BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan dibumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk keberhasilan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Wardhana, 2001). Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri. Sekitar 55-60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80% (Mulia, 2005). Air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Sebagai contoh, oksigen perlu dilarutkan lebih dahulu sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Air sebagai bahan pelarut, membawa segala jenis makanan ke seluruh tubuh dan mengambil kembali segala buangan untuk dikeluarkan dari tubuh. Air juga ikut serta mempertahankan suhu badan, karena dengan penguapannya suhu dapat menurun. Ringkasnya, dalam fungsi kehidupan seperti tumbuh, bermetabolisme, bereproduksi, air selalu memegang peranan penting (Slamet, 2009). Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata–rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007). Tentu saja dengan semakin sulitnya tempat dan sumber air, semakin tinggi nilai pencemarannya, dan semakin tinggi biaya untuk pengolahan dan pemurnian air tersebut. Oleh karena itu, nilai air yang memenuhi syarat untuk kepentingan kehidupan ditentukan berdasarkan syarat fisik, kimia dan biologis dari WHO, APPHA (American Public Health Association) Amerika Serikat, atau Departemen Kesehatan R.I. (Suriawiria, 2005). 2.2 Sumber Air Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001, sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk dan muara. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari: - Air hujan (air atmosfir/air materiologik) - Air permukaan (sungai dan rawa/danau) - Air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, dan mata air). Universitas Sumatera Utara Dari ketiga sumber di atas, yang dapat langsung dikonsumsi oleh manusia adalah air hujan dan air tanah dengan kriteria tertentu. Sedangkan untuk air permukaan, yaitu air hujan yang telah terendap dipermukaan bumi selama beberapa lama tidak dapat dikonsumsi langsung karena rentan terhadap penyakit yang dapat disebarkan melalui air (water borne desease) dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti penyakit perut sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi manusia (Joko, 2010). 2.2.1 Air Laut Mempunyai rasa asin, karena mengandung garam. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2004). 2.2.2 Air Hujan Dengan curah hujan yang cukup dapat diandalkan, pengumpulan dan penyimpanan air hujan yang jatuh dapat dijadikan sebagai sumber air yang cukup memuaskan asalkan saja aliran air hujan yang pertama yang mungkin telah terkontaminasi oleh kotoran dan sebagainya dapat dialihkan atau dihindarkan masuknya ke tangki penyimpanan. Dengan hujan yang tidak teratur, biaya dan ukuran tangki penyimpan air mungkin harus besar dan apabila tangki penyimpan air ini tidak dilindungi dari kemungkinan kontaminasi dan masuknya nyamuk maka masalah-masalah kesehatan dapat muncul. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi/karatan (Pandia, 2006). Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Air Permukaan Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, pelapukan batang-batang kayu, daun-daun, pengotoran oleh industri kota dan sebagainya. Jenis dan jumlah pengotoran ini untuk masingmasing air permukaan akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan pencemaran fisik, kimia dan mikrobiologi. Air permukaan ada 2 macam yaitu: a. Air Sungai Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pencemaran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno, 2004). b. Air Rawa/Danau Kebanyakan air rawa atau danau ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang membusuk misalnya batang-batang kayu, daun yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat (Pandia, 2006). 2.2.4 Air Tanah Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, Universitas Sumatera Utara di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra, 2007). 2.3 Standar Mutu Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Standar mutu air minum yang berlaku di Indonesia dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 tahun 2010. Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya memenuhi syarat-syarat kualitas air minum (Ryadi, 1984). Persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia dan parameter mikrobiologi yang terdapat dalam air minum tersebut. 2.3.1 Parameter Fisika Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut (TDS). Air yang baik idealnya tidak berbau, tidak memiliki rasa/tawar dan harus jernih. Air yang berbau busuk dapat disebabkan proses penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air. Air yang tidak tawar mengindikasikan adanya zat-zat tertentu di dalam air tersebut. Sedangkan air yang Universitas Sumatera Utara keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan (Mulia, 2005). Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum dapat melepaskan dahaga (Slamet, 2009). 2.3.2 Parameter Kimiawi Parameter kimiawi dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum di Indonesia, zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat-zat berbahaya dan beracun. Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan (Mulia, 2005). Arsenik, Barium, Cadmium, Chromium, Merkuri dan Selenium merupakan logam beracun yang mempengaruhi organ bagian dalam manusia. Timbal merusak sel darah merah, sistem saraf dan ginjal manusia. Tembaga merupakan indikator terjadinya perkaratan. Konsentrasi Flour yang terlalu tinggi dalam air minum dapat menimbulkan gangguan pada gigi. Nitrit dalam air minum akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk Methemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit blue babis pada bayi (Mulia, 2005). Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Parameter Mikrobiologi Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (Indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform (koliform tinja) menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005). 2.4 Proses Penyediaan Air Minum Dalam hal penyediaan air minum, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk itu perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum (Slamet, 2009). Menurut Kusnaedi (2002), pengolahan air minum merupakan upaya untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air. Pada dasarnya, pengolahan air minum dapat diawali dengan penjernihan air, pengurangan kadar bahan-bahan kimia terlarut dalam air sampai batas yang dianjurkan, penghilangan mikroba patogen, memperbaiki derajat keasaman (pH) serta memisahkan gas-gas telarut yang dapat mengganggu estetika dan kesehatan. Air tidak jernih umumnya mengandung residu. Residu tersebut dapat dihilangkan dengan proses penyaringan (filtrasi) dan pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan residu perlu ditambahkan koagulan. Untuk memaksimalkan proses penghilangan residu, koagulan sebaiknya Universitas Sumatera Utara dilarutkan dalam air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan. Pengilangan mikroba patogen dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan. Desinfektan yang umum dipakai adalah kaporit dan ozon. Penghilangan gas-gas terlarut yang mengganggu (misalnya H2S dan CO3) dilakukan dengan proses aerasi (Mulia, 2005). 2.4.1 Unit-Unit Pengolahan Air Proses pengolahan air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) IPA Sunggal memerlukan unit-unit pengolahan. Unit-unit serta proses pengolahan air yang terdapat di IPA Sunggal adalah sebagai berikut: 1. Bendungan Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal. Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi ± 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake. Bendungan dibuat dengan sistem melintang. 2. Intake (Pemasukan Air Baku) Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadap air baku. Bangunan ini merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan kasar) yang berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan fine screen (saringan halus) yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran–kotoran maupun sampah berukuran kecil yang terbawa arus sungai. Universitas Sumatera Utara 3. Raw Water Tank (RWT) Raw water tank atau bak air baku merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang terdiri dari dua unit (empat sel). Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi (pengendapan alamiah). Di IPA Sunggal volume air baku pada dua RWT memiliki ± 14.000 m3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbidity (kekeruhan) rendah. Tiap sel dalam raw water tank dibersihkan sekali dalam empat bulan, dan dilakukan secara bergilir setiap bulannya. Hal ini dilakukan agar proses pengolahan air terus berjalan, karena pada saat melakukan pembersihan, sel Raw Water Tank ditutup, sehingga air baku dari intake tidak dapat masuk. Di Raw Water Tank ini terjadi penginjeksian klorin yang disebut prechlorination. Prechlorination berfungsi mengoksidasi zat-zat organik, anorganik dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) dan membunuh spora dari lumut, jamur dan juga menghilangkan polutan-polutan lainnya. Dosis klorin yang diberikan adalan 2-3 g/m3 air, tergantung pada turbidity air. 4. Raw Water Pump (RWP) Raw Water Pump atau pompa air baku berfungsi untuk memompakan air dari RWT ke clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas setiap pompa adalah 110 l/detik dengan rata-rata 18 m, memakai motor AC nominal 75 KW. Universitas Sumatera Utara 5. Clearator (Clarifier) Bangunan clearator terdiri dari lima unit dengan kapasitas masing-masing 400 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil clearator dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi sekat-sekat pemisah untuk setiap proses yang terjadi di clearator. Proses yang terdapat pada clearator adalah Primary Reaction Zone, Secondary Reaction Zone, Return Reaction Zone, Clarification Reaction Zone dan Concentrator Pada primary zone terjadi penginjeksian tawas sehingga terjadi proses koagulasi atau proses pencampuran koagulan dengan air baku dengan cepat dan merata. Pada Secondary Zone terjadi proses flokulasi (pengumpulan flok-flok yang lebih besar) akibat adanya pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Sel secondary adalah inti dari clearator yang terletak pada bagian tengah bangunan tersebut. Di bagian ini terdapat sebuah alat pengaduk yang disebut blade agitator. Blade agitator berputar dengan kecepatan lambat sehingga diharapkan akan terjadi proses flokulasi (Secondary Reaction Zone). Setelah tawas larut, selanjutnya akan mengikat partikel yang ada di dalam air sehingga membentuk artikel- partikel yang lebih besar (flok). Flok–flok akan melakukan pengikatan Universitas Sumatera Utara kembali dengan butiran flok lainnya (ikatan kohesi) dengan bantuan turbulensi dan bantuan gerakan blade agitator tersebut. Pada return reaction zone, flok-flok yang terbentuk akan semakin besar (sludge) dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier. Sludge yang mengendap akan dibuang ke lagoon secara automatic dan manual. Pada clarification reaction zone terjadi pemisahan sludge dengan air bersih. Air bersih akan terpisah ke atas menjadi kumpulan atau concentrator zone. 6. Filter Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses penyaringan flok-flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak tertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai di IPA Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air diatas media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses back wash, yaitu pencucian media filter dengan menggunakan air yang disupply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan kembali fungsi filter. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk back wash dilakukan 1 x 24 jam-72 jam, tergantung pada lancar tidaknya penyaringan. Air hasil back wash dibuang ke lagoon. Universitas Sumatera Utara 7. Reservoir Reservoir merupakan bangunan beton dibawah tanah berdimensi 50 m x 40 m x 4 m yang berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter. IPA Sunggal mempunyai dua buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total 12.000 m3. Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga berfungsi sebagai tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir dibubuhi klor (post chlorination) dan penambahan larutan kapur jenuh. Kapur disalurkan dari saturator. Saturator adalah sebuah tabung besar yang merupakan terminal larutan kapur untuk diinjeksikan ke air hasil olahan. Di PDAM Tirtanadi terdapat dua saturator yang dialirkan ke masing-masing reservoir 1 dan reservoir 2. 8. Finish Water Pump (FWP) Finish water pump (FWP) IPA Sunggal berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang melalui pipa-pipa transmisi dengan kapasitas 150 liter/detik. Air hasil olahan tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu. Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat dijamin sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010. 9. Lagoon Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengelohan dialirkan ke lagoon untuk didaur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Lagoon terdiri dari tiga Universitas Sumatera Utara sel. Sel pertama adalah sebagai tempat lumpur. Jika sel telah penuh, lumpur akan disedot ke atas dan digunakan untuk menimbuh tanah sekitar lagoon. Air dari sel pertama ini akan dialirkan ke sel berikutnya yang difiltrasi dengan batu-batuan yang tersusun. Air dari sel kedua ini difiltrasi lagi ke sel ketiga. Dari sel ketiga, air lagoon tersebut akan dialirkan kembali ke intake. Air hasil buangan pengolahan maupun air setelah dilakukan pembersihan pada tiap-tiap unit produksi, dibuang ke lagoon untuk diproses lagi menjadi air bersih. Sehingga tidak ada air yang dibuang kembali ke badan air apabila sudah memasuki intake (Katalog PDAM Tirtanadi IPA Sunggal, 2011). 2.5 Koagulasi Proses koagulasi yang diiringi dengan proses flokulasi merupakan salah satu proses pengolahan air yang sudah lama digunakan untuk mengatasi kekeruhan air. Definisi koagulasi dapat disimpulkan menjadi 3 yaitu: 1. Proses untuk menggabungkan partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar. 2. Proses penambahan bahan kimia ke dalam air. 3. Proses untuk menggabungkan partikel koloid dan partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar dan dapat mengadsorb material organik terlarut ke permukaan agregat sehingga dapat mengendap. Prinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok (Nainggolan, 2011). Universitas Sumatera Utara Flokulasi dilakukan beriringan setelah proses koagulasi dengan melakukan pengadukan cepat yang kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 20 hingga 30 menit. Hal ini menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel ini dapat mengendap dengan sendirinya oleh gaya gravitasi (Linsley, 1986). Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan untuk membantu proses koagulasi. Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain tawas, FeSO4, Fe(SO4)3, FeCl2, FeCl3 (Pitojo, 2002). 2.5.1 Tawas atau Aluminium Sulfat Tawas (alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3.18H2O. Tawas merupakan koagulan yang banyak digunakan, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat, bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH 4-8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kekeruhan (turbidity) air baku. Semakin tinggi kekeruhan air baku, semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Semakin banyak tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga air yang diolah menjadi asam. Oleh karena itu perlu dicari dosis tawas yang efektif. Reaksi alum dalam air adalah: Al2(SO4)3 + 6H2O → 2Al(OH)3 + 3H2SO4 (Nainggolan, 2011). Menurut Linsley (1986), dosis alum biasanya adalah 10-40 mg/l. Jar test merupakan alat yang tepat untuk menentukan dosis optimum bahan kimia untuk koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dari berbagai kualitas air baku. Apabila Universitas Sumatera Utara percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimalisasi proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan (Directorate of Water Supply, 1984). 2.6 Netralisasi pH Kontrol pH merupakan aspek penting dalam proses pengolahan air. Air dengan pH rendah atau alkalinitas rendah memerlukan penambahan soda api atau kapur untuk menaikkan harga pH dan menurunkan sifat keasaman (Joko, 2 010). Menurut PERMENKES No. 492 tahun 2010, pH untuk air minum berada pada kisaran 6,5-8,5. Kontak antara badan dan perairan pada pH 6,5-8,5 dianggap aman. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal ini pH yakni bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosi sehingga pada akhirnya air tersebut menjadi racun bagi tubuh manusia (Sutrisno, 2004). 2.6.1 Kapur Kapur merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam penetralan pH air. Kebanyakan tersedia di pasaran dalam bentuk Ca(OH)2, biasanya tersedia dalam bentuk gumpalan, serbuk atau tepung. Kapur terlebih dahulu dilarutkan dengan air di bak saturator. Penambahan larutan kapur bertujuan untuk menetralisir pH, karena dengan adanya kandungan alum (tawas) dalam air akan membuat pH menjadi asam (Directorate of Water Supply, 1984). Universitas Sumatera Utara Penambahan larutan kapur dilakukan pada bak reservoir sebelum air siap untuk didistribusikan. Sedangkan pengendapan larutan kapur dilakukan di bak saturator. Saturator adalah tabung besar yang merupakan terminal larutan kapur untuk diinjeksikan ke air hasil olahan (Directorate of Water Supply, 1984). Universitas Sumatera Utara