BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan membutuhkan modal dalam meningkatkan usahanya, terutama dalam menghadapi persaingan usaha, pertumbuhan usaha dan terlebih bertahan demi kelangsungan hidupnya dalam dunia usaha. Suatu inovasi, strategi, pengelolaan dan pengembangan yang baik didukung dengan adanya modal. Kebutuhan akan modal biasanya dilakukan melalui pinjaman atau menjual saham melalui bursa efek. Pemilik modal atau investor membutuhkan informasi mengenai kondisi keuangan ketika ingin melakukan investasi pada suatu perusahaan. Manajemen mengungkapkan kondisi keuangan perusahaan melalui laporan keuangan perusahaan. Manajemen sebagai pengelola atau pengurus perusahaan umumnya mengetahui lebih banyak informasi kondisi keuangan perusahaan daripada pemilik modal atau pemilik perusahaan. Kantor akuntan publik diperlukan untuk mereview dan mengevaluasi kondisi keuangan didalam perusahaan. Kantor akuntan publik akan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan. Kewajaran atas laporan keuangan sangat penting bagi seorang investor dan kreditor atau para pemakai laporan atau bagi pihak yang berkepentingan bahwa opini tersebut menjamin informasi yang diberikan perusahaan tidak ada rekayasa dari pihak manajemen yang merugikan pihak pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Kesalahan dalam memberikan opini akan berakibat fatal bagi para 1 2 pemakai laporan keuangan, yang nantinya akan berpengaruh dalam mengambil tindakan atau kebijakan lebih lanjut. Auditor selain memberikan kewajaran atas laporan keuangan perusahaan auditor juga bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP seksi 341, 2011). Pemberian opini audit yang diberikan harus sesuai atau konsisten dengan keadaan perusahaan sesungguhnya, apabila memang diragukan akan kelangsungan hidup perusahaan maka perlu dikeluarkannya opini going concern (opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, opini wajar dengan pengecualian, opini tidak wajar dan tidak memberikan pendapat) (Mutcler, 1986; Ramadhany, 2004; Rahayu, 2007). Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu badan usaha (Hany dkk, 2003). Evaluasi dan keputusan auditor dalam memberikan opini mengenai kelangsungan hidup usaha sangat penting untuk memberikan gambaran dan peringatan awal bagi pemegang saham dan pengguna laporan keuangan. Asumsi dasar bagi investor dalam menentukan investasinya adalah dengan melihat sehat atau tidaknya kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan yang mengalami masalah dengan kelangsungan hidupnya apabila tidak segera diatasi dan diperbaiki maka akan berdampak buruk terhadap perusahaan itu sendiri. Permasalahan dalam kelangsungan hidup perusahaan lebih mengacu terhadap kondisi keuangan atau permasalahan keuangan secara keseluruhan diperusahaan tersebut. 3 Masalah going concern dalam perusahaan umumnya dipicu oleh rasio hutang terhadap modal yang tinggi, saldo hutang jangka pendek dalam jumlah besar yang segera jatuh tempo, mengalami penurunan modal yang signifikan, kerugian keuangan yang disebabkan karena kerugian nilai tukar, menanggung beban keuangan, kerugian operasional dan tidak adanya kelanjutan rencana manajemen yang jelas dari pihak manajemen (Januarti, 2000 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007). Faktor- faktor sebagai tolak ukur yang pasti dalam menentukan status going concern diperlukan pada perusahaan, mengingat masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada, kekonsistenan faktor tersebut juga harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuaktif status going concern dapat diprediksi (Praptitorini dan Januarti, 2007). Tingkat kesehatan perusahaan dapat digambarkan melalui kondisi keuangan secara keseluruhan. Kondisi keuangan dapat dilihat dari unsur keuangan didalamnya, dengan melakukan penilaian laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Perusahaan yang tidak sehat atau perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk banyak ditemukan masalah going concern, pendapat tersebut didukung oleh Ramadhany (2004), Setyarno dkk (2006), Santosa dan Wedari (2007) yang menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka akan berpotensi mengalami kebangkrutan dan berkemungkinan perusahaan menerima opini going concern akan semakin besar, begitupun sebaliknya semakin baik kondisi keuangan 4 perusahaan maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk memberi opini going concern. Penilaian kondisi keuangan perusahaan bisa dilakukan dengan teknik analisis laporan keuangan agar memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan. Analisis laporan keuangan bisa digunakan untuk mereview kinerja perusahaan dan meminimalisir terjadinya kebangkrutan. Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk memperbaiki kinerja, perencanaan strategi manajemen dan pengembangan keuangan perusahaan lebih lanjut. Analisis rasio merupakan salah satu cara untuk menganalisis keuangan yang ada didalam perusahaan dan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi keuangan yang mendasari. Analisis rasio juga dapat mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan perusahaan yang bersangkutan, mengungkapkan hubungan antara akun-akun yang ada dilaporan keuangan dan menjadi dasar perbandingan dalam melihat atau menemukan trend dan kondisi yang sulit untuk dideteksi (Subramanyam dan Wild, 2010). Rasio likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan dengan current ratio yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar, rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar (Harahap, 2008). Hubungannya dengan likuiditas, semakin kecil current ratio, perusahaan kurang likuid sehingga tidak dapat membayar para krediturnya, maka auditor kemungkinan memberikan opini going concern. Hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) membuktikan bahwa rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio berpengaruh negatif terhadap pemberian opini going concern, hal ini 5 menunjukkan semakin kecil rasio likuiditas yang dimiliki oleh auditee maka akan semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern dan sebaliknya. Namun penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2007) menemukan rasio likuiditas tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Debt to equity termasuk dari rasio leverage, rasio ini menggambarkan hubungan antara kewajiban perusahaan terhadap modal, seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (Harahap, 2008). Kebutuhan modal sangat diperlukan untuk pengembangan dan peningkatan perusahaan terlebih dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan modal biasanya dilakukan melalui pinjaman, perusahaan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari kewajibannya. Debt to equity yang tinggi menjadi perhatian auditor karena debt to equity yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hasil penelitian Rahman dan Siregar (2012) membuktikan bahwa rasio leverage yang diukur dengan debt to equity berpengaruh positif terhadap opini audit going concern, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar rasio debt to equity maka semakin besar juga peluang auditor untuk memberikan opini going concern. Namun penelitian Susanto (2009) menghasilkan bahwa debt to equity tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Rasio leverage yang diukur dengan debt to equity tidak mampu menjelaskan adanya pengaruh terhadap opini going concern. Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti 6 kegiatan penjualan kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Harahap, 2008). Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on asset. Return on asset adalah rasio yang diperoleh dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan total aset. Semakin tinggi nilai return on asset semakin efektif pula pengelolaan aset perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2009) return on asset berpengaruh terhadap pemberian opini going concern, dimana return on asset yang rendah membuat auditor cenderung memberikan opini going concern, namun bertolakbelakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008). Rasio pertumbuhan (growth) menggambarkan persentase pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun ke tahun (Harahap, 2008). Indikator dari rasio pertumbuhan (growth) dalam penelitian ini diukur dengan pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan penjualan suatu perusahaan menggambarkan adanya minat publik terhadap produk yang dihasilkan perusahaan. Hal tersebut berarti suatu perusahaan dengan rasio pertumbuhan yang tinggi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk periode-periode selanjutnya. Hal ini dikarenakan adanya laba yang diperoleh yang dapat digunakan perusahaan untuk mendukung kegiatan perusahaan yang lainnya. Hasil penelitian Kartika (2012) menyatakan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Fani dan Saputra (2005), Rudyawan dan Badera (2009), Santosa dan Wedari (2007) bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. 7 Kasus Enron melibatkan auditor independen yaitu KAP Arthur Andersson yang membantu Enron untuk memanipulasi laporan keuangan yang mencatat keuntungan dan memberikan opini wajar tanpa pengecualian, sedangkan sebenarnya Enron mengalami kerugian. Menurut Susiana dan Herawaty (2007) keterlibatan CEO, komisaris, komite audit, internal auditor, sampai kepada eksternal auditor salah satunya dialami oleh Enron, cukup membuktikan bahwa kecurangan banyak dilakukan oleh orang-orang dalam. Dampak dari skandal akuntansi Enron dan beberapa kasus lain adalah menurunnya kepercayaan masyarakat yang salah satunya ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari perusahaan yang terkena kasus. Skandal kecurangan perusahaan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pemimpin yang serakah, tidak efektifnya dewan komisaris, serta faktor-faktor lainnya, skandal yang terjadi membuktikan gagalnya tata kelola perusahaan secara internal dan pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah (Suradi, 2010). Suatu perusahaan yang memiliki mekanisme good corporate governance yang buruk akan berpengaruh terhadap para investor dan kreditor. Hal tersebut membuat investor akan lebih berhati-hati dalam melakukan investasinya karena perusahaan tersebut cenderung memiliki resiko investasi yang tinggi. Tanpa suatu sistem yang mengatur hubungan antara manajemen dan pihak berkepentingan dalam perusahaan (investor, kreditor, pemerintah) akan berdampak pada kegiatan operasional perusahaan yang nantinya berpengaruh terhadap terganggunya kelangsungan hidup perusahaan. 8 Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang beredar. Melalui Kepemilikan institutional efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui laba yang dihasilkan dan reaksi pasar. Kepemilikan institutional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif (Boediono, 2005). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institutional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham. Indikator proksi kepemilikan manajerial dapat diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen dari seluruh jumlah saham perusahaan yang dikelola, pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan (Boediono, 2005). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat menyelaraskan masalah keagenan antara pemilik saham dan manajer. Komisaris independen atau komisaris yang tidak terafiliasi merupakan pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota manajemen dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (FCGI, 2001). Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan diharapkan mampu menyeimbangkan proses pengambilan keputusan terkait dengan perlindungan terhadap pihak pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya (Sulistya dan Sukartha, 2013). 9 Berdasarkan hasil penelitian Komalasari (2004) mengenai kualitas auditor yang diproksikan dengan skala auditor (besaran KAP) diperoleh hasil bahwa kualitas auditor lebih cenderung mempengaruhi auditor dalam memberikan opini going concern berhasil ditolak, hal ini berarti bahwa auditor yang berkualitas tidak dapat menentukan apakah akan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian atau tidak. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno dkk (2006), Susanto (2009) bahwa kualitas audit yang diproksikan dengan skala auditor tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian (Junaidi dan Hartono, 2010) yang menunjukkan bahwa reputasi auditor berpengaruh terhadap opini going concern, semakin besar reputasi kantor akuntan publik maka akan semakin besar kualitas audit yang diberikannya. Menurut hasil penelitian Setyarno dkk (2006) menunjukkan hasil bahwa faktor opini tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern, hal ini berarti pemberian opini audit going concern yang diterima pada tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern tersebut. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2009). Opini going concern yang diterima perusahaan menunjukkan adanya kondisi dan peristiwa yag menimbulkan keraguan auditor akan kelangsungan hidup perusahaan, baik yang disebabkan karena kondisi keuangan maupun non keuangan (Setyowati, 2009). Apabila manajemen tidak segera mengatasi dan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan maka akan berdampak terhadap 10 ketidakpercayaan pemakai laporan keuangan terhadap manjemen perusahaan dalam mengelola perusahaan yang akan berimbas terhadap kelanjutan bisnis perusahaan kedepan. Memburuknya citra perusahaan serta hilangnya kepercayaan dari kreditur akan menyulitkan perusahaan apabila perusahaan membutuhkan tambahan dana guna membiayai operasional usahanya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Rasio Keuangan, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institutional, Komisaris Independen, Kualitas Audit, Opini Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Going Concern”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : 1. Apakah rasio likuiditas berpengaruh terhadap opini going concern? 2. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap opini going concern? 3. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap opini going concern? 4. Apakah rasio pertumbuhan (growth) berpengaruh terhadap opini going concern? 5. Apakah kepemilikan institutional berpengaruh terhadap opini going concern ? 6. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap opini going concern ? 7. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap opini going concern ? 8. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap opini going concern ? 9. Apakah opini tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini going concern ? 11 1.3 1. Tujuan Penelitian Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh rasio likuiditas terhadap opini going concern. 2. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh rasio leverage terhadap opini going concern. 3. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh rasio profitabilitas terhadap opini going concern. 4. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh rasio pertumbuhan (growth) terhadap opini going concern. 5. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh kepemilikan institutional terhadap opini going concern. 6. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh kepemilikan manajerial terhadap opini going concern. 7. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh komisaris independen terhadap opini going concern. 8. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh kualitas audit terhadap opini going concern. 9. Untuk menguji secara empiris tentang pengaruh opini tahun sebelumnya terhadap opini going concern. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 12 1. Kegunaan teoritis Dilihat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap opini going concern. 2. Kegunaan praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan, baik sebagai referensi maupun masukan dalam memberikan penilaian mengenai keputusan pemberian opini going concern.