BAB II LANDASAN TEORI II.1. Teori II.1.1. Kebijakan Pendanaan Perusahaan Kebijakan pendanaan yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan struktur modal. Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau sumber dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap. Leverage juga meningkatkan risiko keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya, maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham (Sartono 2000, 337). Ada dua macam leverage, yaitu operating leverage dan financial leverage. Operating leverage merupakan penggunaan aktiva dengan biaya tetap dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu dapat cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Weston dan Copeland (1995) dalam Kartamulja (2008) mengemukakan bahwa leverage operasi akan meningkatkan profitabilitas yang tidak pasti. Leverage keuangan timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap. Perusahaan yang menggunakan dana tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan atau efek yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dari pada beban tetap dari penggunaan dana itu. Financial leverage untuk mengukur seberapa besar sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang jangka panjang. Leverage keuangan mempengaruhi pendapatan setelah bunga dan pajak, atau pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham biasa. Leverage 10 keuangan mengambil alih yang ditinggalkan leverage operasi, selanjutnya lebih memperbesar pengaruh perubahan tingkat penjualan terhadap laba per saham. Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya. Struktur keuangan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca. Ini terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham. Struktur modal perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Jadi struktur modal suatu perusahaan hanya merupakan sebagian dari struktur keuangannya (Sartono 2000, 295). Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus memilih sumber dana yang digunakan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pendanaan. II.1.2. Faktor-faktor Penentu Keputusan Struktur Modal Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam arti bagaimana perusahaan memilih menggunakan sumber dana yang berasal dari hutang atau modal sendiri. Dalam menentukan pertimbangan antara besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang tercermin pada struktur modal perusahaan, manajer keuangan perlu pula memperhitungkan adanya berbagai faktor yang mempengaruhi struktur modal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu : profitability (profitabilitas), investment opportunity (kesempatan investasi), growth (pertumbuhan), managerial ownership (kepemilikan manajerial), size (ukuran perusahaan), dan assets structure (struktur aktiva). Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Rasio profitabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam 11 menghasilkan keuntungan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode berjalan (Kartamulja 2008, 3). Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi atau aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Weston dan Copeland (1995) menyatakan return on Asset (ROA) umumnya disebut sebagai hasil pengembalian atas jumlah aktiva. Rasio ini mencoba mengukur efektifitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan (Kartamulja 2008, 3). ROA sebagai rasio laba terhadap aktiva juga merupakan indikator kunci pada produktifitas. Perusahaan yang berhasil mempunyai laba yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan yang kurang maju. Return on equity (ROE) adalah rasio laba yang sangat penting. ROE merupakan hasil pengembalian atas ekuitas yang mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi tinggi, akan berusaha untuk memenuhinya dengan menggunakan laba ditahan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan kebijakan dividen yang dilakukan. Fama dan French (2000) dalam Kartamulja (2008, 3) mengemukakan kesempatan investasi diukur dengan membagi perubahan total asset dengan asset pada tahun t. Pendekatan pertumbuhan perusahaan (growth opportunities) merupakan komplemen profitabilitas yang merupakan control variable untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan disini digunakan pertumbuhan total aktiva, yang cenderung berdampak positif terhadap leverage perusahaan. Menurut Fidyati (2003) dalam Sa'diyah (2007: 19) pertumbuhan perusahaan dapat didefinisikan sebagai 12 peningkatan yang terjadi pada perusahaan. Makin tinggi pertumbuhan perusahaan yang berarti pula bahwa kesempatan bertumbuh perusahaan makin tinggi, maka akan makin besar kebutuhan dana yang diperlukan. Brigham dan Houston (2001) dalam Sa’diyah (2007: 19) mengatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Rozeff (1982) dalam Kartamulja (2008: 4) menyatakan apabila perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat dengan asumsi faktor lain tetap konstan, maka perusahaan membutuhkan dana investasi untuk menciptakan angka penjualan. Keberhasilan ini dapat dikaitkan dengan biaya ekuitas, sehingga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kebijakan pendanaan perusahaan, jika pertumbuhan perusahaan meningkat maka leverage perusahaan akan naik. Menurut Fidyati (2003) dalam Sa'diyah (2007: 19) pertumbuhan perusahaan dapat didefinisikan sebagai peningkatan yang terjadi pada perusahaan. Makin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan yang berarti makin besar kebutuhan dana yang diperlukan. Brigham dan Gapenski (1999) dalam Masdupi (2005: 61), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana dari sumber eksternal yang besar. Alasan lain adalah karena biaya emisi saham biasanya lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya pengeluaran obligasi. Kepemilikan manajerial adalah jumlah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer (Officer) dan direktur (Nurfauziah et al. 2007, 53). Kebijakan hutang, kepemilikan manajerial dan kepemilikan saham institusional berguna untuk meminimalkan biaya-biaya agensi dalam perusahaan. Namun begitu, mekanisme ini juga memiliki keterbatasannya sendiri. Kepemilikan saham umum manajerial yang 13 berlebihan dapat menimbulkan pertentangan (Listyani 2003, 101). Mekanisme voting dan pengambilalihan akan gagal jika manajemen memiliki kontrol dalam perusahaan. Selain itu, manajer juga tidak mau menginvestasikan terlalu banyak kekayaan pribadinya dalam perusahaan guna menghindari naiknya risiko kebangkrutan perusahaan dan meningkatkan risiko kebangkrutan non-diversifikasi bagi manajer sendiri. Pemegang saham pengendali tetap dapat mempertahankan kontrol untuk mengekspropriasi sumber daya perusahaan. Pemegang saham besar berusaha tidak melakukan pendanaan ekuitas karena akan menyebabkan berkurangnya kontrol pada perusahaan. Pemegang saham pengendali berusaha mempengaruhi perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang tanpa harus mengurangi kontrolnya terhadap perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001). Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki 14 kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham. Ukuran perusahaan mempengaruhi suatu perusahaan dalam membuat kebijakan pendanaannya. Makin besar perusahaan, umumnya lebih membutuhkan pendanaan yang cukup besar dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Sejumlah studi telah mengemukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan (Masdupi 2005, 61). Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel ini dapat digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Makin besar aktiva maka makin banyak modal yang ditanam, makin banyak penjualan maka 15 makin banyak perputaran uang dan makin besar pula perusahaan tersebut dikenal oleh masyarakat (Sudarmadji dan Lana 2007, 2). Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap ukuran perusahaan mengacu pada penelitian Saidi (2004), dan Dyah Sih Rahayu (2005), dimana ukuran perusahaaan di-proxy dengan nilai logaritma natural dari total asset (natural logarithm of asset). Menurut Laksmi (2010: 49), perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki sumber permodalan yang lebih terdiversifikasi sehingga semakin kecil kemungkinan untuk bangkrut dan lebih mampu memenuhi kewajibannya, sehingga perusahaan besar cenderung mempunyai hutang yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Logaritma dari total assets dijadikan indikator dari ukuran perusahaan karena jika semakin besar ukuran perusahaan maka asset tetap yang dibutuhkan juga akan semakin besar. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Titman dan Wessels (1988) dalam Laksmi (2010), dimana perusahaan kecil cenderung membayar biaya modal sendiri dan biaya hutang jangka panjang lebih mahal daripada perusahaan besar. Maka perusahaan kecil lebih menyukai hutang jangka pendek daripada meminjam hutang jangka panjang, karena biayanya lebih rendah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh R. Agus Sartono (1999), Imam Ghozali dan Hendrajaya (2000), Mutaminah (2003), Saidi (2004) dan Dyah Sih Rahayu (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Struktur aktiva merupakan sisi sebelah kiri neraca (aktiva perusahaan yang harus dibelanjai). Perbandingan atau perimbangan antara aktiva lancar dan aktiva tetap akan menentukan struktur aktiva (Riyanto 1993, 12). Dalam penelitian ini, struktur aktiva diukur dengan membandingkan antaara aktiva tetap dengan total aktiva. Struktur aktiva 16 mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan dalam beberapa cara. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika permintaan akan produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum), akan banyak menggunakan hutang hipotik jangka panjang. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa piutang dan persediaan barang yang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas masing-masing perusahaan (misalnya perusahaan grosir dan pengecer), tidak begitu tergantung pada pembiayaan hutang jangka pannjang dan lebih tergantung pada pembiayaan jangka pendek. II.2. Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan replikasi dari Kartamulja (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada tahun pengambilan data. Kartamulja (2008) menggunakan data laporan keuangan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 pada perusahaan yang terdaftar di BEJ yang tidak bergerak pada industri keuangan dan perbankan. Sementara penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahun 2008 sampai dengan 2010 serta mempersempit hasil penelitian hanya dalam perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang tercatat di BEI. Hal ini dilakukan agar hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat lebih spesifik pada satu bidang usaha dan meningkatkan kemampuan generalisasi pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kartamulja (2008), dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendanaan (leverage) perusahaan dapat dipengaruhi oleh profitabilitas, kesempatan investasi, dan pertumbuhan perusahaan. Tingkat profitabilitas memiliki hubungan yang negatif dengan kebijakan pendanaan perusahaan, sehingga makin tinggi 17 porsi dana yang tersedia untuk membiayai operasional perusahaa, maka tingkat leverage perusahaan makiin kecil. Kesempatan investasi dan pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan positif dengan leverage perusahaan, sehingga semakin tinggi kesempatan investasi yang berasal dari retained earnings dan makin tinggi pertumbuhan perusahaan maka tingkat leverage perusahaan akan makin besar. Berbeda dengan penelitian Kartamulja (2008), hasil penelitian yang dilakukan oleh Listyani (2003) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang negatif terhadap kebijakan pendanaan perusahaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan dan tingkat kepemilikan manajerial, maka makin rendah kebutuhan perusahaan untuk memenuhi kebutuhannya dengan pendanaan dari pihak luar. Hal ini selaras dengan penelitian Sa’diyah (2007), yang menemukan adanya hubungan yang negatif antara tingkat pertumbuhan perusahaan dengan kebijakan pendanaan perusahaan. Selain penelitian tersebut, penelitian ini juga didukung oleh penelitian lainnya yang menunjukan adanya hubungan antara leverage dengan kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan dan struktur aktiva. Rahayu dan Faisal (2005:112) telah menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap struktur modal perusahaan, yang juga memiliki kaitan dengan kebijakan pendanaan perusahaan. Penelitian ini diteliti berdasarkan data yang diperoleh dari 39 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Periode yang ditinjau adalah tahun 1999 sampai dengan tahun 2001. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Faisal (2005:199) mengindikasikan adanya hubungan negatif dan signifikan antara kepemilikan manajerial dan struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Nuringsih (2004:140) menemukan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan hutang yang 18 menunjukan adanya hubungan substitusi. Hasil menyatakan bahwa pada tingkat kepemilikan tinggi menyebabkan kekayaan manajer tidak terdiversifikasi sehingga menghadapi resiko tinggi. Pada kondisi ini manajer menggunakan hutang pada tingkat rendah dengan tujuan untuk memperkecil resiko kebangkrutan dan financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Melisa (2006:13) menemukan adanya hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan hutang. Hasil tersebut menunjukan makin tinggi tingkat hutang maka makin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan. Berbeda dengan penelitian lain, karena peneliti memasukan periode krisis pada penelitian. Nilai hutang yang tinggi bukan disebabkan karena adanya penambahan hutang, melainkan karena penurunan nilai tukar rupiah yang berdampak pada peningkatan nilai hutang luar negri perusahaan. Dalam artikel yang ditulis oleh Rina (2008:68) menemukan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan struktur modal perusahaan. Penelitian Rina ini menggunakan data dari perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 dengan menggunakan 25 sampel. Listyani (2003:104) melakukan penelitian dengan 174 perusahaan. Data ini diambil dari perusahaan yang terdaftar di BEJ. Periode data yang dikumpulkan oleh untuk dianalisis oleh Listyani adalah data cross-sectional periode 1997 sampai dengan tahuna 2000. Penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, yang juga memiliki kaitan dengan kebijakan pendanaan perusahaan. Selaras dengan penelitian uang dilakukan oleh Sa’diyah (2007:42) dan Masdupi (2005:65), yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif dengan 19 kebijakan hutang. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar perusahaan, maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga makin besar, disebabkan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dana yang tersedia adalah pendanaan eksternal. II.3. Hipotesis Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana pengujian hipotesisnya menggunakan metode kausal komparatif ( Causal Comparative Research ). Penelitian kausal komparatif adalah penelitian yang melihat hubungan antara variabel. Data yang diperlukan dalam penelitian merupakan data sekunder yang didapatkan dari BEI. Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Suatu hipotesis akan diterima jika hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu pula sebaliknya. II.3.1 Profitabilitas Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode berjalan. Kartamulja ( 2008) menemukan bukti bahwa tingkat 20 profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Sehingga hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut : Ha1= Profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H01 = Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap leverage II.3.2 Kesempatan Investasi Suatu perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi tinggi, akan berusaha untuk memenuhinya dengan menggunakan laba ditahan perusahaan. Hal ini akan berakibat jika kesempatan investasi perusahaan meningkat maka leverage perusahaan akan naik. Kartamulja (2008) dalam hal ini juga menemukan bukti bahwa kesempatan investasi berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut : Ha2= Kesempatan investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H02 = Kesempatan investasi tidak berpengaruh terhadap leverage II.3.3 Tingkat Pertumbuhan Perusahaan yang mengalami pertumbuhan dengan pesat maka perusahaan tersebut membutuhkan dana investasi yang lebih besar untuk menciptakan angka penjualan. Hal ini akan berakibat jika pertumbuhan perusahaan meningkat maka leverage perusahaan akan naik. Kartamulja (2008) Mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut : Ha3= Pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H03 = Tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap leverage 21 II.3.4 Kepemilikan Manajerial Sebagian manajer cenderung akan mengarahkan pada peningkatan atas penggunaan hutang untuk mengurangi tarif pajak melalui bunga yang timbul akibat penggunaan hutang. Hartono (2008) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut : Ha4= Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H04 = Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap leverage II.3.5 Ukuran Perusahaan Perusahaan besar akan lebih banyak membutuhkan dana dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Selain itu perusahaan yang lebih besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan yang lebih kecil, sehingga memungkinkan bagi perusahaan besar untuk memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari perusahaan kecil. Supriyanti (2008) menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kelima dirumuskan sebagai berikut : Ha5= Ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H05 = Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap leverage II.3.6 Struktur Aktiva Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika permintaan akan produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum), akan banyak menggunakan hutang jangka panjang. Akan tetapi, perusahaan yang memiliki lebih banyak aktiva lancar, seperti piutang dan persediaan barang, tidak terlalu memerlukan hutang jangka panjang. Mardi (2008) menemukan bukti bahwa struktur 22 aktiva memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keenam dirumuskan sebagai berikut : Ha6= Struktur Aktiva memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage H06 = Struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap leverage 23