8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Definisi Manajemen Keuangan Menurut James C.Van Horne dan John M. Wachowicz, JR.(2009:3) manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Jadi, fungsi keputusan dalam manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : investasi, pendanaan dan manajemen aktiva. Manajemen keuangan adalah bidang yang terluas dari bidang pasar uang dan pasar modal serta investasi dan yang paling banyak memiliki peluang pekerjaan. (Brigham and Houston, 2009:6) 2.1.2 Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan Menurut Sjahrial (2009:4), tujuan utama manajemen keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran para pemilik perusahaan atau pemegang saham. Menurut Sutrisno (2007:5), fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu : a. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. b. Keputusan Pendanaan Keputusan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna mempelajari kebutuhan-kebutauhan investasi. c. Keputusan Dividen Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : 1) besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividend, 2) stabilitas dividen yang dibagikan , 3) dividen saham (stock dividen), 4) pemecahan saham (stock spilit), serta 5) penarikan kembali saham beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. 2.2 Laporan Keuangan 2.2.1 Definisi Laporan Keuangan Menurut Brigham dan Houston (2010:84), laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas dengan angka-angka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga untuk memikirkan aset-aset nyata yang berada di balik angka tersebut. Menurut James C. Van Horne dan Jhon M. Wazhowicz (2009 :193), analisis keuangan melibatkan penggunaan berbagai laporan keuangan. Laporan ini melaksanakan beberapa fungsi. Pertama, Neraca (balance sheet) meringkas aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik suatu perusahaan pada suatu periode, biasanya pada akhir tahun atau kuartal. Sementara itu, laporan laba rugi (income 9 statement) meringkas pendapatan dan biaya perusahaan selama suatu periode waktu tertentu. 2.2.2 Fungsi Laporan Keuangan Fungsi laporan keuangan adalah untuk mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan, untuk menentukan / mengukur efisiensi tiaptiap bagian agar dapat mengetahui derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan, untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang diserahi wewenang dan tanggung jawab, dan untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik. (Munawir, 2002:3) Disamping fungsi tersebut di atas, laporan keuangan juga berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada semua pihak yang menanamkan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam perusahaan tersebut terutama kepada para pemilik melalui laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. 2.3 Investasi 2.3.1 Definisi Investasi Menurut Tandelilin (2010:2), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Sedangkan menurut Pratomo dan Nugraha (2005), Investasi adalah “Membeli” suatu aset yang diharapkan dimasa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. 10 2.3.2 Tujuan Investasi Tujuan investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Menurut Tandelilin (2010:7) kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjulahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Alasan seseorang melakukan investasi menurut Tandelilin (2010) adalah : a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik layak di masa datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang. b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain, seorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu. 2.3.3 Jenis-jenis Investasi Menurut Mulyadi (2001:284) terdapat empat jenis investasi yaitu sebagai berikut : 11 a. Investasi yang tidak menghasilkan laba. b. Investasi yang itdak dapat diukur labanya. c. Investasi dalam pergantian peralatan. d. Investasi dalam perluasan usaha. Abdul Halim (2005:4) menyatakan bahwa umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada aset-aset finansial (financial assets) dan investasi pada aset-aset riil (real assets). Investasi sektor real adalah jenis investasi dengan pengadaan aset-aset contohnya seperti tanah, bangunan, mesin dan sebagainya. Investasi finansial adalah jenis investasi dalam aktiva penanaman modalnya berupa instrumen-instrumen itu seperti saham, obligasi, valas dan sebagainya. 2.4 Saham 2.4.1 Definisi Saham Sjahrial (2006 : 22), mengemukakan bahwa saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau yang disebut emiten. Sedangkan menurut Mangasa (2010 : 19), saham adalah surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham. Saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu perusahaan perseroan terbatas (Paulus, 2008 : 45) dengan manfaat yang dapat diperoleh berupa : a. Deviden, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham; 12 b. Capital Gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga belinya; c. Manfaat non finansial, antara lain berupa konsekuensi atas kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan dan khususnya hak suara dalam menentukan jalanya perusahaan. 2.4.2 Harga Saham Menurut Martono (2007:13), harga saham merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset. Sedangkan Sawidji Widioatmodjo (2005:102) mendefinisikan harga pasar saham adalah harga jual dari investor yang satu kepada investor yang lain setelah saham tersebut di cantumkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC (Over the counter market)”. Harga saham merupakan harga atau nilai uang yang bersedia dikeluarkan untuk memperoleh atas suatu saham Widiatmodjo (2000:45). Menurut Jogiyanto (2003:88) harga saham merupakan harga saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar bursa. 2.5 Kebijakan Dividen 2.5.1 Definisi Kebijakan Dividen Menurut Sjahrial (2010:311) ada beberapa teori kebijakan dividen, yaitu : a. Teori “Dividen Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller Asumsi-asumsi pendapat ini lemah karena pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. Prakteknya sulit ditemui pasar modal yang 13 sempurna, tidak ada emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru (flotation cost) itu pasti ada, tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada, kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya kebijakan perusahaan pasti berubah, beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. b. Teori “The Bird In The Hand” Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR (Dividend Payout Ratio) rendah karena investor lebih suka menerima dividen daibandingkan capital gain karena dividend yield lebih pasti. Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama. c. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy karena adanya pajak terhadap dividend dan capital gain. Para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Maka investor mensyaratkan bahwa suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains rendah daripada dividend yield rendah capital gains tinggi. Jika pajak atas dividen > pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. 14 d. Teori “Signaling Hypothesis” Bukti empiris menyebutkan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham demikian pula sebaliknya. Menurut Modigliani dan Miiller kenaikan dividen biasanya merupakan suatu signal (tanda) kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa mendatang. Sebaliknya suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah normal (biasanya) diyakini investor sebagai petanda (signal) bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di masa mendatang. e. Teori “Clientele Effect” Kelompok (Clintele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaaan pajak bagi individu maka kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Maka kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital gains demikian pula sebaliknya. Menurut Darmadji (2006:178) dividen adalah pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian dividen dapat diperoleh pemegang saham jika perusahaan yang memiliki saham memperoleh keuntungan dan RUPS memberikan keputusan pembayaran dividen atas laba tersebut. 15 2.5.2 Jenis Dividen Ada beberapa jenis-jenis dividen menurut Nirwanasari (2007:22) yaitu : a. Dividen kas Dividen yang paling umum dibagikan perusahaan adalah bentuk kas. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut. b. Dividen aktiva selain kas (Property Dividend). Kadang-kadang dividen dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Dividen dalam bentuk ini disebut property dividend. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan, barang dagang atau aktiva-aktiva lain. c. Dividen hutang (Script Dividend) Dividen hutang timbul apabila laba tidak dibagi saldonya, mencukupi untuk pembagian dividen, tetapi saldo kasnya tidak cukup sehingga pimpinan perusahaan akan mengeluarkan Script Dividend yaitu janji tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang. Script Dividend ini mungkin berbunga mungkin tidak. d. Dividen likuidasi Dividen likuidasi adalah dividen yang sebagian merupakan pengembalian modal. Apabila perusahaan membagi dividen likuidasi, maka para pemegang saham harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba, dan berapa yang 16 merupakan pengembalian modal sehingga para pemegang saham bisa mengurangi rekening investasinya. e. Dividen saham Dividen saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut pembayaran kepada pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang dimilikinya. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda. Dalam penelitian ini digunakan dividen tunai karena merupakan bentuk pembayaran dividen yang paling banyak digunakan oleh emiten untuk membagikan sebagian labanya kepada pemegang saham. 2.5.3 Dividend Payout Ratio Menurut Gitman (2003:570) dalam Rina (2008), dividend payout ratio indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in the form of cash, it is calculated by dividing the firm’s cash dividend pershare by its earning per share. Sedangkan menurut Lukas (2008:85) menjelaskan bahwa persentase dividen yang dibagikan dari laba setelah pajak disebut Dividen Payout Ratio. Jika dividend payout ratio berkurang dapat menggambarkan laba perusahaan yang makin berkurang. Akibatnya sinyal buruk akan muncul karena mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dana. Kondisi ini akan menyebabkan preferensi investor akan suatu saham berkurang karena investor memiliki preferensi yang sangat kuat atas dividen. Sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk mempertahankan dividend payout ratio meskipun terjadi penurunan jumlah laba yang diperolehnya. Walaupun pada kenyataan yang terjadi tidak selalu demikian, turunnya rasio DPR belum tentu keuntungan perusahaan 17 juga menurun, tetapi tidak dibagikan dalam bentuk dividen, melainkan menjadi laba ditahan oleh perusahaan. Namun demikian, rasio DPR tetap menjadi sinyal bagi investor yang mengharapkan keuntungan dalam bentuk dividen. 2.6 Agency Theory 2.6.1 Definisi Agency Theory Para manajer memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Menurut Brigham dan Houston (2009:26), para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal teori keagenan (agency theory). Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. 2.6.2 Konflik Keagenan (Agency Conflict) Menurut Brigham dan Houston (2009:26) dalam manajemen keuangan, konflik utama terjadi diantara pemegang saham dan manajer, manajer dengan kreditor. a. Pemegang saham versus manajer Suatu potensi masalah keagenan terjadi ketika manajer dari sebuah perusahaan memiliki kepemilikan saham biasa kurang dari 100% diperusahaan tersebut. Tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham dapat berada diurutan sekian dari sejumlah 18 tujuan-tujuan manajerial lain yang menimbulkan konflik. Sebagai contoh, banyak orang berpendapat bahwa tujuan utama manajer adalah memaksimalkan ukuran dari perusahaan mereka dengan menciptakan sebuah perusahaan yang besar dan tumbuh dengan pesat, para manajer akan meningkatkan keamanan jabatan mereka, karena kecilnya kemungkinan terjadi pengambilan yang tidak bersahabat, meningkatkan kekuatan, status dan gaji mereka, dan memberikan lebih banyak kesempatan untuk para manajer tingkat rendah dan menengah. Lebih jauh, karena manajer hanya memiliki sejumlah kecil persentase saham, ada pendapat bahwa mereka memiliki nafsu yang besar akan gaji dan penghasilan tambahan dan mereka dengan murah hati menyumbangkan uang perusahaan kepada badan amal karena nantinya nama mereka yang akan harum namun pemegang saham pihak luar yang akan menanggung biayanya. Para manajer dapat didorong untuk bertindak demi kepentingan utama dari para pemegang saham melalui insentif-insentif yang memberikan imbalan atas setiap kinerja yang baik atau hukuman untuk kinerja yang buruk. b. Pemegang saham (melalui manajer) versus kreditor Kreditor memiliki klaim atas sebagian dari arus laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang dan mereka memiliki klaim atas aset perusahaan diwaktu terjadi kebangkrutan. Akan 19 tetapi, pemegang saham memiliki kendali (melalui manajernya) atas keputusan-keputusan yang mempengaruhi profitabilitas dan risiko perusahaan. Sebagai contoh, pemegang saham yang bertindak melalui manajemen, menyebabkan sebuah perusahaan menjalankan satu proyek besar baru yang jauh lebih berisiko daripada yang diantisipasi oleh para kreditornya. 2.6.3 Biaya Keagenan (Agency Cost) Menurut Sjahrial (2009:6) dalam meminimumkan masalah agency diperlukan biaya yang disebut agency cost yang tercermin dalam empat alternatif : a. Pengeluaran untuk memonitoring. b. Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi yang konsisten dalam memaksimumkan nilai perusahaan. c. Fidelity Bond yaitu kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga (bonding company) dimana pihak ketiga setuju untuk membayar perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur, cara bekerjanya mirip asuransi kerugian. d. Golden Parachutes yaitu kontrak antara manajemen dengan pemegang saham yang menjamin bahwa manajemen akan mendapat kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli oleh perusahaan lain (investor lain) atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan. 20 2.6.4 Solusi mengurangi biaya keagenan Menurut Pradessya (2006), bahwa ada beberapa alternatif untuk mengurangi konflik kepentingan (agency problem) dan biaya keagenan (agency cost), yaitu antara lain: a. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. b. Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih atau dividend payout ratio, dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi. c. Meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu, utang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flows yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. 2.6.5 Hubungan Teori Keagenan (Agency Theory) dan Dividend Paymment Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham (Jensen et al 1992). Agency theory muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan, khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern (Brigham, 1996). Agency theory menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Kumar (2007) adalah hubungan antara pemberi 21 kerja (prinsipal) dan penerima tugas (agen) untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan muncul antara pemegang saham dengan manajer, dan antara pemegang saham dengan kreditor. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer, mereka tidak akan hanya berkonsentrasi pada maksimisasi kemakmuran pemegang saham (Brigham,1996). Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sangat rentan terjadi. Penyebabnya karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal. 2.7 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny dalam 22 Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009), semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Menurut Susiana dan Herawaty (2007) kepemlikan institusional adalah penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah. Sedangkan menurut Griffin dan Ebert (2007:115) kepemilikan institusional adalah investor besar, seperti usaha dana yayasan dan dana pensiun yang membeli saham perusahaan dalam jumlah besar. 2.8 Kesempatan Investasi Set (Investment Opportunity Set) Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain oleh Myers (1977) yang memperkenalkan IOS. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. Menurut Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005) Investment Opportunity Set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return 23 yang lebih besar. Sedangkan menurut Smith dan Watts (1986) investment opportunity set merupakan proksi kombinasi dari pertumbuhan perusahaan (1986). Investment Opportunity Set perusahaan merupakan sesuatu yang secara melekat tidak dapat diobservasi, dikarenakan Investment Opportunity Set merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu diperlukan proksi (Hartono, 1999) dalam Norpratiwi (2004). Menurut Kallapur dan Trombley (2000) dalam Wardani dan Siregar (2009), proksi set kesempatan investasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu : a. Proksi Berdasarkan Harga (Price-Based Proxies) Set kesempatan berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi ini didasari atas suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki. Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi berdasarkan pasar antara lain Market to Book Value of Equity; Book to Market Value of Assets; Tobin’s Q; Earning to Price Ratios; Ratio of Property, Plant and Equipment to Firm Value; Ratio of Depreciation to Firm Value; Market Value of Equity Plus 24 Book Value of Debt; Dividend Yield; Return on Equity; Noninterest Revenue to Total Revenue. b. Proksi Berdasarkan Investasi (investment-based poxies) Ide proksi set kesempatan investasi berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki suatu set kesempatan investasi yang tinggi seharusnya juga memiliki suatu tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Rasio-rasio yang telah digunakan yang berkaitan dengan proksi berdasarkan investasi tersebut antara lain the Ratio of R&D to Asset, the Ratio of R&D to sales, Ratio of Capital Expenditure to Firm value, Investment Intensity, Ratio of Capital to Book Value of Asset, Investment to Sales Ratio, Ratio of Capital Addition to Asset Book Value, Investment to Earning Ratio, Log of Firm Value. c. Proksi Berdasarkan Varian (Variance Measures) Proksi set kesempatan investasi berdasarkan varian mengungkapakan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. Ukuran yang berkaitan dengan 25 proksi berdasarkan varian tersebut antara lain Variance of Return, Asset Beta, The Variance of Asset Deflated Sales. d. Proksi Gabungan dari Proksi Individual Alternatif proksi gabungan investasi dilaku-kan sebagai upaya untuk mengurangi measurement error yang ada pada proksi individual, sehingga akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik untuk set kesempatan investasi. Metode yang dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa proksi individual menjadi satu proksi yang akan diuji lebih lanjut adalah dengan menggunakan analisis faktor. 2.8.1 Market to Book Value of Equity Ratio Market value of equity is basically a synonym for market capitalization. It is used to measure a company's size and helps investors to diversity their investments across companies of different sizes and different levels of risk. (www.investopedia.com, diakses 11 April 2013). Menurut Hartono (1999) dalam Erlina (2007:44) rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi perusahaan pada masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya. Rasio market to book value of equity adalah rasio yang mencerminkan bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan dari ekuitsnya. Perusahaan yang mempunyai rasio market to book value of equity yang tinggi akan memiliki pertumbuhan aktiva dan ekuitas yang besar. 26 2.9 Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow) Free Cash Flow bagi perusahaan merupakan gambaran dari arus kas yang tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi, setelah dikurangi dengan biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Free Cash Flow (aliran kas bebas) menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan. Jensen (1986) dalam Dini (2009) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan. Perusahaan dengan aliran kas bebas berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa diduga lebih survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru. Sedangkan menurut Ross et. Al. (2000) dalam Dini (2009), aliran kas bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap. Aliran kas bebas menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. 27