5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Sawit Mentah CPO (crude palm oil) atau lebih dikenal dengan minyak sawit mentah (MSMn) diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit (SNI 2006). MSMn didapatkan setelah melalui beberapa tahapan proses, yaitu perebusan, perontokan, pelumatan, ekstraksi dan purifikasi (Yuliawan 1997). Proses perebusan buah sawit bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim lipase, memudahkan pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang serta memperlunak buah sawit sehingga dapat memudahkan proses ekstraksi. Buah yang sudah direbus kemudian dirontokkan dari tandannya dan dipisahkan bagian intinya. Selanjutnya dilakukan pelumatan untuk memudahkan proses ekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam cara, diantaranya dengan pengepresan mekanik, ekstraksi dengan pelarut ataupun menggunakan Supercritical Fluid Extraction (Muchtadi 1992). Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan purifikasi atau pemurnian yang bertujan untuk memisahkan minyak sawit dari bahan-bahan pengotor (sisa tandan, air atau pasir) (Yuliawan 1997). Minyak sawit mentah terdiri dari komponen trigliserida, digliserida, monogliserida, asam lemak bebas, dan komponen minor. Trigliserida merupakan komponen yang terdapat dalam jumlah besar pada minyak sawit, yaitu sekitar 95%. Trigliserida dalam minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan komposisi yang berimbang. Asam lemak jenuh meliputi asam laurat (C12:0), asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), dan asam stearat (C18:0), sedangkan asam lemak tidak jenuhnya meliputi asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), dan asam linolenat (C18:3). Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi asam lemak yang terdapat dalam CPO. Asam lemak dalam minyak sawit juga dapat dibedakan menjadi asam lemak esensial dan asam lemak non-esensial. Asam lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis dalam tubuh, yakni linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3), sedangkan asam lemak yang dapat disintesis oleh tubuh disebut asam lemak non-esensial. Dengan demikian, minyak sawit didominasi oleh asam lemak non-esensial dan hanya mengandung asam lemak esensial dalam jumlah kecil (Sundram et al. 2003). 6 Tabel 1 Komposisi asam lemak MSMn Asam Lemak Atom C Asam laurat C12:0 Asam miristat C14:0 Asam palmitat C16:0 Asam palmitoleat C16:1 Asam stearat C18:0 Asam oleat C18:1 Asam linoleat C18:2 Asam linolenat C18:3 Asam arakidat C20:0 Sumber: Sundram et al. 2003 Komposisi (%) 0-1 0,9-1,5 39,2-45,8 0-0,4 3,7-5,1 37,4-44,1 8,7-12,5 0-0,6 0-0,4 Menurut Ketaren (2005), wujud minyak dan lemak tergantung komposisi asam lemak penyusunnya. Minyak yang berwujud padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair tinggi pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit mentah lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) bila dibandingkan dengan jenis minyak yang lain. Komponen non-gliserida yang terkandung di dalam minyak sawit diantaranya asam lemak bebas, cemaran logam, air, dan komponen minor. Kandungan komponen minor dalam minyak sawit mentah sebesar ± 1 %. Komponen minor tersebut diantaranya karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen dan tripterpenil dan hidrokarbon alifatik (Nagendran et al. 2000). Komponen minor senyawa-senyawa yang terkandung dalam CPO dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komponen minor pada MSMn Komponen Karotenoid Tokoferol dan tokotrienol Sterol Fosfolipid Triterpen alkohol Metil sterol Skualen Alkohol alifatik Hidrokarbon alifatik Sumber: Choo et al. 1994 Konsentrasi (ppm) 500-700 600-1000 326-527 5-130 40-80 40-80 200-500 100-200 50 7 Minyak sawit mentah mempunyai kandungan β-karoten 15 kali dari wortel dan 44 kali dari sayuran (Scrimshaw 2000). Minyak sawit mentah mengandung pigmen karotenoid 500-700 ppm dimana sekitar 50% adalah β-karoten (Stuijvenberg dan Benade 2000). Ooi et al. (1994) menyatakan bahwa minyak sawit mentah (CPO) mengandung karotenoid dalam jumlah besar, yaitu sekitar 500-700 ppm. Karotenoid utama yang terdapat dalam minyak sawit adalah α dan β-karoten, yaitu sebesar 80% dari total karotenoid, dan sisanya berupa γ-karoten, likopen serta santofil dalam jumlah kecil. Komponen lain yang kadarnya relatif rendah dalam minyak sawit adalah sterol dengan kadar sekitar 300 ppm. Kadar sterol dalam minyak sawit terdiri atas sitosterol, campesterol, stigmasterol, dan kolesterol dalam jumlah sedikit. Dalam CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit mentah, kadar sterol berkisar antara 360-620 ppm, sedangkan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001 % dari CPO. Persentase kadar kolesterol tersebut sangat rendah. Dengan demikian, isu yang menyatakan bahwa minyak sawit berbahaya untuk kesehatan dalam kaitannya dengan kandungan kolesterol yang tinggi, tidak dapat dibuktikan. Winarno (1999) menyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir telur setara dengan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. 2.2. Manfaat Minyak Sawit Mentah Bila ditinjau dari segi historik, minyak sawit merah bukanlah hal yang baru. Minyak sawit merah telah menjadi bagian dari masyarakat tradisional sejak 5000 tahun silam, dipercaya sebagai makanan bernutrisi tinggi dan obat yang mujarab. Saat ini manfaat dari minyak sawit merah sudah mulai diakui para ahli kesehatan untuk mencegah malnutrisi dan defisiensi vitamin A (Fife 2010). Minyak sawit merah (MSM) atau RPO (red palm oil) merupakan MSMn yang telah mengalami proses fraksinasi. Fraksi olein merupakan fraksi yang lebih dikenal sebagai MSM. Namun tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara kualitas MSM dengan MSMn. Pada Tabel 3 dapat dilihat karakteristik kualitas MSMn dan MSM. 8 Tabeel 3 Karakteeristik kualittas MSMn dan d MSM Sam mpel AL LB (%) BP B (mekv/k kg) Karo oten (ppm) Tokoferool (ppm) MSM M 3,53 2,32 643 8669 MSM Mn 3,53 0,44 514 8664 Sumbber: Choo et e al. 1993 Keterangan: AL LB (asam lem mak bebas), BP (bilang gan peroksida) Minyak sawit meraah memilikki warna yaang sangat merah sebaagai akibat adannya kandunggan karotennoid, termasuk β-karotten, yang sangat s tingggi. Minyak sawitt merah diiperoleh tannpa melaluui proses pemucatan p dengan tujuan untuk mem mpertahankaan kadar kaarotenoid yang y terkan ndung didaalamnya. Paada proses pemuurnian konnvensional, kandungaan β-karoteen akan hilang h dalaam proses bleacching atau pemucatan. p Oleh karenna itu, dalam m proses pem murnian minyak sawit meraah dimana kandungan k β β-karoten diipertahankaan, tahap pem mucatan dihhilangkan. Gam mbar 1 Hiraarki keterseddiaan hayati β–karoten n dalam berbbagai sumbeer pangan Sumber: Underwood U 2000 Beta-karroten yang berasal daari minyak sawit merrah memiliiki tingkat penyyerapan (biooavailibilityy) yang paling tinggi bila dibandinngkan denggan sumber panggan alami laainnya (Gam mbar 1). Raoo (2000) meenyatakan bahwa b β–kaaroten pada minyyak sawit merah m memiiliki tingkatt penyerapaan sebesar 98%. 9 Jumlaah tersebut meruupakan yangg paling tinnggi bila dibbandingkan dengan sum mber β–karroten alami lainnnya. Namunn ada juga beberapa hasil penellitian yang menyebutkkan bahwa tingkkat penyeraapan β–karooten adalahh sekitar 80 0% (You et e al. 2002)). Menurut Com mbs (1992), karoten dallam minyakk sawit merrah terdapaat dalam benntuk bebas 9 dan dalam minyak yang merupakan medium pelarutnya. Sedangkan di dalam sayuran dan buah-buahan, karoten biasanya membentuk kompleks dengan protein atau teresterifikasi dengan asam lemak sehingga karoten di dalam minyak sawit merah lebih mudah diserap oleh tubuh. Minyak sawit merah lebih dianjurkan sebagai minyak makan untuk menumis sayuran, daging dan bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan sebagai minyak salad, yaitu minyak yang langsung dikonsumsi bersama makanan tanpa melalui proses pemanasan. Selain itu, minyak sawit merah juga dapat digunakan sebagai bahan fortifikasi makanan untuk produk pangan berbasis minyak/lemak, seperti margarin dan selai kacang (Andarwulan et al. 2003). Contoh aplikasi lain dari penggunaan minyak sawit merah adalah sebagai pangan fungsional atau sebagai sumber provitamin A, pengganti lemak hewani dan substrat untuk nutrasetikal (Unnithan dan Foo 2001). Minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak goreng, karena karotenoid yang terkandung di dalamnya dapat rusak pada suhu tinggi (Jensen et al. 1992). Antioksidan lain yang juga terdapat dalam minyak sawit merah, selain βkaroten, adalah tokoferol dan tokotrienol. Ketiga senyawa tersebut merupakan antioksidan alami yang dapat merangsang sistem imun tubuh untuk melawan radikal bebas dan sel-sel asing dari bakteri maupun virus yang dapat mengganggu kesehatan (Szydlowska et al. 2011). Minyak sawit merah telah digunakan sebagai sumber provitamin A di negara Brazil, Malaysia dan India. Konsumsi minyak sawit merah dapat mengurangi resiko terkena bintik bitot pada mata, meningkatkan kadar β-karoten dalam darah serta meningkatkan status vitamin A pada anak-anak dan wanita (Nestel dan Nalubola 2003). Penelitian yang menggunakan minyak sawit merah untuk meningkatkan status kesehatan telah banyak dilakukan, hasilnya yaitu dapat menurunkan biosintesis kolesterol, mencegah agregasi platelet, menurunkan tekanan darah, menurunkan resiko penyakit aterosklerosis, meningkatkan HDL dan menurunkan LDL dalam dalam darah (Sarojini et al. 1999; Mukherjee dan Mitra 2009). Selain itu, minyak sawit merah dapat menurunkan protein C-reaktif (CRP) yang merupakan protein yang dihasilkan bila ada luka dan infeksi (Zakaria et al. 2011). 10 Anggraeni (2012) menyatakan bahwa konsumsi minyak sawit mentah dapat meningkatkan jumlah sel natural killer dan menurunkan enzim COX-2 yang merupakan enzim penanda terjadinya inflamasi. 2.3. β-Karoten Karotenoid merupakan kumpulan senyawa yang memberi warna kuning sampai merah pada tanaman dan buah-buahan. Ada lebih dari 500 jenis karotenoid yang ada di alam, tetapi hanya beberapa yang dapat berfungsi sebagai provitamin A, yaitu α-karoten, β-karoten dan γ-karoten. Secara ideal, satu unit βkaroten di dalam saluran pencernaan, tepatnya pada usus halus, dapat diubah menjadi dua unit vitamin A atau retinol. Karotenoid dalam minyak sawit mengandung 37% α-karoten dan 50% β-karoten (Scrimshaw 2000) sehingga potensinya sebagai sumber vitamin A sangatlah tinggi (Zakaria et al. 2000). Beta karoten merupakan salah satu pigmen alami yang memiliki warna kuning-kemerahan, biasanya terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Beta karoten diketahui memiliki aktifitas provitamin A yang tinggi karena 1 molekul beta karoten setara dengan 2 molekul retinol atau vitamin A (Choo 1997). Pada Gambar 2 dapat dilihat struktur kimia dari β-karoten, Gambar 2 Struktur β-karoten (C40H56 ; Molar Mass 536.9 g/mol) Sumber: Ophardt 2003 Berdasarkan studi secara epidemiologis, laboratorium, dan uji klinis, βkaroten memiliki peranan penting dalam pencegahan kanker. Beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan β-karoten dalam menstimulasi fungsi imun pada tubuh hewan dan manusia, baik secara in vitro maupun in vivo. Manfaat βkaroten ini telah dibuktikan pada subjek imunokompeten yang mengalami peningkatan jumlah sel NK (Natural Killer) dan ekspresi dari aktivasi marker 11 seperti antigen Ia, reseptor interleukin-2 dan reseptor transferrin. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa subjek normal yang mengonsumsi β-karoten dengan dosis tinggi mengalami peningkatan jumlah limfositnya (Garewal et al. 1992). Beta-karoten merupakan komponen yang banyak terdapat di sayuran. Beta-karoten dapat dimetabolisme sebagai retinol atau vitamin A. Pada Gambar 3 dapat dilihat metabolisme β–karoten pada tubuh manusia. Retinol berperan penting dalam pertumbuhan sel, diferensiasi dan regulasi gen serta berperan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi sel-sel modulator dan sistem imun (Garcia et al. 2003). Retinol dapat meningkatkan diferensiasi limfosit dan meningkatkan respon limfosit terhadap mitogen serta dapat menstimulasi produksi antibodi secara in vivo dan in vitro (Ballow et al. 1996). Gambar 3 Metabolisme β-karoten di dalam tubuh manusia Sumber: Olson 1989 Klaui dan Baernfeind (1981) melaporkan bahwa penyerapan karoten bervariasi tergantung pada jumlah yang dikonsumsi, sumber karoten dan kondisi antar individu. Efisiensi penyerapan lebih tinggi jika jumlah karoten yang 12 dikonsumsi sedikit dan penyerapan karoten yang terdapat pada minyak atau lemak jauh lebih baik bila dibandingkan dengan karoten yang terdapat pada sayuran. Konsumsi β-karoten tidak menimbulkan efek toksik bagi tubuh. Konversi β-karoten menjadi vitamin A tidak berkontribusi terhadap toksisitas vitamin A, walaupun β-karoten yang diserap oleh tubuh jumlahnya tinggi. Satu-satunya pengaruh yang terlihat jika mengonsumsi β-karoten dosis tinggi adalah dapat menyebabkan warna kekuningan pada kulit, atau disebut dengan hiperkarotenemia. Namun, warna kuning tersebut perlahan akan hilang jika konsumsi β-karoten dihentikan atau diturunkan dosisnya (Olson 1999; Hathcock 2004). Ada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa perokok yang mengonsumsi β-karoten akan meningkatkan resiko menderita kanker paru-paru, baik β-karoten yang dikonsumsi secara tunggal maupun yang dikonsumsi bersama dengan α-tokoferol dan retinol (Albanes et al. 1994; Omen et al. 1994). Namun jenis β-karoten yang digunakan adalah β-karoten sintetik yang 100% merupakan β-karoten berbentuk trans. Menurut Iwasaki dan Murakosi (1992), bentuk trans dari karoten mempunyai derajat aktivitas vitamin A yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bentuk cis. Menurut Challem (1997), kedua jenis isomer pada β-karoten memiliki aktivitas yang berbeda di dalam tubuh. Minyak sawit mengandung 60% β-karoten yang terdiri dari isomer cis dan trans (Murray dan Pizzorno 2008). Sampai saat ini belum ada data yang menyebutkan bahwa konsumsi β-karoten alami dapat menimbulkan dampak yang toksik. Oleh karena itu, konsumsi β-karoten alami lebih aman bila dibandingkan dengan β-karoten sintetik. β-karoten merupakan antioksidan yang larut lemak dan dapat menyerap singlet oxygen radical serta dapat menurunkan jumlah radikal bebas yang menginduksi kerusakkan lipoperoksidasi pada penderita HIV (Favier et al. 1994). Penurunan jumlah β-karoten dan karotenoid lain (termasuk lutein dan likopen) dalam serum dan plasma telah ditemukan pada pasien penderita positif HIV dan AIDS. 13 Beta-karoten akan tetap stabil selama kurang lebih 9 bulan di dalam minyak sawit merah jika disimpan pada suhu 30°C dan akan stabil lebih dari 1 tahun jika disimpan pada suhu 10°C (Choo et al. 1993). 2.4. Sistem Imun Sel T CD4 dan Sel T CD8 Sistem yang berfungsi melindungi tubuh manusia dari unsur-unsur patogen disebut sistem imun. Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan eksogenus. Salah satu jenis sel yang berfungsi dalam merespon antigen adalah sel darah putih (Baratawidjaja 2000). Sel limfosit merupakan sel dengan inti yang besar dan bulat serta memiliki sedikit plasma. Pada manusia diperkirakan sekitar 3.5×1010 limfosit setiap hari masuk ke dalam sirkulasi darah. Menurut Guyton (1987), persentase limfosit di dalam darah putih adalah sekitar 30%. Limfosit mampu bertahan hidup selama bertahun-tahun. Menurut Sheeler dan Bianchi (1982), sel limfosit berperan dalam sistem perlindungan tubuh dengan mensintesis dan mensekresi antibodi atau immunoglobulin ke dalam jaringan darah sebagai respon terhadap keberadaan benda asing. Sel limfosit selain dalam darah, terdapat pula pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe dan timus (Baratawidjaja 2000). Sistem imun pada manusia terdapat dalam sel darah putih, tepatnya pada limfosit. Di dalam limfosit terdapat sel T yang berperan penting terhadap kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis sel asing dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar oleh sel asing. Ada beberapa jenis sel T, diantaranya adalah sel T CD4 dan sel T CD8. Sel T CD4 merupakan jenis sel T helper yang disintesis di dalam kelenjar timus, sel ini akan terbawa oleh sirkulasi darah hingga masuk ke dalam limpa dan bermigrasi ke dalam jaringan limfatik, kemudian bermigrasi kembali ke dalam sirkulasi darah, hingga suatu saat terjadi stimulasi oleh antigen tertentu dengat ikatan pada molekul MHC kelas II. Sedangkan sel T CD8 merupakan sel T sitotoksik yang dapat menghancurkan sel tumor, dan sel yang terinfeksi virus serta dapat pula menyerang sel dan jaringan yang ditransplantasikan. Sel T CD8 14 memiliki glikoprotein CD8 pada permukaan sel yang mengikat antigen MHC kelas I (Roitt 2001). Gambar 4 Letak CD4 dan CD8 dalam sel T Sumber: Roitt 2001 Sel limfosit T atau sel T merupakan 65-80% dari jumlah limfosit yang ada dalam sirkulasi darah. Dalam perkembangannya di timus, sel T mengekspresikan berbagai macam antigen permukaan seperti CD4 dan CD8. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sebagian antigen itu menghilang dan sebagian lagi menetap menandai subset sel T (Kresno 1991). Sel yang kehilangan antigen CD4 tetapi tetap menunjukkan antigen CD8 akan menjadi sel T suppresor (Ts) dan sel T cytotoxic (Tc). Sedangkan sel yang kehilangan CD8 tetapi tetap menunjukkan CD4 akan menjadi sel T helper (Th). Berdasarkan antigen permukaannya, maka sel Ts dan Tc lebih dikenal sebagai CD8+, sedangkan sel Th lebih dikenal sebagai CD4+ (Kresno 1991). Semua subset sel T ditandai oleh molekul protein CD3 (Roitt 2001). CD8 merupakan sel Ts (T-suppresor), yaitu sel penekan, yang mengakhiri tanggapan kekebalan atau proses inflamasi. Sel CD8 juga merupakan sel Tc (Tcytotoxic), yaitu sel pembunuh, karena sel tersebut membunuh sel-sel yang telah termutasi (sel kanker) dan sel-sel yang telah terinfeksi virus (Ajani et al. 1998). Mekanisme pembunuhan sel yang terinfeksi virus oleh sel Tc dapat dilihat pada Gambar 5. 15 Gambar 5 Mekanisme pembunuhan sel terinveksi virus oleh sel Tc Sumber: Roitt 2001 Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok (Roitt 2001). CD4 berfungsi sebagai surface reseptor untuk penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV hidup dan berkembangbiak di dalam sel Th dan mengakibatkan hancurnya sel-sel tersebut. Virus dapat mengikat penanda permukaan CD4 sehingga sel tersebut dapat dibunuh dan akibatnya jumlah sel Th berkurang. CD4 yang merupakan penanda permukaan sel Th adalah rantai protein glikosilat tunggal dengan berat molekul sekitar 55-62 kDA. Ada 2 jenis sel Th yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya, yaitu sel Th1 yang berfungsi untuk produksi IL-2 dan IFNγ yang berkaitan dengan fungsi sitotoksisitas (aktivasi makrofag) dan inflamasi lokal. Aktivasi makrofag oleh sel Th dapat dilihat pada Gambar 6. Sel Th yang lainnya adalah sel Th2 yang berfungsi untuk produksi IL4, IL-5, IL-6 dan IL-10 yang dapat memberikan sinyal positif pada sel B sehingga sel B dapat menghasilkan antibodi. 16 Gambar 6 Aktivasi makrofag oleh sel Th Sumber: Roitt 2001 CD4 merupakan protein penanda sel Th yang dapat meningkatkan aktivasi dan maturasi sel B dan sel T sitotoksik serta dapat mengatur reaksi peradangan menahun yang spesifik terhadap antigen melalui stimulasi makrofag. Molekul CD4 membentuk ikatan tambahan dengan MHC kelas II pada antigen. Kadar normal CD4 dalam darah orang dewasa berkisar 500-1500 sel/mm3 darah atau sekitar 20-40% dari jumlah total limfosit. Ada juga yang menyebutkan jumlahnya sekitar 31-61% dari jumlah total limfosit. Sedangkan kadar normal CD8 dalam darah orang dewasa berkisar 375-1100 sel/mm3 darah atau sekitar 1839% dari jumlah total limfosit (Kurniati 1995; WHO 2008). CD4 dan CD8 mempunyai peran yang saling melengkapi satu sama lain. CD4 menghasilkan sitokin yang dapat mengaktifkan makrofag dan meningkatkan IL2 untuk mengaktifkan CD8, yang akhirnya dapat menghancurkan sel yang terinfeksi (Roitt 2001). Rendahnya konsentrasi vitamin A dan β-karoten dalam serum penderita HIV/AIDS (human immunodeficiency virus/ acquired immunodeficiency syndrome) berkaitan dengan menurunnya kadar limfost CD4 dan dapat meningkatkan kematian (Ajani et al. 1998). Sebanyak 180 mg (300.000 IU) β-karoten telah diberikan kepada 17 volunter yang mengidap HIV, dan hasilnya dapat meningkatkan jumlah sel CD4 sebanyak 30% setelah hari ke-14 (Alexander et al. 1985). Ini merupakan penelitian pertama yang menduga kemampuan β-karoten untuk dapat meningkatkan sel CD4 dan menjadi pelopor dilakukannya penelitian-penelitian 17 lebih lanjut tentang suplementasi β-karoten pada pasien pengidap HIV/AIDS (Patrick 1999). 2.5. Program SawitA Program SawitA merupakan program terapan yang akan menghasilkan produk baru berbasis minyak sawit merah (MSM) yang secara alamiah mengandung provitamin A dan vitamin E yang sangat tinggi. Produk minyak sawit diintroduksikan kepada masyarakat dilengkapi dengan informasi mengenai manfaat dan cara penggunaan produk tersebut. Program SawitA merupakan program coorporate social responsibility agribusiness and food dari PT Smart Tbk yang bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sebagai pelaksana program. Kegiatan ini bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Lembaga Desa terkait, khususnya Posyandu. Produk yang dihasilkan telah didaftarkan untuk mendapatkan nomor registrasi produk industri (P-IRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Pelaksanaan kegiatan program di desa dilakukan oleh mahasiswa sebagai fasilitator dibantu dengan kader posyandu setempat. Kegiatan ini sangat penting karena akan melibatkan berbagai instansi nasional dan internasional seperti Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, World Food Programme (WFP), UNICEF, PT Kalbe Farma, Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (MAKSI), Millenium Development Goal (MDG) Indonesia. Pada tahap pertama, program ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor yang diharapkan dapat menjadi model untuk penerapan pada KabupatenKabupaten lainnya di seluruh Indonesia. Proses produksi dilakukan di Technopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang didukung oleh tenaga alumni Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang akan terlibat secara profesional dibawah arahan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Pasokan minyak sawit mentah (MSMn) didapatkan langsung dari PT Smart Tbk, kemudian MSMn ini sebagian langsung dikemas di dalam botol dan dapat digunakan sebagai minyak tumis, sedangkan sebagian lagi akan diproses 18 menjadi minyak sawit merah (MSM). MSM merupakan MSMn yang mengalami netralisasi, filtrasi dan deodorisasi. Untuk memastikan keamanan produk SawitA yang hendak didistribusikan kepada responden, maka sebelumnya telah dilakukan analisis kandungan logam berat dan bilangan peroksida dalam MSMn dan MSM. Tabel 4 Hasil analisis logam berat MSMn dan MSM yang diproduksi di Technopark Satuan Hasil Pemeriksaan MSMn MSM Timbal (Pb) mg/kg <0.030 <0.030 Air Raksa (Hg) mg/kg <0.001 <0.001 Cadmium (Cd) mg/kg <0.005 <0.005 Crom Heksavalent (Cr6+) mg/kg <0.011 <0.011 Crom Total (Cr) mg/kg <0.011 <0.011 Arsen (As) mg/kg <0.002 <0.002 Tembaga (Cu) mg/kg <0.015 <0.015 Kadar Air % b.b Parameter 1.85 1.03 Metode APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005 SNI 19-7030-2004 Batas max. (sesuai SNI 7387: 2009) 0,1 0,03 0,2 0,1 0,1 - Sumber: Zakaria et al. 2011 Hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar logam berat MSMn dan MSM yang diproduksi jauh lebih rendah dari yang disarankan oleh SNI 7387-2009 mengenai batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Dengan demikian produk MSMn dan MSM yang diproduksi di Technopark dengan bahan baku MSA dari PT Smart Tbk dapat dinyatakan aman untuk dikonsumsi. Selain itu, keamanan produk juga ditunjang oleh kadar bilangan peroksida yang dianalisis yang menunjukkan hasil nol atau tidak terdeteksi. Tidak terdeteksinya bilangan peroksida ini disebabkan karena di dalam MSMn terkandung karotenoid dan tokoferol-tokotrienol (yang berperan sebagai antioksidan) dalam jumlah yang sangat tinggi sehingga dapat menghambat terjadinya proses oksidasi (Ping dan May 2000). Produk SawitA yang dihasilkan dibagikan secara gratis kepada responden peserta kegiatan dengan dilengkapi informasi dan penyuluhan pada setiap 19 Posyandu atau pada saat pertemuan massal berupa pelatihan temu-muka. Pemberian brosur dan komik edukasi (Lampiran 2 dan 3) juga dilakukan untuk mempermudah penyerapan materi yang disampaikan oleh fasilitator. Gambar 7 Produk minyak sawit mentah Responden yang terlibat dalam kegiatan program sebanyak 2142 orang, yang berasal dari 10 Desa yang tersebar di Kecamatan Dramaga, yaitu Desa Babakan, Ciherang, Cikarawang, Dramaga, Neglasari, Petir, Purwasari, Sinarsari, Sukadamai, dan Sukawening. Program SawitA melibatkan 37 orang mahasiswa dan 79 kader posyandu sebagai fasilitator. Masing-masing fasilitator mahasiswa bertanggung jawab terhadap minimal 50 orang responden (Zakaria et al. 2011).