BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Radiasi terdiri dari beberapa jenis, ditinjau dari massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki massa. Radiasi ini terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik. Radiasi partikel adalah radiasi berupa partikel yang memiliki massa, misalnya partikel beta, alfa dan neutron. Jika ditinjau dari muatan listriknya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi non pengion dan radiasi pengion. Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi, contohnya gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian akan menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Sinar X termasuk ke dalam radiasi pengion (BATAN, 2005). Energi radiasi pengion yang diterima jaringan/organ dapat mengakibatkan perubahan pada molekul, kerusakan pada elemen selular dan gangguan fungsi atau kematian sel. Kerusakan pada jaringan hidup diakibatkan oleh adanya transfer energi radiasi pengion ke atom dan molekul dalam struktur sel (BATAN, 2011; Allen dan Endom, 2013). 1 2 Computed Tomography (CT) seperti modalitas pencitraan lainnya menggunakan radiasi ionisasi, beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan tekhnologi pesat, berkembang dari generasi pertama pada awal tahun 1970 sampai generasi ketujuh dengan Multi-dimensional CT (MDCT). Menurut ICRP dibandingkan dengan modalitas pencitraan lainnya yang menggunakan sinar X, dosis radiasi dari CT relative tinggi dan sering mendekati atau melebihi nilai ratarata yang diketahui meningkatkan probabilitas pembentukan keganasan. Suatu review dari kepustakaan, secara global menunjukkan suatu peningkatan cepat frekuensi pada pemeriksaan CT, karenanya terjadi peningkatan dosis radiasi pada populasi, petugas dan pasien. The United Nations Scientific Committee on Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR) menyatakan bahwa CT hanya merupakan 5% dari pemeriksaan radiologis, tetapi menyumbang sekitar 34% dari dosis kolektif di United Kingdom, CT berkontribusi pada dosis kolektif efektif dari paparan medis sebesar 40% pada tahun 1999, dibandingkan dengan 20% pada tahun 1990. CT tercatat sekitar 11% pada prosedur medis berbasis sinar X di USA, tetapi menghasilkan lebih dari 67% dosis total berhubungan dengan prosedur pencitraan medis. Lebih dari 600.000 CT scan kepala dan abdominal dilakukan pertahunnya pada anak dibawah 15 tahun, dimana sekitar 500 anak tersebut mungkin akhirnya meninggal karena keganasan yang disebabkan oleh paparan radiasi CT (Aweda et al., 2007). Computed tomography (CT) memainkan peranan penting yang terus meningkat dalam diagnosis berbagai penyakit. Hal ini mengakibatkan menjadikannya sumber mayor paparan radisi terhadap populasi dari diagnostik 3 sinar X (hingga 47%) (Mazrani et al., 2007; Mozumdar, 2003). Meningkatnya penggunaan fasilitas CT meningkatkan dosis radiasi terhadap pegawai dan pasien, keadaan ini memerlukan beberapa usaha terus menerus dalam penurunan dosis. Berbagai metode dan strategi berdasarkan atribut individu pasien dapat dipikirkan untuk tujuan ini. Kegagalan dari usaha penurunan dosis dapat mengakibatkan terbaliknya rasio resiko - manfaat yang berhubungan dengan modalitas pencitraan. Beberapa resiko terkait dengan prosedur CT dapat deterministik dan stokhastik. Optimisasi dosis pasien merupakan satusatunya cara untuk mencegah atau meminimalkan efek-efek tersebut, seraya tetap mencapai kualitas gambar yang memuaskan (Aweda dan Arogundade, 2007). Laporan International Commission on Radiological Commisionon Radiological Protection Special Task Force mengenai paparan radiasi CT menyatakan bahwa dosis radiasi CT relatif tinggi. Dosis radiasi dari CT pada jaringan dapat sering mendekati atau melewati nilai yang diketahui meningkatkan probabilitas keganasan. Brenner et al. (2001) memperhitungkan suatu peningkatan resiko mortalitas keganasan pada anak-anak sebagai akibat paparan radiasi CT (Brenner et al., 2001; Kalra et al., 2004). Berrington de Gonzales et al (2009) meneliti jumlah kasus keganasan dari 72 juta pemeriksaan CT di United States tahun 2007 yang dapat dihubungkan dengan CT scan, diperkirakan 29000 keganasan dapat berhubungan dengan CT scan dimana 14000 akibat dari CT abdomen/pelvis, 4100 akibat dari CT thorax, 4000 akibat dari CT kepala dan selanjutnya 2700 dari CT thoraks angiografi (Berrington de Gonzalez et al., 2007; Iball dan Brettle, 2011). Dosis radiasi yang diterima pasien pada pemeriksaan CT 4 diketahui relatif lebih tinggi dibandingkan pada modalitas pencitraan yang menggunakan radiasi ionisasi lainnya (Ngaile dan Msaki, 2006). CT kepala merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering di minta. Penelitian awal menyimpulkan bahwa CT kepala tercatat sekitar 50% dari semua CT scan dan 25% dari dosis radiasi kolektif dari CT (Williams dan Adams, 2006). Resiko yang berhubungan dengan paparan radiasi dapat dipertimbangkan dengan melihat pada dua kategori utama, yaitu efek deterministik dan efek stokhastik. Resiko deterministik akibat dari kematian sel dan ditandai dalam istilah dosis radiasi pada regio tertentu yang melewati level ambang batas dimana efek ini biasanya terjadi. Resiko utama seseorang yang menjalani suatu pemeriksaan diagnostik sinar X adalah karena efek stokhastik, yang dapat mengakibatkan keganasan dan efek genetik, yang terjadi pada keturunan pasien yang terkena radiasi. Probabilitas efek stokhastik tergantung pada jumlah dosis serap (Kalra et al, 2004). Gonad merupakan salah satu organ radiosensitif. Paparan radiasi harus memegang prinsip ALARA (as low as reasonably achievable). Prinsip ALARA menggambarkan konsep terbaik proteksi radiasi. Beberapa langkah proteksi yang dapat diterapkan ialah yang mudah digunakan, tidak merusak kualitas gambar dan menurunkan paparan sinar X (Hohl et al., 2005; Ngaile et al.,2008). The National Radiological Protection Board (NRPB) menyatakan bahwa proteksi gonad harus dilakukan sedapat mungkin dan idealnya pada semua prosedur radiologi (Sikand et al., 2003). Aplikasi yang berkembang pada CT, sehingga muncul kebutuhan penting dalam reduksi dosis radiasi untuk mencegah terbaliknya rasio resiko- 5 manfaat yang berhubungan dengan modalitas pencitraan (Kalra et al., 2004). Salah satu konsep proteksi radiasi ialah dengan penggunaan shielding (biasanya dengan timbal) terutama organ radiosensitif. Pemakaian shielding dapat mereduksi dosis radiasi pada organ radiosensitif seperti payudara, lensa mata atau gonad (Prasad et al., 2004; European Medical ALARA Network, 2011). Pada standar prosedur operasional proteksi radiasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat prosedur proteksi radiasi terhadap pasien yaitu pemakaian APD (alat pelindung diri) pada organ-organ vital pasien bila tidak termasuk dalam area pemeriksaan (Instalasi radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2013). Di Rumah sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta tersedia fasilitas pencitraan Multislice Computed Tomography Scan (MSCT) Brilliance 64 slice merk Philips dengan alat proteksi radiasi berupa shielding timbal (bentuk pakaian/ pakaian apron) dengan ketebalan 0,35 mmPb dan 0,50mmPb, namun sampai saat ini belum tersedia data mengenai efektifitas kedua macam shielding tersebut dalam mereduksi dosis radiasi yang diterima gonad pria pada pemeriksaan head MSCT. B. Perumusan Masalah 1. Computed tomography (CT) memainkan peranan penting yang terus meningkat dalam bidang radiodiagnostik. Penggunaan sinar X pada alat tersebut dapat memberikan radiasi primer terhadap organ yang diperiksa dan radiasi hambur terhadap organ disekitarnya yaitu efek deterministik dan efek stokhastik. Head MSCT scan merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan. 6 2. Gonad merupakan organ radiosensitif, sehingga perlu dilakukan proteksi radiasi untuk meminimalkan efek radiasi. 3. Terdapat dua jenis shielding timbal (bentuk pakaian/pakaian apron) 0,35 mmPb dan 0,50mmPb dimana perlu diketahui efektifitasnya. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan bermakna dosis radiasi yang diterima gonad pria dengan shielding 0,35 mmPb dibandingkan shielding 0,50 mmPb pada pemeriksaan head MSCT. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dosis radiasi gonad pria dengan shielding 0,35 mmPb dan shielding 0,50 mmPb pada pasien yang menjalani pemeriksaan head MSCT, sehingga dapat diketahui efektifitas shielding tersebut. E. Manfaat Penelitian 1. Dari segi pelayanan kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penyusunan standar pelayanan medis di Instalasi Radiologi dalam rangka penerapan proteksi radiasi dengan pemanfaatan alat proteksi radiasi yang efektif dan efisien. 2. Dari segi penderita Pengembangan dan peningkatan penerapan proteksi radiasi sehingga dapat meminimalkan dosis radiasi gonad pria pada head MSCT. 7 3. Dari segi pendidikan Merupakan sarana pendidikan terutama untuk melatih cara berfikir dan melakukan penelitian secara baik dan benar, serta menambah wawasan dalam bidang radiodiagnostik, khususnya dalam bidang proteksi radiasi. 4. Dari segi pengembangan penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dasar untuk melanjutkan penelitian selanjutnya. F. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan peneliti, belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu perbandingan dosis radiasi gonad pria dengan shielding 0,35 mmPb dan shielding 0,50 mmPb pada pemeriksaan Head MSCT scan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Peneliti menemukan beberapa artikel atau jurnal penelitian yang dapat digunakan sebagai bahan acuan pustaka, diantaranya terlihat pada tabel. Tabel 1. Data Keaslian Penelitian Peneliti Subyek Topik Hasil Ngaile dan Msaki Prospektif, 491 subyek Mengetahui dosis organ radiosensitif dari berbagai macam CT scan beberapa rumah sakit di Tanzania - Dosis organ yang bervariasi dan sedikit lebih tinggi dari penelitian-penelitian di negara lain. - Pentingnya penggunaan shielding pada organ radiosensitive. Kennedy, et al Prospektif, Alderson anthropomo rphic phantom Mengetahui apakah shielding berperan Shielding efektif dalam menurunkan dosis radiasi yang diterima dalam mereduksi dosis fetus pada fetus pada pemeriksaan CT pulmonary angiografi. pemeriksaan CT pulmonary angiografi Saini et al Prospektif, 40 pasien pria Mengetahui dosis radiasi yang diterima Shielding mampu mereduksi dosis radiasi yang diterima gonad gonad pria dengan dan tanpa shielding pria hingga 50%. pada pemeriksaan radiografi dental Kambuaya, N Prospektif, 118 pasien pria Mengetahui perbandingan dosis radiasi yang diterima gonad pria pada pemeriksaan head multislice dan head singleslice computed tomography scan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta - Terdapat perbedaan bermakna antara dosis radiasi yang diterima gonad pria pada pemeriksaan head MSCT dan head SSCT. - Dosis radiasi yang diterima gonad pria pada pemeriksaan head MSCT lebih tinggi dibandingkan head SSCT. - Berdasarkan perhitungan secara keseluruhan dari dosis radiasi yang diterima gonad pria pada kedua modalitas pencitraan yaitu MSCT dan SSCT maka didapatkan perbandingan dosis radiasi antara kedua alat tersebut sebesar 37%. 8