10 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Teori II.1.1. Kebijakan Pendanaan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Teori
II.1.1. Kebijakan Pendanaan Perusahaan
Kebijakan pendanaan yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan struktur
modal. Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau sumber dana
dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau
membayar beban tetap. Leverage juga meningkatkan risiko keuntungan, karena jika
perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya,
maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham (Sartono
2000, 337).
Ada dua macam leverage, yaitu operating leverage dan financial leverage.
Operating leverage merupakan penggunaan aktiva dengan biaya tetap dengan harapan
bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu dapat cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variabel. Weston dan Copeland (1995) dalam Kartamulja (2008)
mengemukakan bahwa leverage operasi akan meningkatkan profitabilitas yang tidak
pasti. Leverage keuangan timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban
tetap. Perusahaan yang menggunakan dana tetap dikatakan menghasilkan leverage yang
menguntungkan atau efek yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan
dana tersebut lebih besar dari pada beban tetap dari penggunaan dana itu. Financial
leverage untuk mengukur seberapa besar sumber pendanaan perusahaan yang berasal
dari hutang jangka panjang. Leverage keuangan mempengaruhi pendapatan setelah
bunga dan pajak, atau pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham biasa. Leverage
10
keuangan mengambil alih yang ditinggalkan leverage operasi, selanjutnya lebih
memperbesar pengaruh perubahan tingkat penjualan terhadap laba per saham.
Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya.
Struktur keuangan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca. Ini terdiri dari
hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham. Struktur
modal perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang,
saham preferen dan modal pemegang saham. Jadi struktur modal suatu perusahaan
hanya merupakan sebagian dari struktur keuangannya (Sartono 2000, 295). Oleh karena
itu, manajemen perusahaan harus memilih sumber dana yang digunakan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pendanaan.
II.1.2. Faktor-faktor Penentu Keputusan Struktur Modal
Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam
melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam
pembelanjaan, dalam arti bagaimana perusahaan memilih menggunakan sumber dana
yang berasal dari hutang atau modal sendiri. Dalam menentukan pertimbangan antara
besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang tercermin pada struktur modal
perusahaan, manajer keuangan perlu pula memperhitungkan adanya berbagai faktor
yang mempengaruhi struktur modal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu :
profitability
(profitabilitas), investment opportunity (kesempatan investasi), growth (pertumbuhan),
managerial ownership (kepemilikan manajerial), size (ukuran perusahaan), dan assets
structure (struktur aktiva).
Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola
perusahaan.
Rasio
profitabilitas
menunjukan
keberhasilan
perusahaan
dalam
11
menghasilkan keuntungan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai
salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan
dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah
dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode berjalan (Kartamulja 2008, 3). Ukuran
profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih, tingkat
pengembalian investasi atau aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik.
Weston dan Copeland (1995) menyatakan return on Asset (ROA) umumnya
disebut sebagai hasil pengembalian atas jumlah aktiva. Rasio ini mencoba mengukur
efektifitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan (Kartamulja 2008, 3). ROA
sebagai rasio laba terhadap aktiva juga merupakan indikator kunci pada produktifitas.
Perusahaan yang berhasil mempunyai laba yang relatif besar dibandingkan dengan
perusahaan yang kurang maju. Return on equity (ROE) adalah rasio laba yang sangat
penting. ROE merupakan hasil pengembalian atas ekuitas yang mengukur pengembalian
nilai buku kepada pemilik perusahaan.
Suatu perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi tinggi, akan berusaha
untuk memenuhinya dengan menggunakan laba ditahan perusahaan. Selain itu,
perusahaan juga harus memperhatikan kebijakan dividen yang dilakukan. Fama dan
French (2000) dalam Kartamulja (2008, 3) mengemukakan kesempatan investasi diukur
dengan membagi perubahan total asset dengan asset pada tahun t. Pendekatan
pertumbuhan perusahaan (growth opportunities) merupakan komplemen profitabilitas
yang merupakan control variable untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan
datang. Pertumbuhan perusahaan disini digunakan pertumbuhan total aktiva, yang
cenderung berdampak positif terhadap leverage perusahaan. Menurut Fidyati (2003)
dalam Sa'diyah (2007: 19) pertumbuhan perusahaan dapat didefinisikan sebagai
12
peningkatan yang terjadi pada perusahaan. Makin tinggi pertumbuhan perusahaan yang
berarti pula bahwa kesempatan bertumbuh perusahaan makin tinggi, maka akan makin
besar kebutuhan dana yang diperlukan. Brigham dan Houston (2001) dalam Sa’diyah
(2007: 19) mengatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat
lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
Rozeff (1982) dalam Kartamulja (2008: 4) menyatakan apabila perusahaan
mengalami pertumbuhan yang pesat dengan asumsi faktor lain tetap konstan, maka
perusahaan membutuhkan dana investasi untuk menciptakan angka penjualan.
Keberhasilan ini dapat dikaitkan dengan biaya ekuitas, sehingga memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap kebijakan pendanaan perusahaan,
jika pertumbuhan
perusahaan meningkat maka leverage perusahaan akan naik. Menurut Fidyati (2003)
dalam Sa'diyah (2007: 19) pertumbuhan perusahaan dapat didefinisikan sebagai
peningkatan yang terjadi pada perusahaan. Makin tinggi tingkat pertumbuhan
perusahaan yang berarti makin besar kebutuhan dana yang diperlukan. Brigham dan
Gapenski (1999) dalam Masdupi (2005: 61), menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana dari sumber
eksternal yang besar. Alasan lain adalah karena biaya emisi saham biasanya lebih mahal
jika dibandingkan dengan biaya pengeluaran obligasi.
Kepemilikan manajerial adalah jumlah persentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh manajer (Officer) dan direktur (Nurfauziah et al. 2007, 53). Kebijakan
hutang, kepemilikan manajerial dan kepemilikan saham institusional berguna untuk
meminimalkan biaya-biaya agensi dalam perusahaan. Namun begitu, mekanisme ini
juga memiliki keterbatasannya sendiri. Kepemilikan saham umum manajerial yang
13
berlebihan dapat menimbulkan pertentangan (Listyani 2003, 101). Mekanisme voting
dan pengambilalihan akan gagal jika manajemen memiliki kontrol dalam perusahaan.
Selain itu, manajer juga tidak mau menginvestasikan terlalu banyak kekayaan pribadinya
dalam perusahaan guna menghindari naiknya risiko kebangkrutan perusahaan dan
meningkatkan risiko kebangkrutan non-diversifikasi bagi manajer sendiri. Pemegang
saham pengendali tetap dapat mempertahankan kontrol untuk mengekspropriasi sumber
daya perusahaan. Pemegang saham besar berusaha tidak melakukan pendanaan ekuitas
karena akan menyebabkan berkurangnya kontrol pada perusahaan. Pemegang saham
pengendali berusaha mempengaruhi perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang
tanpa harus mengurangi kontrolnya terhadap perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham
perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya
persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan
informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial
menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency
theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan
antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001). Agent diberi mandat oleh principal
untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan
pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah
keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman
bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan
untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki
14
kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory
yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing
berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko
terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai
manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko
kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi
adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga
sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau
disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan
aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan
manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan
kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham.
Ukuran perusahaan mempengaruhi suatu perusahaan dalam membuat kebijakan
pendanaannya. Makin besar perusahaan, umumnya lebih membutuhkan pendanaan yang
cukup besar dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Sejumlah studi telah
mengemukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang
perusahaan (Masdupi 2005, 61). Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel ini dapat digunakan untuk menentukan
ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Makin
besar aktiva maka makin banyak modal yang ditanam, makin banyak penjualan maka
15
makin banyak perputaran uang dan makin besar pula perusahaan tersebut dikenal oleh
masyarakat (Sudarmadji dan Lana 2007, 2).
Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh
perusahaan. Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap ukuran perusahaan mengacu
pada penelitian Saidi (2004), dan Dyah Sih Rahayu (2005), dimana ukuran perusahaaan
di-proxy dengan nilai logaritma natural dari total asset (natural logarithm of asset).
Menurut Laksmi (2010: 49), perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki
sumber permodalan yang lebih terdiversifikasi sehingga semakin kecil kemungkinan
untuk bangkrut dan lebih mampu memenuhi kewajibannya, sehingga perusahaan besar
cenderung mempunyai hutang yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Logaritma
dari total assets dijadikan indikator dari ukuran perusahaan karena jika semakin besar
ukuran perusahaan maka asset tetap yang dibutuhkan juga akan semakin besar.
Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Titman dan Wessels (1988) dalam
Laksmi (2010), dimana perusahaan kecil cenderung membayar biaya modal sendiri dan
biaya hutang jangka panjang lebih mahal daripada perusahaan besar. Maka perusahaan
kecil lebih menyukai hutang jangka pendek daripada meminjam hutang jangka panjang,
karena biayanya lebih rendah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain
oleh R. Agus Sartono (1999), Imam Ghozali dan Hendrajaya (2000), Mutaminah (2003),
Saidi (2004) dan Dyah Sih Rahayu (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan.
Struktur aktiva merupakan sisi sebelah kiri neraca (aktiva perusahaan yang harus
dibelanjai). Perbandingan atau perimbangan antara aktiva lancar dan aktiva tetap akan
menentukan struktur aktiva (Riyanto 1993, 12). Dalam penelitian ini, struktur aktiva
diukur dengan membandingkan antaara aktiva tetap dengan total aktiva. Struktur aktiva
16
mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan dalam beberapa cara. Perusahaan yang
mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika permintaan akan produk mereka
cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum), akan banyak menggunakan hutang
hipotik jangka panjang. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa piutang dan
persediaan barang yang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan tingkat
profitabilitas masing-masing perusahaan (misalnya perusahaan grosir dan pengecer),
tidak begitu tergantung pada pembiayaan hutang jangka pannjang dan lebih tergantung
pada pembiayaan jangka pendek.
II.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan replikasi dari Kartamulja (2008). Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada tahun pengambilan data.
Kartamulja (2008) menggunakan data laporan keuangan dari tahun 2002 sampai dengan
tahun 2003 pada perusahaan yang terdaftar di BEJ yang tidak bergerak pada industri
keuangan dan perbankan. Sementara penelitian ini menggunakan data laporan keuangan
tahun 2008 sampai dengan 2010 serta mempersempit hasil penelitian hanya dalam
perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang tercatat di BEI. Hal ini dilakukan
agar hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat lebih spesifik pada satu bidang usaha
dan meningkatkan kemampuan generalisasi pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kartamulja (2008), dapat disimpulkan
bahwa kebijakan pendanaan (leverage) perusahaan dapat dipengaruhi oleh profitabilitas,
kesempatan investasi, dan pertumbuhan perusahaan. Tingkat profitabilitas memiliki
hubungan yang negatif dengan kebijakan pendanaan perusahaan, sehingga makin tinggi
17
porsi dana yang tersedia untuk membiayai operasional perusahaa, maka tingkat leverage
perusahaan makiin kecil. Kesempatan investasi dan pertumbuhan perusahaan memiliki
hubungan positif dengan leverage perusahaan, sehingga semakin tinggi kesempatan
investasi yang berasal dari retained earnings dan makin tinggi pertumbuhan perusahaan
maka tingkat leverage perusahaan akan makin besar.
Berbeda dengan penelitian Kartamulja (2008), hasil penelitian yang dilakukan
oleh Listyani (2003) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan
manajerial memiliki pengaruh yang negatif terhadap kebijakan pendanaan perusahaan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan dan
tingkat kepemilikan manajerial, maka makin rendah kebutuhan perusahaan untuk
memenuhi kebutuhannya dengan pendanaan dari pihak luar. Hal ini selaras dengan
penelitian Sa’diyah (2007), yang menemukan adanya hubungan yang negatif antara
tingkat pertumbuhan perusahaan dengan kebijakan pendanaan perusahaan.
Selain penelitian tersebut, penelitian ini juga didukung oleh penelitian lainnya
yang menunjukan adanya hubungan antara leverage dengan kepemilikan manajerial,
ukuran perusahaan dan struktur aktiva. Rahayu dan Faisal (2005:112) telah menguji
pengaruh kepemilikan manajerial terhadap struktur modal perusahaan, yang juga
memiliki kaitan dengan kebijakan pendanaan perusahaan. Penelitian ini diteliti
berdasarkan data yang diperoleh dari 39 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Periode yang ditinjau adalah tahun 1999 sampai dengan tahun 2001.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Faisal (2005:199)
mengindikasikan adanya hubungan negatif dan signifikan antara kepemilikan manajerial
dan struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Nuringsih (2004:140) menemukan
adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan hutang yang
18
menunjukan adanya hubungan substitusi. Hasil menyatakan bahwa pada tingkat
kepemilikan tinggi menyebabkan kekayaan manajer tidak terdiversifikasi sehingga
menghadapi resiko tinggi. Pada kondisi ini manajer menggunakan hutang pada tingkat
rendah dengan tujuan untuk memperkecil resiko kebangkrutan dan financial distress.
Penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Melisa (2006:13) menemukan adanya
hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan hutang. Hasil tersebut
menunjukan makin tinggi tingkat hutang maka makin tinggi kepemilikan manajerial
perusahaan. Berbeda dengan penelitian lain, karena peneliti memasukan periode krisis
pada penelitian. Nilai hutang yang tinggi bukan disebabkan karena adanya penambahan
hutang, melainkan karena penurunan nilai tukar rupiah yang berdampak pada
peningkatan nilai hutang luar negri perusahaan.
Dalam artikel yang ditulis oleh Rina (2008:68) menemukan bahwa struktur
aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan struktur
modal perusahaan. Penelitian Rina ini menggunakan data dari perusahaan-perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 dengan
menggunakan 25 sampel.
Listyani (2003:104) melakukan penelitian dengan 174 perusahaan. Data ini
diambil dari perusahaan yang terdaftar di BEJ. Periode data yang dikumpulkan oleh
untuk dianalisis oleh Listyani adalah data cross-sectional periode 1997 sampai dengan
tahuna 2000. Penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat
pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan
hutang, yang juga memiliki kaitan dengan kebijakan pendanaan perusahaan. Selaras
dengan penelitian uang dilakukan oleh Sa’diyah (2007:42) dan Masdupi (2005:65), yang
menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif dengan
19
kebijakan hutang. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar perusahaan, maka
kecenderungan penggunaan dana eksternal juga makin besar, disebabkan perusahaan
besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dana
yang tersedia adalah pendanaan eksternal.
II.3. Hipotesis
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kuantitatif,
dimana
pengujian
hipotesisnya menggunakan metode kausal komparatif ( Causal Comparative Research ).
Penelitian kausal komparatif adalah penelitian yang melihat hubungan antara variabel.
Data yang diperlukan dalam penelitian merupakan data sekunder yang didapatkan dari
BEI.
Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Suatu hipotesis akan diterima jika
hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu pula
sebaliknya.
II.3.1 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola
perusahaan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai salah satu cara
untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan dengan hasil
akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah dilaksanakan oleh
perusahaan dalam periode berjalan. Kartamulja ( 2008) menemukan bukti bahwa tingkat
20
profitabilitas berpengaruh
secara signifikan terhadap leverage. Sehingga hipotesis
pertama dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ha1= Profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage
H01 = Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap leverage
II.3.2 Kesempatan Investasi
Suatu perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi tinggi, akan berusaha
untuk memenuhinya dengan menggunakan laba ditahan perusahaan. Hal ini akan
berakibat jika kesempatan investasi perusahaan meningkat maka leverage perusahaan
akan naik. Kartamulja (2008) dalam hal ini juga menemukan bukti bahwa kesempatan
investasi berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas
maka dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut :
Ha2= Kesempatan investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage
H02 = Kesempatan investasi tidak berpengaruh terhadap leverage
II.3.3 Tingkat Pertumbuhan
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan dengan pesat maka perusahaan
tersebut membutuhkan dana investasi yang lebih besar untuk menciptakan angka
penjualan. Hal ini akan berakibat jika pertumbuhan perusahaan meningkat maka
leverage perusahaan akan naik. Kartamulja (2008) Mengemukakan bahwa tingkat
pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian
di atas maka hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut :
Ha3= Pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage
H03 = Tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap leverage
21
II.3.4 Kepemilikan Manajerial
Sebagian manajer cenderung akan mengarahkan pada peningkatan atas
penggunaan hutang untuk mengurangi tarif pajak melalui bunga yang timbul akibat
penggunaan hutang. Hartono (2008) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut :
Ha4= Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage
H04 = Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap leverage
II.3.5 Ukuran Perusahaan
Perusahaan besar akan lebih banyak membutuhkan dana dibandingkan
perusahaan yang lebih kecil. Selain itu perusahaan yang lebih besar akan lebih mudah
memperoleh
pinjaman
dibandingkan
perusahaan
yang
lebih
kecil,
sehingga
memungkinkan bagi perusahaan besar untuk memiliki tingkat leverage yang lebih besar
dari perusahaan kecil. Supriyanti (2008) menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis kelima dirumuskan sebagai berikut :
Ha5= Ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage
H05 = Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap leverage
II.3.6 Struktur Aktiva
Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika
permintaan akan produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum), akan
banyak menggunakan hutang jangka panjang. Akan tetapi, perusahaan yang memiliki
lebih banyak aktiva lancar, seperti piutang dan persediaan barang, tidak terlalu
memerlukan hutang jangka panjang. Mardi (2008) menemukan bukti bahwa struktur
22
aktiva memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Berdasarkan uraian di atas
maka hipotesis keenam dirumuskan sebagai berikut :
Ha6=
Struktur
Aktiva
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
leverage
H06 = Struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap leverage
23
Download