BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas yang memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa banyak, baik dari jenis tumbuhan, hewan dan genetis, terlebih lagi Indonesia merupakan negara beriklim tropis, yang membuatnya semakin banyak sumber daya alam. Negara yang beriklim sub tropis atau kutub tentu memiliki keanekaragaman yang berbeda pula, namun keuntungan negara tropis salah satunya adalah suhu yang hangat dan kelembaban yang cukup sehingga membuat banyak tumbuhan dan hewan dapat hidup dengan baik, termasuk serangga, dimana suhu merupakan faktor penting dalam keberadaannya. Hal ini menjadikan negara beriklim tropis seperti Indonesia menjadi lebih bervariasi dan beragam sumber daya alamnya. Keanekaragaman tidak hanya terpusat pada jumlah spesies, tetapi juga aspek komposisi, struktur dan fungsi. Habitat yang dimodifikasi dapat mempengaruhi tumbuhan, hewan berupa serangga herbivora dan arthtopoda yang menguntungkan dengan cara transformasi lingkungan fisik, menginduksi perubahan iklim mikro dan iklim lokal (Bugg & Pickett, 1998 dalam Kinansih, 2002). Secara umum, modifikasi habitat mempengaruhi keanekaragaman hewan yang tinggal di tempat tersebut dan secara khususnya berarti mempengaruhi keragaman serangga yang juga tinggal disana, hal ini berarti ada korelasi antara modifikasi habitat dengan keragaman serangga disuatu habitat. Serangga sendiri merupakan anggota Phylum Arthropoda yang paling melimpah serta mendominasi di muka bumi ini. Jumlah serangga yang telah teridentifikasi hampir mencapai 750.000 spesies dan akan bertambah lagi dimasa yang akan datang. Keberadaan serangga di muka bumi ini berpengaruh pada kehidupan manusia terkait jumlah serta peranannya. Peranan serangga dapat berupa nilai guna dari aktivitas dan produk, sedangkan kerugiannya seperti kerusakan tanaman pangan dan 1 vektor penyakit. Manusia harus pandai memanfaatkan keberadaan serangga sehingga nilai gunanya menjadi lebih tinggi dan dampak kerugiannya dapat dikendalikan (Borror, 1995). Dalam kehidupan ini, peranan serangga yang merugikan antara lain sebagai vektor penyakit, sebagai parasit dan sebagai hama tanaman. Serangga di mata masyarakat awam saat ini banyak dipandang sebagai perusak tanaman dan hama, walaupun masih banyak sebenarnya peranan serangga yang lain, yang bermanfaat. Peranan serangga yang menguntungkan seperti sebagai penyerbuk pada tanaman berbunga, penghasil nektar, protein yang tinggi, dan sebagai bantuan dalam menentukan umur kematian jenazah sering diabaikan oleh banyak orang, sehingga pemberantasan serangga dilakukan terus menerus (Borror, 1995). Salah satu peranan serangga sebagai penghitung waktu kematian jenazah dikenal dengan nama Entomologi Forensik, yang merupakan cabang dari ilmu entomologi dan ilmu forensik dan berkaitan sangat erat dengan ilmu tanatologi. Tanatologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan kematian manusia, yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi (Nurwidayanti, 2009). Jenazah yang ditemukan dalam berbagai macam kasus pembunuhan yang terjadi dimasyarakat, tentu dapat diketahui waktu kematiannya, salah satu cara yang mudah dengan melihat jenis-jenis serangga yang berdatangan ke jenazah tersebut. Secara teoritis, serangga yang paling banyak datang diawal adalah diptera, selanjutnya diikuti oleh coleptera dan hymenoptera, dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat, serangga necrophagous yaitu serangga pemakan bangkai, yang termasuk didalamnya adalah lalat dan kumbang bangkai yang memiliki kemampuan melakukan dekomposisi bangkai dengan jangka waktu yang singkat (Carter, 2007). Serangga necrophagous juga melakukan fungsi yang penting dalam ekosistem yaitu meningkatkan penguraian dan daur ulang materi organik ke dalam ekosistem terestrial (Kalinova, 2009). 2 Lalat merupakan salah satu serangga yang tertarik pada bau busuk yang dikeluarakan oleh bangkai. Lalat akan bertelur pada lokasi yang lembab dan terlindungi seperti lubang hidung, mulut, anus dan luka terbuka. Siklus hidup lalat secara umum melalui fase telur-larva-pupa-lalat dewasa. Periode antara lalat bertelur dan membentuk stadium perkembangan tertentu, dapat digunakan untuk membantu memperkirakan lama waktu kematian. Jenis lalat mempengaruhi periode tersebut, karena setiap lalat memiliki waktu yang berbeda-beda dalam meletakkan telur atau larva pada bangkai, sehinga lalat menjadi salah satu indikator yang sangat bermanfaat dalam bidang forensik. Penentuan lokasi dan lama waktu kematian secara entomologik dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti musim, ketinggian dan luas daerah, temperatur, kelembaban udara, lokasi bangkai ditemukan, misalnya di air, kebun, sawah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi faktor eksternalnya berupa lokasi bangkai yang dikubur dalam kedalaman tertentu dengan menggunakan tikus laboratorium sebagai model percobaan. Tikus laboratorium digunakan karena mudah diperoleh, murah, kosmopolitan dan digunakan dalam uji praklinis. Pemilihan lokasi yang digunakan di Kebun Biologi yang merupakan daerah yang tertutup oleh kanopi dan tanah yang subur, sehingga dimungkinkan banyak serangga pengunjung yang datang. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang akan diangkat, yaitu: 1. Apa saja spesies serangga yang ditemukan pada bangkai tersebut selama proses dekomposisi? 2. Apakah terdapat perbedaan serangga pada bangkai tikus yang diletakkan di atas permukaan tanah dengan yang dikubur dalam tanah? 3. Dan juga, peran dari masing-masing serangga pengunjung yang ada? 3 C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Spesies serangga yang ditemukan pada bangkai tersebut selama proses dekomposisi, 2. Perbedaan serangga pada bangkai tikus yang diletakkan di atas permukaan tanah dengan yang dikubur dalam tanah, dan 3. Peran dari masing-masing serangga pengunjung yang ada. D. Manfaat Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai khasanah ilmu pengetahuan yang baru mengenai serangga pemakan bangkai dan bidang entomologi forensik, melatih kemampuan dalam mengidentifikasi serangga pemakan bangkai. 4