Perubahan Iklim Dapat di Kendalikan

advertisement
Perubahan Iklim Dapat di Kendalikan
Oleh : Redaksi Butaru
Pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992,
Indonesia
menjadi
salah
satu
negara yang
menyepakati Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim
(United Nations Framework Convention on Climate
Change).
Sebagai
tindak
lanjut,
Indonesia menerbitkan UU No. 6 Tahun 1994 tentang
Ratifikasi Konvensi Perubahan Iklim yang berisikan 3
(tiga) hal utama, yakni: (1) tercapainya stabilitas
konsensi emisi Gas Rumah Kaca pada tingkat yang
aman; (2) adanya tanggung jawab bersama sesuai kemampuan (common but
differentiated responsibilities); dan (3) negara maju akan membantu negara berkembang
(pendanaan, asuransi dan alih teknologi). Lahirnya Bali Roadmap atau Bali Action Plan
2007, Copenhagen Accord 2009, dan Cancun Commitments 2010, yang merupakan
kesepakatan global untuk menciptakan kondisi bumi yang lebih baik dari kecenderungan
yang ada dalam jangka waktu panjang (bahkan setelah masa Protocol Kyoto, yaitu
sampai 2012). Kesepakatan-kesepakatan ini, walaupun belum secara tegas menetapkan
target kuantitatif dan jadual pelaksanaannya, mempengaruhi secara langsung atau
tidak langsung kebijakan pembangunan nasional, salah satunya adalah arahan
kebijakan pembangunan infrastruktur bidang ke-PU-an. Komitmen pemerintah Republik
Indonesia seperti yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
pertemuan G-20 di Pittsburgh adalah upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
sebesar 26% dari business as usual dengan kemampuan sendiri, dan penurunan hingga
41% dengan bantuan donor dari negara luar. Hal ini memberikan kontribusi yang sangat
berarti terhadap kebijakan pembangunan nasional pada berbagai sektor yang terkait
dengan emisi GRK ini.
Fenomena Perubahan Iklim di Indonesia
Laporan ke-4 Working Group II – International Panel on Climate Change (IPCC), yang
diterbitkan pada Bulan April 2007 lalu, membuktikan adanya beberapa climate
proof dengan tingkat keyakinan yang tinggi mengenai perubahan temperatur regional
yang telah berdampak nyata secara fisik dan biologis. Kenaikan temperatur rata-rata sejak
1850-1899 hingga 2001- 2005 adalah 0.760C dan muka air laut global telah
meningkat dengan laju rata-rata 1.8 mm/tahun dalam rentang waktu 40 tahun terakhir
(1961-2003). Kenaikan total muka air laut yang berhasil dicatat pada awal abad 20
diperkirakan sebesar 17 cm. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa kegiatan sosialekonomi manusia (antropogenik) memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan
temperatur tersebut, sehingga tanpa upaya yang terstruktur dan berkesinambungan,
dampak yang akan terjadi pada masamendatang akan menjadi sangat serius. Perubahan
Iklim dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) fenomena berikut:
1.
2.
3.
4.
Meningkatnya temperatur udara;
Meningkatnya curah hujan;
Kenaikan muka air laut;
Meningkatnya intensitas kejadian ekstrim yang diantaranya adalah:
 Meningkatnya intensitas curah hujan pada musim basah,
 Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir secara ekstrim,
 Berkurangnya curah hujan dan debit sungai pada musim kemarau serta bertambah
panjangnya periode musim kering,Menurunnya kualitas air pada musim kemarau,
 Meningkatnya intensitas dan frekuensi badai tropis,
 Meningkatnya tinggi gelombang dan abrasi pantai, dan
 Meningkatnya intrusi air laut.
Secara garis besar, fenomena diatas telah dan akan berdampak pada masyarakat
(termasuk kesehatan) dan permukiman (termasuk infrastruktur), kegiatan sosial ekonomi
(termasuk pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata) dan ekosistem (termasuk
lingkungan, yakni tanah dan air). Berkaitan dengan Perubahan Iklim, upayaupaya pembangunan yang dilakukan dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yakni
upaya mitigasi dan upaya adaptasi yang dijabarkan sebagai berikut: Upaya mitigasi
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gasgas rumah kaca (GRK) ke atmosfir yang berpotensi menipiskan lapisan ozon. Untuk itu,
upaya mitigasi terutama difokuskan untuk 5 (lima) sektor yakni:
-
-
Sektor Kehutanan sebagai sumber mekanisme penyerapan karbon (carbon sink),
diarahkan pada upaya pemeliharaan hutan berkelanjutan pencegahan deforestasi
dan degradasi hutan, pencegahan illegal Logging, pencegahan kebakaran hutan
serta rehabilitasi hutan dan lahan;
Sektor Energi, diarahkan pada upaya pengurangan emisi GRK yang berasal dari
pembangkit energi, transportasi, industri, dan perkotaan;
Sektor Lahan Gambut, diarahkan pada upaya pemertahanan permukaan air
kawasan lahan gambut;
Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan, diarahkan pada upaya pengelolaan lahan
dan rawa serta optimasi pemanfaatan infrastruktur irigasi; serta
Sektor Limbah dan Persampahan, diarahkan khususnya dengan mekanisme
pengurangan pelepasan emisi karbon (khusus gas metan).
Upaya adaptasi merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk
menghadapi dampak negatif dari Perubahan Iklim. Namun upaya tersebut akan
sulit memberikan manfaat secara efektif apabila laju Perubahan Iklim melebihi
kemampuan beradaptasi. Upaya ini bertujuan untuk: (1) mengurangi resiko bencana
atau kerentanan sosial- ekonomi dan lingkungan yang diakibatkan dari
Perubahan Iklim, (2) meningkatkan daya tahan (resilience) masyarakat dan ekosistem,
sekaligus
(3)
meningkatkan
keberlanjutan pembangunan
nasional
dan
daerah. Indonesia dalam adaptasi Perubahan Iklim ini memiliki tantangan yang sangat
besar, terutama karena wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan, berada di
daerah tropis, dan memiliki posisi strategis di antara dua benua besar dan dua
samudera yang sangat besar. Kondisi ini menyebabkan Indonesia sangat rentan
terhadap Perubahan Iklim. Beberapa fakta yang sangat mungkin dipengaruhi oleh
Perubahan Iklim, antara lain adalah ancaman ketahanan pangan akibat kekeringan
dan banjir, ancaman wabah penyakit, ancaman kerusakan infrastruktur dan
prasarana perkotaan di pesisir, serta ancaman kerusakan permukiman dan perumahan
akibat
bencana
yang
semakin
tinggi rekuensinya. Letak
geografis
Indonesia merupakan kondisi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.
Rencana Aksi Nasional Mitigasi Adaptasi
Bidang Penataan Ruang Strategi Mitigasi




Mendorong perwujudan minimal
30% dari luas DAS untuk kawasan
hutan provinsi dan kabupaten/ kota
dalam meningkatkan carbon sink
Mengarusutamakan konsep ekonomi
rendah
karbon
dalam
penyelenggaraan penataan ruang
Pengembangan konsep ecological
footprint dalam penataan ruang
Mengembangkan metodologi MRV
pengurangan emisi karbon (GRK)
dalam penyelenggraan Penataan
Ruang provinsi dan kab/kota
Strategi Adaptasi





Penyediaan akses dan pengolahan terhadap data dan informasi terkait perubahan
iklim terhadap tata ruang
Identifikasi wilayah (kabupaten/kota) yang mengalami dampak perubahan iklim
Peningkatan kapasitas kelembangaan
Pengarusutamaan konsep kota dan peran masyarakat yang memiliki
dayatahan terhadap dampak perubahan iklim (Climate Change resilience)
Membangun citra peran aktif Kementerian Pekerjaan Umum dalam
antisipatif perubahan iklim Referensi: Konsep Rencana Aksi Nasional Mitigasi
Adaptasi bidang Penataan Ruang yang disusun oleh Direktorat Jenderal Penataan
Ruang Kemen. PU
Download