum (legal
konstelasi hukum Indonesia yang
reform)
ide
sarat dengan pluralisme. Apa yang
ide
dilakukan oleh masyarakat tersebut
antara
perlindungan
lain
korban,
harmonisasi, ide restoratif justice,
merupakan
ide
mengatasi
formalitas
berlaku,
khususnya
kekakuan
atau
bagi mereka yang berlahan sempit
sistem
yang
atau sama sekali tidak mempunyai
menghindari
efek
tanah untuk melakukan apa yang
dalam
ide
kelaziman
negatif dari sistem peradilan pidana
mereka
sebut
dengan
dan sistem pemidanaan yang ada
gresek/ngasak.
Ada
kesepakatan
saat ini khususnya dalam mencari
tidak tertulis dalam masyarakat
alternatif lain dari pidana penjara
Jawa terutama di pedesaan bahwa
(alternative
to
mengambil sisa hasil panen bukan
imprisonment/alternative
to
pencurian.
custody). Di samping itu juga untuk
Dalam kasus tersebut terjadi
mengurangi penumpukan perkara
pertentangan antara hukum positif
dan
dengan living law. Warner Zips
penyederhanaan
proses
peradilan.
Kedua,
menyatakan
penelitian
bahwa
antara
dua
yang
dilakukan oleh Widodo Dwi Putro
dengan Judul Perselisihan Hukum
Modern dan Hukum Adat dalam
Widodo Dwi Putro, Perselisihan
Hukum Modern dan Hukum Adat dalam
Kasus Pencurian Sisa Panen Randu, Jurnal
Yudisial, Vol IV/No-02/Agustus 2011 hlm
113.
15
16
sistem hukum tersebut tidak boleh
Begitu banyak dampak yang
saling bertentangan, dan apabila
dirasakan
terjadi pertentangan maka harus di
hukum
ekslusi. Zips menyatakan bahwa
berpikiran positivistis yaitu suatu
“State agents and (quite few)
masalah
academic lawyers tend to deny the
hukum atau sumber hukumnya lebih
validity of “traditional” law (folk
dahulu
law ar customary law) by desputing
Belum lagi prosedur yang juga
its consideration of the rule of
diatur dalam hukum positif. Suatu
law.... position “traditional law”
kasus
at the bottom ledder”.
diselesaikan cepat melalui cara di
penelitian
yang
Ketiga,
dilakukan
bila
dan
semua
penegak
sarjana
hukum
selalu
untuk
yang
dicari
kepastian
menyelesaikannya.
seharusnya
dapat
oleh
luar pengadilan akhirnya menjadi
Muhammad Taufiq dengan Judul
lama dengan hukum positif. Belum
Keadilan
Memangkas
lagi tidak terjaminnya harmonisasi
Rantai Birokrasi Hukum Taufik16
sosial melalui proses seperti ini
juga menyoroti kasus-kasus yang
padahal yang ingin dicapai dalam
menimpa
orang-orang kecil dan
proses hukum ialah tercapainya
bekerjanya hukum secara legalistik.
harmonisasi sosial. Jika harmonisasi
Menurut Taufiq, Sistem hukum di
itu
Indonesia saat ini secara umum
penyelesaian secara kekeluargaan
belum
tidak
Substansial
sesuai
dengan
yang
diharapkan. Sistem hukum yang
mengedepankan kepastian hukum
dalam
bentuk
aturan
normatif
sudah
tercapai
seharusnya
proses
melalui
hukum
merusak keadilan sesungguhnya.
Tidak
kurangnya
dikemukakan
penelitian
perlu
yang
semata mempengaruhi pemikiran
dilakukan oleh penulis dengan judul
para Sarjana Hukum menjadi salah
Prinsip
satu penyebab belum berhasilnya
Penetapan
penegakan hukum.
Perampasan Kemerdekaan,17 yang
Muhammad Taufiq, Keadilan
Substansial Memangkas Rantai Birokrasi
Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014.
M Ali Zaidan, Prinsip Integralistik
dalam
Penetapan
Sanksi
Pidana
Perampasan
Kemerdekaan,
Disertasi
16
Integaralistik
Sanksi
dalam
Pidana
17
17
juga berangkat dari keprihatinan
sarana dan prasarana.18 Kapasitas
yang
rumah-rumah
sama
dengan
penelitian
penjara
tidak
Muhammad Taufiq di atas. Peneliti
proporsional lagi untuk membina
memfokuskan kepada kasus yang
narapidana sesuai dengan tujuan
dialami oleh Minah yang dituduh
yang
mencuri
milik
Pemasyarakatan
atau
perusahaan perkebunan di Jawa
Pemasyarakatan
akhir-akhir
Tengah. Kecelakaan lalu lintas yang
telah
dialami oleh Lanjar Sriyanto dan
menakutkan,
kasus pencemaran nama baik yang
kejahatan
dilakukan
oleh
sehingga
upaya
terhadap
Rumah
terhadap
narapidana
3
butir
kakao
Prita
Mulyasari
Sakit
Omni
digariskan
undang-undang.
menampilkan
Lembaga
sosok
di
mana
terjadi
di
ini
yang
berbagai
dalamnya,
pembinaan
selalu
Tangerang. Sifat positivistik hukum
mendapat sorotan. Keberhasilan LP
dan
untuk
legisme
yang
dianut
oleh
mencapai
penegak hukum telah menimbulkan
digariskan
reaksi dari kalangan masyarakat
bernuansa
yang menilai terjadi ketidak adilan
realitas.19
dalam
proses
hukum
itu.
oleh
tujuan
yang
undang-undang
lebih
utopis
ketimbang
Berangkat dari pemikiran yang
karena itu perlu diharmonisasikan
demikian
antara pelbagai kepentingan yang
rekonstruksi
saling
agar
tatanan hukum khususnya berkaitan
terciptanya harmoni/keseimbangan
dengan mereka yang melakukan
dalam masyarakat.
tindak pidana yang tergolong tindak
bertentangan
Gagasan ideal pemasyarakatan
sebagaimana
undang
ditentukan
membutuhkan
undangdukungan
Universitas Jayabaya, Jakarta, 2012 (tidak
dipublikasikan) Juga buku penulis, Menuju
Pembaharuan
Hukum
Pidana,
Sinar
Grafika, Jakarta, 2015.
itu
perlu
kembali
dilakukan
tentang
18
Keadaan itu semakin diperparah
dengan banyaknya undang-undang yang
pelanggaran atasnya diancam dengan
pidana penjara, di samping itu ada
kecendrungan bahwa penegak hukum
masih berorientasi kepada usaha untuk
memenjarakan. Kompas, Pemidanaan,
“Penegak Hukum Masih Berorientasi
Memenjarakan” Jum’at 29 April 2016, hlm
3.
19
Fakta ini terlihat dari beruntunnya
kerusuhan di Lapas Bengkulu, maupun
Banceui, Bandung beberapa waktu lalu.
18
pidana
ringan.
Sistem
hukum
stigmatisasi dan prisonisasi yang
Indonesia yang sudah out of date
menimbulkan trauma bagi mantan
diduga
penyebab
narapidana
dan
kesediaan
hukum
masyarakat
untuk
menerima
sebagai
ketimpangan
penegakan
yang terjadi selama ini. Pencurian
yang
dilakukan
rentan
pada
oleh
kembali mantan terpidana.
kelompok
hakikatnya
telah
Oleh
dicarikan
karena
itu
perlu
alternatif
lain
berupa
melanggar undang-undang, dengan
alternative to imprisontment yakni
demikian secara legalitas formal
berupa pidana kerja sosial, pidana
telah memenuhi unsur delik. Akan
pengawasan maupun pembayaran
tetapi perkembagan hukum pidana
ganti kerugian atas barang-barang
kontemporer khususnya berkaitan
yang telah dicuri, atau memberikan
dengan
kewenangan kepada hakim untuk
tujuan
pidana.
Maka
gugatan
agar
dihadirkannya
keadilan
dalam
menyelesaikan
(rechterlijke pardon). Di samping
kasus-kasus remeh temeh menguat
dengan menggunakan pendekatan
(kembali).
keadilan
Gagasan
pengayoman
yang
memberikan
pemaafan
restoratif,
juga
perlu
dilakukan pendekatan rekonsiliatif.
menjadi prinsip pelaksanaan pidana
Reconsiliasi
penjara
sistem
diartikan oleh John M Echols dan
pemasyarakatan adalah bertujuan
Hasan Shadily sebagai perdamaian,
agar terpidana menjadi orang yang
perukunan kembali. Sementara itu
baik dan berguna (rehabilitation of
Oxford
offenders)
menghapuskan
Dictionary, reconciliation diartikan
karakteristik pidana sebagai sarana
sebagai a) an end to disagreement
pembalasan
and
melalui
dengan
belum
dengan
sistem
pelunakan
Pemasyarakatan
(reconciliation)
Advanced
the
strart
Learner’s
of
a
good
relationship agian (suatu ahir dari
sebagaimana sistem Rumah Penjara
kesepakatan
di
Pidana
hubungan yang baik kembali atau b)
memiliki
the process of making it possible
berupa
for two diffrent ideas, facts, etc to
zaman
pemasyarakat
dampak
kolonial.
tetap
negatif
yang
dan
memulai
19
exist
together
without
being
mata
ditujukan
kepada
pelaku,
opposed to each other (proses
namun juga akibat perbuatan harus
untuk membuatnya mungkin untuk
diprioritaskan
dua pemikiran yang berbeda, atau
Pidana
fakta-fakta untuk kemudian muncul
alternatif terakhir apabila keadaan
bersama-sama tanpa harus menjadi
pelaku sedemikian rupa sehingga
lawan
pidana penjara satu-satunya yang
satu
dengan
lainnya.
sementara itu dalam Black Law
Dictionary,
Garner
reconsiliation
:
mengartikan
restoration
of
untuk
dipulihkan.
penjara
merupakan
cocok untuk dijatuhkan.
Pendekatan rekonsiliatif lebih
berorientasi
ke
depan
dengan
harmony between person or thing
memulihkan kerugian materiil yang
that
ditimbulkan, pemulihan hubungan-
had
been
reconciliation
in
conflict,
between
a
plaintiff
hubungan
kemasyarakatan
dan
and the defendand is in likely even
harmoni dalam masyarakat. Tujuan
if the lawsuit settles before trial
pemidanaan
(Rekonsiliasi: pemulihan harmoni
menghukum
antara orang atau hal yang telah
untuk membangkitkan rasa bersalah
terjadi konflik, suatu rekonsiliasi
pelaku
antara
mengganti/memulihkan
penggugat
dan
tergugat
bukan
pelaku
untuk
akan
tetapi
dengan
keadaan
berada dalam kemungkinan bahkan
semula. Pada pihak lain, tindakan
jika gugatan dihentikan sebelum
pelaku tidak menimbulkan pelukaan
sidang).
sosial
Dengan
kemungkinan
dialami
oleh
dihindarkan,
buruk
(social
injuries)
yang
rekonsiliasi,
berkepanjangan yang menimbulkan
yang
dendam atau stigma buruk kepada
pelaku
sementara
akan
dapat
pelaku.
itu
Pendekatan rekonsiliatif tetap
terhadap korban dapat diberikan
menggunakan jalur formal yakni
kompensasi oleh pelaku (apabila
sistem peradilan pidana terutama
memungkinkan) sehingga kerugian
pengadilan.
Pengadilan
materiil dapat dipulihkan. Tujuan
menjatuhkan
hukuman
penghukuman tidak hanya semata-
kepada pelaku dengan alternatif
dapat
tertentu
20
untuk
mengganti
kerugian
yang
artinya yang bersangkutan tidak
telah ditimbulkan. Apabila pelaku
perlu menjalani penjara kecuali di
bersedia untuk mengganti kerugian
belakang
maka dia dapat dibebaskan dari
perbuatannya.
ancaman pidana yang seharusnya
terdahulu
dijalani.
dengan
Penerapan
rekonsiliatif
pendekatan
ditujukan
hari
baru
Penyelesaian perkara secara
tidak menimbulkan kerugian yang
pencurian
besar
menimbulkan
juga
yang
dilakukan.
terhadap
lain
hukuman
diperhitungkan
perbuatan
rekonsiliatif
fihak
Maka
dapat
kasus-kasus yang secara ekonomis
pada
mengulangi
khususnya
ringan
terhadap
yang
dampak
tidak
kepada
memperhatikan aspek kemampuan
korban dan masyarakat keseluruhan
pelaku untuk memulihkan kerugian
dimungkinkan.
yang telah ditimbulkannya. Apabila
dipergunakan pendekatan keadilan
pelaku bersedia untuk memenuhi
rekonsiliatif adalah dalam rangka
kewajiban yang ditetapkan oleh
mewujudkan keadilan substansial
pengadilan, maka pidana penjara
(substantive justice) yang tidak
dapat dikesampingkan dengan suatu
hanya
batasan apabila yang bersangkutan
prosedural, akan tetapi keadilan
mengulangi
yang
perbuatannya,
maka
Tujuan
bertumpu
pada
hakiki
keadilan
sebagaimana
pidana penjara harus dijalankan
terkandung dalam Pancasila yakni
tanpa
Keadilan Sosial (social justice) yang
ada
kemungkinan
diselesaikan secara rekonsiliatif.
Apabila sebaliknya, terpidana
tidak
mampu
kewajibannya,
pemaafan
atau
Keadilan
proses hukum agar tidak semata-
hakim
mata berujung pada penghukuman
hukuman
terhadap pelakunya. Konsep ideal
memberikan
dalam teori rehabilitasi bertumpu
(rechterlijke
pardon)
kepada
diwujudkan
itulah
sosial
maka
harus
substansial
yang
memberikan
percobaan
keadilan
tetapi
kepentingan
dapat
dengan
substansial.
memenuhi
akan
membutuhkannya,
identik
pembinaan
melalui
terhadap
21
narapidana/offender oriented akan
penegakan
tetapi
berkeadilan.
secara
ditujukan
objektif
untuk
tidak
ditimbulkan
menghapuskan
yang
mengembalikan
atau memulihkan kerugian yang
telah
hukum
juga
untuk
pelukaan
sosial
Penutup
Pergeseran
paradigma
pemidaan dari Retributif menuju
(social injuries) kepada masyarakat
Rehabilitasi
sehingga pelaku dapat melanjutkan
perkembangan
kehidupannya
memperlihatkan kemajuan dalam
secara
normal
merupakan
yang
dengan tetap menekankan kepada
memperlakukan
aspek
tetap manusiawi. Fungsi hukum
individual
bersangkutan
bahwa
telah
yang
(pernah)
tidak
hanya
narapidana
bertujuan
agar
untuk
melakukan pelanggaran hukum oleh
membalas perbuatan sebagaimana
karena
lagi
aliran klasik, atau memperbaiki
mengulanginya di masa mendatang.
pelaku dan melindungi masyarakat
Apabila di belakang hari yang
dalam aliran modern. Akan tetapi
itu
tidak
bersangkutan
boleh
mengulangi
lagi
untuk
mengembalikan
perbuatannya, maka pidana yang
keseimbangan
pernah dijatuhkan terdahulu harus
akibat terjadinya tindak pidana.
dipertimbangkan
Filsafat pemidanaan yang demikian
menjatuhkan
dalam
pidana
kemudian,
itu
selaras
yang
terganggu
dengan
Pancasila
kepada yang bersangkutan tidak
sebagai acuan dalam kehidupan
diberi
hukum
kalinya
kesempatan
melakukan
untuk
kedua
penyelesaian
dan
peradilan.
penyelenggaraan
Rekonsiliasi
tidak
secara rekonsiliatif sebagai bentuk
mengakibatkan pelaku diasingkan
penghukuman.
keadilan
dari masyarakat, akan tetapi tetap
rekonsiliatif merupakan sisi lain
bersama-sama masyarakat dengan
dari
membangkitkan rasa bersalah dan
keadilan
Konsep
restoratif
yang
berorientasi korban, pelaku dan
rasa
masyarakat
bersangkutan.
agar
diperoleh
bertanggung
jawab
Negara
yang
dalam
tingkat tertinggi akan mengambil
22
alih tanggung jawab itu dalam hal
perbuatan
tersebut
tidak
menimbulkan
kerugian
dan
keresahan
sosial
yang
pemidanaan
yang
berkepanjangan.
Teori
bersifat
rekonsiliatif,
perpaduan
merupakan
antara
pembinaan
filsafat
juga
merupakan
penerapan dari restoratif justice
dengan mendahulukan penyelesaian
secara individual di mana negara
berfungsi
sebagai
Penyelesaian
dengan
fasilitator.
secara
rekonsiliatif
memperhatikan
dampak
tindak pidana kepada masyarakat,
keadaan
pribadi
pelaku
dan
kepentingan korban. Korban tidak
boleh
menentukan
kehendaknya
secara sepihak, akan tetapi melalui
perantaraan
menggungah
jawab
dan
negara
pelaku
untuk
bertanggung
sedapat
mungkin
memulihkan kerugian yang terjadi.
Hakim
pun
dapat
menjatuhkan
putusan berupa pemaafan, sehingga
tercapai harmoni sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Achyani Zulfa, Eva, Konsep Dasar
Restorative
Justice,
makalah pada Pelatihan
Hukum
Pidana
dan
Kriminologi : “Asas-asas
Hukum
Pidana
dan
Kriminologi
serta
Perkembangannya
Dewasa
Ini”Universitas
Gajahmada, Yogyakarta,
23 – 27 Februari 2014..
Atmasasmita, Romli, 2012. Teori
Hukum
Integratif,
Rekonstruksi
terhadap
Teori
Hukum
Pembangunan dan Teori
Hukum Progresif, Genta
Publishing, Yogyakarta.
Hiariej, Eddy OS, 2014. Prinsipprinsip Hukum Pidana,
Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta
Moelyatno, 2001. Kitab UndangUndang Hukum Pidana
(KUHP), Bina Aksara,
Jakarta.
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik
dan Sistem Peradilan
Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro,
Semarang, 1997.
Poernomo,
Bambang.
1985.
Pelaksanaan
Pidana
Penjara dengan Sistem
Pemasyarakatan,
Penerbit
Liberty
Yogyakarta.
Rahardjo, Satjipto 2009. Hukum
Progresif, Sebuah Sintesa
Hukum Indonesia, Genta
Publishing, Yogyakarta.
23
Soedarto, 1990. Hukum Pidana I,
Yayasan
Soedarto,
Semarang.
Taufiq, Muhammad, 2014. Keadilan
Substansial, Memangkas
Rantai Birokrasi Hukum,
Pustaka
Pelajar,
bekerjasama
dengan
Muhammad Taufiq &
Partner, Yogyakarta.
Zaidan, M Ali, 2012, Prinsip
Integralistik
dalam
Penetapan Sanksi Pidana
Perampasan
Kemerdekaan, Dissertasi
Universitas
Jayabaya
(tidak
dipublikasikan),
Jakarta.
--------------------, 2015. Menuju
Pembaharuan
Hukum
Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta.
Zehr, Howard dan Ali Gohar, 2003.
The Little Book of
Restorative
Justice,
Published by Good Books,
Intercourse,
Pennsylvania, USA.
Undang-Undang
Republik Indonesia, Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan,
Lembaran Negara Tahun
1995 Nomor 77.
http//masroed.wordpress.com/.../
penyelesaian-kasuspencurian-ringan, diakses
16 Maret 2015 jam 21:55.
Harian Umum Kompas, Pemidanaan,
“Penegak Hukum Masih
Berorientasi
Memenjarakan” Jum’at 29
April 2016.
United Nations Office on Drugs and
Crime,
Handbook on
Restorative
Justice
Programmes,
Criminal
Justice Handbook Series,
United Nations, 2006, hal
10.
Sahardjo,
dalam
Konsepsi
SAHARDJO
tentang
Fungsi Hukum Indonesia
dalam
alam
Pancasila.Manipol/Usdek
dan
Gagasan
Pemasyarakatan.
Kamus
Echols, John M dan Hassan Shadily,
1990. Kamus InggrisIndonesia, An EnglishIndonesian Dictionary, PT
Gramedia Jakarta,
Garner, Bryan A, 2004. Black Law
Dictionary, Eighth Edition. Thomson
& West, USA.
Oxford
Advanced
Learner’s
Dictionary of Current English, 2003.
Oxford University Press.
Jurnal, dokumen, media online
dan surat kabar
Jurnal
Yudisial,
Vol
IV/No02/Agustus 2011 hal 113
24
Download