II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia Perusahaan sebagai suatu badan usaha beroperasi dengan mengkombinasikan sumber dayanya melalui cara-cara yang tepat dalam upaya menghasilkan produk dan atau jasa. Nawawi (2005) mengklasifikasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi empat tipe, yaitu sumber daya finansial, sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya kemampuan teknologi. Sumber daya manusia menempati posisi strategis dari keempat sumber daya tersebut Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, peran manusia dalam organisasi sangat besar dalam proses produksi yang merupakan aset perusahaan. Manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, dalam rangka mencapai profitabilitas di masa yang akan datang (Nawawi, 2005) Hasibuan (2001) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai kemampuan terpadu dari daya pikir dan fisik yang dimiliki individu, dimana perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya. Sumber daya manusia seringkali disebut sebagai tenaga kerja dalam sebuah perusahaan. Menurut Pasal 1 UndangUndang No.14 Tahun 1969 dikutip oleh Hasibuan (2001), tenaga kerja diartikan sebagai tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun ciri khas hubungan kerja adalah tenaga kerja tersebut bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima balas jasa. Mangkuprawira (2003) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai unsur produksi yang unik dibanding dengan unsur produksi lainnya. Dikatakan unik karena memiliki unsur kepribadian yang aktif, memiliki emosi, responsif, dan kritis terhadap setiap fenomena yang dihadapinya. Oleh karena itu memanfaatkan manusia sebagai unsur produksi tidak dapat didekati dari pendekatan mekanis. Manusia tidak dapat 4 dipandang sebagai makhluk yang pasrah dan akan menerima segala sesuatu tindakan yang dikenakan padanya. Mengingat pentingnya sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan maka sumber daya manusia perlu ditangani dan dikelola dengan tepat oleh manajemen sehingga dapat memberikan hasil kerja yang optimal bagi perusahaan demi terwujudnya tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. 2.1.2 Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia Hasibuan (2001 mendefinisikan manusia sebagai motor penggerak setiap kegiatan organisasi, selalu berperan aktif dan dominan, karena manusia menjadi perencana dan penentu terwujudnya kegiatan organisasi. Tujuan tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya peran serta aktif sumber daya manusia, meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu canggihnya. Mengatur karyawan tidaklah mudah, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Dessler (1997) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan serangkaian kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek "orang" atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Stoner dan Freeman (1994) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia mencakup tujuh kegiatan dasar yaitu perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, seleksi, sosialisasi, pelatihan serta pengembangan, penilaian prestasi, promosi, pemindahan, demosi, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2001). Fungsi-fungsinya terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Tujuannya adalah agar perusahaan mendapatkan rentabilitas harga yang lebih besar 5 daripada persen bunga bank. Karyawan bertujuan mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya, dan masyarakat bertujuan memperoleh barang dan jasa yang baik dengan harga yang wajar dan selalu tersedia di pasar, sedangkan pemerintah mengharapkan selalu mendapatkan pajak (Hasibuan, 2001). Flippo (1994) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta pengendalian dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan tenaga kerja untuk tujuan membantu atau menunjang tujuan orang, individu, dan sosial. Beberapa pendapat ahli di atas pada prinsipnya memiliki perumusan yang sama terhadap pengertian manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu penerapan fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penentuan staf serta kepemimpinan, dan pengendalian. Sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan dan fungsi-fungsi tersebut digunakan untuk melaksanakan tindakan pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pendayagunaan sumber daya manusia. Rumusan yang menekankan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu seni, disamping sebagai ilmu, mengandung arti bahwa dalam mencapai tujuan yang diinginkan (organisasi), seorang pimpinan atau manajer amat tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi orang-orang yang ada dibawahnya oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa manajemen adalah seni mempengaruhi orang lain (bawahan). 2.1.3 Prestasi Kerja Karyawan Prestasi kerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material yang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan deskripsi pekerjaan perlu dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu (Nawawi, 2005). Menurut Hasibuan (2001) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibedakan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. 6 Hasibuan juga menerangkan bahwa prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut, maka akan semakin besar prestasi kerja karyawan yang bersangkutan. Bernardin dan Russel diacu dalam Ruky (2006) mendefinisikan prestasi sebagai suatu catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun waktu tertentu. Suprihanto (2006) mengatakan bahwa pada dasarnya prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang dalam periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. 2.1.4 Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Pencapaian tujuan organisasi dilakukan oleh seluruh anggota dengan melaksanakan tugas yang sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan beban dan volume kerja yang dikelola oleh suatu manajemen. Setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya yang berfungsi sebagai bawahan perlu dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu melalui suatu program (Istijanto, 2006). Program/rangkaian usaha ini dapat dikatakan sebagai penilaian terhadap prestasi kerja karyawan. Sementara Bernadin diacu dalam Ruky (2006) menyatakan bahwa penilaian prestasi merupakan catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Menurut Nawawi (2005), pada hakekatnya penilaian prestasi kerja karyawan yang merupakan kegiatan manajemen SDM adalah suatu proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Menurut Hasibuan (2001) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan, menetapkan kebijaksanaan mengenai promosi atau balas jasanya. 7 Menurut Gomes (2001), syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja (prestasi) yang efektif, yaitu adanya kriteria kinerja (prestasi) yang dapat diukur dengan objektif dan adanya objektifitas dalam proses evaluasi. Istijanto (2006) menjabarkan bahwa indikator/tolak ukur/kriteria bawahan dalam melaksanakan pekerjaan terdiri atas beberapa aspek yaitu kualitas kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerja sama dengan rekan kerja, orientasi terhadap pelanggan dan inisiatif karyawan. Pada giliran berikutnya, hasil dari penilaian/pengukuran prestasi kerja karyawan dapat dijadikan informasi yang berharga bagi para manajer, misalnya dapat melihat apakah pekerja mengerjakan tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya, memberikan gambaran tentang kekurangan dan kelebihan pekerja dalam melaksanakan tugasnya, mengetahui keefektifan dan keefisienan kontribusi pekerja terhadap organisasi, dapat dikaitkan dengan pengambilan keputusan dan kebijakan manajer, dan dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan organisasi/ perusahaan seperti pengembangan karir (promosi atau pemindahan), suksesi dan kaderisasi, penyusunan program pengembangan dan pelatihan karyawan, penetapan gaji/upah dan kompensasi tidak langsung, review strategi bisnis dan lain-lain (Nawawi, 2005). 2.1.4.1 Manfaat Penilaian Prestasi kerja Manfaat penilaian prestasi kerja antara lain (Nawawi, 2005): 1) Perbaikan Prestasi Kerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer, dan departemen personalia dapat mengkoreksi kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi. 2) Penyesuaian Kompensasi Evaluasi prestasi kerja membantu pengambilan keputusan dalam menentukan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. 3) Keputusan Penempatan Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi. 8 4) Kebutuhan Latihan dan Pengembangan Prestasi kerja yang kurang baik dapat diartikan bahwa karyawan membutuhkan pelatihan. Demikian juga prestasi kerja yang baik dapat mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5) Perencanaan dan Pengembangan Karier Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan karier yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. 6) Mengetahui Penyimpangan Staffing Prestasi yang baik atau kurang baik mencerminkan kekuatan dan kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7) Ketidakakuratan Informasi Prestasi kerja yang kurang baik dapat menunjukan kesalahan dalam informasi analisis jabatan rencana sumber daya manusia atau komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan personalia yang diambil tidak tepat. 8) Diagnosa Desain Pekerjaan Prestasi kerja yang kurang baik dapat dikatakan sebagai salah satu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian informasi membantu diagnosa kesalahan tersebut. 9) Kesempatan Kerja yang Adil Penilaian kerja secara akurat akan menjamin keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10) Mengatasi Tantangan External Kadang kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainya 2.1.4.2 Syarat-Syarat Penilaian Prestasi Kerja Menurut Hasibuan (2001), penetapan penilai yang berkualitas harus berdasarkan syarat-syarat berikut: 9 1. Jujur, adil, objektif mengetahui pengetahuan yang mendalam tentang unsurunsur yang akan dinilai agar penilaiannya sesuai dengan realitas/fakta yang ada. 2. Hendaknya mendasarkan penilaian atas dasar benar/salah, baik/buruk terhadap unsur-unsur yang dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil, dan objektif. 3. Harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang akan dinilai agar hasil penilaiannya dapat dipertangunggjawabkan. 4. Harus mempunyai wewenang formal agar penilai dapat melaksanakan tugas dengan baik. 2.1.5 Teori -Teori Motivasi Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab sesseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Fungsi motivasi bagi manusia termasuk pekerja adalah sebagai berikut: a. Motivasi berfungsi sebagai energi atau motor penggerak manusia. b. Motivasi merupakan pengatur dalam memilih alternatif diantara dua atau lebih kegiatan yang bertentangan. Motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Intrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakannya. 2) Motivasi Ekstrensik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan 10 pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain. Lingkungan suatu organisasi/perusahaan terlihat kecendrungan penggunaan motivasi ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya. Menurut Daft dalam Safaria (2004) mengemukakan asal kata motivasi bersumber dari bahasa latin movere yang artinya bergerak. Asal kata ini kemudian menjadikan beberapa definisi tentang motivasi. Definisi pertama motivasi adalah dorongan yang bersifat internal atau eksternal pada diri individu yang menimbulkan antusiasme dan ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan spesifik. Menurut Luthans dalam Safaria (2004) definisi kedua adalah motivasi diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai dari adanya kekurangan baik secara fisiologis maupun psikologis yang memunculkan perilaku atau dorongan yang diarahkan untuk mencapai sebuah tujuan spesifik atau insentif. Definisi kedua ini menekankan keterkaitan antara kebutuhan (need), dorongan (drive), dan hadiah (incentives). a. Kebutuhan (needs) adalah keadaan yang memunculkan ketidakseimbangan dan kekurangan baik secara fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan bisa diartikan juga sebagai suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. b. Dorongan (drive) kadang disamakan dengan motif yang memicu munculnya perilaku tertentu untuk mengurangi atau memenuhi kebutuhan. Sebagai contoh ketika tubuh kekurangan zat makanan, keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa lapar, sehingga mendorong individu untuk mendapatkan makanan. c. Hadiah/insentif adalah segala sesuatu yang memuaskan, mengurangi, dan memenuhi kebutuhan, sehingga menurunkan ketegangan. 11 Menurut Luthans dalam Safaria (2004) menyatakan bahwa kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu motif primer, motif umum dan motif sekunder. Masing-masing dari kebutuhan ini mempunyai ciri-cirinya tersendiri. Kata motif, motivasi dan kebutuhan akan digunakan secara bergantian dan ketiganya dianggap mewakilkan hal yang sama serta tidak dibedakan. a. Motif Primer Motif atau kebutuhan ini mempunyai ciri sebagai motif yang dibawa sejak lahir atau bersifat fisiologis. Motif ini tidak bisa dipelajari dan bukan merupakan hasil dari belajar. Motif primer ini merupakan kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, seks yang merupakan unsur penentu bagi kelangsungan hidup manusia. Artinya kelangsungan hidup manusia akan musnah (mati) jika kebutuhan ini tak terpenuhi. b. Motif Umum Motif ini terletak diwilayah abu-abu dari dua kontinum antara primer dan motif sekunder. Sifat dari motif umum ini adalah motif ini bukan merupakan hasil dari sesuatu yang dipelajari dan juga tidak bersifat fisiologis. Motif umum ini jika dipenuhi akan meningkatkan intensitas stimulasinya. Motif ini kadang dinamakan sebagai motif stimulus. Motif umum ini terdiri dari rasa ingin tahu, aktivitas eksplorasi dan manipulasi. c. Motif Sekunder Motif ini merupakan kebutuhan yang muncul akibat proses belajar. Artinya manusia memiliki kebutuhan ini diakibatkan hasil interaksinya dengan lingkungan, sehingga menghasilkan pemahaman baru. Kebutuhan ini dihasilkan dari proses belajar dialami individu dalam interaksinya dengan lingkungannya. Umar (1999) menekankan bahwa dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tidak terbatas atau tanpa henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang pertama, dan berlaku seperti itu. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam 12 masyarakat dan organisasi maka akan semakin tinggi faktor yang dirasakan menjadi kebutuhan orang tersebut. 2.1.5.1 Teori Maslow Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2001): 1) Psychological Needs (kebutuhan fisik) adalah kebutuhan yang paling utama yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, seperti makan, minum, tempat tinggal, dan bebas dari penyakit. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi maka manusia tidak akan merasa tenang dan akan berusaha untuk memenuhinya. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi jika gaji (upah) yang diberikan cukup besar. Oleh karena itu apbila gaji atau upah karyawan ditingkatkan maka semangat kerja mereka akan meningkat, 2) Safety And Security Needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan) yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta di lingkungan kerja, merupakan tangga kedua dalam susunan kebutuhan. Karyawan membutuhkan rasa aman terhadap ancaman dan bahaya kehilangan pekerjaan dan penghasilan, 3) Affiliation Or Acceptence Needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan dia hidup dan bekerja, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, kebutuhan akan ikut serta. Pada tingkat ini apabila karyawan tidak diterima menjadi anggota kelompok informal dalam perusahaan, maka ia akan merasa terkucil dan tidak senang. Hal ini mengakibatkan karyawan tidak bekerja dengan baik dan prestasinya menurun, 4) Esteem Or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan prestise) yaitu kebutuhan akan penghargaan dari orang lain. Berarti bahwa setiap karyawan yang bekerja dengan baik ingin mendapatkan pujian atau penghargaan atasan atau rekan sekerjanya, dan 5) Self Actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri) yaitu realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Seseorang bertindak bukan atas dorongan orang 13 lain, tetapi atas kesadaran dan keinginan diri sendiri untuk pemenuhan kebutuhan ini. Karyawan merasa telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan mengerahkan segala kemampuan, ketrampilan dan potensi yang ada secara maksimum. Maslow mengambarkan tingkat kebutuhan tersebut seperti pada gambar 1 dibawah ini: Tingkat Kebutuhan 5. Self actualization 4. Esteem or status 3. Affiliation or acceptence 2. Safety and security 1. Physicological Pemuas Kebutuhan Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Maslow (Sumber: Hasibuan, 2001) Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis, dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual, dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki 14 kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Oleh karena itu, perlu ditekankan bahwa : a) Kebutuhan yang suatu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang. b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teoriteori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. Maslow dikutip oleh Stoner dan Freeman (1994) membagi kelima jenjang tersebut menjadi dua kebutuhan yaitu kebutuhan tingkat tinggi dan kebutuhan tingkat rendah. Yang termasuk kebutuhan tingkat tinggi adalah kebutuhan sosial, kebutuhan 15 penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan kebutuhan tingkat rendah adalah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman. 2.1.5.2 Teori Herzberg Herzberg dikutip oleh Umar (1999) mengemukakan teori dua faktor atau sering disebut sebagai Herzberg two factor motivation theory. Menurutnya pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1) Maintenance Factor (faktor pemeliharaan) atau faktor higinis Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang tidak puas, disebut juga higiene factor, karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah, yaitu tingkat tidak ada kepastian. Faktor ini berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi balas jasa (gaji dan upah), kondisi kerja, kebijakan serta administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, hubungan antar pribadi (atasan dan bawahan), kualitas supervisi, kestabilan kerja, dan kehidupan pribadi. 2) Motivation Factor (faktor motivasi) Merupakan faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang diperoleh dalam pekerjaan akan mendorong motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktorfaktor tersebut meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan, pengembangan potensi individu, ruangan yang nyaman, dan penempatan kerja yang sesuai. 16 Herzberg dikutip oleh Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan cara mengkombinasikan kedua faktor tersebut. Kenyataannya karyawan cenderung untuk lebih sering memperhatikan faktor pemeliharaan dibandingkan faktor motivasional. Menurut Herzberg kenyataan ini dapat dipahami karena faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu. Herzberg meyakini bahwa tidak terwakilinya dalam faktor pemeliharaan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam diri karyawan yang berakibat pada meningkatnya absensi. Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa perbandingan antara teori Maslow dan teori Herzberg adalah sebagai berikut: 1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat kebutuhan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri) sedang Herzberg mengelompokkannya atas dua kelompok (faktor pemuas/motivasi dan bukan pemuas/faktor pemelihara), 2) Menurut Maslow jumlah tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang menurut Herzberg (gaji, upah, dan yang sejenisnya) merupakan alat pemelihara bukan alat motivasi, yang merupakan motivator adalah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu sendiri, dan 3) Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil penelitiannya. Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan cara terbaik dalam memotivasi semangat kerja agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. 2.1.5.3 Teori X dan Y dari Mc.Gregor Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan mana yang menganut teori Y. Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti karyawan rata-rata malas bekerja, karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan selalu 17 menghindar dari tanggung jawab, karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi, karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri. Asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi seperti karyawan rata-rata rajin bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul tanggung jawab, berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, karyawan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi (Robbins dalam Umar, 1999). Motivasi dan kemampuan karyawan merupakan salah satu aspek atau faktor yang dapat meningkatkan sinergik (synergistic effect). Pembinaan terhadap sumber daya manusia tidak pada penyelenggaraan latihan (training) saja, tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan selanjutnya (development). Menurut Mitchell dalam Winardi (2001) tujuan dari motivasi adalah memperediksi perilaku perlu ditekankan perbedaan-perbedaan antara motivasi, perilaku dan kinerja (performa). Motivasilah penyebab perilaku; andai kata perilaku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja tinggi. 2.1.6 Pengertian Motivasi Kerja Orang dapat dikatakan termotivasi bila sistemnya digairahkan, dibuat aktif, dan perilaku diarahkan pada tujuan yang diinginkan. Singkatnya, sistem tersebut "dihidupkan" dan dicetuskan untuk terlibat di dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan (atau pengenalan kebutuhan). Kebutuhan atau motif diaktitkan ketika ada ketidakcocokan ini meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang diacu sebagai dorongan (drive). Semakin kuat dorongan tersebut, maka semakin besar urgensi respon yang dirasakan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Robin dan Coulter dikutip oleh Winardi (2001) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan dan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. 18 Menurut Winardi (2001) motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, dimana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Suatu dorongan jiwa yang membuat seseorang tergerak untuk melakukan tindakan yang produktif, baik yang berorientasi kerja untuk menghasilkan uang maupun yang tidak disebut motivasi kerja motivasi kerja yang dimiliki seorang pekerja berbedabeda tentunya dan juga berubah-ubah. Ada pekerja yang selalu terlihat semangat bekerja karena menginginkan kenaikan gaji atau promosi jabatan, hal tersebut tentunya wajarwajar saja. Motivasi kerja pun bisa naik turun. Tidak selamanya kegairahan dalam bekerja bisa terus berada pada titik maksimal. Kadangkala, seorang pekerja dapat mengalami penurunan kinerja karena kejenuhan dalam bekerja, atau bisa saja karena berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi agar mau bekerjasama secara produktif untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mau bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal. Manullang (2000) mendefinisikan motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain. Berdasarkan hal tersebut karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki oleh orang tersebut. Menurut Keenan dalam Manullang (2000), rendahnya motivasi dapat dideteksi apabila dijumpai adanya gabungan antara dua atau lebih dari indikasi-indikasi berikut: 1) Tidak mau bekerjasama pada waktu usaha ekstra diperlukan, 2) Segan menjadi sukarelawan untuk melakukan pekerjaan ekstra, 3) Datang terlambat, tetapi pulang lebih awal/tidak masuk satu hari tanpa penjelasan yang memuaskan, 19 4) Memperpanjang waktu istirahat untuk mendapatkan waktu bebas pekerjaan, 5) Tidak menepati batas waktu karena tugas tidak dapat diselesaikan secara tepat waktu, 6) Tidak memiliki sifat-sifat standar yang dikehendaki, 7) Terus-menerus mengeluh tentang masalah-masalah kecil, 8) Menyalahkan orang lain pada waktu keadaan tidak berjalan lancar, dan 9) Tidak mau mematuhi instruksi. Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan giat agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun pribadinya. Motivasi kerja tumbuh dari pengaruh timbal balik antara faktor individu dan lingkungan kerja. 2.1.7 Teknik Pemberian Motivasi Teknik pemberian motivasi adalah cara-cara atau kiat-kiat yang dianggap paling tepat untuk memberikan motivasi kerja sehingga karyawan yang bersangkutan mau bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis pemotivasian, yaitu: 1) Motivasi Positif (insentif positif) Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Semangat kerja karyawan akan meningkat dengan motivasi positif karena umumnya manusia senang menerima yang baik- baik saja. 2) Motivasi Negatif (insentif negatif) Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Semangat kerja bawahan jangka pendeknya akan meningkat dengan motivasi negatif ini karena mereka takut di hukum, tetapi jangka panjangnya dapat berakibat kurang baik. 20 Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa terdapat ada tiga teori berkenaan dengan motivasi kerja: 2.1.7.1 Teori Pengharapan Orang akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bila ada peluang untuk mendapatkan insentif. Besar kecilnya motivasi kerja tergantung pada nilai insentif itu pada masing-masing individu. Terdapat 3 konsep penting berkaitan dengan teori ini : 1) Nilai (Valuence): Setiap bentuk insentif punya nilai positif atau negatif bagi seseorang. Juga apakah nilai itu besar atau kecil bagi seseorang. 2) Instrumentalitas: adanya hubungan antara pekerjaan yang harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Pekerjaan dapat dilihat sebagai alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan timbulah motivasi kerja. 3) Pengharapan: persepsi tentang besarnya kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja. Adapun jenis-jenis insentif yaitu : 1) Insentif materiil Contoh: a. Bantuan keuangan. b. Tugas tambahan yang lebih sedikit. 2) Insentif solidaritas Contoh: a. Pengakuan atau pujian untuk kinerja. b. Bantuan dan dukungan dari rekan/ kelompok sejawat. 3) Insentif sesuai dengan tujuan organisasi Contoh: a. Tugas yang perlu menggunakan pengetahuan dan keterampilan khusus. b. Kesempatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan keprofesionalan 21 2.1.7.2 Teori Kesamaan Atau Keseimbangan (Equity Theory) Orang cenderung akan membandingkan insentif atau reward yang diperolehnya dengan insentif yang diterima oleh orang lain yang mempunyai beban kerja yang serupa. Motivasi kerja akan muncul apabila besarnya insentif antara dua orang itu sama, sedangkan apabila lebih kecil maka akan timbul rasa kecewa yang kemudian mengurangi motivasinya untuk bekerja dengan baik. Seseorang akan termotivasi lebih kuat apabila dia menerima lebih banyak. 2.1.7.3 Teori Penentuan Tujuan Orang termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas sebaliknya orang akan bermotivasi kerja rendah bila tujuan dari pekerjaannya tidak jelas. Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih menantang lebih menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tugasnya kabur atau terlalu mudah untuk mencapainya. 2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Gellerman dikutip oleh Martharia (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan, minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kebutuhannya meningkat yaitu keinginan mendapatkan keamanan hidup kemudian dalam taraf yang lebih maju, bila rasa aman telah terpenuhi mereka mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi. Organisasi perlu melakukan perbaikan kinerja untuk meningkatkan kinerja pegawai,. Dalam hal ini, menurut Furtwengler (2003), terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatikan oleh suatu organisasi di dalam melakukan perbaikan kinerja, yaitu faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah, kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki bobot pengaruh yang sama. 22 Hinggins dalam Umar (1999) mengindentifikasi adanya beberapa variabel yang berkaitan erat dengan kinerja, yaitu mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap kerjasama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu. Kamaludin (1995), mengemukakan bahwa tingkat pendidikan bukan satu- aatunya faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Faktorfaktor lain yang dimaksud dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah kesejahteraan keluarga, jenis kelamin, usia pekerja, dan status kerja. Wahjosumidjo (1994) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor dalam diri seseorang atau faktor di luar diri. Faktor di dalam diri dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, dan pendidikan atau berbagai harapan cita-cita yang menjangkau masa depan. Faktor di luar diri, dapat ditimbulkan dari berbagai sumber, bisa karena pengaruh pemimpin, kolega atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan terlihat bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Menurut teori situasi kerja Stoner dan Freeman (1994), situasi kerja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah: a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff, pensiun dan tunjangan-tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Kebijaksanaan ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemampuan organisasi untuk menarik karyawan baru. b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orangorang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka. c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama anggotanya 23 meningkatkan atau menurunkan prestasi individu. Kultur yang membantu pengembangan rasa hormat kepada karyawan, yang melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi mereka otonomi dalam merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih baik dari pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat. Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber dari lingkungan kerja perusahaan. 2.1.9 Peranan dari Faktor-Faktor Motivasi dalam Penciptaan Kualitas Kerja Stoner dan Freeman (1994) mulai dari adanya manusia di muka bumi, motivasi tersebut sudah ada bertumbuh secara beriringan dengan pertumbuhannya (selama manusia hidup). Keterkaitan dengan para pekerja dan organisasi pada masa sekarang ini motivasi sudah menjadi suatu hal yang sudah tidak asing lagi dan karenanya menjadi perhatian dari para manajer dalam hal mengelola sumber daya manusia yang dijadikan aset penting bagi organisasi. Salah satu faktor yang dirasakan sangat penting di dalam penentuan keberhasilan serta kelangsungan hidup organisasi adalah tingkat kemampuan dan keterampilan dari para pekerjanya . Kenyataannya tidak semua karyawan yang memiliki kriteria tersebut sesuai dengan harapannya dan juga terdapatnya pekerja yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, tetapi tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka dengan demikian organisasi tersebut belum menciptakan kualitas kerja yang baik atau prestasi kerja yang sesuai dengan harapannya Secara garis besar semua organisasi memiliki kepentingan serta tujuan yang berbeda-beda sama seperti yang dimiliki oleh organisasi. Perhatian dari para manajer organisasi atau perusahaan sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas kerja sumber daya manusia yang dimiliki, agar 24 dapat mencapai tujuan dan dapat bersaing (Hasibuan, 2001). Beberapa hal yang dapat dijadikan alat untuk meningkatkan motivasi karyawan atau pekerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat dalam melaksanakan pekerjaannya (Stoner dan Freeman, 1994) diantaranya adalah : a. Melibatkan atau mengikutsertakan dengan maksud mengajak karyawan untuk berprestasi secara efektif dalam proses operasi dan produksi organisasi. b. Komunikasi, yaitu melakukan penginformasian secara jelas terhadap tujuan yang ingin dicapai, cara-cara pencapaian dan kendala yang sekiranya akan dihadapi. c. Pengakuan, yang pada dasarnya berupa pemberian penghargaan dan pengakuan yang tepat dan wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang dicapai. d. Wewenang Pendelegasian, yaitu berkaitan dengan pendelegasian sebagai wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan serta kreatifitas karyawan. e. Perhatian Timbal Balik, yaitu berkaitan dengan pengungkapan atas harapan dan keinginan pemilik atau pemimpin dan pengelola organisasi pada karyawan serta memahami, memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan karyawannya. Individu dan organisasi, terlibat dalam hal ini, maka hal tersebut merupakan suatu kerumitan dalam memotivasi pekerja untuk dapat bekerja sesuai dengan harapan. Hal ini mengingatkan bahwa terdapatnya faktor-faktor yang bersumber dari karyawan seperti kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan. Faktor-faktor yang bersumber dari organisasi itu sendiri seperti, pembayaran atau gaji, keamanan pekerja, hubungan sesama pekerja, pengawasan, pujian-pujian, dan pekerjaan itu sendiri. 2.2 KERANGKA TEORITIS 2.2.1 Kerangka Pemikiran Sumberdaya manusia adalah sebagai faktor unik yang dicirikan oleh sifatnya yang aktif, responsif, emosi, dan kritis tehadap setiap fenomena yang dihadapi. 25 Berdarkan hal di atas yang termasuk dalam batasan sumberdaya manusia antara lain tingkat pengetahuan, pendidikan, pengalaman, keterampilan, kesehatan, dan etos kerja (Mangkuprawira, 2003). Hal itu tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan kepentingan tujuan karyawan dan kepentingan tujuan perusahaan Upaya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan pekerjaannya sebagai pelaksana aktivitas perusahaan, memiliki energi, dan bakat serta profesionalitas yang tinggi. Oleh sebab itu sebuah perusahaan perlu mengetahui seberapa besar keinginan karyawan untuk bekerja dengan giat guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditentukan oleh motivasi kerja yang dimiliki masing-masing karyawan dan lingkungan atau iklim perusahaan, sehingga perusahaan dapat mengambil keputusan yang bijaksana dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawan secara umum dan tidak merugikan perusahaan. Keunggulan kompetitif perusahaan sangat tergantung pada inovasi perusahaan yang hanya akan dapat tercapai apabila terdapat motivasi yang tinggi dan moral karyawan yang baik, Kemampuan manajer dalam mengidentifikasi motivasi karyawannya akan sangat berguna bagi pencapaian tujuan perusahaan, karena pada dasarnya kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh motivasi kerja karyawannya. Motivasi kerja karyawan tercermin dalam etos kerjanya dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) dalam produktivitas perusahaan. Motivasi kerja dipengaruhi oleh motivator, sedangkan disiplin akan ditentukan oleh motivasi kerja dan disiplin akan mempengaruhi tingkat produktivitas. Oleh karena itu untuk mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan motivasi kerja, disiplin, dan motivator yang baik. Produktivitas juga dipengaruhi oleh pendidikan atau latihan, gizi serta pelayanan kesehatan, peralatan sarana kerja, tingkat upah minimum, kondisi ekonomi, dan lain-lain. Peranan dari motivasi sumberdaya manusia merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatkan produktivitas. 26 Motivasi dalam diri seorang karyawan timbul karena adanya faktor internal dan eksternal. Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dalam keluarga termasuk ke dalam faktor internal seorang karyawan dalam perusahaan dalam melakukan pekerjaan, kemudian motivasi yang timbul dari faktor eksternal seorang karyawan diantaranya ialah hubungan atasan dan bawahan, hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, kompensasi, penunjang kesehatan. Motivasi kerja karyawan akan mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja karyawan ini dapat dinilai dari kualitas kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, orientasi terhadap konsumen, dan inisiatif karyawan. Sumberdaya manusia harus dikelola dengan baik dan harus dilakukan pendekatan secara manusiawi, karena manusia mempunyai harga diri, emosi, kepribadian, dan lain sebagainya. Pimpinan harus memberikan dorongan motivasi yang tepat dan sumberdaya manusia harus diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, sehingga mereka akan merasa puas dan bekerja dengan lebih baik. Melihat pada konteks di atas, maka skripsi ini melihat indikator-indikator yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan serta prestasi kerja karyawan. Pada Gambar 2 disajikan bagan kerangka berpikir yang berkaitan dengan variabel-variabel. 27 SDM di Jurnal Bogor Indikator Motivasi Kerja: Karakteristik Individu: 1. Jenis Kelamin 2. Umur 3. Tingkat Pendidikan 4. Status Pernikahan Indikator Prestasi Kerja Karyawan Jurnal Bogor: 1. kualitas kerja, 2. tanggung jawab terhadap pekerjaan, 3. kerjasama dengan rekan kerja 4. orientasi terhadap konsumen 5. inisiatif karyawan Motivasi Kerja 1. Hubungan Atasan dan Bawahan 2. Hubungan Sesama Rekan Kerja 3. Peraturan dan Kebijakan Perusahaan 4. Kondisi Kerja 5. Kompensasi 6. Penunjang Kesehatan Prestasi Kerja Tujuan Perusahaan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Keterangan : ---------- Ruang lingkup penelitian 28 2.2.2 Definisi Konseptual 1. Jenis kelamin adalah tipologi responden yang dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. 2. Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Perhitungan umur dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan umur. 3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan (lulus) yang dibedakan dengan SD, SMP, SMA, D3, dan S1. 4. Status pernikahan adalah status hubungan seseorang dengan lawan jenisnya yang dibedakan dengan belum menikah dan menikah. 5. Karyawan adalah aset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaksanaan aktif dari setiap aktivitas organisasi. 6. Hubungan atasan dan bawahan adalah suatu interaksi yang terjadi antara karyawan dengan atasannya. Interaksi tersebut dapat berlangsung di dalam pekerjaan maupun di luar masalah pekerjaan. 7. Hubungan sesama rekan kerja adalah interaksi yang terjadi antar para karyawan dalam perusahaan baik dalam hal pelaksanaan pekerjaan seperti pemberian dukungan dan semangat kerja, pemberian bantuan dan saran dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam pekerjaan maupun yang berada di luar pekerjaan. 8. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan yang dibuat dengan maksud membantu kelancaran kegiatan perusahaan dan berlaku bagi karyawan tanpa terkecuali. Peraturan dan kebijakan diukur berdasarkan penilaian karyawan terhadap ketentuan perusahaan mengenai waktu kerja, perbedaan waktu kerja, pemberian sanksi, peraturan lembur, kedisiplinan perusahaan dalam menerapkan peraturan beserta sanksi, kebijakan perusahaan, dan peningkatan karir. 9. Kondisi kerja adalah: kondisi kerja yang ada di perusahaan, meliputi faktor suasana kerja dan faktor-faktor perlengkapan kerja yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Adapun faktor 29 suasana kerja mencakup ketenangan kerja, kenyamanan tempat kerja, keamanan lingkungan kerja, kebersihan tempat kerja, tata bangunan, fasilitas keselamatan kerja, dan sistem pembagian kerja. Faktor perlengkapan kerja meliputi peralatanperalatan kerja yang disediakan perusahaan untuk membantu dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan. 10. Kompensasi adalah tindakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang mencakup kompensasi langsung berupa gaji, maupun kompensasi tidak langsung untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan berupa tunjangan, fasilitas penunjang seperti fasilitas peribadatan, fasilitas tempat tinggal, dan lain-lain. 11. Penunjang kesehatan adalah bentuk perhatian pihak perusahaan terhadap kondisi dan kesehatan karyawannya. Meliputi tunjangan kesehatan, tunjangan pengobatan dan perawatan, jaminan asuransi pemeliharaan kesehatan, dokter perusahaan /klinik kesehatan, dan lain-lain. 12. Kualitas kerja adalah hasil kerja karyawan (mengukur produktivitas); misalnya mengukur banyaknya komplain dari pembaca. 13. Tanggung jawab pekerjaan adalah kemampuan karyawan menyelesaikan pekerjaan utama dan tugas tambahan sesuai standar kerja yang harus dicapai karyawan yang sudah ditetapkan tiap bagian/sub bagian; misalnya karyawan bekerja selama 8 jam per hari. Jam kerja berdasarkan SK Menteri Tenaga Kerja UU No.13 tahun 2003 dan Kepmenakertrans No.102/VI/2004 adalah 8 jam per hari. 14. Kerja sama dengan rekan kerja adalah kemampuan bekerja sama dengan rekan kerja. 15. Orientasi terhadap pelanggan adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pembaca. 16. Inisiatif karyawan adalah kemampuan karyawan untuk memodifikasi, improvisasi maupun melakukan inovasi-inovasi sendiri terhadap situasi dan pekerjaan yang dihadapi. 30 2.2.3 Definisi Operasional 1. Motivasi kerja adalah daya penggerak yang mendorong karyawan dari dalam dirinya atau dari sisi perusahaan untuk bekerja keras, bekerja sama dengan sesama rekan kerja, dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dalam upaya mencapai tujuan perusahaan maupun tujuannya sendiri. Penilaian terhadap pertanyaan kuesioner motivasi kerja dilakukan oleh semua karyawan Jurnal Bogor dengan menggunakan kuesioner berskala likert dari 1 sampai 5. Kuesioner motivasi kerja yang diberikan kepada karyawan Jurnal Bogor berisi 29 pertanyaan. Skor terendah sebesar 29 dan skor terbesar sebesar 145. Motivasi kerja tergolong tinggi apabila skor yang diperoleh antara 88-145 dan tergolong rendah apabila skor yang diperoleh berada di selang 29-87. Selang untuk rataan skor motivasi kerja adalah 0,10-1: sangat rendah; 1,10-2: rendah; 2,10-3: cukup tinggi; 3,10-4: tinggi; 4,10-5: sangat tinggi. 2. Prestasi kerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material yang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan deskripsi pekerjaan perlu dinilai hasilnya setelah tenggnag waktu tertentu. Penilaian terhadap pertanyaan kuesioner prestasi kerja dilakukan oleh karyawan level manajer Jurnal Bogor dengan menggunakan kuesioner berskala likert dari 1 sampai 5. Kuesioner prestasi kerja yang diberikan kepada karyawan level manajer Jurnal Bogor berisi 30 pertanyaan. Skor terendah sebesar 30 dan skor terbesar sebesar 150. Prestasi kerja tergolong tinggi apabila skor yang diperoleh antara 91-150 dan tergolong rendah apabila skor yang diperoleh berada di selang 30-90. Selang untuk rataan skor prestasi kerja adalah 0,1 sampai 1: sangat rendah; 1,1 sampai 2: rendah; 2,1 sampai 3: cukup tinggi; 3,1 sampai 4: tinggi; 4,1 sampai 5; sangat tinggi. 31