BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Definisi

advertisement
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1
Definisi Manajemen Keuangan
Menurut James C.Van Horne dan John M. Wachowicz, JR.(2009:3)
manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan manajemen
aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Jadi, fungsi
keputusan dalam manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
investasi, pendanaan dan manajemen aktiva. Manajemen keuangan adalah bidang
yang terluas dari bidang pasar uang dan pasar modal serta investasi dan yang
paling banyak memiliki peluang pekerjaan. (Brigham and Houston, 2009:6)
2.1.2
Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan
Menurut Sjahrial (2009:4), tujuan utama manajemen keuangan adalah
memaksimumkan kemakmuran para pemilik perusahaan atau pemegang saham.
Menurut Sutrisno (2007:5), fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga
keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu :
a.
Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang.
b.
Keputusan Pendanaan
Keputusan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada
keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna mempelajari kebutuhan-kebutauhan investasi.
c.
Keputusan Dividen
Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk
menentukan : 1) besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk cash dividend, 2) stabilitas dividen yang dibagikan , 3)
dividen saham (stock dividen), 4) pemecahan saham (stock spilit), serta 5)
penarikan kembali saham beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan
kemakmuran para pemegang saham.
2.2
Laporan Keuangan
2.2.1
Definisi Laporan Keuangan
Menurut Brigham dan Houston (2010:84), laporan keuangan adalah
beberapa lembar kertas dengan angka-angka yang tertulis di atasnya, tetapi
penting juga untuk memikirkan aset-aset nyata yang berada di balik angka
tersebut. Menurut James C. Van Horne dan Jhon M. Wazhowicz (2009 :193),
analisis keuangan melibatkan penggunaan berbagai laporan keuangan. Laporan ini
melaksanakan beberapa fungsi. Pertama, Neraca (balance sheet) meringkas
aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik suatu perusahaan pada suatu periode,
biasanya pada akhir tahun atau kuartal. Sementara itu, laporan laba rugi (income
9
statement) meringkas pendapatan dan biaya perusahaan selama suatu periode
waktu tertentu.
2.2.2 Fungsi Laporan Keuangan
Fungsi laporan keuangan adalah untuk mengukur tingkat biaya dari
berbagai kegiatan perusahaan, untuk menentukan / mengukur efisiensi tiaptiap
bagian agar dapat mengetahui derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh
perusahaan yang bersangkutan, untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap
individu yang diserahi wewenang dan tanggung jawab, dan untuk menentukan
perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai
hasil yang lebih baik. (Munawir, 2002:3)
Disamping fungsi tersebut di atas, laporan keuangan juga berfungsi
sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada semua pihak yang
menanamkan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam perusahaan
tersebut terutama kepada para pemilik melalui laporan keuangan yang diterbitkan
oleh perusahaan.
2.3
Investasi
2.3.1
Definisi Investasi
Menurut Tandelilin (2010:2), investasi adalah komitmen atas sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Sedangkan menurut Pratomo
dan Nugraha (2005), Investasi adalah “Membeli” suatu aset yang diharapkan
dimasa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi.
10
2.3.2 Tujuan Investasi
Tujuan investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor.
Menurut Tandelilin (2010:7) kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan
moneter, yang bisa diukur dengan penjulahan pendapatan saat ini ditambah nilai
saat ini pendapatan masa datang.
Alasan seseorang melakukan investasi menurut Tandelilin (2010) adalah :
a.
Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik layak di masa
datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana
meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya
berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang
ada sekarang agar tidak berkurang.
b.
Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam
pemilikan
perusahaan
atau
objek
lain,
seorang
dapat
menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak
miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
c.
Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia
banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya
investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan
kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang
usaha tertentu.
2.3.3
Jenis-jenis Investasi
Menurut Mulyadi (2001:284) terdapat empat jenis investasi yaitu sebagai
berikut :
11
a.
Investasi yang tidak menghasilkan laba.
b.
Investasi yang itdak dapat diukur labanya.
c.
Investasi dalam pergantian peralatan.
d.
Investasi dalam perluasan usaha.
Abdul Halim (2005:4) menyatakan bahwa umumnya investasi dibedakan
menjadi dua, yaitu investasi pada aset-aset finansial (financial assets) dan
investasi pada aset-aset riil (real assets). Investasi sektor real adalah jenis
investasi dengan pengadaan aset-aset contohnya seperti tanah, bangunan, mesin
dan sebagainya. Investasi finansial adalah jenis investasi dalam aktiva penanaman
modalnya berupa instrumen-instrumen itu seperti saham, obligasi, valas dan
sebagainya.
2.4
Saham
2.4.1
Definisi Saham
Sjahrial (2006 : 22), mengemukakan bahwa saham adalah surat berharga
yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau
yang disebut emiten. Sedangkan menurut Mangasa (2010 : 19), saham adalah
surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan
hukum terhadap perusahaan penerbit saham.
Saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu perusahaan perseroan
terbatas (Paulus, 2008 : 45) dengan manfaat yang dapat diperoleh berupa :
a.
Deviden, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemilik saham;
12
b.
Capital Gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual
dengan harga belinya;
c.
Manfaat non finansial, antara lain berupa konsekuensi atas
kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan dan khususnya
hak suara dalam menentukan jalanya perusahaan.
2.4.2 Harga Saham
Menurut Martono (2007:13), harga saham merupakan refleksi dari
keputusan-keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan
pengelolaan aset. Sedangkan Sawidji Widioatmodjo (2005:102) mendefinisikan
harga pasar saham adalah harga jual dari investor yang satu kepada investor yang
lain setelah saham tersebut di cantumkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC
(Over the counter market)”.
Harga saham merupakan harga atau nilai uang yang bersedia dikeluarkan
untuk memperoleh atas suatu saham Widiatmodjo (2000:45). Menurut Jogiyanto
(2003:88) harga saham merupakan harga saham yang terjadi dipasar bursa pada
saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar bursa.
2.5
Kebijakan Dividen
2.5.1
Definisi Kebijakan Dividen
Menurut Sjahrial (2010:311) ada beberapa teori kebijakan dividen, yaitu :
a.
Teori “Dividen Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller
Asumsi-asumsi pendapat ini lemah karena pasar modal sempurna dimana
semua investor adalah rasional. Prakteknya sulit ditemui pasar modal yang
13
sempurna, tidak ada emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru
(flotation cost) itu pasti ada, tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada,
kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya kebijakan perusahaan
pasti berubah, beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai
dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru
akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka menggunakan laba
ditahan daripada menerbitkan saham baru.
b.
Teori “The Bird In The Hand”
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan
akan naik jika DPR (Dividend Payout Ratio) rendah karena investor lebih suka
menerima dividen daibandingkan capital gain karena dividend yield lebih pasti.
Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu
kesalahan karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang
diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang
hampir sama.
c.
Teori Perbedaan Pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy karena adanya pajak
terhadap dividend dan capital gain. Para investor lebih menyukai capital gains
karena dapat menunda pembayaran pajak. Maka investor mensyaratkan bahwa
suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan
dividend yield tinggi, capital gains rendah daripada dividend yield rendah capital
gains tinggi. Jika pajak atas dividen > pajak atas capital gains, perbedaan ini akan
makin terasa.
14
d.
Teori “Signaling Hypothesis”
Bukti empiris menyebutkan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering
diikuti dengan kenaikan harga saham demikian pula sebaliknya. Menurut
Modigliani dan Miiller kenaikan dividen biasanya merupakan suatu signal (tanda)
kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik dimasa mendatang. Sebaliknya suatu penurunan dividen
atau kenaikan dividen yang dibawah normal (biasanya) diyakini investor sebagai
petanda (signal) bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di masa mendatang.
e.
Teori “Clientele Effect”
Kelompok (Clintele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok
pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai
suatu dividend payout yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang
tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan
sebagian laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaaan pajak bagi individu maka
kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Maka
kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital
gains demikian pula sebaliknya.
Menurut Darmadji (2006:178) dividen adalah pembagian sisa laba bersih
perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian dividen dapat diperoleh
pemegang saham jika perusahaan yang memiliki saham memperoleh keuntungan
dan RUPS memberikan keputusan pembayaran dividen atas laba tersebut.
15
2.5.2 Jenis Dividen
Ada beberapa jenis-jenis dividen menurut Nirwanasari (2007:22) yaitu :
a.
Dividen kas
Dividen yang paling umum dibagikan perusahaan adalah bentuk kas. Yang
perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman
adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk
pembagian dividen tersebut.
b.
Dividen aktiva selain kas (Property Dividend).
Kadang-kadang dividen dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Dividen
dalam bentuk ini disebut property dividend. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk
surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan, barang
dagang atau aktiva-aktiva lain.
c.
Dividen hutang (Script Dividend)
Dividen hutang timbul apabila laba tidak dibagi saldonya, mencukupi
untuk pembagian dividen, tetapi saldo kasnya tidak cukup sehingga pimpinan
perusahaan akan mengeluarkan Script Dividend yaitu janji tertulis untuk
membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang. Script Dividend ini
mungkin berbunga mungkin tidak.
d.
Dividen likuidasi
Dividen likuidasi adalah dividen yang sebagian merupakan pengembalian
modal. Apabila perusahaan membagi dividen likuidasi, maka para pemegang
saham harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba, dan berapa yang
16
merupakan pengembalian modal sehingga para pemegang saham bisa mengurangi
rekening investasinya.
e.
Dividen saham
Dividen saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut
pembayaran kepada pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang
dimilikinya. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang
jenisnya berbeda. Dalam penelitian ini digunakan dividen tunai karena merupakan
bentuk pembayaran dividen yang paling banyak digunakan oleh emiten untuk
membagikan sebagian labanya kepada pemegang saham.
2.5.3 Dividend Payout Ratio
Menurut Gitman (2003:570) dalam Rina (2008), dividend payout ratio
indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in
the form of cash, it is calculated by dividing the firm’s cash dividend pershare by
its earning per share. Sedangkan menurut Lukas (2008:85) menjelaskan bahwa
persentase dividen yang dibagikan dari laba setelah pajak disebut Dividen Payout
Ratio. Jika dividend payout ratio berkurang dapat menggambarkan laba
perusahaan yang makin berkurang. Akibatnya sinyal buruk akan muncul karena
mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dana. Kondisi ini akan
menyebabkan preferensi investor akan suatu saham berkurang karena investor
memiliki preferensi yang sangat kuat atas dividen. Sehingga perusahaan akan
selalu berupaya untuk mempertahankan dividend payout ratio meskipun terjadi
penurunan jumlah laba yang diperolehnya. Walaupun pada kenyataan yang terjadi
tidak selalu demikian, turunnya rasio DPR belum tentu keuntungan perusahaan
17
juga menurun, tetapi tidak dibagikan dalam bentuk dividen, melainkan menjadi
laba ditahan oleh perusahaan. Namun demikian, rasio DPR tetap menjadi sinyal
bagi investor yang mengharapkan keuntungan dalam bentuk dividen.
2.6
Agency Theory
2.6.1
Definisi Agency Theory
Para manajer memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Menurut Brigham dan Houston
(2009:26), para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu
pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi
konflik kepentingan yang dikenal teori keagenan (agency theory). Hubungan
keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang
disebut principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai
agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk
membuat keputusan kepada agen tersebut.
2.6.2
Konflik Keagenan (Agency Conflict)
Menurut Brigham dan Houston (2009:26) dalam manajemen keuangan,
konflik utama terjadi diantara pemegang saham dan manajer, manajer dengan
kreditor.
a.
Pemegang saham versus manajer
Suatu potensi masalah keagenan terjadi ketika manajer dari sebuah
perusahaan memiliki kepemilikan saham biasa kurang dari 100%
diperusahaan
tersebut.
Tujuan
memaksimalkan
kekayaan
pemegang saham dapat berada diurutan sekian dari sejumlah
18
tujuan-tujuan manajerial lain yang menimbulkan konflik. Sebagai
contoh, banyak orang berpendapat bahwa tujuan utama manajer
adalah memaksimalkan ukuran dari perusahaan mereka dengan
menciptakan sebuah perusahaan yang besar dan tumbuh dengan
pesat, para manajer akan meningkatkan keamanan jabatan mereka,
karena kecilnya kemungkinan terjadi pengambilan yang tidak
bersahabat, meningkatkan kekuatan, status dan gaji mereka, dan
memberikan lebih banyak kesempatan untuk para manajer tingkat
rendah dan menengah. Lebih jauh, karena manajer hanya memiliki
sejumlah kecil persentase saham, ada pendapat bahwa mereka
memiliki nafsu yang besar akan gaji dan penghasilan tambahan dan
mereka dengan murah hati menyumbangkan uang perusahaan
kepada badan amal karena nantinya nama mereka yang akan harum
namun pemegang saham pihak luar yang akan menanggung
biayanya.
Para manajer dapat didorong untuk bertindak demi kepentingan
utama dari para pemegang saham melalui insentif-insentif yang
memberikan imbalan atas setiap kinerja yang baik atau hukuman
untuk kinerja yang buruk.
b.
Pemegang saham (melalui manajer) versus kreditor
Kreditor memiliki klaim atas sebagian dari arus laba perusahaan
untuk pembayaran bunga dan pokok utang dan mereka memiliki
klaim atas aset perusahaan diwaktu terjadi kebangkrutan. Akan
19
tetapi, pemegang saham memiliki kendali (melalui manajernya)
atas keputusan-keputusan yang mempengaruhi profitabilitas dan
risiko perusahaan. Sebagai contoh, pemegang saham yang
bertindak melalui manajemen, menyebabkan sebuah perusahaan
menjalankan satu proyek besar baru yang jauh lebih berisiko
daripada yang diantisipasi oleh para kreditornya.
2.6.3
Biaya Keagenan (Agency Cost)
Menurut Sjahrial (2009:6) dalam meminimumkan masalah agency
diperlukan biaya yang disebut agency cost yang tercermin dalam empat alternatif :
a.
Pengeluaran untuk memonitoring.
b.
Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas
prestasi yang konsisten dalam memaksimumkan nilai perusahaan.
c.
Fidelity Bond yaitu kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga
(bonding company) dimana pihak ketiga setuju untuk membayar
perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur, cara bekerjanya mirip
asuransi kerugian.
d.
Golden Parachutes yaitu kontrak antara manajemen dengan
pemegang saham yang menjamin bahwa manajemen akan
mendapat kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli
oleh perusahaan lain (investor lain) atau terjadi perubahan
pengendalian perusahaan.
20
2.6.4 Solusi mengurangi biaya keagenan
Menurut Pradessya (2006), bahwa ada beberapa alternatif untuk
mengurangi konflik kepentingan (agency problem) dan biaya keagenan (agency
cost), yaitu antara lain:
a.
Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen.
b.
Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih atau dividend
payout ratio, dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas
bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari
sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi.
c.
Meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan
menurunkan
skala
konflik
antara
pemegang
saham
dan
manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus
siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan
mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham.
Disamping itu, utang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas
atau excess cash flows yang ada dalam perusahaan sehingga
menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen.
2.6.5
Hubungan Teori Keagenan (Agency Theory) dan Dividend Paymment
Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara
manajer dan pemegang saham (Jensen et al 1992). Agency theory muncul setelah
fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan, khususnya pada
perusahaan-perusahaan besar yang modern (Brigham, 1996). Agency theory menurut
Jensen dan Meckling (1976) dalam Kumar (2007) adalah hubungan antara pemberi
21
kerja (prinsipal) dan penerima tugas (agen) untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam
manajemen keuangan, hubungan keagenan muncul antara pemegang saham dengan
manajer, dan antara pemegang saham dengan kreditor. Karena tidak semua
keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer, mereka tidak akan hanya
berkonsentrasi pada maksimisasi kemakmuran pemegang saham (Brigham,1996).
Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sangat rentan terjadi.
Penyebabnya karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko akibat
adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak
dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh
para pemilik. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak
lain dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen
cenderung membuat keputusan yang tidak optimal.
2.7
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang
lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk
pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas
ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny dalam
22
Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan
saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan
perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009), semakin besar kepemilikan
oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan
untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Menurut Susiana dan Herawaty (2007) kepemlikan institusional adalah
penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain
baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah.
Sedangkan menurut Griffin dan Ebert (2007:115) kepemilikan institusional adalah
investor besar, seperti usaha dana yayasan dan dana pensiun yang membeli saham
perusahaan dalam jumlah besar.
2.8
Kesempatan Investasi Set (Investment Opportunity Set)
Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan
investasi antara lain oleh Myers (1977) yang memperkenalkan IOS. IOS memberi
petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran
perusahaan di masa yang akan datang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari
Investment Opportunity Set (IOS). IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara
aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi di masa yang akan
datang dengan net present value positif.
Menurut Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005) Investment Opportunity
Set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, pada saat ini
merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return
23
yang lebih besar. Sedangkan menurut Smith dan Watts (1986) investment
opportunity set merupakan proksi kombinasi dari pertumbuhan perusahaan
(1986).
Investment Opportunity Set perusahaan merupakan sesuatu yang secara
melekat tidak dapat diobservasi, dikarenakan Investment Opportunity Set
merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu diperlukan
proksi (Hartono, 1999) dalam Norpratiwi (2004). Menurut Kallapur dan Trombley
(2000) dalam Wardani dan Siregar (2009), proksi set kesempatan investasi dapat
diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu :
a.
Proksi Berdasarkan Harga (Price-Based Proxies)
Set kesempatan berdasarkan harga merupakan proksi yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian
dinyatakan dalam harga pasar. Proksi ini didasari atas suatu ide
yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara
parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang
tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif
untuk aktiva-aktiva yang dimiliki.
Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi
berdasarkan pasar antara lain Market to Book Value of Equity;
Book to Market Value of Assets; Tobin’s Q; Earning to Price
Ratios; Ratio of Property, Plant and Equipment to Firm Value;
Ratio of Depreciation to Firm Value; Market Value of Equity Plus
24
Book Value of Debt; Dividend Yield; Return on Equity; Noninterest Revenue to Total Revenue.
b.
Proksi Berdasarkan Investasi (investment-based poxies)
Ide proksi set kesempatan investasi berdasarkan investasi
mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi yang besar
berkaitan secara positif dengan nilai set kesempatan investasi suatu
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki suatu set
kesempatan investasi yang tinggi seharusnya juga memiliki suatu
tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang
ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama
dalam suatu perusahaan.
Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi
berdasarkan investasi tersebut antara lain the Ratio of R&D to
Asset, the Ratio of R&D to sales, Ratio of Capital Expenditure to
Firm value, Investment Intensity, Ratio of Capital to Book Value of
Asset, Investment to Sales Ratio, Ratio of Capital Addition to Asset
Book Value, Investment to Earning Ratio, Log of Firm Value.
c.
Proksi Berdasarkan Varian (Variance Measures)
Proksi
set
kesempatan
investasi
berdasarkan
varian
mengungkapakan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai
jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang
mendasari peningkatan aktiva. Ukuran yang berkaitan dengan
25
proksi berdasarkan varian tersebut antara lain Variance of Return,
Asset Beta, The Variance of Asset Deflated Sales.
d.
Proksi Gabungan dari Proksi Individual
Alternatif proksi gabungan investasi dilaku-kan sebagai upaya
untuk mengurangi measurement error yang ada pada proksi
individual, sehingga akan menghasilkan pengukuran yang lebih
baik untuk set kesempatan investasi. Metode yang dapat digunakan
untuk menggabungkan beberapa proksi individual menjadi satu
proksi yang akan diuji lebih lanjut adalah dengan menggunakan
analisis faktor.
2.8.1
Market to Book Value of Equity Ratio
Market value of equity is basically a synonym for market capitalization. It
is used to measure a company's size and helps investors to diversity their
investments across companies of different sizes and different levels of risk.
(www.investopedia.com, diakses 11 April 2013). Menurut Hartono (1999) dalam
Erlina (2007:44) rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE
mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi perusahaan pada masa
depan akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya. Rasio market to
book value of equity adalah rasio yang mencerminkan bahwa pasar menilai return
dari investasi perusahaan di masa depan akan lebih besar dari return yang
diharapkan dari ekuitsnya. Perusahaan yang mempunyai rasio market to book
value of equity yang tinggi akan memiliki pertumbuhan aktiva dan ekuitas yang
besar.
26
2.9
Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow)
Free Cash Flow bagi perusahaan merupakan gambaran dari arus kas yang
tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi, setelah dikurangi
dengan biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Free Cash Flow (aliran kas
bebas) menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan. Jensen (1986)
dalam Dini (2009) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai kas yang tersisa
setelah seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan.
Perusahaan dengan aliran kas bebas berlebih akan memiliki kinerja yang lebih
baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh
keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh
perusahaan lain. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa diduga lebih
survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas negatif berarti
sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi
perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk
hutang maupun penerbitan saham baru.
Sedangkan menurut Ross et. Al. (2000) dalam Dini (2009), aliran kas
bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditor atau
pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau
investasi pada aset tetap. Aliran kas bebas menunjukkan gambaran bagi investor
bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati
pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan.
27
Download