BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Marwansyah (2010), Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia seperti, rekrutmen dan seleksi, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Hasibuan (2011, p10) , mengartikan manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien demi tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah sumber dimana tenaga kerja yang efektif demi mewujudkan tujuan perusahaan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia. 2.2. Kepemimpinan Thoha (2006) mengatakan bahwa, kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai perilaku seorang individu sementara ia terlibat dalam pengarahan kegiatan-kegiatan kelompok. Gorda (2006), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan. Menurut Ordway Tead dalam Soekarso (2010:15), Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang - orang agar mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. 11 12 2.3. Kepemipinan Transformasional Konsep kepemimpinan transformasional menurut Martha Andy Pradana (2013) yang berarti kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekakankan seorang pemimpin harus bisa memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang di harapkan Hal itu juga dikuatkan dengan pendapat Miswanto (2008), yang mengatakan bahwa pemimpin transformasional adalah kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap, keyakinan, dan perilaku orang lain dengan bekerja sama untuk mencapai misi dan tujuan perusahaan. Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional, oleh karena itu gaya kepemimpinan tranformasional dianggap efektif dalam situasi dan budaya apapun (Yukl, 2009). Dengankata lain, proses transformasional dapat terlihatmelalui sejumlah perilaku kepemimpinan influence,inspirational seperti; motivation, attributed intelectual charisma, stimulation,dan idealized individualized consideration (Nahiyah Jaidi Faraz, 2013). a. Attributed charisma. Dimensi kharisma secara tradisional dipandang sebagai hal yangbersifat inheren dan hanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut, memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat) daripada kepentingan pribadi. b. Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi secara optimal dalam 13 hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan. c. Intellectual Stimulation Dimensi ini perspektifbaru.Imajinasi, seorang dipadu pemimpinmengajak dengan intuisinamun karyawan dikawal melihat oleh logika dimanfaatkanoleh pemimpin ini dalam mengajakkaryawan berkreasi.Seorang pemimpinyang risau dengan status quo, makatanyakan mengapa organisasi harus tetapdalam keadaan status quo itu.Pemimpinharus berani mengajak karyawan denganmenentang tradisi uang, dan bertanyatentang asumsi lama. Pemimpin menyadaribahwa sering kali kepercayaan tertentutelah menghambat pola berpikir, olehkarenanya, mengajak karyawannya untukmempertanyakan, meneliti, mengkaji danjika perlu mengganti kepercayaan itu d. Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatianpribadi kepada bawahannya, sepertimemperlakukan mereka sebagai pribadiyang utuh dan menghargai sikap pedulimereka terhadap organisasi. Pengaruhterhadap bawahan antara lain, merasadiperhatian dan diperlakukan manusiawidari atasannya.Selain itu, dimensi inimemperlihatkan perilaku pemimpin yangmerenung, berpikir, dan selalumengidentifikasi kebutuhan parakaryawannya, serta berusaha sekuattenaga mengenali kemampuan karyawan. 2.4.Empowerment Seorang pemimpin transformasionalharus bisa mendelegasikan berbagai macam tugas kepada karyawannya sebagai bentuk pengembangan karyawan (Muhdiyanto, 2011).Bentuk pendelegasian tersebut dapat disebut sebagai pemberdayaan (empowerment). Elnaga, et al., (2014) mendefinisikan pemberdayaan adalah adalah proses pembentukan lingkungan kerja dimana karyawan diijinkan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan situasi kerja yang spesifik. Keputusan yang diambil bias besar dan kecil, dan ukuran serta efeknya tergantung dari keputusan yang di ambil karyawan. 14 Pendapat tersebut juga di dukung oleh (Robbin, 2006) dalam Putri Pratiwi (2012) Pemberdayaan adalah menempatkan pekerja bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, manajer belajar berhenti mengontrol dan pekerja belajar bersama bagaimana bertanggung jawab atas pekerjaannya dan membuat keputusan dengan tepat (Nelson, dan Quick, 2012) mengatakan pemberdayaan sebagai konstruk motivasi yang diwujudkan ke dalam 4 dimensi a. Makna Terkait dengan kandungan dankonsekuensi dari pekerjaan konsistendengan nilai-nilai dan idealisme seseorang.Seorang karyawan akan melaksanakanpekerjaannya didasarkan pada nilai-nilaitertentu, bahkan pekerjaan yangdilaksanakan tersebut harus memberikankemanfaatan bagi dirinya. b. Determinasi diri Seseorang memiliki kemampuan untukmenentukan bagaimana dan kapanpekerjaan itu diselesaikan. Karyawan dalammelaksanakan pekerjaan harus didasarkanschedule yang ada, kapan dimulai dan kapan akan berakhir, sehingga dalammelaksanakan suatu pekerjaan harussesuai dengan targetnya. c. Self-efficacy Seseorang memiliki kepercayaan diri yangtinggi mengenai kemampuan melakukanpekerjaan secara efektif.Seorang dalammelaksanakan pekerjaannya harus percayaakan kemampuannya, dan disesuaikandengan tingkat kompetensi yang dimiliki.Kepercayaan merupakan faktor kuncidalam melaksanakan suatu pekerjaan. d. Dampak Seseorang yakin bahwa sangat mungkinuntuk memiliki dampak penting padapekerjaan dan lingkungan kerja. Pekerjaanyang dilakukan akan mempunyai pengaruhterhadap kelangsungan hidup organisasi,dan penekannya akan memberikan manfaatyang lebih untuk organisasi tersebut. Majunya organisasimerupakan salah satu sumbangan daridirinya yang pernah dilakukannya. 15 Lebih lanjut, pemberdayaancendrung memberikan partipatif danprogram keterlibatan kepada karyawan yangdimana mereka merasa bahwa pekerjaanmereka berarti dan berharga (Muhdiyanto, 2011) .Sebagai contoh,mengizinkan bawahan untuk melakukan sebuahtugas dan diberikan tanggungjawab dalampengambilan keputusannya juga. Ada beberapabentuk pemberdayaan karyawan yaitu : a. Participative Management Partisipasi seorang bawahan bersama-samadengan seorang atasan dalam halpengambilan keputusan. Pemberdayaan inidilakukan karena semakin rumitnyapekerjaan, sehingga terkadang atasan tidakmengerti apa yang dilakukan oleh seorangbawahan. b. Representative Participation Partisipasi karyawan diwakilkan olehsekelompok karyawan saja.Hal ini,kelompok diizinkan untuk mengambilkeputusan bersama-sama manajemen. c. Quality Circles Partispasi sekelompok karyawan yangmemiliki tanggungjawab dalam hal kualitasdi perusahaan.Kelompok ini mendiskusikanmasalah, menyarankan solusi danmenjalankan tindakan koreksi.Kelompok inipada umumnya memberikan umpan balik,kemudian manajemen yang pada akhirnyamemiliki keputusan akhir mengenai solusiyang akan dijalankan. d.Employee Stock Ownership Plans Program perusahaan terhadap karyawan dalam hal kepemilikan saham perusahaan. Adanya pemberdayaantenaga kerja, diharapkan motivasi tenaga kerjameningkat, seiring dengan kesempatanuntuk berkembang, tanggungjawab danketerlibatan yang juga meningkat (Muhdiyanto,2011).Pemberdayaan merupakan bentukmemfasilitasi dan mencapaiproduktivitas denganketerlibatan ini yang memotivasi tinggi diharapkan menguntungkan bagiorganisasi. perilakudalam (Conger organisasi &Kanungo, menimbulkanperilaku untuk 1998).Sehingga, yang baik dan 16 2.5. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006:243). Kemudian menurut Robbins dan Judge (2008:108) kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan maupun terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.Hal ini menyangkut seberapa jauh seseorang menyukai (like) dan tidak menyukai (dislike) pekerjaannya.Dengan demikian kepuasan kerja lebih mudah dipahami sebagai tingkat di mana seseorang menyukai pekerjaannya. SedangkanVeithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:856) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah bentuk evaluasi atas perasaan dan sikap seseorang baik senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Berdasarkan pengertian- pengertian diatas, penulis menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif yang menggambarkan apakah seseorang tersebut menyukai pekerjaannya. 2.5.1 Dimensi Kepuasan Kerja Luthans (2006:243) menyatakan terdapat tiga dimensi kepuasan kerja, yaitu: 1) Kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi dan kondisi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga. 2) Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Misalnya, jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bekerja terlalu keras daripada yang lain dalam departemen, tetapi menerima penghargaan lebih sedikit, maka mereka mungkin akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan, atau rekan kerja mereka. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, maka mereka mungkin akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka. 3) Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. 17 Lebih lanjut, Luthans (2006:243) mengemukakan bahwa karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi cenderung memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, mempelajari tugas yang berhubungan dengan pekerjaan baru dengan lebih cepat, memiliki sedikit kecelakaan kerja, mengajukan lebih sedikit keluhan, meningkatkan kinerja, mengurangi pergantian karyawan dan ketidakhadiran. Cara-cara untuk meningkatkan kepuasan kerja, diantaranya: 1) Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. 2) Memiliki gaji, benefit, dan kesempatan promosi yang adil. 3) Menyesuaikan orang dengan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. 2.5.2 Fakor Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Castillo dan Cano (2009) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan kerja, yaitu: 1) Pengakuan (recognition).Tindakan berupa pujian ataupun sikap menyalahkan yang disampaikan oleh atasan, rekan sejawat, manajemen, klien, dan atau masyarakat umum. 2) Pencapaian (achievement).Segala upaya yang dilakukan untuk meraih keberhasilan termasuk mengambil sikap atas kegagalan yang terjadi. 3) Kesempatan berkembang (possibility of growth).Adanya kesempatan untuk berkembang yang tercermin dari perubahan status. 4) Kemajuan (advancement).Perubahan nyata yang terjadi pada status pekerjaan. 5) Gaji (salary).Konsekuensi dari kompensasi yang memainkan peran utama. 6) Hubungan antar pribadi (interpersonal relations).Hubungan yang terjalin antara atasan, bawahan, dan rekan sejawat. 7) Pengawasan (supervision).Kemampuan pengawas dalam mendelegasikan tanggung jawab dan membimbing bawahan. 8) Tanggung jawab (responsibility).Kepuasan yang timbul berasal dari adanya kendali dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu pekerjaan. 18 9) Administrasi dan kebijakan (policy and administration).Tindakan dimana beberapa aspek atau secara keseluruhan berdampak pada kepuasan kerja. 10) Kondisi kerja (working condition). Berhubungan dengan kondisi kerja secara fisik seperti fasilitas kerja dan kualitas pekerjaan. 11) Pekerjaan itu sendiri (work it self). Kinerja pekerjaan secara nyata yang berhubungan dengan kepuasan kerja. 2.5.3 Komponen Kepuasan Kerja Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima komponen kepuasan kerja, yaitu: 1) Pembayaran (Pay) Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. Hal ini merupakan sesuatu yang lumrah bagi setiap pegawai dimana para pegawai mengharapkan pembayaran yang diterima sesuai dengan beban kerja yang mereka dapatkan. Selain itu para pegawai membandingkan apakah dengan beban kerja yang sama, para pegawai tersebut mendapatkan gaji yang sama atau berbeda. Hal ini mempengaruhi kepuasan yang mereka rasakan. 2) Pekerjaan (Job) Pekerjaan yang diberikan dianggap menarik, memberikan kesempatan untuk pembelajaran bagi pegawai serta kesempatan untuk menerima tanggung jawab atas pekerjaan. Pegawai akan merasa senang dan tertantang bila diberikan pekerjaan yang dapat membuat mereka mengerahkan semua kemampuannya. Sementara apabila beban dan tantangan pekerjaan yang diberikan jauh dibawah kemampuan yang mereka miliki, para pegawai cenderung merasa bosan.Akan tetapi apabila diberikan beban kerja dan tanggung jawab lebih besar, kemungkinan timbul rasa frustrasi sebagai akibat dari kegagalan pegawai dalam memenuhi tuntutan kerja yang telah diberikan oleh organisasi. 3) Kesempatan promosi (Promotion opportunities) 19 Adanya kesempatan bagi pegawai untuk maju dan berkembang dalam organisasi, misalnya: kesempatan untuk mendapatkan promosi, penghargaan, kenaikan pangkat serta pengembangan individu. Hal ini terkait dengan pengembangan diri setiap pegawai. Pegawai memiliki keinginan untuk terus maju dan berkembang sebagai bentuk aktualisasi diri sehingga pegawai akan merasa puas apabila organisasi memberikan kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan promosi ke jenjang yang lebih tinggi. 4) Atasan (Supervisor) Kemampuan atasan untuk menunjukkan minat dan perhatian tentang pegawai, memberikan bantuan teknis, serta peran atasan dalam memperlakukan pegawai mempengaruhi perilaku pegawai dalam pekerjaannya sehari-hari.Selain itu atasan dituntut memiliki kemampuan dalam melakukan pengambilan keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak kepada para bawahannya. 5) Rekan kerja (Co-workers) Sejauh mana rekan kerja pandai secara teknis, bersahabat, dan saling mendukung dalam lingkungan kerja.Peranan rekan kerja dalam interaksi yang terjalin diantara pegawai mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai.Perselisihan yang timbul diantara sesama pegawai meskipun bersifat sepele dapat mempengaruhi perilaku pegawai dalam pekerjaannya sehari-hari. 2.6. Komitmen Organisasional Luthans (2006:249) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Lebih lanjut sikap loyalitas ini diindikasikan dengan tiga hal, yaitu: (1) keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya; (2) kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasinya; (3) keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Komitmen organisasional akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi tempat dia bekerja. Pekerja dengan komitmen yang tinggi akan lebih 20 berorientasi pada kerja. Pekerja yang memiliki komitmen organisasional tinggi akan cenderung senang membantu dan dapat bekerjasama. Kemudian menurut Kreitner dan Kinicki (2009:166) komitmen organisasi (organizational commitment) adalah cerminan dari tindakan atau perilaku seseorang dalam mengenali sebuah organisasi dan bagaimana terikat dengan tujuan dari organisasi tersebut.. Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2013:64) komitmen organisasi dapat dibagi menjadi tipe atau dimensi. Masing-masing dimensi atau tipe tersebut menjelaskan apa yang menjadi alasan seorang karyawan ingin berkomitmen dengan organisasi tempat merkea bekerja sekarang. Hal yang umum dari ketiga komponen komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: (1) menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan (2) mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi. Adapun definisi dan penjelasan dari setiap komponen komitmen organisasi adalah sebagai berikut. • Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut. • Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain. 21 • Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Maka dari itu komitmen dalam suatu perusahaan atau organisasi itu penting dan sebaiknya komitmen dilakukan pada saat karyawan pertama kali bergabung dengan suatu perusahaan atau organisasi agar karyawan mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya. 2.7 Hubungan Antar Variabel 2.7.1 Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Organisasi. Penelitian yang di lakukan Tuna et al. (2011) pada industry rumah sakit di Turki mendapatkan hasil bahwa kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan komitmen dan loyalitas karyawan terhadap organisasi. Begitupun juga penelitian yang dilakukan oleh Ismail et al. (2011) terhadap karyawan perusahaan AS di malaysia Timur, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berkorelasi positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Dun et. Al (2012) juga melakukan penelitian terhadap organisasi di AS dan Israel dan mendapatkan hasil bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi.Dari penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional memilik pengaruh positif terhadap komitmen organisasi. 2.7.2 Hubungan Antara Empowerment dengan Komitmen organisasi SDM atau pegawai adalah pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir dari suatu produk atau jasa dan organisasi selain sebagai asset organisasi yang vital, tapi sayangnya masih banyak organisasi yang mengeksploitasi pegawainya dan tidak memberikan peluang untuk berkembang dan berprestasi secara optimal ( Corsun& Enz, 1999). Situasi yang paling parah adalah apabila manager dan pegawai tidak saling mempercayai, akibatnya semangat dan moral kerja menjadi sangat pendek, 22 menurunnya produktivitas, munculnya sikap apatis dan terjadi ketidakpuasan kerja sehinga berdampak pada penurunan komitmen organisasi (Corsun & Enz, 1999). Koberg, et. Al. (1999) dalam jurnalnya yang berjudul “Antecedents And Outcomes Of Empowerment “ menyatakan bahwa pemberdayaan akan mempengaruhi komitmen organisasi. 2.7.3 Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi Iswatun & Anik (2012) dalam penelitiannya terhadap karyawan di PT Jaya Konstruksi MP TBK.mendapatkan hasil bahwa kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Iswatun & Anik (2012) juga berpendapat bahwa semakin tinggi kepuasan yang di terima karyawan semakin tinggi juga komitmen organisasional karyawan. Penelitian dari Ngurah Bagus Hendra Pradifta & Gede Adnyana Sudibia (2014) pada 70 karyawan Sanur Hotel Beach dalam journal yang berjudul “pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional” mendapatkan hasil bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung positif signifikan terhadap komitmen organisasional. Begitupula kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung positif signifikan terhadap komitmen organisasional. Hsiao dan Chen (2012), Boles et al. (2007), dan Luqman et al. (2012) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, karyawan akan semakin berkomitmen terhadap organisasi apabila mereka merasa puas terhadap pekerjaan mereka. Azeem (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja, umur dan lama kerja merupakan faktor penting yang mempengaruhi komitmen organisasional. 23 2.8. Kerangka Pemikiran Kepemimpinan Transformasional (X1) H1 H2 Komitmen Organisasi (Y1) Empowerment H2 (X2) H3 H4 Kepuasan Kerja (X3) Gambar 2. 1Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2016 2.9. Hipotesis Hipotesis menurut Creswell (2013, p7) adalah pernyataan dalam penelitian kuantitatif yang dibuat oleh peneliti dalam rangka membuat prediksi atau jawaban sementara tentang hasil hubungan antara atribut atau karakteristik. Berdasarkan penelitian dan kerangka pemikiran, hipotesis yang muncul adalah : Tujuan 1 : Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional (X1) terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H0 : Kepemimpinan transformasional (X1) tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang H1 : Kepemimpinan transformasional (X1) berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang . Tujuan 2 : Mengetahui pengaruh empowerment (X2) terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. 24 H0 : Empowerment (X2) tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H1 : Empowerment (X2) berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang Tujuan 3: Mengetahui pengaruh kepuasan kerja (X3) terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H0 : Kepuasan kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H1 : Kepuasan kerja (X3) berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. Tujuan 4: Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional (X1), pemberdayaan (X2), kepuasan kerja (X3) terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H0 : kepemimpinan transformasional (X1), pemberdayaan (X2), kepuasan kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. H1 : kepemimpinan transformasional (X1), pemberdayaan (X2), kepuasan kerja (X3) berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y1) pada karyawan PT Central Bangun Cemerlang. 25 63