tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Newcastle Disease
Etiologi
Newcastle Disease (ND) atau disebut juga penyakit tetelo, pseudofowl pest, avian
distemper, avian pneumo encephalitis, pseudo poultry plague dan ranikhet disease. ND
merupakan penyakit viral yang sangat menular pada unggas, bersifat sistemik yang
melibatkan saluran pernafasan dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam serta
burung-burung liar dengan angka mortalitas yang tinggi antara 80-100% (Alexander 1991).
Newcastle Disease disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae,
genus Paramyxovirus. Paramyxovirus mempunyai genom virus ssRNA berpolaritas negatif,
panjangnya 15-16 kb dan mempunyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, berdiameter
13-18 nm (Fenner et al. 1995). Genom virus ND total berjumlah 16.000 nukleotida dan
menyimpan kode-kode genetik (codon) 6 buah protein penting dari partikel virus ND yaitu
L (large RNA-directed RNA polymerase), HN (hemaglutinin neuraminidase), F (fusion
protein), NP (nucleocapsid protein), P (phospoprotein), dan M (matrix) (Beard &Hanson
1984). Replikasi virus berlangsung di dalam sitoplasma sel inang (Alexander 1991). Masa
inkubasi penyakit ini antara 2-15 hari, rata-rata 5-6 hari. Kejadian infeksi oleh virus ND
terutama terjadi secara inhalasi (Alexander 1991).
Gambar 1
Gambar penampang virus ND, permukaan protein F (Fusion) dan HN
(Hemaglutinin Neuraminidase) (Samal, 1997).
Pada penelitian karakteristik biologis virus ND, ternyata protein F0 (prekusor F
glycoprotein) dapat terpecah menjadi ‘trypsin-like enzyme’ yang dapat memediasi fusi antara
virus dengan membran sel inang target. Enzim ini membantu virus masuk ke dalam sel induk
semang tersebut (Samal 1997). Hal itulah yang menyebabkan protein F mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menentukan keganasan atau patogenisitas vvNDV saat proses
infeksi terjadi. Bila membandingkan susunan asam amino protein F dan atau mencermati
hasil data perbandingan material genetik melalui ‘DNA sequencing’ antara virus La Sota
(strain lentogenik) dan isolat lapangan (strain velogenik) yang virulen tentu akan berbeda.
Protein HN berperan penting sebagai immunoprotective glycoprotein (immunogenic
determinant) yang merupakan antigen permukaan pada permukaan amplop partikel virus ND
(Samal 1997). Protein HN juga bertanggung jawab pada beberapa fungsi esensial partikel
virus ND dalam mekanisme infeksi antara lain :
1. Merupakan sisi perlekatan partikel virus dengan reseptor asam sialat pada sel induk
semang (attachment phase)
2. Bertindak sebagai fasilitator saat aktifitas fusi dari protein F terhadap membran sel
target induk semang (entry phase)
3. Bertanggung jawab untuk menghilangkan asam sialat pada saat terjadinya pelepasan
progeny partikel virus dari sel induk semang yang terinfeksi (release phase)
Gambar 2
Siklus hidup virus ND dan tahapan infeksi virus ND ke dalam sel hospes
(Samal 1997).
Dengan demikian protein HN selain bertanggung jawab untuk menentukan sel tropisma dari
jaringan yang akan diinfeksi, juga berkontribusi untuk menentukan keganasan virus tersebut
(Feener 1995). Tekanan penggunaan vaksin ND yang sangat intensif dalam industri
perunggasan modern terbukti dapat mengakibatkan pergeseran codon pada material genetik
virus vvND di lapangan. Akibatnya terjadi perubahan manifestasi pada susunan asam amino
protein virus ganas yang ada di lapangan.
Sifat-sifat fisik virus ND antara lain virus ND mempunyai kemampuan untuk
mengaglutinasi dan melisiskan eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus ND juga mampu
mengaglutinasi eritrosit mamalia dan reptilia (Beard dan Hanson 1984). Virus ND bila
dipanaskan pada suhu 56°C akan kehilangan kemampuan untuk mengaglutinasi eritrosit,
karena protein HN (hemaglutinin) rusak, sehingga daya infeksi dan imunogenitasnya juga
menurun (Samal 1997).
Sebuah vaksin baru untuk ND pada unggas telah dikembangkan oleh Departemen
Pertanian AS (USDA) menggunakan teknologi reverse genetic, vaksin baru dibuat dari
bagian dari virus yang mirip dengan virus Newcastle Disease (NDV) tipe lapangan yang
beredar di lingkungan saat ini. Hal ini akan mengurangi angka kematian, gejala serta jumlah
penyebaran virus. Para peneliti menemukan bahwa teknologi reverse genetic memungkinkan
untuk menghasilkan vaksin baru dengan mempertukarkan gen dari vaksin asli dengan gen
serupa dengan virus yang beredar saat ini. Vaksin untuk ND kini digunakan secara luas pada
unggas komersial dan melindungi unggas yang divaksinasi dari penyakit (Aldous &
Alexander 2008).
Gejala Klinis
Tanda-tanda klinis yang muncul secara umum meliputi gangguan pada sistem saraf,
sistem pernafasan, sistem gastrointestinal dan juga sistem reproduksi. Morbiditas biasanya
tinggi dan mortalitas bervariasi antara 0-100 %. Mortalitas yang lebih tinggi terlihat pada
bentuk yang velogenik pada ayam-ayam yang tidak divaksinasi (Calnek et al. 1997). Empat
manifestasi klinis ND menurut Beard dan Hanson (1984), diidentifikasikan sebagai berikut :

Velogenic Viscerotropic ND (VVND) - kadang disebut tipe 'asiatic' atau eksotis. Jenis
ini sangat virulen untuk ayam, dan kurang virulen pada kalkun. Tipe ini menyebabkan
tanda-tanda gangguan pernafasan parah, penyebaran cepat dan menyebabkan
kematian sampai 90 %.

Neurotropik Velogenic ND (NVND) - bersifat akut dan fatal pada ayam segala usia,
menyebabkan gangguan neurologis dan gangguan pernafasan, serta adanya lesi pada
usus.

Mesogenic ND- menyebabkan kematian mendadak dan tanda-tanda gangguan syaraf
pada unggas dewasa. Virus ini kadang-kadang digunakan sebagai vaksin pada unggas.
Tipe ini menyebabkan batuk, mempengaruhi kualitas dan produksi
mengakibatkan kematian sampai 10 %.
telur serta

Lentogenic ND –bersifat ringan, kadang-kadang subklinis. Dapat mempengaruhi
hewan pada segala usia. Strain ini dapat dikembangkan sebagai vaksin, menghasilkan
tanda-tanda ringan dengan mortalitas diabaikan.
Tanda-tanda yang sangat bervariasi akan tergantung pada sifat dari virus yang
menginfeksi, dosis infektif dan tingkat imunitas dari paparan sebelumnya atau vaksinasi.
Gejala pertama biasanya terdiri dari gangguan pernapasan dan serak diikuti 1 atau 2 hari
berikutnya dengan kelumpuhan kaki, sayap dan tortikolis leher (Kommers et al. 2002). Pada
unggas dewasa, penurunan produksi yang bersamaan dengan gangguan pernapasan serta
kelumpuhan terjadi 4 sampai 6 hari pasca infeksi. Tanda-tanda lain mencakup tanda-tanda
gangguan pernapasan (terengah-engah, batuk), tanda-tanda syaraf (depresi, tremor otot, sayap
terkulai, torsi kepala dan leher, berputar-putar serta kelumpuhan), pembengkakan jaringan
sekitar mata dan leher, diare berair kehijauan, kualitas telur yang kasar atau tipis dan berisi
albumen encer serta produksi telur berkurang (Charlton 2006). Dalam kasus akut, kematian
sangat mendadak pada awal wabah, namun tanda-tanda gangguan pernafasan dan pencernaan
adalah ringan dan progresif, diikuti setelah 7 hari dengan gejala saraf khususnya tortikolis.
Penularan
Penyebaran ND secara umum bisa melalui kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi atau melalui sekresi khususnya tinja unggas yang terinfeksi, pakan yang
terkontaminasi, air, alat serta pakaian pekerja yang terkontaminasi (Charles 2000). Selain
itu juga bisa melalui aerosol (virus diekskresikan dalam pupuk dan bertiup keluar ke udara),
burung, fomites, serta pembawa lainnya. Secara umum penularan bersifat horizontal tapi
anak ayam dapat terinfeksi pada tempat penetasan yang tertular dari
cangkang yang
terkontaminasi (Fenner et al. 1995). Pada suhu 23-29 ºC, APMV-1 mampu bertahan hidup
selama 10-14 hari, dan pada suhu 20 ºC mampu bertahan hingga 18 hari dalam tanah.
Patologi Anatomi dan Histopatologi
Beberapa lesi post-mortem antara lain : airsacculitis, tracheitis, nekrotik plak di
proventrikulus, petechiae di proventrikulus dan submukosa gizzard, nekrotik-hemoragi usus,
enteritis parah di duodenum, sekum dan perdarahan di proventrikulus. Lesio pada usus
terutama terjadi pada bentuk ND tipe viscerotropic (Jordan 1990). Diagnosis dapat dilakukan
berdasarkan dugaan pada gejala klinisnya yaitu dengan lesio post-mortem, peningkatan titer
pada pengujian serologi yaitu dengan Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA), PCR,
serta teknologi sequence (Alexander and Senne 2008). Sebagai diagnosa pembanding antara
lain : infectious bronchitis, infectious laryngotracheitis, coryza menular, Avian Influenza,
EDS-76, encephalomyelitis, encephalomalacia serta intoksikasi.
Lesio mikroskopik utama ND adalah encephalomyelitis nonpurulent, vaskulitis,
nekrosis limfoid (bursa, limpa, timus dan jaringan limfoid mukosa usus), trakheitis,
pneumonia, salpingitis, nekrosis hati, infiltrasi selular pankreas, dan konjungtivitis. Beberapa
kajian melaporkan tentang pembentukan encephalomalacia dan pankreatitis nekrotik pada
ND.
Menurut Nakamura et al. (2008), infeksi virus velogenik ND pada kasus ayam
pedaging yang divaksinasi di Jepang memiliki lesio karakteristik: ensefalitis nonpurulen
dengan malasia dan pankreatitis nekrotik. Mereka mengevaluasi perubahan patologi dan
pewarnaan imunohistokimia dalam rangka untuk mengevaluasi patogenesis ensefalitis
nonpurulen dengan malasia serta pankreatitis nekrotik diamati pada ayam pedaging yang
menderita ND. Gambaran histopatologi yang ditemukan antara lain ensefalitis nonpurulen di
otak besar, otak kecil, dan medula oblongata, tetapi tidak pada lobus optikus. Ditemukan
pula malasia dalam parenkim otak yang terkena dampak parah, perivascular cuffing,
proliferasi glial, infiltrasi sel radang dan degenerasi neuronal. Ditemukan juga degenerasi
yang luas, nekrosis, dan menipisnya sel-sel asinar di pankreas. Proliferasi makrofag di paruparu teramati selain nefritis tubulointerstitial, nekrosis hepatosit dengan trombi dalam
sinusoid, fokus nekrosis miokardium, limfositik deplesi degenerasi dan nekrosis epitel
kelenjar ampela, trakheitis, nekrosis fibrinoid pembuluh darah, nekrosis jaringan limfoid di
proventrikulus, proliferasi makrofag dalam lamina propria usus, dan epikarditis.
Antigen virus ND terdeteksi dalam lesion pada
berbagai organ, terutama di
sitoplasma, dan jarang dalam inti sel. Virus ND berada pada sel-sel di dalam wilayah malasia
medula dan sel saraf di otak nekrotik, sel-sel asinar mengalami nekrotik pada pankreas,
folikel nekrotik dari bursa kloaka, sel epitel dan makrofag bronchiolar lapisan dan dinding
atrium di paru-paru, sel epitel trakhea, sel-sel epitel kantung udara, nekrosis sel epitel ginjal
dan jaringan limfoid nekrotik dari lamina propria usus. Kadang-kadang juga ditemukan sel
mesotel dari epikardium itu positif untuk antigen ND, serta saraf perifer lapisan otot usus dan
proventrikulus, atau dalam jaringan ikat di sekitar trakhea tanpa lesi histologis jelas dalam
organ. Antigen virus ND terlihat juga pada sel-sel epitel skuamosa esofagus berdekatan
dengan proventrikulus (Nakamura et al. 2008).
Menurut Mohammadamin dan Qubih (2011), perubahan pada proventrikulus pada 3
hari pasca infeksi akan menunjukkan infiltrasi limfositik pada jaringan limfoid, pemendekan
papila proventrikular, dan difusi infiltrasi dari limfosit di mukosa. Pada hari ke-7 pasca
infeksi terlihat infiltrasi limfositik pada folikel limfoid dan pemendekan papilla
proventrikular. Sedangkan perubahan pada usus pada 3 dan 7 hari pasca infeksi pada
duodenum teramati penipisan dan penumpukan villi usus.
Menurut Rahaju dkk (1991), serum antibodi terhadap virus ND pada uji
haemaglutination inhibition (HI) yang rendah ditemukan pada unggas yang terinfeksi. Dalam
percobaannya semua ayam specific pathogenic free (SPF) diinokulasi dengan virus ND mati
pada 3 hari setelah pasca inokulasi.Secara klinis, ayam-ayam menunjukkan tanda-tanda klinis
yang jelas kecuali depresi.
Perubahan secara makroskopik, ayam-ayam menunjukkan
perdarahan di konjungtiva.
Secara histologi, ayam mengalami nekrosis limpa, trombi
sinusoidal hepatosit, nekrosis limfositik serta deplesi dalam jaringan limfoid (bursa, timus,
dan seka tonsil), serta perdarahan dan nekrosis pembuluh darah pada konjungtiva. Tidak
ditemukan lesio pada sistem saraf pusat atau pancreas (Gohm et al. 2011).
Bhaiyat et al. (1994), melaporkan lesi yang paling sering diamati pada kasus ND
adalah pada organ otak.
Perubahan yang sering diamati adalah encephalomyelitis
nonpurulent dengan degenerasi neuronal, perivascular cuffing, dan hipertrofi sel endotel
otak.
Lesi pada otak selalu diamati pada ayam-ayam yang terinfeksi dengan patotipe
velogenikneurotropik walaupun kadang juga ditemukan pada tipe viserotropik dan patotipe
mesogenik. Pada umumnya, lesi histologi dari sistem saraf pusat ditemukan pada medula,
otak kecil, otak tengah, dan sumsum tulang belakang dan jarang ditemukan dalam otak besar.
Menurutnya, pada ayam yang telah divaksinasi dengan vaksin ND sulit untuk mendeteksi
adanya antigen virus ND dalam setiap lesi dengan metode imunohistokimia dengan
menggunakan antibodi monoklonal terhadap protein hemaglutinin-neuramidase dari virus
ND. Lokalisasi antigen virus ND pada sel saraf nekrotik dalam malacia menunjukkan bahwa
malacia dapat disebabkan oleh infeksi virus langsung pada sel-sel saraf.Selain itu, malasia
mungkin juga disebabkan karena gangguan sirkulasi darah dengan kerusakan vaskular parah
pada otak ayam yang terinfeksi virus ND, secara umum virus ND dapat menyebabkan
kerusakan vaskular (pembuluh darah).
Deteksi dengan menggunakan imunohistokimia untuk antigen virus ND pada saraf
tepi belum pernah dilaporkan. Lokalisasi antigen ND virus di saraf berkorelasi dengan lesi
dan antigen dalam jaringan limfoid dari usus dan dalam sel epitel trakea (Gohm et al. 2011).
Oleh karena itu, antigen virus ND di saraf mungkin dari jaringan-jaringan limfoid mukosa
atau sel epitel. Hal ini merupakan temuan menarik dan harus dipelajari secara detail di masa
depan.
ND dan
avian influenza (HPAI) menunjukkan kondisi patologis yang berupa
nekrosis fokal pada sistem saraf pusat dengan nodul glial dan pankreatitis nekrosis ringan
yang diamati dalam HPAI dari ayam. Namun, ensefalitis non purulent parah dan necrotizing
pancreatitis yang diamati lebih sering di HPAI. Ayam dari kasus yang sekarang menjadi
resisten terhadap virus ND velogenik karena vaksinasi, dan kemudian mengalami ensefalitis
berat dan pankreatitis.
Pencegahan dan Pengobatan
Penyakit ini tidak dapat diobati, antibiotik hanya dipakai untuk mengendalikan infeksi
sekunder bakteri. Pencegahan dilakukan dengan cara biosekuriti ketat, pemeliharaan allin/all-out, serta pelaksanaan vaksinasi. Oleh karena itu ayam yang sudah terserang sebaiknya
cepat dimusnahkan karena dapat menulari ayam yang lain. Pengendalian terbaik adalah
dengan vaksinasi seperti vaksin strain F, K dan La Sota. Hal ini umum untuk memantau
respon terhadap vaksinasi, terutama di peternakan unggas dengan menggunakan pemantauan
serologis rutin. HI dan ELISA telah digunakan secara luas. Program vaksinasi harus
menggunakan vaksin dengan potensi tinggi, yang secara memadai disimpan dan
memperhatikan kondisi lokal setempat (Mitruka 1981). Penggunaan aplikasi spray dianjurkan
tetapi perlu diterapkan dengan hati-hati untuk mencapai perlindungan yang baik dengan
reaksi minimal. Untuk mencegah atau mengurangi reaksi pasca vaksin di ayam muda penting
agar ayam memiliki titer antibodi maternal yang seragam. Reaksi pasca vaksin dapat berupa
konjungtivitis, snicking, dan kadang-kadang terengah-engah atau gasping. Di beberapa
negara telah rutin dilakukan pemberian preparat antibiotik propilaktik untuk menekan
gangguan Mycoplasma gallisepticum yang dapat mengurangi efektifitas vaksinasi, dan
mengurangi resiko reaksi pasca vaksinasi (King 2008).
Indonesia sebagai salah satu daerah endemik ND, program vaksinasi ND pada ayam
broiler yang dilakukan sedikitnya dilakukan 2 kali. Pada program klasik ayam pedaging
dilakukan pada umur 4-5 hari dan boosting pada umur 17-18 hari, sedangkan pada program
inovatif dilakukan aplikasi vaksin aktif dan inaktif pada umur 4-5 hari saja ataupun dilakukan
boosting lagi pada umur 17-18 hari. Vaksinasi dinyatakan berhasil apabila tidak muncul
tanda-tanda klinis ND seperti muyung (tidak aktif, bulu sekitar kepala berdiri, leher
memendek), pilek, mata berair, diare, tortikolis dan berujung kematian. Apabila virus ND
lapang bersifat ganas, mungkin saja organ dalam ayam tidak rusak, akan tetapi ayam akan
mengekskresikan virus melalui feses dan virus sempat berkembang dalam tubuh ayam
tersebut. Strain La Sota merupakan salah satu strain vaksin lentogenik yang dipakai di
banyak negara, tidak saja di Asia. Aplikasinya dapat diberikan secara intra okular atau lewat
air minum. Strain La Sota sangat baik diberikan saat kekebalan induk mulai menurun dan
kekebalan internal mulai berkembang (Shafqat 1996).
Untuk isolasi rutin NDV dari ayam, kalkun, dan burung lainnya, sampel diperoleh
dengan swabbing trakea dan kloaka.Virus ini juga dapat diisolasi dari paru-paru, otak, limpa,
hati dan ginjal. Sebelum pengiriman sampel harus disimpan pada 4°C (kulkas) dan dikirim
dalam kontainer khusus.
Kejadian infeksi virus ND pada manusia sangat langka dan
biasanya terjadi hanya pada orang yang memiliki kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi, misalnya pekerja pengolahan unggas, dokter hewan atau staf laboratorium. Virus
hanya menyebabkan gangguan ringan, konjungtivitis jangka pendek atau gejala seperti
influenza.
Upaya pemberantasan penyakit dalam praktek internasional berupa : depopulasi
semua unggas yang kemungkinan terpapar virus secepat mungkin, membuang setiap produk
yang terinfeksi, kontrol karantina yang ketat, dekontaminasi virus yang tersisa, pelacakan dan
pengawasan untuk menentukan tahapan infeksi serta zonasi daerah berisiko dan daerah bebas
penyakit (Alexander 1991). Pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah strategis
dalam upaya penanggulangan ND, antara lain:
a. Depopulasi
b. Stamping out, langkah yang efektif dan cepat untuk menghilangkan agen penyebab
penyakit secara tuntas.
c. Biosekuriti dan desinfeksi yang ketat
d. Pengawasan lalu lintas atau tindakan karantina yang ketat untuk mencegah meluasnya
penyebaran penyakit dari daerah yang terkena
e. Surveilans dan pelacakan untuk memantau penyebaran penyakit ND
f. Vaksinasi serta monitoring pasca vaksinasi
g. Public awareness untuk membangun kepercayaan masyarakat melalui edukasi,
informasi dini dan komunikasi melalui media
h. Restrukturisasi dan konsolidasi stake holder peternakan
i. Penguatan peraturan perundang-undangan
Vaksinasi
Vaksinasi adalah suatu proses kegiatan memasukkan bibit penyakit ke dalam tubuh
hewan baik berupa material hidup maupun mati dengan harapan agar menggertak antibodi
hewan tersebut dalam kadar yang protektif dan mampu melindungi hewan dari ancaman
infeksi agen penyakit lapangan. Ayam pedaging yang dipelihara secara intensif rentan sekali
terkena infeksi menular. Salah satu penyakit infeksi yang paling penting adalah ND. Penyakit
ini menyebabkan kerugian bukan hanya performa produksinya yang menurun, akan tetapi
juga mempunyai dampak politis dan ekonomi dimana biaya penanggulangannya sangat
tinggi. Penyakit ND dapat dikendalikan dengan pelaksanaan vaksinasi yang teratur dan
termonitor dengan baik. Ada banyak strain virus ND yang dapat dipergunakan sebagai seed
vaksin. Macam-macam sistem kekebalan yang ada di dalam tubuh dapat berupa :
1. Circulating antibodies (antibodi yang beredar dalam sirkulasi darah atau antibodi
humoral)
2. Secreted antibody producing mucosal immunity (kekebalan mukosa)
3. Cell mediated immunity (sel imunitas atau antibodi seluler)
Secara umum vaksin ada dua jenis, yaitu vaksin live (aktif atau hidup) dan vaksin
killed (inaktif atau mati). Vaksin live (aktif) ini dibuat dari virus yang masih hidup dan
mampu menginfeksi sel. Strain virus yang digunakan biasanya strain yang mempunyai
virulensi rendah. Vaksin killed (inaktif) adalah vaksin yang berisi virus yang telah mati.
Kemampuan
virus
untuk
menginfeksi
sel
telah
dihilangkan
dengan
kimiawi, radiasi atau panas. Vaksin ini hanya dapat menggertak respon
proses
circulating
antibodies (Alexander 1991). Strain virus ND telah diklasifikasikan menjadi empat
pathotypes sebagai berikut:
1. Avirulen
2. Lentogenic (virulensi rendah)
3. Mesogenic (virulensi sedang)
4. Velogenic (virulensi tinggi dengan mortalitas tinggi)
Vaksinasi dilakukan dengan harapan replikasi virus tantang menjadi tidak leluasa
dalam tubuh ayam yang kebal. Dengan demikian kuantitas cemaran virus ND yang ganas di
lapangan akibat adanya viral shedding dari ayam yang terinfeksi akan menjadi minimal. Hasil
titer antibodi yang didapat pada pemeriksaan HI maupun ELISA terhadap ND bukan hanya
membaca angka demi angka saja, akan lebih bermakna apabila dikaitkan dengan umur ayam,
jenis vaksin dan program vaksinasi yang digunakan serta riwayat kasus di peternakan
tersebut. Titer antibodi yang terbaca merupakan penjumlahan dari titer antibodi maternal
ditambah dengan titer vaksinasi dan titer yang didapatkan dari lapangan (Susan et al. 1998).
Tabel 1 Beberapa contoh strain virus yang dipakai sebagai seed vaksin aktif
Strain
F
B1
La Sota
V4
V4-HR
I-2
Mukteswar
Komarov
Penjelasan
Lentogenik. Digunakan pada ayam muda tapi juga cocok untuk
digunakan sebagai vaksin pada ayam dari semua umur
Lentogenik. Digunakan sebagai vaksin pada ayam untuk semua umur
Lentogenik. Sering menyebabkan reaksi pasca vaksinasi
tanda-tanda pernapasan, sering digunakan sebagai vaksin booster
Avirulen. Digunakan pada ayam untuk semua umur
Avirulen. Termostabil, yang digunakan pada ayam semua usia
Avirulen. Termostabil, digunakan pada ayam dari semua umur.
Mesogenik. bersifat invasif, digunakan sebagai vaksin booster.
Dapat menyebabkan reaksi post vaksinal (pernapasan terganggu,
kehilangan berat badan, penurunan produksi telur dan kematian) .
Biasanya diberikan melalui suntikan
Mesogenik. Kurang patogen dibanding Mukteswar, digunakan
sebagai vaksin booster. Biasanya aplikasi secara injeksi.
Sumber : Munner et al. 2006
Tabel 2 Contoh Aplikasi Program Vaksinasi ND pada Ayam Broiler
Program
Umur
Vaksin
Strain
Aplikasi
Klasik
4 hari
16-18 hari
ND live
ND live
La Sota
La Sota
Tetes mata
Air minum
Inovatif
4 hari
4 hari
ND live
ND Kill
La Sota
La Sota
Tetes mata
Inj. Sub cutan
4 hari
4 hari
16-18 hari
ND live
ND Kill
ND live
La Sota
La Sota
La Sota
Tetes mata
Inj. Sub cutan
Air minum
1 hari
1 hari
1 hari
ND live
ND Kill
IBD live
Apathogenic Enterotropic
La Sota
IBD Immune Complex
Spray
Inj. Sub cutan
Inj. Sub cutan
Sumber : Shafqat 1996
Hatchaery
Strain La Sota adalah salah satu strain vaksin klasik yang sudah dipakai oleh kalangan
praktisi perunggasan dalam kurun waktu yang lama. Strain ini dipilih karena sifatnya yang
lentogenik dan mempunyai daya imunologik yang cukup tinggi. Dalam aplikasinya strain ini
bisa diberikan secara aktif melalui tetes mata, tetes mulut, tetes hidung, melalui air minum
(per oral) maupun secara inaktif dengan cara injeksi sistemik ke dalam tubuh ayam. Selama
ini strain ini dipakai sebagai pilihan di lapangan dan hasil titer yang didapat masih
memberikan hasil protektif (Fred et al. 2008). Beberapa contoh aplikasi program vaksinasi
ND pada ayam broiler dapat dilihat pada tabel 2.
Program kontrol terhadap penyakit ND merupakan interaksi antara 3 hal yaitu status
kekebalan, bibit penyakit dan lingkungan ayam. Meminimalkan konsentrasi dan keganasan
bibit penyakit dengan meningkatkan biosecurity dan meminimalkan stress eksternal akan
memberikan rasa nyaman bagi ayam terutama pada saat rawan seperti kualitas litter yang
turun, kepadatan serta ventilasi yang kurang baik. Syarat keberhasilan suatu program
vaksinasi adalah status ayam harus optimal dan diikuti dengan penerapan program yang tepat
dan aplikasi yang baik. Menurut Dawson et al. (2006), ada 3 hal utama yang berhubungan
dengan efektifitas program vaksinasi pada ayam pedaging, yaitu :
1. Kekebalan dari Induk
Antibodi maternal peranannya sangat penting terutama pada awal kehidupan ayam,
untuk memaksimalkannya diperlukan pemberian vaksin ND live sesegera mungkin
untuk menggertak kekebalan lokal karena kekebalan ini tidak diturunkan secara
vertikal dari induk ke DOC. Adanya kekebalan induk menyebabkan tingkat proteksi
yang digertak oleh vaksin ND live di awal pemeliharaan akan lebih cepat turun akibat
adanya proses netralisasi, karenanya kadang diperlukan program booster ataupun
vaksinasi dengan vaksin in aktif. Kekebalan induk juga menyebabkan vaksin inaktif
bekerja lebih lambat, sehingga diperlukan konsentrasi yang tinggi dan kemampuan
pelepasan antigen yang lambat (slow release) untuk meminimalkan efek interferensi
tersebut.
2. Aplikasi Vaksinasi
Ada beberapa pilihan aplikasi program vaksinasi dengan vaksin live (aktif) yaitu
secara spray, tetes mata dan air minum. Saat pemberian dengan air minum harus
dikontrol kualitas air minum yang dipakai, antara lain kandungan logam.
Hal ini
dapat mengganggu efikasi penggunaan vaksin aktif.
3. Reaksi Pasca Vaksinasi
Reaksi pasca vaksinasi seringkali menjadi masalah tersendiri dalam aplikasi vaksinasi
aktif, baik sebagai priming maupun boosting. Pemilihan vaksin strain La Sota
diperlukan karena kemampuan spreading strain ini yang baik terutama melalui tetes
mata maupun air minum, walaupun strain ini mempunyai efek post vaksinal yang
tinggi. Untuk meminimalkan efek negatif akibat reaksi pasca vaksinasi tersebut,
status kesehatan ayam pada saat vaksinasi harus baik.Ayam dipastikan bebas dari
penyakit pernafasan dan immunosuppresi. Kualitas udara harus lebih diperhatikan
baik kadar amonia, debu dan kualitas litter dalam kandang tersebut. Mengoptimalkan
ventilasi udara terutama setelah vaksinasi atau pada saat sheeding virus terjadi (3-7
hari pasca vaksinasi). Keseragaman asupan partikel vaksin antar individu pada saat
vaksinasi dengan memaksimalkan kontrol pada saat aplikasi vaksinasi.
Download