Lactuca sativa L.

advertisement
MAKALAH SEMINAR UMUM
SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2012/2013
PRODUKSI BENIH SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN SISTEM
PERTANAMAN VERTIKAL
OLEH :
ENI KAENI
2009/281403/PN/11573
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
i
HALAMAN PENGESAHAN
PRODUKSI BENIH SELADA (Lactuca sativa L.)DENGAN SISTEM
PERTANAMAN VERTIKAL
Disusun Oleh :
Nama : Eni Kaeni
NIM
: 2009/281403/ PN/ 11573
Makalah seminar umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan
mata kuliah Seminar Umum (PNB 4085) pada semester I tahun ajaran 2012/2013 di
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Menyetujui,
Tanda Tangan
Tanggal
Dosen Pembimbing
Ir. Rohmanti Rabaniyah M.P
................................
.........................
................................
.........................
.................................
.........................
Mengetahui,
Komisi Seminar Umum
Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Rudi Harimurti S.P, M.P.
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas segala limpahan
rahmat dan karunia, sehingga makalah seminar umum yang berjudul Produksi Benih
Selada (Lactuca sativa L.) dengan Sistem Pertanaman Vertikal, dapat terselesaikan
dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh mata
kuliah seminar umum di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Penyusun menyadari adanya kekurangan pada makalah ini, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi peningkatan
penyusunan makalah di masa yang akan datang. Makalah ini dapat diselesaikan atas
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Rohmanti Robaniyah M.P. selaku Dosen Pembimbing Seminar Umum atas
segala bimbingan, arahan, dukungan, hingga kritik yang konstruktif.
2. Ir. Mulyono Nitisapto, M.P. selaku Praktisi Pertanaman Vertikal yang telah
berkenan untuk membagikan ilmunya.
3. Dr. Ir. Taryono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada.
4.
Dr. Rudi Harimurti, S.P, M.P. selaku Komisi Seminar Umum Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
5. Teman-teman Budidaya Pertanian 2009 yang selalu memberikan dukungan.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata dan sebagai harapan, semoga makalah seminar umum ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Januari 2013
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI ………………………………………………………….........
DAFTAR TABEL..........................................................................................
INTISARI ......................................................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………….
B. Tujuan ..............................................…………………………....
C. Manfaat ........................................................................................
II. SELADA....................................................................................................
III. SISTEM PERTANAMAN VERTIKAL UNTUK PRODUKSI BENIH
SELADA (Lactuca sativa L.)
A. Pertanaman Vertikal .....................................................................
B. Pertanaman Vertikal untuk Produksi Benih Selada......................
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanaman Vertikal.............
VI. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
A. Kesimpulan …………………………………………………….
B. Saran ……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........
Halaman
i
ii
iii
iv
iv
v
1
1
1
2
3
5
5
7
11
15
15
15
16
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Pertanaman Vertikal
12
Tabel 2. Perbedaan Pertanian Konvensional dan Pertanaman Vertikal
13
iv
PRODUKSI BENIH SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN SISTEM
PERTANAMAN VERTIKAL
INTISARI
Proses produksi pertanian dikatakan berhasil jika yang dipanen sesuai dengan harapan
pembudidaya. Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tanaman adalah digunakannya
benih unggul bermutu dan lingkungan tumbuh pertanaman optimal. Hal yang penting dalam
kegiatan budidaya pertanian lingkungan pertanaman baik berupa faktor biotik maupun abiotik.
Salah satu faktor abiotik yang menjadi acuan pertanian saat ini adalah lahan atau media tanam.
Ironinya, banyak lahan yang telah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian. Alternatif
permasalahan lahan ini, adalah suatu sistem budidaya pertanian secara vertikal. Pertanaman
vertikal mampu mengatasi keterbatasan lahan, air dan pengoptimalan pemanfaatan radiasi
surya, sehingga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tertentu. Kondisi
pertanaman vertikal, memungkinkan untuk produksi benih secara kuantitas (jumlah biji yang
dihasilkan), sedangkan secara kualitas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Salah satu
tanaman yang cocok ditanam pada pertanaman ini yakni selada (Lactuca sativa L.)
yang
mempunyai perakaran yang pendek dan berbatang kecil. Pertanaman vertikultur akan lebih
mempermudah pengamatan atau monitoring dan roguing dalam rangka produksi benih.
Kata Kunci : Budidaya, Benih, Lahan, vertikal, selada
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih merupakan salah satu komponen utama dalam sistem produksi
pertanian. Saat ini benih telah menjadi komoditas pertanian yang mempunyai nilai
ekonomi pada suatu kegiatan pertanian. Kendala produksi benih saat ini yakni
sumberdaya lahan yang semakin sempit serta kemungkinan kejenuhan produktivitas
tanaman. Untuk mengatasi masalah itu perlu diciptakan suatu teknolgi pertanian yang
hemat lahan (Nasrullah et al., 1988). Salah satu upaya untuk mengatasi masalah
tersebut yakni melakukan sistem pertanaman secara vertikal (vertikultur).
Untuk memproduksi benih terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi di
antaranya yakni kondisi lingkungan pertanaman yang sesuai, karena dalam
memproduksi benih berbeda dengan memproduksi untuk konsumsi. Produksi benih
lebih ditekankan pada kemurnian genetis dan lingkungan yang mendukung. Prinsip
genetik diterapkan dalam rangka penanganan mutu internal, sedangkan lingkungan
yang diperlukan pada prinsipnya hampir sama dengan produksi untuk konsumsi.
Hanya saja dilakukan beberapa perlakuan khusus seperti roguing, uji viabilitas, dan
adanya standarisasi mutu suatu biji agar didapatkan calon bahan tanam yang murni
secara genetis, mempunyai viabilitas dan daya kecambah yang baik sehingga akan
diperoleh benih bermutu tinggi.
Pola pertanaman vertikal menawarkan beberapa kelebihan untuk produksi
benih di antaranya mempermudah monitoring dan rouging, sehingga terdapat
kemungkinan jika pertanaman vertikal ini digunakan untuk produksi suatu benih.
Salah satu tanaman yang biasa dikembangkan dalam pertanian vertikal yakni selada
(Lactuca sativa L.).
B. Tujuan
1. Memberikan informasi mengenai produksi/perbanyakan benih selada
2. Mengenalkan sistem pertanaman vertikal untuk produksi benih
1
C. Manfaat
Dari tulisan ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran mengenai
modifikasi lingkungan tumbuh tanaman dengan sistem pertanaman vertikal dalam
memproduksi benih khusunya pada tanaman selada (Lactuca sativa L.).
2
II. SELADA (Lactuca sativa L.)
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayuran daun yang
banyak
dikonsumsi
masyarakat
Indonesia.
Warna,
tekstur
dan
aromanya
menyegarkan penampilan makanan sehingga mampu menambah selera makan
masyarakat sehingga selada banyak dikonsumsi dan menjadi pilihan alternatif sumber
gizi. Selada dikenal sebagai sumber mineral, pro-vitamin A, vitamin C dan serat
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedudukan tanaman selada dalam sistematik tanaman, akan tampak dari
klasifikasi sebagai berikut (Rukmana, 1994)
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Famili
: Asteraceae (Compositae)
Genus
: Lactuca
Spesies
: Lactuca sativa L.
Segi morfologi tanaman selada yakni daun yang berbentuk bulat panjang (25
cm, lebarnya kurang lebih 15 cm), akar tunggang, mudah berbunga di daerah iklim
sub tropis maupun tropis, bunga berwarna kuning, bunganya membentuk polong yang
berisi biji, biji berbentuk pipih, berukuran kecil, dan berbulu (Whitaker et al., 1974).
Menurut Anonim (2012), menyebutkan bahwa biji-biji selada akan dipanen pada saat
berumur 12-14 minggu atau 3-4 bulan setelah dilakukan penanaman.
Menurut Ashari (1995), bunga selada berbentuk dompolan (inflorescence),
tangkai bunga bercabang banyak dan setiap cabang kemudian membentuk anak
cabang. Setiap krop panjangnya antara 3-4 cm yang dilindungi oleh beberapa daun
pelindung (bractea) yang dinamakan invloruce. Setiap krop mengandung 10-25 floret
atau anak bunga yang mekarnya serentak. Biji selada disebut achene. Satu krop hanya
mengandung 10-25 biji. Semua floret terbuka pada pagi hari. Biji selada masak 11-13
hari setelah bunga mekar, namun biji mudah terembus keluar. Begitu biji masak,
3
tangkai bunga segera dipotong dan dimasukkan ke dalam plastik untuk dilakukan
seed processing. Menurut Whitaker et al., (1974) Waktu yang diperlukan untuk
melakukan proses dari benih menjadi benih yakni sekitar 6-8 bulan, tergantung
varietas selada.
4
III. SISTEM PERTANAMAN VERTIKAL UNTUK PRODUKSI BENIH
SELADA (Lactuca sativa L.)
A. Pertanaman Vertikal
Sistem pertanian vertikal atau vertikultur merupakan sistem budidaya
pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok
diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit.
Vertikultur ini dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan
umum, atau bahkan pada pemukiman di daerah padat yang tidak punya halaman sama
sekali. Vertikultur dapat digunakan sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan
lahan semaksimal mungkin. Usaha tani secara komersial dapat dilakukan dengan
metode vertikultur apalagi untuk memenuhi kebutuhan sendiri akan sayuran dan
buah-buahan semusim. Untuk mendapatkan keindahan, aneka tanaman hias pun dapat
ditanam secara bertingkat (Widarto, 1997).
Sistem budidaya pertanian vertikal awalnya hanya menggunakan tong atau
drum logam yang diisi kerikil atau campuran gambut, di sekeliling kolom vertikal
dibuat lubang untuk meletakkan bibit tanaman. Pemberian air dan hara dapat didaur
ulang dengan penampung di bawah kolom (Resh, 1983).
Prinsip kerja sistem ini seperti sistem pot, hanya pot yang dibuat
panjang/susun sehingga pada suatu titik tidak hanya satu tanaman seperti tanaman di
lahan, tetapi beberapa tanaman disusun secara vertikal. Berbagai bahan dapat
digunakan sebagai wadah media tumbuh tanaman. Kolom vertikal dapat digunakan
pipa PVC, bambu, pipa dari tanah (plempem). Kolom susun dapat berupa bamboo,
pralon, papan kayu, karung plastik/polybag/seng dengan kerangka bamboo/kayu. Pot
gantung dari pot plasti, tempurung kelapa, kaleng bekas dan sebagainya (Nitisapto,
1993). Beberapa rancangan yang telah dicoba pertanaman pada kolom vertikal dari
beberapa bahan seperti PVC, plempem, bamboo dan karung palstik; rancangan kolom
susun mendatar; dan rancangan pot gantung dan pot susun.
Cara penanaman tergantung pada jenis tanamannya. Ada yang dapat ditanam
langsung di wadah vertikultur, ada yang harus disemai dulu baru ditanam, dan ada
5
yang harus disemai kemudian disapih dan baru ditanam di wadah. Pesemaian
dibutuhkan oleh tanaman yang berbiji kecil, misalnya sawi, kubis, tomat, cabai,
terong, lobak, selada dan wortel. Untuk tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan
membutuhkan perawatan yang agak khusus, misalnya paprika, cabai hot beauty atau
cabai keriting dan tomat buah dilakukan cara penanaman yang terakhir.
Keuntungan sistem ini yakni penghematan lahan dapat ditingkatkan mencapai
4-5 kali, lahan yang diusahakan dapat ditempatkan di sekitar sumber air, hal ini akan
menghemat tenaga khusunya penyiraman. Panen radiasi surya juga meningkat 4-5
kali dibanding pertanian mendatar, hal ini akan berdampak positif dalam ikut
menanggulangi pemanasan global yang disebakan efek rumah kaca. Pupuk dapat
dihemat, karena pada budidaya vertikal ini lindian hara dapat bermanfaat untuk
tanaman dibagian bawah, bahkan masih ditampung untuk didaur ulang. Penanaman
pada teknik ini dapat dilakukan sepanjang tahun. Dari segi estetika, sistem ini dapat
menambah keasrian, kiranya tidak hanya di pekarangan yang sempit, namun cukup
relevan juga jika dijadikan penghias di taman kota. Kendala pada sistem ini adalah
sumberdaya manusia dan modal. Sumberdaya manusia perlu tingkatkan dalam
menyerap teknologi baru. Kendala modal terkait dengan sarana dan prasarana dalam
kegiatan ini, namun hal ini dapat disubtitusikan dengan penggunaan bahan yang
tersedia di masing-masing daerah (Nitisapto, 1993).
Disamping kondisi lingkungan yang mendukung, hal yang penting dalam
kegiatan budidaya pertanian adalah adanya lahan atau media tanam. Berdasarkan
sensus pertania terakhir yang dilakukan oleh BPS, banyak konversi lahan pertanian
ke sektor lain yang dianggap lebih menguntungkan. Juga sangat ironis, konversi
lahan sawah ke non sawah justru banyak terjadi pada daerah yang secara tradisional
merupakan sentra-sentra poduksi pangan. Selama ini sekitar 56-60% produksi padi
dilakukan pada sawah-sawah yang subur di Jawa. Meski ada pencetakan sawah baru
di luar Jawa, luasnya hanya 4-5% dari luas total pertahun. Hal ini tidak sebanding
dengan konversi sawah ke sektor non-sawah yang setiap tahunnya mencapai 8% per
tahunnya (Tambunan, 2009).
6
Pertanian kota sampai saat ini memang masih belum digarap dengan sungguhsungguh, karena mempunyai ciri-ciri intensif dalam permodalan; tenaga; sarana
maupun metode. Demikian pula tujuannya selain untuk memenuhi kebutuhan pangan,
juga ada tujuan lain seperti estetika; penangkal polusi, seperti polusi udara; suara; bau
dan sebagainya (Nitisapto, 1993). Sistem pertanian vertikal kiranya sesuai untuk
sistem pertanian kota (Nitisapto, 1989).
Sistem pertanian kota dengan ketersediaan lahan yang sempit, dapat ditempuh
dengan pengembangan teknologi pertanian yang hemat lahan, walaupun sebetulnya
teknik ini diterapkan di wilayah pedesaan (rural agricutural) maupun wilayah
perkotaan (urban agriculture) (Nitisapto, 1993). Lahan dalam pertanian kota
merupakan pekarangan yang sempit atau hanya halaman rumah yang sempit.
B. Pertanaman Vertikal untuk Produksi Benih Selada
Sejak tahun 1980-an, permintaan selada di dalam negeri cenderung meningkat
terutama dari pasar-pasar swalayan, restaurant, hotel berbintang dan tempat lain yang
banyak dikunjungi oleh orang-orang asing. Untuk memenuhi kebutuhan selada dalam
negeri Indonesia mengimpornya dari Negara yang beriklim sub tropis, padahal
kondisi agroekologi tropis Indonesia juga sesuai untuk pengembangan selada
(Rukmana, 1994), sehinngga untuk produksi benih dalam negeri sangat
dimungkinkan untuk dilakukan.
Produksi benih merupakan proses pengadaan bahan tanam melalui
serangkaian proses mulai dari pemilihan bahan tanam atau benih unggul bermutu,
budidaya, prosessing sampai dengan penyimpanan, agar dapat tersedia. Benih
bermutu tinggi dengan mutu fisik, kemurnian spesies dan kultivar yang tinggi, daya
berkecambah dan vigor yang tinggi, ukuran yang seragam, bebas dari biji gulma dan
penyakit seedborne, dan kadar air benih rendah, memerlukan kemampuan teknis dan
pengetahuan tentang pemuliaan tanaman. Produksi benih tergantung pada spesies
tanaman, tetapi pada dasarnya mengikuti prinsip berikut: (1) mempertahankan
kemurnian genetik benih, dan (2) teknologi produksi benih yang mencakup prinsip-
7
prinsip agronomi untuk mempertahankan mutu benih yang tinggi. Paket teknologi
produksi benih selada secara konvensional (Edi dan Yusri, 2009).
1. Benih
Ada beberapa hal yang perlu dicermati saat memilih calon benih yang akan
ditanam yaitu benih yang ditanam harus ada jaminan tentang kebenaran nama
varietas, kejelasan dan legalitas sumber benih dari varietas, serta tingkat
kemurnian tingkat varietas.
2. Pengolahan lahan
Lahan terlebih dahulu dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur. Selanjutnya
dibuat bedengan dari barat ke timur agar mendapat cahaya penuh. Lebar bedengan
100 cm, tinggi 30 cm dan panjang disesuaikan lahan. Jarak antar bedengan 30 cm.
Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur dolomite.
3. Persemaian
Biji dapat langsung ditanam di lapangan, tetapi akan lebih baik jika disemaikan.
Sebelum disemaikan biji direndam dengan air hangat (50oC) selama satu malam
atau larutan Previcur (0,1%) selama ± 2 jam kemudian dikeringkan. Benih disebar
merata pada bedengan persemaian dengan media campuran tanah dan pupuk
kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari dan
diberi naungan. Setelah umur 7-8 hari, bibit dipindahkan ke dalam bumbunan yang
terbuat dari daun pisang atau pot plastik dengan media tanam yang sama.
4. Penanaman
Setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun tanaman dapat
dipindahkan ke bedengan yang sudah dipersiapkan dengan jarak tanam 20 x 20
cm.
5. Pemupukan
3 hari sebelum tanam berikan pupuk kandang kotoran ayam 20.000 kg/ha atau
pupuk kompos organik hasil fermentasi (kotoran ayam yang telah difermentasi)
dengan takaran 4 kg/m2. Pada umur 2 minggu setelah tanam lakukan pemupukan
susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m2) agar pemberian pupuk lebih merata pupuk Urea
diaduk dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan disamping
8
barisan tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2)
pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
6. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan tiap hari sampai selada tumbuh normal, kemudian diulang
sesuai kebutuhan. Jika ada tanaman yang mati, segera disulam sebelum tanaman
berumur 15 hari. Penyiangan dan pendangiran dilakukan bersamaan dengan waktu
pemupukan pertama dan kedua.
7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Penyakit yang sering menyerang tanaman selada yaitu bercak hitam daun dan
cacar daun. Hama yang sering ditemui adalah ulat daun, belalang, dan nyamuk
kecil bila keadaan lembab. Pengendalian hama dapat dilakukan secara mekanik
yaitu dipungut dengan tangan, jika terpaksa gunakan pestisida yang aman mudah
terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.
Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis,
takaran, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
8. Seleksi Tanaman (Roguing)
Seleksi tanaman (Roguing) merupakan satu hal yang cukup penting dalam
produksi benih, karena benih yang dihasilkan akan sesuai dengan yang diharapkan
tanpa ada campuran varietas lain atau benih yang dihasilkan kemurniaannya
terjaga selama proses penanaman di lapangan. Pada fase vegetatif, pemurnian atau
seleksi ini dilakukan pada waktu perkecambahan. Selain itu dapat diamati pula tipe
tanaman, bentuk daun, ukuran daun, dan warna daun. Selanjutnya pada fase
generatif dapat dilakukan dengan mengamati warna bunga, bentuk biji dan ukuran
biji.
9. Panen Biji
Proses pembijian tanaman selada, memerlukan waktu sekitar 6-8 bulan (Whitaker
et al., 1974). Anonim (2012) menyebutkan bahwa biji dipenan pada umur 12-14
minggu setelah tanam. Pemanenannya manual menggunakan tangan. Panen biji
selada ini dapat dilakukan 3-4 kali tiap musimnya, bahkan ada beberapa varietas
9
selada yang berbunga setiap 40-60 hari. Rata-rata hasil panenan biji mencapai 400500 kg/ha, tergantung pada varietasnya.
Pada teknologi budidaya pertanaman vertikal hampir menyerupai sistem
pertanaman yang mendatar, hanya saja pertanamannya disusun ke arah vertikal.
Menurut Nitisapto (1993), terdapat beberapa tahapan dalam bertanam secara vertikal
1. Wadah Media
Berbagai bahan dapat digunakan sebagai media, yang terpenting susunan wadah
tetap memenuhi prinsip bahwa pertanaman dapat disusun ke atas dan bagian
bawah masih memperoleh sinar yang cukup. Kolom vertikal dapat menggunakan
pipa PVC (pralon), bambu, tanah (plempem) dan lain-lain. Pembuatan lubang
tanam pada kolom dapat disesuaikan dengan jenis tanaman (selada 20 cm).
Dudukan kolom vertikal dapat menggunakan semen cor atau dengan kerangka
besi.
2. Media Tumbuh
Media tumbuh tanaman sama seperti pertanaman konvensional (horizontal),
namun perlu dipilih yang porus seperti tanah pasiran, gambut, abu, yang dicampur
dengan pupuk kandang atau kompos (1:1). Media tumbuh ini dapat digunakan
secara terus menerus, yang perlu ditambah adalah pupuk kandang / kompos agar
sumber hara perlu diperbarui, caranya dengan membongkar untuk dicampur pupuk
kandang baru, ataupun hanya ditambah pupuk saja dengan menggunakan bor tanah
dan pengaduk.
3. Pembibitan
Pembibitan sama dengan pertanaman konvensional. Penyiapan bibit dapat
dilakukan dengan melakukan penyemaian pada wadah khusus (nampan plasti,
kotak kayu, dan lain-lain). Setelah 3-4 minggu persemaian, bibit selada sudah siap
dipindahkan ke dalam kolom vertikal.
4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan meletakan bibit pada lubang kolom vertikal. Jarak
maupun tata letak penanaman mengikuti lubang-lubang pada kolom, jarak antar
lubang tanam untuk selada yakni 20 cm.
10
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang utama adalah pengairan dan pemupukan. Penyiangan
hanya pada bagian yang terbuka dan di lahan sekitar kerangka wadah media. Cara
pemberian air dapat dilakukan dengan penyiraman memakai gayung bertangkai
atau selang dari tendon air maupun irigasi tetes secara sederhana yang dirangkai
sendiri. Cara pemberian pupuk dapat dicampur merata dengan media tumbuh pada
awal percampuran media.
6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Secara rutin dilakukan pengamatan pada tanaman, jika dijumpai hama maka
segera matikan dan cabutlah tanaman yang terserang hama tersebut.
7. Panen biji
Hal ini telah dilakukan oleh Nitisapto (1993), bahwa selain untuk produksi sayuran
segar, sistem pertanaman vertikal memungkinkan untuk usaha perbenihan. Hasil
benih selada kerting seluas 10 m2 yang diisi 30 kolom mendapatkan 1 kg biji
kering, atau rerata 33 gram/kolom. Berarti persatuan hektar dapat menghasilkan
1000 kg biji selada kering.
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanaman Vertikal
Beberapa kelebihan sistem pertanaman vertikal dibandingkan dengan sistem
konvensional atau pertanian secara mendatar jika diterapkan untuk melakukan sistem
budidaya pertanian. Menurut Widarto (1997) disebutkan bahwa kekurangan dari
sistem pertanaman vertikal ini tidak terlalu berarti apabila dibandingkan dengan
kelebihan yang diperoleh. Kelebihan dan kekurangan penanaman secara vertikal jika
dibandingkan dengan pertanian mendatar atau konvensional adalah sebagai berikut.
11
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Pertanaman Vertikal
Kelebihan
Kekurangan
1. Penghematan pemakaian pupuk
dan pestisida.
1. Rawan terhadap serangan jamur
2. Investasi awal yang cukup mahal
2. Meminimalisir tumbuhnya gulma
3. Menghemat biaya penyiraman
4. Efisiensi penggunaan lahan
5. Dapat digunakan sebagai hiasan/
estetika
3. Sistem
penyiraman
harus
dilakukan secara kontinu
4. Diperlukan alat khusus (missal
tangga), untuk pemeliharaan dan
pemanenan di bagian atas.
6. Mudah dipindahkan
7. Mempermudah
pelaksanaan
monitoring/pemeliharaan
Sumber : Widarto, 1997
Tabel di atas menjelaskan beberapa kekurangan dan kelebihan sistem
pertanaman vertikal itu sendiri. Dari pembahasan mengenai teknologi perbanyakan
benih selada, jika kita bandingkan dengan pertanaman mendatar maka terdapat
beberapa hal yang menjadi perbedaan di antaranya keduanya, untuk budidayanya
hampir sama yaitu mulai dari persiapan benih sampai panen biji. Perbedaannya dapat
disajikan pada tabel berikut:
12
Tabel 2. Perbedaan Pertanian Konvensional dan Pertanaman Vertikal
Konvensional
Dilakukan
pengolahan
Vertikal
tanah Dalam persiapan tanam diperlukan
menggunakan traktor untuk persiapan wadah dan media tanam. Tanah hanya
media, pembuatan bedengan, lubang dimasukan pada wadah media dengan
tanam, irigasi dan lain-lain
dilakukan
pencampuran
(pupuk
kandang atau kompos (1:1)), wadah
dilubangi sebagai tempat penanaman
selada.
Dilakukan
beberapa
tahapan Pemupukan dilakukan sekali bersamaan
pemupukan
dengan persiapan media tanam
Pengairan irigasi
Irigasi tetes
Lingkungan tumbuh luas, gulma dapat Lingkungan tumbuh sangat terbatas,
tumbuh bebas
monitoring
gulma dapat diminimalisir
hanya
pada
tepian Monitoring
pertanaman
dilakukan
dengan
memasuki pertanaman
Hasil biji kering selada 400-500 kg/ha Hasil biji kering selada mencapai
(Anonim, 2012)
1000kg/ha
Kemurnian ~100%, Daya Tumbuh
Kemurnian ~100%, Daya Tumbuh
›95% (Anonim, 2012)
›90% (Nitisapto, 2012)*.
Dalam memproduksi benih, pemeliharaan dan monitoring sangat penting.
Sistem pertanaman vertikal menawarkan beberapa kemudahan untuk produksi benih
selada. Pada dasarnya prinsip produksi benih selada ataupun benih secara umum
yakni mempertahankan kemurnian genetik benih, dan teknologi produksi benih yang
mencakup prinsip-prinsip agronomi untuk mempertahankan mutu benih yang tinggi.
Sistem vertikal menawarkan prinsip agronomi yang berbeda.
Untuk mempertahankan kemurnian genetik varietas dalam produksi benih,
beberapa tahapan yang perlu dilakukan diantaranya yakni Sumber benih untuk
13
multiplikasi harus berasal dari kelas benih di atasnya, inspeksi lahan sebelum
penanaman, isolasi tanaman, sertifikasi benih untuk mempertahankan kemurnian
genetik dan mutu benih, roguing off-type, menguji secara periodik kemurnian genetik
benih dengan cara menumbuhkan tanaman untuk mempertahankan mutu, dan
menghindari kontaminasi yang disebabkan oleh pencampuran mekanis. Dengan
pertanaman vertikal yang terkait monitoring, inspeksi maupun roguing dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat.
Prinsip agronomi dalam produksi benih (Kuswanto, 1996) menyebutkan di
antaranya pemilihan dan penyiapan lahan yang dipakai untuk produksi, adaptasi
varietas, sejarah lahan/pertanaman, rotasi tanaman, kemudahan transportasi,
pertumbuhan tanaman, pemanenan, dan penanganan benih agar siap salur.
Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat menjadi suatu pertimbangan bahwa
proses produksi benih pada pertanaman vertikal dapat menjadi alternatif pertanian
lahan sempit. Banyak kelebihan yang ditawarkan pada sistem ini, namun perlu
dilakukan penelitian yang lebih lanjut agar bukan hanya kuantitas yang mampu
dicapai dengan baik, akan tetapi kualitasnya pun dicapai pula khususnya pada
tanaman selada (Lactuca sativa L.), karena hampir sebagian besar benih selada
diimpor dari negara lain.
14
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Produksi benih dapat dilakukan dengan sistem pertanaman vertikal
2. Sistem pertanaman vertikal memberikan beberapa kemudahan dalam produksi
benih khususnya selada yakni pada proses monitoring dan pemeliharaan yang
termasuk dalam prinsip kemurnian genetik dan agronomi.
B. Saran
Perlu adanya penelitian dan kajian lebih lanjut mengenai kelebihan dan
prospek pertanaman vertikal untuk produksi benih (terutama pengujian kualitas atau
mutu benih pada pertanaman vertikal), karena masih jarang penggunaan sistem ini
untuk perbenihan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Lettuce Seed Production. (www.jwseeds.co.za). Diakses pada Tanggal
04 Desember 2012.
Edi, S., dan A. Yusri. 2009. Budidaya Selada Semi Organik. Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Jambi.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, dan Sertifikasi Benih. Andi.
Yogyakarta
Nasrullah, M. Drajad dan D. Prayitno. 1988. Teknologi Produksi Pertanian Hemat
Lahan dan Air. Makalah Lokakarya Pulang Kandang Alumni Fakultas
Pertanian UGM. Yogyakarta.
Nitisapto, M. 1993. Budidaya Sayuran Sistem Pertanian Vertikal. Jurusan Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
__________. 1989. Pemanfaatan lahan sempit di daerah perkotaan dengan pertanian
vertikal. Makalah Seminar S-2 UGM. Yogyakarta.
Resh, H. M. 1983. Hydroponic Food Production. Woodbridge Press Pub. Co. Santa
Barbara.
Rubatzky V.E.,dan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 2. Penerbit ITB. Bandung
Rukmana, R. 1994. Bertanam Selada dan Andewi. Kanisius. Yogyakarta.
Tambunan, T. 2009. Dampak krisis ekonomi terhadap perekonomian rakyat. Jurnal
Dialog Kebijakan Publik 6: 1-14.
Widarto, L. 1997. Vertikultur Bercocok Tanam secara Bertingkat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Whiteker, T.W., E.J. Ryder, V.E. Rubatsky and P.V. Vail. 1974. Lettuce Production
in the United States. Agriculture Handbook 221. Agriculture Research
Service. United States Departement of Agriculture.
*Wawancara : Nitisapto, M. 24 Oktober dan 09 November 2012.
16
Download